Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH BIOETIKA

ABORSI

Disusun oleh:
Yashinta Sutartio 140801491
Nathanael Wirandhi S. 140801466
Arya Bahari W. 140801523
Vening Triwi 140801546
Agatha Rany M. P. 150801625

FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS ATMA JAYA
YOGYAKARTA
2018
I. Terminologi Aborsi
Aborsi adalah salah satu isu kesehatan reproduksi yang mendapat
perhatian sangat serius, dan menguras energi juga emosi. Berbagai kalangan
telah membincangnya dalam bingkai perdebatan dan beda pendapat yang
tiada ujung. Apalagi saat aborsi dikaitkan dengan hukum, moralitas,
kesehatan, atau hak asasi manusia untuk hidup, aborsi menjadi sangat
problematis dan kontroversial. Keragaman pandangan mengenai legalitas
aborsi adalah realitas diskursus normatif yang diwacanakan oleh berbagai
kalangan untuk menjawab problematika yang muncul di masyarakat.
Perbincangan mengenai aborsi sudah setua usia manusia dan kehidupannya.
Titik ‘tengkar’ dan polarisasi dari perbedaan pandangan ini adalah pembelaan
secara ekstrem terhadap hak hidup janin/embrio atau pembelaan terhadap
kepentingan perempuan yang mengandung. Poin inilah yang kemudian
menyebabkan ‘pertengkaran’ antara kubu pro-choice dan pro-live1 dalam
menyikapi tindakan aborsi. Apakah demi hak hidup janin atau penyelamatan
ibu yang mengandung janin.
Secara definitif aborsi adalah berhentinya (mati) dan dikeluarkannya
kehamilan sebelum 20 minggu (dihitung dari hari terakhir) atau berat janin
kurang dari 500gr, panjang kurang dari 25 cm. Definisi medis mengartikan
bahwa aborsi adalah berakhirnya suatu kehamilan sebelum viability, sebelum
janin mampu hidup sendiri di luar kandungan, yang diperkirakan usia
kehamilannya di bawah usia 20 minggu (WHO). Definisi ini jelas
mengandung makna bahwa perbuatan aborsi dilakukan terhadap janin yang
tidak dapat hidup di luar kandungan.
Dalam terminologi fiqih, aborsi pun dipahami dalam berbagai
pengertian. Ibrahim an-Nakhai menjelaskan aborsi sebagai pengguguran janin
dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna atau belum. Dalam
perspektif jinayah Abdul Qadir Audah sebagaimana dikutip Maria Ulfa
anshar menyatakan bahwa aborsi adalah pengguguran kandungan dan
perampasan hak hidup janin atau perbuatan yang memisahkan janin dari
rahim ibunya. Secara substantif Nasarudin Umar coba mengkongklusikan
bahwa aborsi adalah upaya pengakhiran masa berlangsungnya kehamilan
melalui pengguguran kandungan (janin), sebelum janin itu tumbuh dan
berkembang menjadi bayi. Dengan bahasa yang berbeda Rahmi yuningsih
mendefinisikan aborsi sebagai tindakan terminasi kehamilan yang tidak
diinginkan melalui metode obat-obatan atau bedah. Dapat dipahami bahwa
aborsi adalah upaya mengakhiri kehamilan dengan mengeluarkan janin
sebelum waktunya, baik secara alamiah/spontan atau dengan menggunakan
alat-alat sederhana maupun teknologi.
Aborsi terdapat beberapa macam berdasarkan.... diantaranya:
a. Aborsi spontan/alamiah
Aborsi spontan atau (spontaneous abortus) adalah aborsi yang
terjadi secara alamiah baik tanpa sebab tertentu maupun karena adanya
sebab tertentu. Aborsi spontan bisa disebabkan oleh karena terjadinya
kecelakaan atau sebab kelainan kromosom, kelainan rahim, kelainan
hormon, dan beberapa kasus akibat infeksi atau penyakit seperti sphylis,
ginjal, dan TBC. Dalam terminologi fiqih, aborsi jenis ini disebut dengan
isqat al-afw (aborsi yang dimaafkan), sehingga tidak ada konsekuensi
hukum.
b. Aborsi bantuan/sengaja
Aborsi yang disengaja atau dengan kata lain procured abortion,
induced abortion ataupun abortus provocatus merupakan pembunuhan
yang disengaja dan langsung diarahkan kepada manusia pada tahap awal
hidupnya. Pembunuhan yang dimaksud dilakukan pada saat antara fase
pembuahan hingga kelahiran. Jenis aborsi ini dilakukan dengan cara
apapun (Kusmaryanto, 2005).
c. Aborsi terapeutik/medis
Aborsi terapuetik merupakan jenis aborsi yang dilakukan untuk
menyelamatkan hidup atau kesehatan baik fisik maupun mental seorang
wanita hamil. Aborsi terapeutik ada 2 macam yaitu aborsi terapeutik
langsung dan tidak langsung. Aborsi terapeutik langsung merupakan
tindakan medis yang dilakukan dengan membunuh lansung janin yang
dikandung. Aborsi terapeutik tidak langsung merupakan tindakan medis
yang dilakukan tidak langsung membunuh si janin tetapi dilakukan ke
objek lain seperti pengankatan rahi atau saliran telur yang didalamnya
terdapat janin tersebut, sehingga janin akan ikut terangkat dan mati
(Kusmaryanto, 2005).
d. Aborsi eugenik
Aborsi eugenik merupakan aborsi yang dilakukan ketika janin yang
dikandung mengalami kecacatan (Kusmaryanto, 2005).

