MAKALAH
Dosen Pembimbing :
Tiada kata yang paling indah dan paling mulia yang patut penulis panjatkan
kepada Allah SWT kecuali rasa syukur atas rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep dan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien ACS”.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa juga mengucapkan banyak terima kasih
dan penghargaan yang tulus kepada Bapak / Ibu Dosen Stikes Kendedes Malang Jurusan
Keperawatan yang turut membekali ilmu pengetahuan pada penulis selama kuliah.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan peneliti selanjutnya di Stikes Kendedes
Malangserta kiranya Tuhan selalu memberi rahmat kepada kita semua. Amin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ACS.................................................................................................5
B. Anatomi dan fisiologi ACS............................................................................5
C. Etiologi ACS.................................................................................................8
D. Patofiologi ACS............................................................................................10
E. Manifestasi ACS............................................................................................13
F. Pemeriksaan Diagnostik ACS........................................................................13
G. Komplikasi ACS...........................................................................................15
H. Penatalaksanaan ACS...................................................................................15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................37
B. Saran..............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute Coronary syndrome (ACS) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke
otot jantung. Karena sumbatan ini, terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen otot jantung yang dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah
yang terkena sehingga fungsinya terganggu (Alwi dkk, 2006).
Berdasarkan data WHO tahun 2008, Sebanyak 17.3 juta penduduk didunia
meninggal karena penyakit tersebut.Sebanyak 80% kematian akibat ACS berada di
negara maju dan berkembang dan terjadi pada laki-laki dan perempuan. (WHO,
2012). Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, ACS pada tahun 2020 menjadi
pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh kematian (Departemen
Kesehatan, RI, 2006).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit ACS
berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% dan prevalensi penderita
ACS di Jawa barat adalah 8,2% (Balitbangkes, 2007). Sedangkan prevalensi
penderita ACS di RS Siloam Hospitals Lippo Village Karawaci Gedung A, yang
dirawat dari bulan januari sampai bulan oktober 2017 mencapai 40 orang dari 320
pasien yang dirawat di ruang ICCU. Dari data tersebut diatas kami tertarik untuk
membahas kasus asuhan keperawatan pasien dengan ACS, khususnya tentang
penanganan dan perawatan pasien selama berada di intensive area sehingga banyak
menyelamatkan dan memperbaiki kualitas hidup penderita.
B. Rumusan Masalah
a. Mengetahui pengertian ACS
b. Mengetahui anatomi dan fisiologi yang terkait dengan ACS
c. Mampu mengenali nyeri dada pada pasien ACS
d. Mampu mengidentifikasi secara dini dan pemberian awal therapy pada pasien
ACS
e. Memiliki pengetahuan dasar untuk menilai pasien ACS
f. Mengetahui dan mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien ACS
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Sindrome coroner akut merupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard
akut dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris tidak stabil (Dharma, 2010)
ACS adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan adanya coroner iskemik , dimana
pasien berada pada resiko untuk berkembang adanya kerusakan miokard, terdapat 3 kondisi
dari ACS yaitu angina tidak stabil, NSTEMI ( Non ST Elevasi Miocardial Infarct ), dan
STEMI ( ST Elevasi Miocardial Infarct ). (Chintya lee, 2013 )
Penyakit syndrome coroner akut ( ACS ) adalah terjadinya ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan miokard,dimana gabungan gejala klinik yang menandakan iskemik
miokard akut, terdiri dari infark miokard akut dengan elevasi segmen ST ( STEMI ), infark
miokard akut tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI ) dan angina pectoris tidak stabil ( UAP ).
( PERKI 2014 )
Menurut Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak
digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner
Jantung terletak di antara paru-paru di mediastinum dengan sekitar dua pertiga massanya
berada di sebelah kiri garis tengah. Jantung dilindungi oleh sebuah lapisan yang dinamakan
pericardium, yang memungkinkan jantung untuk tetap bertahan pada tempatnya. Pericardium
terdiri dari dua lapisan yaitu viseral dan parietal, diantara dua lapisan tersebut dinamakan
rongga pericardium yang berisi cairan pericardium yang berfungsi sebagai pelumas sehingga
mengurangi friksi diantara dua lapisan tersebut (Tortora & Derrickson, 2017).
