Anda di halaman 1dari 24

Asuhan Keperawatan Dasar Pada Lansia

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas matakuliah Keperawatan Gerontik


Dengan dosen Pembimbing Ns. Erwanto, S.kep. M.MRS

Disusun Oleh Kelompok 3:


1. Agies Fitria Rahmadani
2. David
3. Dina Ajeng P
4. Faskario
5. Helpiana Siska
6. John Saprinal Saogo
7. Silvianus Micky

D3 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendedes Malang
Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa rahmat
serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Asuhan
Keprawatan Dasar Lansia.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, dan kemampuan yang kami
miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan
dan keterbatasan materi, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini
berguna bagi yang membacanya.

Malang, 5 April 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………i
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………ii
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………1
1.3 Tujuan dan Manfaat……………………………………………………………………….1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….iii
2.1. Asuhan Keperawatan Pada lansia………………………………………………………..3
2.2. Batasan Lansia …………………………………………………………………………….3
2.3. Tipe Tipe Lansia ………………………………………………………………………… ..3
2.4. Teori Teori Proses Penuaan……………………………………………………………… ..4
2.5. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar bagi Lansia………………………………………...4
2.6.Pendekatan pwrawatan lanjut usia………………………………………………………… 15
BAB Penutup ……………………………………………………………………………………
3.1.Kesimpulan
3.2. Saran
3.3.Daftar
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Penuaan adalah suatu peroses alami yang tidak dapat di hindari terus-menerus dan
berkesinambungan.Selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,fisiologis,dan
biokimia pada tubuh,sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara
keseluruhan (Maryam 2008). Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki
usia lanjut mengalami perubahan, dan sebagian besar perubahan itu terjadi ke arah yang
memburuk/mengalami penurunan,misalnya, organ reproduksi lebih cepat usang dibanding
organ yang lain, perubahan penampian, perubahan panca indra perubahan seksual.
Berdasarkan usia selalu meningalkan bekas pada setiap mahluk hidup dan perinsip ini
berlaku bagi semua tingkat orangniasi ( molekul,sel,organ,danorganisme).Rentang hidup
manusia menunjukan periode perkembangan secara bertahap dengan meningkatkannya
efisiensi tubuh pada masa anak-anak dan remaja sampai mencapai tingkat
kematangan.Setelah melalui periode yang panjang dengan perubahan yang kecil,terjadi
penurunan bertahap dalam kekuatan,khususnya kekuatan fisik ini bisa disebut periode
menua.
Peroses penuaan adalah peroses yang tersembunyi, dan permulaanya berbeda-beda
antara tiap individu, demikian pula kecepatan penurunanya. Perubahan ini meliputi
perubahan kekuatan jantung penurunan sekresi cairan pencernaan,penurunan aktivitas
endoktrin.

1.2. Rumus Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang penulis angkat adalah
"Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Dasar Pada Lansia?"

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum :
Agar penulis mampu mempelajari Asuhan Keperawatan Dasar Pada Lansia secara
komprehensif, sehingga mampu mencapai hasil yang terbaik dalam mengatasi
masalah Asuhan Keperawatan Dasar Pada Lansia.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetshui pengkajian pada lansia
2. .Untuk mengetahui diangnosa keperawatan yang dapat dikatakan pada lansia?
3. Bagaimana intervensi pada lansia tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Lansia


Menurut UU no 4 tahun 1945 Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 55
tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan
fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir
dengan kematian (Hutapea, 2005).
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari (Azwar, 2006).
Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh usia
yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf “jelas” menua normal
ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi tertentu
(Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua merupakan proses yang terus menerus
(berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk
hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).
2.2. Batasan Lansia
Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun
2. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun
3. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas
Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI), mengatakan lanjut usia merupakan
kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian:
1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
2.3. Tipe Tipe Lansia
Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal
bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:

1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.
2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai kegiatan.
3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, jabatan,
teman.
4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.
5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
pasif, dan kaget
2.4. Teori Teori Proses Penuaan
2.4.1. Teori Biologi
1) Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi.
2) Teori radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan
organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
3) Teori autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada
keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang telah
menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk
antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut
sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu melawan organisme
pathogen yang masuk kedalam tubuh.Teori meyakini menua terjadi berhubungan
dengan peningkatan produk autoantibodi.
4) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal,
dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
5) Teori telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap
pembelaan akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat
memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat
telomer itu memendek dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.
6) Teori apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika
lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan pada
perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk merusak sistem program
prolifirasi sel tumor. Pada teori ini lingkumgan yang berubah, termasuk
didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya
akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.
2.4.2. Teori Kejiwaan Sosial
1) Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut bnyak kegiatan social.5
2) Keperibadian lanjut (Continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.
3) Teori pembebasan (Disengagement theory)
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas.
2.4.3. Teori Lingkungan

1) Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat mengakibatkat percepatan proses


penuaan.
2) Radiasi theory: Radiasi sinar y, sinar xdan ultrafiolet dari alat-alat medis
memudahkan sel mengalami denaturasi protein dan mutasi DNA.
3) Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar polusi mengandung subtansi
kimia, yang mempengaruhi kondisi epigenetik yang dpat mempercepat proses
penuaan.
4) Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan kadar kortisol dalam darah.
Kondisi stres yang terus menerus dapat mempercepat proses penuaan.

Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia :


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut
sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut
Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1) Perubahan Fisik
a) Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel
otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
b) Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat
otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman
dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah,
kurang sensitive terhadap sentuhan.
c) Sistem Penglihatan.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram
(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan
warna menurun.
d) Sistem Pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau
nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
e) Sistem Cardiovaskuler.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun
1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas
pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg,
diastole normal ± 95 mmHg.
f) Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu
thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa
factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur
tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
g) Sistem Respirasi.
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas
lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun.
Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
h) Sistem Gastrointestinal.
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
i) Sistem Genitourinaria.
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai
200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput
lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi
seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
j) Sistem Endokrin.
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),
penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan
testoteron.
k) Sistem Kulit.
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi
dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan
dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
l) System Muskuloskeletal.
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan
tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami
sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram
dan tremor.
m) Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:
1. Perubahan fisik.
2. Kesehatan umum.
3. Tingkat pendidikan.
4. Hereditas.
5. Lingkungan.
6. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan
sikap.
7. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
8. Kenangan lama tidak berubah.
9. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari factor waktu.
n) Perubahan Psikososial
1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa
tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic
dan depresif.
2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status,
teman atau relasi
4) Sadar akan datangnya kematian.
5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
7) Penyakit kronis.
8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.
9) Gangguan syaraf panca indra.
10) Gizi
11) Kehilangan teman dan keluarga.
12) Berkurangnya kekuatan fisik.9
2.5. Kegiatan Asuhan Keperawatan Dasar bagi Lansia
Kegiatan asuhan keperawatan dasar bagi lansia menurut depkes, dimaksudkan untuk
memberikan bantuan, bimbingan pengawasan, perlindungan dan pertolongan kepada lanjut
usia secara individu maupun kelompok, seperti di rumah / lingkungan keluarga. Panti Werda
maupun Puskesmas, yang diberikan oleh perawat. Untuk asuhan keperawatan yang masih
dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas sosial yang bukan tenaga keperawatan,
diperlukan Latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan
melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.
Adapun asuhan keperawatan dasar yang diberikan, disesuaikan pada kelompok lanjut
usia, apakah lanjut usia aktif atau pasif, antara lain: Untuk lanjut usia yang masih aktif,
asuhan keperawatandapat berupa dukungan tentang personal hygine: kebersihan gigi dan
mulut atau pembersihan gigi palsu: kebersihan diri termasuk kepala, rambut, badan, kuku,
mata serta telinga: kebersihan lingkungan seperti tempat tidur dan ruangan: makanan yang
sesuai, misalnya porsi kecil bergizi, bervariasi dan mudah dicerna dan kesegaran jasmani.
Untuk lanjut usia yang mengalami pasif, yang tergantung pada orang lain. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia pasif pada dasarnya
sama seperti pada lanjut usia aktif, dengan bantuan penuh oleh anggota keluarga atau
petugas, khususnya bagi yang lumpuh, perlu dicegah agar tidak terjadi decubitus (lecet).
Lanjut usia mempunyai potensi besar untuk menjadi decubitus karena perubahan