II. Pandangan Agama-Agama di Indonesia Mengenai Aborsi


Pada masyarakat Indonesia terdapat beberapa agama yang dianut,
diantaranya Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Bagi umat beragama,
ajaran agama memiliki perananan penting bagi kehidupan sehari-hari
terutama sebagai pedoman hidup. Umat beragama menganggap ajaran agama
sebagai peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan dan anjuran
dari Tuhan. Hal tersebut sering disebut dengan norma agama (Resmini,
2010). Pandangan agama mengenai aborsi diantaranya:
a. Pandangan Agama Islam
Pada hukum Islam, tindakan aborsi masih menjadi kasus yang
diperdebatkan. Hal tersebut krena tidak ada dalil yang benar-benar kuat
mengenai aborsi. Oleh karena itu, tindakan aborsi tidak dianggap sebagai
sesuatu yang wajib dihindari (Resmini, 2010).
Al Quran juga menyebutkan “dia lebih mengetahui keadaaanmu,
sejak mulai diciptakan-Nya unsure tanah dan sejak kamu masih dalam
kandungan ibumu’’. Berdasarkan kutipan tersebut maka dapat dikatakan
Allah telah mengenal kita sejak kita masih berupa janin. Oleh karena itu
tindakan aborsi sama dengan membunuh janin yang dikenal Allah
(Muslimin, 2014).
Majelis Ulama Islam Indonesia berpendapat bahwa tindakan
pengguguran setelah terjadi pembuahan dianggap sebagai perbuatan
haram. Pandangan tersebut berpedoman pada Al Quran menyebutkan
“Janganlah membunuh anak-anakmu karena takut melarat kamilah akan
memberi rejeki kepada mereka dan kepadamu juga sesungguhnya
membunuh mereka adalah dosa yang besar’’. Hal tersebut karena tindakan
aborsi termasuk dalam tindakan membunuh manusia dengan
membinasakan kehidupan sehingga termasuk dalam dosa besar (Resmini,
2010).
Para Ulama bersepakat bahwa janin yang telah berumur >120 hari
setelah pembuahan akan dianggap sama dengan manusia. Pengguguran
dapat dilakukan jika kandungan <4 bulan. Selain itu, tokoh Ibnu Hajar
berpegang pada tradisi Syafii bahwa sebelum kehamilan berumur 40 hari
maka diperbolehkan untuk digugurkan (Resmini, 2010).
b. Pandangan Agama Katholik
Ajaran agama Katholik menyatakan melarang tindakan aborsi. Dalam
Kitab Kejadian 2:7 menyebutkan “Utusan Allah membentuk manusia itu
dari debu dan menghembuskan nafas hidup kedalam hidung-Nya,
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Perkembangbiakan
untuk melanjutkan hidup, tidak pernah Allah membuat Perintah Mati’’.
Berdasarkan periskop tersebut diketahui bahwa Tuhan mencintai manusia
sebagai makhluk hidup dan melarang mematikan hidup atau membunuh
bahkan pada kandungan sekalipun (Resmini, 2010).
Berdasarkan refleksi keseluruhan Alkitab, pada tahun 1974
Kongregasi Suci untuk Ajaran Iman meresmikan Deklarasi Mengenai
Aborsi. Pada Deklarasi tersebut dikatakan bahwa “Maut tidak dibuat oleh
Allah, dan Ia pun tidak bergembira karena yang hidup musnah lenyap
(Keb 1:13). Tentu saja Allah telah menciptakan makhluk hidup yang
mempunyai siklus hidup satu kali dan kematian fisik tidaklah bisa