Menurut Tortora&derrickson tahun 2017 dalam bukunya menyatakan bahwa dinding jantung
mempunyai 3 lapisan:
b. Miokardium, yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab atas kontraksi
jantung
c. Endokardium, yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis endothel.
5
Alur darah mengalir yaitu darah vena kembali dari sirkulasi sistemik ke atrium kanan melalui
vena cava superior dan inferior, darah vena ini kandungan oksigen sudah berkurang karena
sudah dipakai sel untuk metabolisme. Kemudian darah melewati katup trikuspid ke ventrikel
kanan dan dari situ dipompa melalui katup pulmonalis ke sirkulasi pulmonal melalui arteri
pulmonalis. Di dalam kapiler paru-paru, darah di "reoksigenasi" melalui proses respirasi oleh
paru- paru, darah yang teroksigenasi mengalir di vena pulmonalis ke atrium kiri dan melewati
katup mitral ke ventrikel kiri kemudian dipompa melalui katup aorta ke aorta untuk
didistribusikan ke organ sistemik (Kasper et all, 2014).
Sirkulasi Pulmonal dimulai dari Ventrikel kanan ke kumpulan kapiler alveolus paru-paru
dimana terjadi pertukaran gas darah dengan udara di alveoli. Membawa darah kurang oksigen
ke paru-paru; membawa kembali darah kaya oksigen ke jantung
Sirkulasi Sistemik – dimulai dari jantung ke kumpulan kapiler seluruh tubuh dimana terjadi
pertukaran gas antara darah dengan jaringan. Membawa darah kaya oksigen ke jaringan;
membawa kembali darah kurang oksigen ke jantung
3. Konduksi Jantung
Jantung melakukan kontraksi diawali dengan adanya pencetus listrik jantung dari nodus
SA yang melakukan depolarisasi secara spontan.Letak nodus SA adalah di dinding atrium
kanan. Impuls listrik akan menyebar ke seluruh atrium sehingga atrium berkontraksi. Impuls
kemudian mengalir ke nodus AV yang terletak di dekat katup tricuspid, memiliki konduksi
yang melambat sekitar 0,1 detik agar ejeksi darah pada atrium selesai sebelum kontraksi
dilanjutkan ke ventrikel. Impuls berjalan ke berkas His dan segera bercabang menjadi cabang
berkas kanan dan cabang berkas kiri serta fasikulinya akan berujung pada serabut Purkinje.
Serabut Purkinje inilah yang menghantarkan arus listrik ke dalam miokardiorum ventrikel,
sehingga menyebabkan ventrikel berkontraksi.
Selesai berdepolarisasi, sel miokardium mengalami masa refrakter singkat, yang artinya sel
tersebut akan kebal terhadap rangsangan lebih lanjut. Sel miokardium akan melakukan
repolarisasi agar dapat dirangsang kembali (Kasper et all, 2014).
4. Siklus Jantung
6
Diagram siklus jantung yang ditunjukkan di bawah ini menggambarkan perubahan
tekanan aorta (AP), tekanan ventrikel kiri (LVP), volume ventrikel kiri (LV Vol), dan suara
jantung selama satu siklus kontraksi jantung dan relaksasi.Perubahan ini terkait pada
waktunya dengan elektrokardiogram.
Pembuluh darah arteri adalah pembuluh darah yang berfungsi membawa darah dari
jantung ke seluruh tubuh yang kaya oksigen. Diameter dari arteri bervariasi mulai dari yang
paling besar yaitu aorta ± 20 mm sampai ke cabang-cabang yang paling kecil yaitu arteriol ±
0,2 mm. Arteri memiliki dinding yang tebal dan elastis (kenyal), sesuai dengan fungsinya
mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Arteri mampu berkontraksi, terdiri dari jaringan endotel
yang melapisi permukaan dalam arteri.