kulit berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:
1. Berkurangnya jaringan lemak subkutan
2. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastisitas
3. Menurunnya efisiensi kolateral capital pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh
4. Adanya kecenderungan lansia imobilisasi sehingga potensi terjadinya decubitus
2.6. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
2.6.1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian
yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,
tingkat kesehatan yang masih bias di capai dan dikembangkan, dan penyakit yang
yang dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi
klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhannya sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri.
Klien lanjut usia yang pasif atau yang tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien
usia lanjut ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan
perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberhasilan kurang
mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses penuaan, dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar. Untuk klien lanjut
usia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan
gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat
tidur serta posisi tidurnya, hal makanan, cara memakan obat, dan cara pindahdari
tempat tidur ke kursi atau sebaliknya. Hal ini penting meskipun tidak selalu keluhan-
keluhan yang dikemukakan atau gejala yang ditemukan memerlukan perawatan, tidak
jarang pada klien lanjut usia dihadapkan pada dokter dalam keadaan gawat yang
memerlukan tindakan darurat dan intensif, misalnya gangguan serebrovaskuler
mendadak, trauma, intoksikasi dan kejang-kejang, untuk itu perlu pengamatan
secermat mungkin.
Adapun komponen pendekatan fisik yang lebuh mendasar adalah memperhatikan
atau membantu para klien lanjut usia untuk bernafas dengan lancar, makan, minum,
melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tubuh waktu berjalan, tidur, menjaga
sikap, tubuh waktu berjalan, duduk, merubah posisi tiduran, beristirahat, kebersihan
tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan melindungi kulit
dan kecelakaan.Toleransi terhadap kakurangan O2 sangat menurun pada klien lanjut
usia, untuk itu kekurangan O2 yang mendadak harus disegah dengan posisi bersandar
pada beberapa bantal, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan.
Seorang perawat harus mampu memotifasi para klien lanjut usia agar mau dan
menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat
menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menghidangkan makanan agak lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang
teratur, menu bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi dan suasana yang
menyenangkan dapat menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat
harus mengatur makanan mereka sesuai dengan diet yang dianjurkan.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi bisa saja timbul bila kebersihan kurang
mendapat perhatian. Oleh karena itu, kebersihan badan, tempat tidur, kebersihan
rambut, kuku dan mulut atau gigi perlu mendapat perhatian perawatan karena semua
itu akan mempengaruhi kesehatan klien lanjut usia.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan, hal ini harus dilakukan
kepada klien lanjut usia yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala
bila memperlihatkan kelainan, misalnya: batuk, pilek, dsb. Perawat perlu memberikan
penjelasan dan penyuluhan kesehatan, jika ada keluhan insomnia, harus dicari
penyebabnya, kemudian mengkomunikasikan dengan mereka tentang cara
pemecahannya. Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lanjut usia
membimbing dengan sabar dan ramah, sambil bertanya apa keluhan yang dirasakan,
bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah dimminum, apakah mereka bisa
melaksanakan ibadah dsb. Sentuhan (misalnya genggaman tangan) terkadang sangat
berarti buat mereka.
2.6.2. Pendekatan psikis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter , interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian
dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip ” Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih sayang
dari lingkungan, termasuk perawat yang memberikan perawatan.. Untuk itu perawat
harus selalu menciptakan suasana yang aman , tidak gaduh, membiarkan mereka
melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya.
Perawat harus membangkitkan semangat dan kreasi klien lanjut usia dalam
memecahkan dan mengurangi rasa putus asa , rendah diri, rasa keterbatasan sebagai
akibat dari ketidakmampuan fisik, dan kelainan yang dideritanya.
Hal itu perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan
semakin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti
menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan
atau keinginan, peningkatan kewaspadaan , perubahan pola tidur dengan suatu
kecenderungan untuk tiduran diwaktu siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan,
jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa melakukan
kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan
tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap, perawat
harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di
masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