dihilangkan dari dunia bagi mereka yang punya keberadaan badaniah.
Tetapi apa yang segera dikehendaki ialah hidup dan di dalam dunia yang
kelihatan ini, semuanya diciptakan untuk manusia yang adalah gambaran
Allah dan mahkota kemuliaan dunia (Kej 1:26-28). Dalam level manusia,
‘karena kedengkian setan maka maut masuk ke dunia’(Keb 2:24).
Dimasukkan oleh dosa, maut itnggal menetap di dalamnya: kematian
adalah tanda dan buah dari dosa. Tetapi tidak ada kemenangan akhir dari
kematian itu. Penegasan iman akan kebangkitan, Tuhan memaklumkan
dalam Injil, ‘Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang
hidup’(Mat 22:32) dan kematian, sama seperti dosa, akan dikalahkan
secara definitid oleh kebangkitan Kristus (1Kor 15:20-27). Jadi, kita
mengerti bahwa hidup manusia, bahkan ketika ada dibumi ini adalah
berharga. Oleh karena diberikan oleh Sang Pencipta, maka hidup ini akan
diambil kembali oleh-Nya (Kej 2:7; Keb 15:11). Hidup itu tetap berada
dalam perlindungan-Nya: darah manusia berteriak kepada-Nya (Kej 4:10)
dan akan meminta pertanggungjawabannya,” sebab dalam gambaran Allah
manusia diciptakan (Kej 9:5-6). Perintah Allah itu formal, ‘jangan
membunuh’(Kel 10:13). Hidup manusia adalah sebuah anugerah dan
tanggung jawab (Kusmaryanto, 2005).
c. Pandangan Agama Protestan
Ajaran agama Protestan melarang dilakukannya aborsi. Pada Lukas
10:27 disebutkan “Tuhan memberikan dua buah perintah utama kepada
umat-Nya yaitu: Kasihanilah Tuhan, Allahmu dengan segenap hatimu dan
segenap jiwanya dan dengan segenap akal budimu, dan Kasihanilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri’’. Pada pasal tersebut
menjelaskan agar umat manusia mengasihi kebhidupan bukan hanya
terhadap orang disekitar saja tetapi juga kepada bayi dalam kandungan.
Ajaran agama Protestan meyakini bahwa perbuatan aborsi merupakan
perbuatan yang merampas nyawa suatu insan yang tidak berdosa, sehingga
termasuk tindakan pembunuhan (Resmini, 2010).
Menurut Resmini (2010), dasar pandangan agama Protestan menolak
tindakan aborsi diantaranya:
1. Kehidupan (sejak ovum dibuahi) bernilai dihadapan Tuhan, yang
ternyata adalah kudus dan harus diselamatkan dengan harga apapun
2. Kematian dan kehidupan harus ditinjau dari sudut rohani
3. Aborsi mempunyai dampak emosional, spiritual dan jasmani
4. Aborsi bertentangan dengan pandangan Alkitab
d. Pandangan Agama Budha
Ajaran agama Budha dalam Parita Suci menjelaskan bahwa tindakan
aborsi dilarang untuk dilakukan karena sama dengan pembunuhan dan
merupakan perbuatan dosa. Pembunuhan merupakan perbuatan yang
membawa akibat buruk yang akan membawa masuk ke alam Apaya
(neraka). Wanita yang melakukan pengguguran kandungan juga telah
memenuhi kriteria untuk masuk ke alam Apaya. Biku Titaketuko
menyatakan bahwa sejak bertemunya sel telur dan sperma dianggap
berpotensi sebagai manusia dan telah memiliki roh kehidupan, sehingga
ketika digugurkan maka termasuk tindakan pembunuhan (Resmini, 2010).
e. Pandangan Agama Hindu