Lapisan arteri terdiri dari tunika intima merupakan lapisan paling dalam dan berkontak
langsung dengan aliran vena.Lapisan ini dibentuk oleh lapisan tunggal sel –sel endotel yang
menyediakan permukaan yang licin dan bersifat non trombogenik.Pada lapisan ini terdapat
katup, tonjolan semilunar, yang membantu mencegah refluks darah. Lapisan kedua tunika
media merupakan lapisan tengah ,terdiri dari jaringan ikat yang mengandung serabut
muscular dan elastis. Jaringan ikat ini memungkinkan vena mentoleransi perubahan tekanan
dan aliran dengan menyediakan recoilelastis dan kontraksi muscular.Lapisan tunika
adventisia merupakan lapisan terluar, terdiri dari serabut elastis longitudinal dan jaringan ikat
longgar.
6. Arteri Koroner
Pasokan darah arteri pada jantung disediakan oleh arteri koroner kanan dan kiri. Tidak
seperti sistem arteri lain di dalam tubuh, darah arteri koroner mengalir selama periode diastol.
Oleh karena itu, fase diastol sangat penting untuk makanan jantung.
Arteri koroner kanan memasok darah ke ventrikel kanan, atrium kanan, dan nodus SA
(sinoatrial) dan AV (atrioventrikular), yang mengatur irama jantung. Arteri koroner kanan
terbagi menjadi cabang yang lebih kecil, right posterior descending artery dan acute
marginal artery. Bersama dengan arteri Left anterior decending, arteri koroner kanan
membantu suplai darah ke bagian septum jantung.
7
6.2. Arteri Koroner Kiri
Arteri koroner kiri utama yang lebih popular dengan sebutan Left Main (LM), keluar dari
sinus aorta kiri; kemudian segera bercabang-cabang dua menjadi arteri Left Anterior
Descending (LAD) dan Left Circumflex (LCX). Arteri koroner utama kiri memasok darah ke
sisi kiri otot jantung (ventrikel kiri dan atrium kiri).
Arteri LCX berjalan di dalam parit atrioventrikular kiri diantara atrium kiri dan
ventrikel kiri dan memperdarahi dinding samping ventrikel kiri melalui cabang-cabang
obtuse marginal yang bisa lebih dari satu (M₁ , M₂ dst).
C. Etiologi
1. Faktor penyebab
I. Aterosklerosis
II. Spasme
III. Arteritis
Faktor sirkulasi
I. Hipotensi
III. Insufisiensi
Faktor darah
8
I. Anemia
II. Hypoxemia
III. polisitemia
Aktifitas berlebihan
Emosi
Hypertiroidisme
Kerusakan miokard
Hypertropi miokard
Hypertensi diastolik
2. Faktor predisposisi
a. Usia ≥ 40thn
b. Jenis kelamin: insiden pada pria sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c. Hereditas
a. Mayor
Hiperlipidemia
Hipertensi
Merokok
Diabetes
Obesitas
9
b. Minor
Inaktifitas fisik
D. Patofisiologi
Pada saat ini muncul perubahan yang tiba-tiba dari angina stabil menjadi tidak stabil
atau infark miokard, sedangkan thrombosis merupakan proses pembentukan atau adanya
darah beku yang terdapat didalam pembuluh darah. Thrombus yang terbentuk merupakan
campuran dari thrombus merah dan thrombus putih.Spasme arteri coroner juga berperan
penting dalam patofisiologi ACS, spasme atau vasokonstriksi terjadi sebagai respon terhadap
disfungsi endotel ringan dekatlesi atau sebagai respon terhadap diserupsi plak dari lesi plak
itu sendiri.
Penyebab utama terjadinya ACS adalah rupturnya plak yang kaya lipid dan cangkang yang
tipis, umumnya plak yang mengalami rupture secara haemodinamik tidak signifikan besar
lesinya, adanya sel inflamasi yang berada dibawah sub endotelmerupakan titik lemah dan
predisposisi terjadinya rupture plak.
2. Rupture plak
10
Setelah rupture plak sel-sel platelet akan menutupi/menempel pada plak yang rupture.
Rupture akan merangsang dan mengaktifkan agregasi platelet, fibrinogen akan menyelimuti
platelet yang kemudian akan merangsang pembentukan thrombin.
Sumbatan thrombus yang parsial akan menimbulkan gejala iskemia lebih lama dan dapat
terjadi saat istirahat. Pada fase ini thrombus kaya akan platelet sehingga therapy aspirin,
clopidogrel. Pemberian trombolisis pada fase ini efektif dan malah sebaliknya dapat
mengakselerasi oklusi dengan melepaskan bekuan yang berikatan dengan thrombin yang
dapat mempromosi terjadinya koagulasi. Oklusi thrombus yang bersifat intermitten dapat
menyebabkan nekrosis miokard sehingga menimbulkan NSTEMI.
4. Mikroemboli
Berasal dari trombus distal dan bersarang didalam mikrovaskuler coroner yang menyebabkan
troponin jantung meningkat (penanda adanya nekrosis dijantung).Kondisi ini merupakan
risiko tinggi terjadinya infark yang lebih luas.
5. Oklusi thrombus
Jika thrombus menyumbat total pembuluh darah coroner dalam jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan STEMI. Bekuan ini kaya thrombin, karena itu pemberian fibrinolysis
yang cepat dan tepat (PCI) dapat membatasi perluasan infark (PERKI,2012).
11
PATHWAY
3. ST-Elevasi MI (STEMI)
E. Manifestasi klinis
12
1. Nyeri
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadisecara mendadak dan terus menerus tidak
mereda. Biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar kebahu dan terus
kebawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional ),
menetap selama beberapa jam atau hari dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaphoresis berat, pening atau
sakit kepala terasa melayang dan mual muntah .
g. Pasien dengan diabetes militus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati
yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak nafas, mual, nyeri epigastric.
3. Perubahan tanda vital seperti tachicardi, tachipneu, hypertensi atau hypotensi dan
menurunkan saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
a. STEMI : perubahan pada pasien dengan infark miokard akut, meliputi hyperakut T,
elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle
branch block / yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1mm pada
2 sadapanyang berdekatan pada limb lead dan atau segmen elevasi ≥ 2mm pada 2 sadapan
chest lead
b. NSTEMI : perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥1mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segmen depresi ≥ 2mm pada 2 sadapan chest lead
13
c. Gambaran EKG
mendiagnosa ACS. Pemeriksaan yang sederhana, murah tapi mempunyai nilai klinis yang
tinggi. Pada APTS / Non Q infark, perubahan berupa adanya ST segment depresi atau T
inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi ventrikel kiri.
Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segmen elevasi, yang pada
jam awal masih berupa hiperakut T (gelombang T tinggi) yang kemudian berubah menjadi
ST elevasi. Adanya new RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark
gelombang Q
Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG nya normal menunjukan besar
kemungkinan non cardiakpain. Sementara prognosis dengan perubahan ECG hanya T
inverted lebih baik dari ST segmen depresi yang masuk dalam resiko tinggi.
a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada 24 jam pertama,
kembali normal setelah 2-3 hari.
b. Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung , dapat di deteksi 4-8 jam pasca infark.
c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infak, mencapai puncaknya setelah 3-6 hari,
normal setelah mencapai 8-14 hari
3. Elektrolit
Leukosit ( 10.000-20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan
proses inflamasi.
5. AGD
Dapat menunjukan hypoxia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
14
7. Rontgen dada
Mungkin normal atau menunjukan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
8. Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup.
9. Angiografi coroner
G. Komplikasi
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal jantung
5. Emboli paru
8. Aneurisma ventrikel
H. Penatalaksanaan medis
a. Prehospital
15
Segera memanggil tim medis emergensi
b. Hospital
EKG 12 lead
Pasang Intravena
a. Segera berikan oksigen 4 LPM nasal kanul, terutama jika saturasi kurang dari 94%
a. Oksigen
Oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan sesak nafas, tanda gagal jantung, syok
atau saturasi oksigen < 94%
b. Aspirin
Aspirin direkomendasikan pada pasien ACS kecuali terdapat kontraindikasi. Diberikan 160-
325mg dikunyah jika tidak ada alergi dan tidak ada perdarahan lambung.
c. Nitrogliserin
Dapat diberikan tablet nitrogliserin sublingual sampai 3 kali dengan interval 3-5menit jika
tidak ada kontraindikasi.
16
d. Analgetik
Analgetik morpin diberikan pada kasus ACS, jika pemberian nitrogliserin sublingual atau
spray tiidak reespon. Dosis bolus 2-4mg IV.
e. Clopidogrel
Clopidogrel (antiagregasi platelet). Dosis pertama 300mg dan dilanjutkan dengan dosis
harian 75mg. Pasien yang dipersiapkan untuk invasif therapi diberikan 600mg.(PERKI, 2015)
Reperfusi pada pasien ACS akan mengembalikan aliran koroner pada arteri yang
berhubungan dengan area infark, mengurangi ukuran infark, dan menurunkan mortalitas
jangka panjang. Fibrinolitik berhasil mengembalikan aliran normal koroner pada 50-60%
kasus. Sedangkan PCI dapat mengembalikan aliran darah normal sampai 90% kasus, dan
manfaat ini lebih besar didapatkan pada pasien dengan syok kardiogenik. PCI juga
menurunkan resiko perdarahan intrakranial dan Stroke. Langkah pertama untuk reperfusi
adalah evaluasi nilai waktu onset serangan, resiko fibrinolitik, waktu yang diperlukan dari
transportasi kepada ahli intervensi (kateterisasi/PCI). Langkah kedua adalah strategi therapi
reperfusi (Fibrinolisis atau invasif)
Therapi Fibrinolitik
Pemberian Fibrinolitiklebih awal (door to drug < 30 menit) dapat membatasi luasnya infark,
fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka kematian. Beberapa jenis obat misalnya:
Alteplase recombinant (activase), Reteplase, Teneplase dan Streptokinase (streptase). Di
indonesia umumnya tersedia streptokinase dengan dosis pemberian sebesar 1,5 juta unit
dilarutkan dalam 100 ml Ns 0,9% atau dextrose 5% diberikan secara infus selama 60 menit.
4. Tumor intrakrania
17
7. Cidera kepala tertutup atau cidera wajah dalam 3 bulan terakhir
4. Trauma atau RJP lama (10 menit) atau oprasi besar kurang dari 3 bulan
7. Pernah mendapat streptokinase 5 hari yang lalu atau lebih, atau riwayat alergi terhadap
obat tersebut
8. Hamil
Angioplasticoroner dengan atau tanpa pemasangan stent adalah terapi terpilih pada
tatalaksana STEMI bila dapat dilakukan kontak door to baloon < 90 menit pada pusat
kesehatan yang mempunyai fasilitas PCI terlatih. Angiplasticoroner dilakukan dengan
menggunakan cateter yang memiliki balon khusus pada ujungnya.
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
A. Identitas Pasien
1) Nama : Tn. L
2) Usia : 38 tahun
3) Status : Menikah
4) Pekerjaan : Supir
5) Alamat : Karanglo
Pada pukul 07.50 wib pasien masih kesakitan pain score 10/10 diberikan th/
morpin 1mg IV bolus pelan. Dr.E,SpJP periksa pasien dan menjelaskan kondisi pasien
(inform concent) ke rekan kerja dan disarankan untuk dilakukan pemasangan ring
(sementara tunggu penanggung jawab). Pada jam 08.00 wib dilakukan cek
19
laboratoriumdan rhontgen thorax, jam 08.10wib injek lovenox 0,6 ml via SC diberikan,
Plavix 300mg dan ascardia 160mg dikunyah-kunyah. NTG drip 5mcr/menit.
Hasil lab tgl 30 /10/17 HB16,5 HT 46,2 RBC 5,58 WBC 10,89 TR 341 Ur
25,0 Creat 1,01 GFR 87,9 UricAcid 7,30 GDS 110. Hasil foto torax tidak tampak
kelainan signifikan pada pemeriksaan rontgen torax.
Pada jam 10.05 Wib pasien diantar ke cath lab (dilakukan primary PCI) TD
115/75 mmhg HR 76x/menit SpO2 100%, suhu 36 C, RR 25x/menit.
Pasien belum pernah dirawat dirumah sakit dan belum pernah mengalami sakit yang
seperti sekarang. Pasien perokok aktif 2bungkus/hari
Selain pasien tidak ada anggota keluarga atau riwayat keluarga yang mengalamisakit
seperti pasien, tidak ada riwayat hipertensi, DM, asma dari keluarga
Hubungan pasien dan keluarga baik, dapat bergaul dengan tetangga sekitar lingkungan
rumahnya
4. Respon Emosi
Pasien khawatir dengan kondisinya, pasien kooperatif namun wajah pasien terlihat sedikit
tegang
5. Pemeriksaan fisik
Sistem neurologi
Kepala
20
Hidung : Simetris kanan dan kiri, tidak ada sekret dan lesi, fungsi penciuman baik.
Telinga : Simetris kanan dan kiri, tidak ada serumen.
Mulut : Simetris, mukosa bibir tidak kering.
Leher
Fungsi menelan normal, tidak ada pembesaran tyroid dan vena jugularis.
Sistem respirasi
Bentuk dada simetris kanan kiri, pernafasan teratur frekuensi 15x/menit, tidak ada
nyeri tekan , tidak ada sesak , kedua lapang paru suara vesikuler, SpO2 100% dengan nasal
canul 3 lpm.
Sistem kardiovaskuler
TD 115/77mmHg (MAP 86), HR 80x/menit, pulsasi kuat, tidak ada cyanosis, CRT <
2detik, tidak ada peningkatan JVP
Sistem pencernaan
Saat sebelum sakit os makan seperti biasa 3x sehari tidak ada yang dipantang dan
tidak ada masalah, saat sakit pasien dapat menghabiskan makan 1porsi, tidak ada mual,
tidak ada muntah, konjungtiva an anemis HB : 16,50 BAB tidak ada masalah. BB : 70Kg
TB : 169 cm
Sistem perkemihan
Sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada masalah BAK.Di RS (UGD) pasien
dipasang dower cateter no.16 isi balon 25ml urine keluar diselang urine bag warna jernih,
saat di kaji produksi urine 40 ml/jam warna jernih.
Sitem musculoskeletal
Sebelum sakit pasien dapat melakukan aktifitas secara mandiri.Saat sakit aktifitas
pasien dibatasi dan dibantu sebagian, terpasang IV line di tangan kiri dengan IV cateter
no.18 pivas 0, tidak ada parese, extremitas bawah dextra imobilisasi, terpasang sheat di
arteri femoralis, tidak ada tanda – tanda perdarahan spontan, nadi dorsalis pedis teraba
kuat
Sistem integument
Akral teraba hangat, tidak ada pressure ulcer, braden score 20, suhu 35,8C
21
Clopidogrel 2 x 75 mg Aspilet 1 x 80 mg
EKG
ST elevasi di V1-V6
Laboratorium
Tanggal 30/10/20
HB : 16,50 SGOT : 21
HT : 46,20 SGPT : 26
Tr : 341 CK : 107
Na : 140 K : 3,8
Cl : 101
Angiografi
DI : normal
OMI : normal
22
ANALISIS DATA
MASALAH
No DATA FOKUS ETIOLOGI
KEPERAWATAN
Obstruksi pembuluh
1. HR 80x/menit pulsasi nadi
darah
kuat
2. Tidak ada cyanosis
DI : normal
OMI : normal
23
2 DS : Px mengatakan susah untuk Program pembatasan Gangguan
melakukan aktivitas gerak mobilitas fisik
DO : Perubahan perfusi
jaringan
1. Terpasang sheat di arteri
femoralis
Hipoksia
Kelemahan
Gangguan nobilitas
fisik
1. ACT 134
2. Tr 341
3. pemberian obat-obatan anti
koagulan dan anti platelet
4 DS : Pasien mengatakan baru Keterbatasan kognitif Defisit pengetahuan
pertama sakit seperti ini dan
khawatir tentang kondisinya
DO :
24
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perfusi miokard tidak efektif dibuktikan dengan stenosis arteri koronaria
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak
3. Resiko perdarahan dibuktikan dengan efek agen farmakologis
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keteratasan kognitif
25
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama
Tgl No. Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi
Paraf
Kaloborasi:
1. Kaloborasi pemberian
anti aritmia
2. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
3. Kaloborasi pemberian
trombolitik
4. Kaloborasi pemberian
inotropik
Kaloborasi:
1. Kaloborasi pemberian
obat control perdarahan
2. Kaloborasi pemberian
ptroduk darah
3. Kaloborasi pemverian
pelunak tinja
2. Jadwalkan pendidikan
Kemampuan X
kesehatan sesuai kesepakatan
menjelaskan
3. Berikan kesempatan
pengetahuan
unyuk bertanya
tentang suatu
topik Edukasi?:
masalah menurun
1: Meningkat
2: Cukup Meningkat
3: Sedang
4: Cukup Menurun
5: Menurun
1 30/10/20 Resiko perfusi miokard tidak O8.00 mengdentifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
efektif dibuktikan dengan (meliputi; dyspnea,kelelahan,edema,ortopnea,paroxysmal mocturnal
stenosis arteri koronaria dyspnea,peningkatan CVA)
3 2/11/20 Resiko perdarahan dibuktikan 08.00 Memonitor tanda dan gejala pendarahan
dengan efek agen farmakologis 09.00 Mempertahankan bedrest selama pendarahan
4 2/11/20 Kurang pengetahuan 08.00 Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
berhubungan dengan 09.00
keterbatasan kognitif 09.20 Menyediakan materi dan media pendidikan kesehatan
Tekanan darah X
Gambaran EKG X
aritmia
meningkat
Kekuatan nadi X
Kekuatan otot X
meningkat
Membran X
mukosa
Kelembapan X
kulit
Tekanan X
darah
Suhu tubuh X
P : Lanjutkan Intervensi 1, 2, 3
1 2 3 4 5
Perilaku sesuai x
anjuran
Kemampuan X
menjelaskan
pengetahuan
tentang suatu
topik
Perilaku sesuai x
dengan
pengetahuan
Persepsi yang x
keliru terhadap
masalah menurun
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Acut coroner sindrom merupakan sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang
sesuai dengan iskemia miokard akut, dapat berupa angina pectoris yang tidak stabil, Non ST
elevasi dan ST elevasi yang dapat menyebabkan kematian jantung mendadak.
Keluhan yang sering muncul yaitu nyeri dada, dada terasa berat seperti dihimpit, tidak
enak badan, badan terasa lemas, kadang kala dapat disertai mual, muntah, keringat dingin
atau gejala pada penderita sakit magh. Bila ditemukan satu atau lebih dari gejala diatas,
jangan dianggap sepele segeralah periksakan diri kedokter atau Rumah Sakit terdekat, lebih
cepat diperiksa lebih cepat diketahui penyebab dan penanganannya juga bias cepat dilakukan.
Cara mengenal kemungkinan pasien Acut coroner syndrome dalam lima menit adalah ada
keluhan nyeri dada / perasaan tidak enak didada, perubahan EKG dan perubahan enzyme
jantung. Bila dua diantaranya ada, pasien dapat dicurigai dengan ACS, tetapi pasien ACS
80% mengalami keluhan. Banyak factor yang dapat memicu terjadinya ACs ini, diantaranya
adalah kolesterol, Stres dan pola diet yang tidak baik. Untuk mencegah terjadinya penyakit
jantung ini, mulai dari sekarang atau sedini mungkin kita perbaiki pola hidup yang baik.
Sayangilah jantung kita.
B. Saran
1. Untuk perawat di Rumah Sakit diharapkan dapat memberi Asuhan Keperawatan pada
pasien ACS yang lebih baik lagi.
2. Perawat mampu mengenali gejala dini dari ACS sehingga perawat mampu memberikan
ASKEP pada ACS dengan cepat dan tepat
3. Perawat mampu melakukan pendokumentasian pada pasien ACS dengan baik dan benar
4. Perawat mempunyai ketrampilan yang lebih untuk dapat memberikan ASKEP pada ACS
DAFTAR PUSTAKA
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017. Edisi ke-1 cetakan III (Revisi), Jakarta:
DPP PPNI
Wartonah, T.2011. Kebutuhan Dasar Manusia Keperawatan, Edisi ke-4. Jakarta: Salemba
medika