2.6.3. Pendekatan social


Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan
social ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
Penyakit memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lanjut usia
untuk mengadakan konunikasi dan melakukan rekreasi, misal jalan pagi, nonton film,
atau hiburan lain. Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan
penyakitnya, biaya hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan
kekecewaan, ketakutan atau kekhawatiran, dan rasa kecemasan.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian diantara lanjut usia, hal ini
dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak dan kewajiban bersama.
Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama
mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia di Panti Werda.
2.6.4. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnua dalam kedaan sakit atau
mendeteksikematian.
Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang menghadapi
kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali menggugah rasa
takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak pastian
akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan
keluatga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut
usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara
dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh
persoalan keluarga perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun
kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang
merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman
sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap
fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia
melalui agama mereka
BAB III
Asuhan Keperawatan

3.1. Analisa Data


Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Mobilisasi Gangguan mobilitas fisik
Mengeluh sulit
menggerakkan Tidak mampu beraktivitas
ekstresmitas
Tirah baring yang lama
DO:
-Keukuatan otot menuurun Kehilangan daya otot
- rentang ROM menurun
Penurunan otot

Perubahan system
musculoskeletal

Hambatan mobilitas fisik

3.2. Diagnosis Keperawatan


3.3. Intervensi
N T Diagnos Tujuan Intervensi
o gl a
Kepera
watan
Ganggu Setelah dilakukan Observasi
an Tindakan keperawatan 1. Identifikassi toleransi fisik
mobilita selama 1x24 jam, 2. Monitor frekuensi tekanan darah
s fisik diharapkan mobilitas sebelum mulai mobilisasi
fisik meningkat dengan
Terapeutik
kriteria hasil:
1. Jelaskan alasan / rasional pemberian
1 2 3 4
Latihan menggerakkan sendi kepada
Pergeraka X  pasien / keluarga
n
2. libatkan keluarga
ekstremita
s Edukasi
Kekuatan X  1. Bantu klien ke posisi yang optional
otot untuk Latihan rentang gerak
Rentang X  2. Terapi Latihan fisik, mobilitas sendi
gerak dengan menggunakan pergerakan tubuh
(ROM) aktif
3. Terapi Latihan fisik, latih secara
Keterangan: mandiri dengan menggunakan aktivitas
atau protocol Latihan tertentu
1: Meningkat
4. Anjurkan klien untuk melakukan
2: Cukup meningkat Latihan range of motion secara aktif
jika memungkinkan
3:Sedang
4: Cukup menurun
5: Menurun
1.
X: Sebelum dilakukan
tindakan
: Sesudah dilakukan
tindakan

3.4. Implementasi
No Tgl Dx keperawtan Jam Implementasi Evaluasi

1. Gangguan mobilitas Observasi S : pasien mengatkan


fisik bahwa sudah bisa
1. Mengidentifikassi mengerakkan
toleransi fisik ekstremitas
2. Memonitor frekuensi O: kekuatan otot
tekanan darah sebelum membaik
mulai mobilisasi
Rentang rom
Terapeutik membaik
1. Menjelaskan alasan / A: masalah teratasi
rasional pemberian Sebagian
Latihan menggerakkan
sendi kepada pasien / P: lanjutkan intervensi
keluarga
2. Melibatkan keluarga
Edukasi
1. Bantu klien ke posisi
yang optional untuk
Latihan rentang gerak
2.Terapi Latihan fisik,
mobilitas sendi dengan
menggunakan pergerakan
tubuh aktif
3.Terapi Latihan fisik,
latih secara mandiri
dengan menggunakan
aktivitas atau protocol
Latihan tertentu
4.Anjurkan klien untuk
melakukan Latihan range
of motion secara aktif
jika memungkinkan
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien yang mengalami
masalah gangguan tidur dengan hasil sebagai berikut:
1. Faktor resiko gangguan tidur pada Pasien meliputi penyakit pasien yang pola tidur yang tidak
biasanya sehingga menyebabkan rasa lemas atau pucat.
2. Tindakan penanganan gangguan tidur dilakukan dengan menciptakan lingkungan yang
tenang, kurangi kebisingan bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman pada saat tidur.

Saran
1. Pasien hendaknya dapat melaksanakan segala bentuk anjuran demi perbaikan keadaannya dan
menghindari faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan ulang yang lebih buruk.
2. Keluarga dapat memberikan saran ataupun peringatan pada pasien bila melanggar apa-apa
yang sudah dianjurkan oleh perawat dan keluarga sebaiknya dapat meningkatkan fungsi keluarga
sebagaimana mestinya.
3. Ruangan ataupun lingkungan rumah dapat memberikan asuhan keperawatan secara lebih baik
lagi untuk hasil yang optimal, lebih melengkapi sarana yang terkait dengan penyakit hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Alimul. (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Jakarta : Salemba Medika.
Bulechek, Gloria M. (2013). Nursing Interventions Classification, Edisi Ke-6 Ahli
Bahasa Intansari Nurjannah. Yogyakarta : MocoMedia
Doenges, Marilynn E. (2011). Manual Diagnosis Keperawatan : Rencana, Intervensi, &
Dokumentasi Asuhan Keperawatan, Edisi Ke-3 Ahli Bahasa Ns. Bhesty Angelina, S.kep, dkk.
Jakarta : EGC
Moorhead, Sue. (2013). Nursing Outcomes Classification, Edisi Ke-5 Ahli Bahasa
Intansari Nurjannah. Yogyakarta : MocoMedia
Potter & Perry. (2015). Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi Ke-
4 Ahli Bahasa Renata Komalasari, S.Kp, dkk. Jakarta : EGC.
Prayitno. (2012). Gangguan Pola Tidur pada Kelompok Usia Lanjut dan
Penatalaksanaannya. Jurnal Tidak diterbitkan. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa FK Universitas
Trisakti.
Tawoto & Wartona. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Jakarta : Salemba Madika.

Anda mungkin juga menyukai