III. Hukum/Aturan Mengenai Aborsi


Setiap negara memiliki peraturan yang berbeda-beda dalam
menghadapi kasus aborsi, diantaranya:
a. Hukum di Indonesia
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang- undang di Indonesia dengan tegas melarang tindakan
aborsi. Larangan ini diberikan perkecualian terhadap 2 hal yaitu
kedaruratan medis atau akibat pemerkosaan. Indikasi kedaruratan
medis dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan. Indikasi
kehamilan karena pemerkosaan dapat dilakukan bila menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan. Semua kegiatan aborsi
berdasarkan dua ketentuan yang diijinkan pemerintah dapat dilakukan
bila pasien telah melakukan konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Penjabaran
mengenai peraturan tersebut, yaitu sebagai berikut:
a) Pasal 75
(1)Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapatdikecualikan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin,
yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
b) Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
1. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari
hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan
medis;
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan penyedia
layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
menteri.
c) Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang
tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta
bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
d) Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Reproduksi
Pada Peraturan Pemerintah mengenai kesehatan reproduksi ini
dijelaskan bahwa syarat umur kandungan yang boleh dilakukan aborsi
ialah berumur 6 minggu / 40 hari (dihitung dari hari pertama haid
terakhir), kecuali dalam hal kedaruratan medis. Semua kegiatan aborsi
harus dilakukan oleh tenaga medis yang terampil dengan kewenangan
yang ditetapkan oleh menteri dengan bukti sertifikat keterampilan,
dilakukan berdasarkan persetujuan ibu hamil dan/ izin suami (kecuali
korban perkosaan), serta dilakukan di tempat penyedia layanan
kesehatan yang memenuhi syarat sesuai ketetapan menteri.
Berdasarkan PP no 61 tahun 2014 pasal 39 setiap pelaksanaan aborsi
pimpinan fasilitas layanan kesehatan wajib dilaporkan kepada kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepala dinas
kesehatan provinsi. Peraturan tersebut secara lengkap dapat dilihat
dibawah ini:
a) Pasal 31
(1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan:
a. Indikasi kedaruratan medis; atau
b. Kehamilan akibat pemerkosaan
(2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan
paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari
pertama haid terakhir.
b) Pasal 32
(1)Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi:
a. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu;
dan/atau
b. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin,
termasuk yang menderita penyakit genetic berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
c) Pasal 35
(1) Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan
akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu dan
bertanggungjawab.
(2) Praktik aborsi yang aman, bermutu dan bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar;
b. Dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh Menteri;
c. Atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang
bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e. Tidak diskriminatif; dan
f. Tidak mengutamakan imbalan materi.
(3) Dalam hal perempuan hamil sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c tidak dapat memberikan persetujuan, persetujuan
aborsi dapat diberikan oleh keluarga yang bersangkutan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2006 tentang Pelatihan dan
Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi atas Indikasi Kedaruratan Medis
dan Kehamilan Akibat Perkosaan. Pada peraturan ini mengatur
mengenai standar pelayanan medis dalam menangani aborsi.
Semua kegiatan aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat
(2) dan ayat (3) UU no 36 tahun 2009 yang dilakukan dengan paksaan
dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan, yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang tidak profesional, tanpa mengikuti standar
profesi dan pelayanan yang berlaku, diskriminatif, atau lebih
mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis harus dicegah
oleh pemerintah. Semua orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
b. Hukum Internasional
Peraturan internasional mengenai aborsi tertuang dalam “Safe
abortion: Technical and policy guidance for health systems” di Geneva
tahun 2012. Menurut WHO Aborsi adalah salah satu prosedur medis
yang paling aman jika dilakukan mengikuti panduan WHO (World
Health Organization). Tetapi ini juga merupakan penyebab setidaknya
satu dari enam kematian ibu akibat komplikasi ketika tidak aman. Pada
tahun 2004, penelitian oleh WHO berdasarkan berdasarkan perkiraan dan
data dari semua negara menunjukkan bahwa semakin luas dasar hukum
untuk aborsi, semakin sedikit kematian akibat aborsi yang tidak aman.
Bahkan, penelitian menemukan bahwa hanya ada enam dasar utama
untuk memungkinkan aborsi diterapkan di sebagian besar negara:
ground 1 - risiko untuk hidup
ground 2 - pemerkosaan atau pelecehan seksual
ground 3 - anomali janin yang serius
ground 4 - risiko terhadap kesehatan fisik dan mental kadang-kadang
ground 5 - alasan sosial dan ekonomi
ground 6 - berdasarkan permintaan
Negara tetangga kita di Singapura peraturan mengenai aborsi
tertuang dalam “Termination of Pregnancy Act (CHAPTER 324)”.
Aborsi dapat dilakukan dengan syarat berumur 18 tahun keatas jika
kurang dari 18 harus didampingi orang tua atau pendamping. Aborsi
diijinkan bila kehamlan berumur kurang dari 16 minggu dan dilarang jika
lebih dari 24 minggu dapat dilakukan jika memang mendesak untuk
menyelamatkan kehidupan/ untuk mencegah kematian hingga sakit fisik
atau mental bagi ibu hamil. Kehamilan 16-24 minggu dapat dilakukan
aborsi oleh otoritas medis yang memiliki kualifikasi medis kebidanan/
bedah, org yg memperoleh keahlian dalam teknik aborsi atau penanganan
aborsi yang disetujui oleh institusi dalam rentang waktu yang
disefinisikan.Orang yang memaksa untuk melakukan aborsi tanpa
kehendak sendiri, orang tersebut dikenai hukuman denda maksimal
3000dolar atau pernjara tidak lebih dari 3 tahun atau keduanya.
IV. Pendapat Kelompok Mengenai Aborsi
Berdasarkan hasil diskusi menanggapi pro-kontra pada kasus aborsi,
kelompok kami sepakat pro/kontra terhadap aborsi. Keputusan tersebut
diambil karena kami berpendapat bahwa dilakukannya tindakan aborsi tidak
baik, dikarenakan sama seperti membunuh dan dapat dikenakan pasal 75 ayat
(2) dan ayat (3) UU no 36 tahun 2009.

V. DAFTAR PUSTAKA
Berer, M. 2017. Abortion law and policy around the world: in search of
decriminalization. Health and Human Right Journal 19(1): 13-27.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik


Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
http://www.depkes.go.id. 1 Mei 2018.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Reproduksi. http://kesga.kemkes.go.id. 1 Mei 2018.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peratuan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Pelatihan
dan Penyelenggaraan Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan
Medis Dan Kehamilan Akibat Perkosaan.
http://www.kesmas.kemkes.go.id. 1 Mei 2018.

Kusmaryanto. 2005. Tolak Aborsi. Kanisius, Yogyakarta.

Muslimin. 2014. Pendidikan Agama Islam Edisi 1. Deepublish Publisher,


Yogyakarta.

Resmini, W. 2010. Pandangan Norma Agama Dan Norma Hukum Tentang


Aborsi. Jurnal GaneÇ Swara 4 (2) : 114-122.

Termination of Pregnancy Act (CHAPTER 324). 1985.


hhtps://sso.agc.gov.sg/Act/TPA1974. 29 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai