Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA TN. S DENGAN TBC (TUBERULOSIS) DI RUANG


ALI BIN ABI THALIB RSI SUNAN KUDUS

Di Susun Guna Memenuhi Tugas Individu


Stase Keperawatan Gerontik

Di susun oleh:
Naimatul Farida
82021040060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022
A. KONSEP LANSIA
1. Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU
No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam dkk, 2010).
Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit,
namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi
dengan stres lingkungan.
Lansia atau menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur
dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang menyebabkan
penyakit degenerative misal, hipertensi, arterioklerosis, diabetes
mellitus dan kanker (Nurrahmani, 2012).
2. Batasan Lansia
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi dalam Sunaryo
(2016), batabatas umur yang mencakup batas umur lansia sebagai
berikut:
a. Menurut undang-undangn Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1
Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang
mmencapai usia 60 tahun ke atas”.
b. Menurut Wordl Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di batsu 90
tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase,
yaitu: pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (Fase
virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65
tahun, keempat (fase senium) ialah 65 sampai tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setypnegoro masa lanjut usia
(geriatric age) > 65 tahun, atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric
age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old
(70-75 tahun), old (75- 80 tahun), dan very old (> 80 tahun)
(Efendi & Makhfudli, 2009).
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU
No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun
(Maryam, 2008).
3. Karakteristik lanjut usia menurut Budi Anna Keliat (2009):
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai Pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang Kesehatan)
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari
kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
4. Tipologi Lansia
a. Tipe Arif Bijaksana Kaya dengan hikmah pengalaman,
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sedehana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan
kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman
pergaulan, serta memenuhi undangan. 
c. Tipe tidak Puas Konflik lahir batin menentang proses ketuaan,
yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi,
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut sulit dilayani
dan pengkritik. 
d. Tipe Pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai
konsep habis gelap dating terang, emgikuti kegiatan beribadah,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan. 
e. Tipe Bingung Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh Orang lanjut usia
dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung
kepada karakter pengalaman, kehidupannya, lingkungan, fisik,
mental, sosial dan ekonomi. 
Antara lain: 
1) Tipe optimis, santai dan riang: tipe kursi goyang (rocking
chairman) 
2) Tipe konstruktif 
3) Tipe ketergantungan (dependen) 
4) Tipe defensif 
5) Tipe militan dan serius 
6) Tipe marah dan frustrasi (the angry man) 
7) Tipe putus asa (benci pada diri sendiri) ; self heating man
Sebagai seorang perawat perlu mengenal berbagai tipe dari
lanjut usia sehingga perawat akan dapat menghindari kesalahan
atau kekeliruan dalam melaksanakan pendekatan perawatan.
Tentu saja tipe-tipe tersebut hanya suatu pedoman dasar dan
dalam prakteknya dapat ditemui dalam berbagai variasi.
5. Mitos Lansia
a. Mitos konservatif
Ada pandangan bahwa lansia pada umumnya:
1) Konservaatif
2) Tidak kreatif
3) Menolak inovasi
4) Berorientasi ke masa silam
5) Merindukan masa lalu
6) Kembali ke masa kanak-kanak
7) Susah menerima ide baru
8) Susah berubah
9) Keras kepala
10) Cerewet
Faktanya: tidak semua lansia bersikap, berfikiran, dan
berperilaku demikian. 
b. Mitos berpenyakit dan kemunduran 
Lansia sering kali dipandang sebagai masa degenerasi
biologis yang disertai dengan berbagai penderitaan akibat
bermacam penyakit yang menyertai proses menua (lansia
merupakan masa berpenyakitan dan kemunduran)
Faktanya: memang proses menua disertai dengan
menurunnya daya tahan tubuh dan metabolisme sehingga rawan
terhadap penyakit. Akan tetapi, saat ini telah banyak penyakit yang
dapat dikontrol dan diobati.
c. Mitos senilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan
oleh adanya kerusakan sel otak. 
Faktanya: banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar
bugar, daya pikirnya masih jernih dan cenderung cemerlang, bnyak
cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
d. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif,
bahkan menjadi beban keluarganya. Lansia dipandang sebagai
masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi
beban keluarganya.
Faktanya: tidak demikian, banyak individu yang mencapai
kebenaran, kematangan, kemantapan, serta produktifitas mental
dan material dimas lanjut usia.
e. Mitos asektualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, minat, dorongan,
gairah, kebutuhan, dan daya seks menurun.
Faktanya: kehidupan seks pada lansia berlangsung normal,
dan frekuensi hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya
usia, tetapi masih tetap tinggi. 
f. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia sudah tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau
bergairah kepada lkawan jenis.
Faktanya: perasaan dan emosi setiap orang berubah
sepanjang masa, perasaan cinta tidak berhenti hanya karena
menjadi lansia.
g. Mitos kedamaian dn ketenangan
Lansia dapat santai menikmati hasil kerja dan jerih
payahnya di masa muda dan dewasanya. Badai dan berbagai
goncangan kehidupan seakan-akan telah berhasil dilewatinya.
Faktanya: sering ditemukan stres karena kemiskinan dan
berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit, kecemasan,
kekhawatiran, depresi, paranoid, dan psikotik.
6. Teori Penuaan
a. Teori biologis
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa
proses menua merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur
dan fungsi tubuh selama masa hidup (Reny Yuli, 2014). Teori ini
lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural
sel/organ tubuh, termasuk didalamnya adalah pengaruh agen
patologis.
1) Teori genetik
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetic untuk
spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam
nuclei (inti sel) suatu jam yang telah diputar menurut suatu
replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut
konsep ini bila jam berhenti akan meninggal dunia, meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal.
2) Teori Non-genetik
a) Teori penurunan system imun tubuh (auto immune theory)
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem imun tubuh mengenai dirinya sendiri.
Jika mutasi yang merusak membrane sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan
peyakit auto imun pada lanjut usia.
b) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)
Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting
terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang
terdapat di lingkungan seperti: Asap kendaraan bermotor,
asap rokok, zat pengawet makanan, radiasi, sinar
ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pigment dan kolagen pada proses menua.
c) Teori menua akibat metabolisme
Bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur,
sedangkan perubahan asupan kalori menyebabkan
kegemukan dan memperpendek umur.
d) Teori rantai silang
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh
lemak, protein, karbohidrat dan asam nukleat (molekul
kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah
fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada
membran plasma yang mengakibatkan terjadinya jaringan
yang kaku, kurang elastis dan kehilangan fungsi pada
proses menua.
b. Teori Psikologis
1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua Sense of integrity yang dibangun
dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran
optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usia
lanjut. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dengan
individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
2) Kepribadian Berlanjut (Continuty Theory)
Menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya.
3) Teori Pembahasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergualan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi anda
kehilangan (triple loss), yakni: kehilangan peran (loss of role),
hambatan kontak sosial (restriction of contacts and
relationships), berkurangnya komitmen (reduced commitment
to social moes and values). (Azizah, 2011)
7. Masalah perubahan yang terjadi pada lansia
Perubahan – Perubahan yang terjadi pada Lansia menurut Reny Yuli
Aspiani, 2014:
a. Perubahan Fisik:
1) Sel: Jumlahnya lebih sedikit, ukurannya lebih besar, TBW
(jumlah cairan tubuh berkurang) dan cairan intra seluler
menurun, menurunnya proporsi protein di otak, ginjal, otot
darah dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya
mekanisme perbaikan sel.
2) Sistem Kardiovaskuler: Elastisitas dinding aorta menurun,
katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun sehingga menurunnya kontraksi dan
volume jantung, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
oksigenisasi tidak adekuat, mengakibatkan pusing mendadak,
tekanan darah cenderung tinggi karena meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
3) Sistem Persarafan: Berat otak menurun 10-20% (sel saraf
otak tiap individuberkurang setiap hari), respon dan waktu
untuk bereaksi lambat, atropi saraf panca indra
(berkurangnya penglihatan, pendengaran, pencium & perasa,
lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin), kurang sensitif terhadapsentuhan.
4) Sistem Pendengaran: Prebiakusis (hilangnya
kemampuan untuk daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap suara nada tinggi, suara yg tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata) 50% terjadi pada usia >65th, atropi
membran tympani, menyebabkan otosklerosis (kekakuan
pada tulang bagian dalam), terjadinya pengumpulan cerumen
dapat mengeras karena peningkatan keratin, pendengaran
bertambah menurun pada lansia yang mengalami ketegangan
jiwa/stress.
5) Sistem Penglihatan: Lensa lebih suram (kekeruhan lensa)
menjadi katarak, kornea lebih berbentuk sferis (bola kecil),
respon terhadap sinar menurun, daya adaptasi terhadap gelap
lebih lambat, hilangnya daya akomodasi mata, lapang
pandang menurun, sulit membedakan warna biru dan hijau
pada skala.
6) Sistem Respirasi: Otot - otot pernafasan kehilangan kekuatan
(lemah) dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas silia,
elastisitas paru berkurang, kapasitas residu meningkat,
menarik nafas berat, dan kedalaman bernafas menurun O2
arteri menurun menjadi 75 mmHg; CO2 arteri tidak
berganti kemampuan untuk batuk berkurang,
kemampuandinding, dada & kekuatan otot pernafasan
menurun sejalan dengan tambah usia.
7) Sistem Genitourinari: Ginjal mengecil dan nefron atropi,
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang; kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin;
berat jenis urin menurun, proteinuria (+1), otot-otot vesika
urinaria melemah, kapasitasnya menurun 200
ml sedangkan frekuensi buang air kecil meningkat. Pada pria
lansia, vesika urinari sulit dikosongkan akibatnya
meningkatkan retensi urin. Prostat membesar (dialami 75%
pria usia 65 tahun keatas), atropi vulva, selaput lendir kering,
elastisitas menurun, permukaan lebih licin, perubahan warna
Seksual intercourse masih.
8) Sistem Reproduksi: Menciutnya ovari dan uterus, atropi
payudara, pada laki-laki, testis masih dapat memproduksi
spermatozoa, meski ada penurunan secara berangsur-angsur,
selaput lendir vagina menurun, permukaan lebih halus,
sekresi berkurang, reaksi sifatnya alkali, perubahan-
perubahan warna, dorongan Seksual masih.
9) Sistem Gastrointestinal: Kehilangan gigi, karena kesehatn
gigi buruk atau gizi buruk, indra pengecap menurun, iritasi
kronis selaput lendir, atropi indra pengecap, hilangnya
sensisitifitas saraf pengecap di lidah tentang rasa manis, asin,
dan pahit, dilambung, sensisitifitas rasa lapar menurun, asam
lambung menurun, waktu pengosongan juga menurun,
peristaltik lemah sehingga biasa timbul konstipasi, daya
absorbsi terganggu.
10) Sistem Endokrin: Produksi hormon menurun, termasuk
hormon tiroid, aldosteron, kelamin (progesteron, estrogen,
testosteron), menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR=
basal metabolic rate, fungsi paratiroid & sekresinya tidak
berubah.
11) Sistem Integumen: Kulit keriput, akibat kehilangan
jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, (kaku,
rapuh dan keras), karena kehilangan proses keratinisasi,
perubahan ukuran dan bentuk - bentuk sel epidermis,
menurunnya respon terhadaptrauma, mekanisme proteksi
kulit menurun: Produksi serum menurun, gangguan
pigmentasi kulit. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna
kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas, akibat menurunnya cairan &
vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku pudar
dan kurang bercahaya, kuku jari menjadi keras dan rapuh,
kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsi.
12) Sistem Muskuloskeletal: Tulang kehilangan density (cairan),
makin rapuh, kifosis, pinggang, lutut dan jari pergelangan,
pergerakannya terbatas, Discus intervertebralis menipis,
menjadi pendek (tingginya berkurang), persendian membesar
dan kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atropi
serabut otot bergerak menjadi lambat, otot-
otot kram dan tremor, otot polos tidak begitu terpengaruh
b. Perubahan Psikososial
1) Pensiun: Produktivitas dan identitas – peranan (kehilangan
financial, kehilangan status, kehilangan relasi),
2) Sadar akan kematian,
3) Perubahan dalam cara hidup
4) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
5) Hilanganya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan
terhadap body image, perubahan konsep diri.
c. Perubahan Mental
1) Faktor-faktor yang pengaruhi perubahan mental: Perubahan
fisik, organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan,
herediter, lingkungan.
2) Perubahan kepribadian yang drastis.
3) Berkurangnya adaptasi untuk kebiasaan baru, berkurangnya
kemampuan nyatakan sopan santun.
4) Merasa kadang tidak diperhatikan atau dilupakan.
5) Cenderung menyendiri, bermusuhan.
6) Mudah tersinggung akibat egoisme atau reaksi kemunduran
ingatan.
7) Tidak memperhatikan kebersihan, penampilan.
8) Lupa meletakan barang, menuduh orang mencuri, gelisah,
delirium pada malam hari.
9) Pola tidur berubah (tidur seharian atau sulit tidur di malam
hari).
10) Mengumpulkan barang yang tidak berharga.
d. Perubahan Memori
1) Kenangan jangka panjang: berjam-jam sampai berhari-hari.
2) Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10 menit, kenangan
buruk.
e. IQ (Intellgentia Quotion)
Akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita quantion (IQ)
yaitu fungsi otak kanan mengalami penurnan sehingga lansia akan
mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan
dalam berkomunikasi nonverbal, pemecahan masalah, konsentrasi
dan kesulitan mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain
adalah perubahan ingatan, karena penurunan kemampuan otak
maka seorang lansia akan kesulitan untuk menerima rangsangan
yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk mengingat
pada lansia juga menurun (Mujahidullah, 2012).
f. Perkembangan Spiritual
Pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan
keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia
yang akan meninggalkan kehidupan dunia.
g. Masalah Fisik Sehari-Hari Yang Sering Ditemukan Pada Lansia
1) Mudah jatuh
2) Mudah lelah, disebabkan oleh: Faktor psikologis, Gangguan
organis, Pengaruh obat.
3) Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol,
penyakit metabolic, dehidrasi.
4) Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli
paru, dsb.
5) Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena
kelemahan jantung, gangguan sistem respiratorius,
overweight, anemia.
6) Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis,
psikologis.
7) Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi,
gagal jantung, kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit
ginjal, kelumpuhan, dsb.
8) Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia,
osteoporosis, osteoartritis, batu ginjal, dsb.
9) Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis,
fraktur/dislokasi, saraf terjepit.
10) Berat badan menurun karena nafsu makan menurun,
gangguan saluran cerna, faktor sosio-ekonomi.
11) Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung
kemih, saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis.
12) Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus
besar, kelainan rektum.
13) Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi
lensa berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata.
14) Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian
menyebabkan kekacauan mental.
15) Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik
dan psikogenik (depresi, irritabilitas).
16) Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis,
sakit gigi, dsb.
17) Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan
karena ganguan sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan
lokal.
18) Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM,
gagal ginjal, hepatitis kronis, alergi2.
8. Penyakit yang menyerang pada lansia
a. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis,
osteoartritis.
b. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia,
angina, cardiac attack, stroke, trigliserida tinggi, anemia.
c. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum.
d. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal
Ginjal Akut/Kronis, Benigna Prostat Hiperplasia.
e. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus,
obesitas.
f. Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru.
g. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker.
h. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer,
parkinson, dan sebagainya.
9. Faktor faktor yang mempengaruhi lansia
1. Hereditas (keturunan/ genetik)
2. Nutrisi / makanan
3. Status kesehatan.
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stress
10. Pengkajian pengkajian pada lansia
a. KATZ INDEKS
Mengukur kemampuan pasien dalam melakukan 6 kemampuan
fungsi: bathing, dressing, toileting, transfering, feeding,
maintenance continence. Biasa digunakan untuk lansia, pasien
dengan penyakit kronik (stroke, fraktur hip).
b. BARTHEL INDEKS
Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal perawatan
diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria
dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang
mengalami gangguan keseimbangan.
c. SPSMQ
merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk
menilai fungsi intelektual maupun mental dari lansia.
d. GDS
Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu instrumen
yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi pada
usia lanjut.
e. APGAR KELUARGA
Merupakan kuesioner skrining singkat yang dirancang untuk
merefleksikan kepuasan anggota keluarga dengan status fungsional
keluarga dan untuk mencatat anggota-anggota rumah tangga.
f. MMSE
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah pemeriksaan yang
paling sering digunakan untuk mengetahui fungsi kognitif.
B. PENYAKIT/GANGGUAN LANSIA
1. DEFINISI
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2015).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama
menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus
limfe (Suzanne dan Brenda, 2014).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru (Smeltzer, 2013).
2. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah mycrobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-
0,6/um (Amin dan Asril, 2016).
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah
batangaerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif
terhadap panasdan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um
dan tebal 0,3 – 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium
tuberkulosis kompleks adalah:
Mycobakterium tuberculosis
 Varian asian
 Varian african I
 Varian asfrican II
 Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah:
 Mycobacterium cansasli
 Mycobacterium avium
 Mycobacterium intra celulase
 Mycobacterium scrofulaceum
3. TANDA DAN GEJALA
 Demam
 Batuk atau batuk berdahak
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Malaisase
(Tierney, 2013)
4. PATOFISIOLOGI
Menurut Somantri (2016), infeksi diawali karena seseorang
menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat
menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain
(ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru-paru (lobus
atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisisikan) basil dan jaringan normal. Reaksi
jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli
yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi antara
Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang
dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari
massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
5. PATHWAY
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir
penyakit.
b) Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapancairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c) Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer); reaksi positif (area
durasi10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal.
Antigenmenunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi
tidak secaraberarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yangsecara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak
dapat diturunkan atauinfeksi disebabkan oleh mycobacterium yang
berbeda.
d) Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
e) Foto thorax; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru
atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan,
perubahanmenunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area
fibrosa.
f) Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urien
dancairan serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk
mycobakteriumtubrerkulosis.
g) Biopsi jarum pada jarinagn paru; positif untuk granula TB; adanya
selraksasa menunjukan nekrosis.
7. PENATALAKSANAAN
a) Penatalaksanaan Perawat
 Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:
 Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan: setiap hari
denganjangka waktu 1 – 3 bulan.
1) Streptomisin inj 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
 Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannyaadalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18
bulan, tetapi setelahperkembangan pengobatan ditemukan
terapi. Therapi TB paru dapatdilakukan dengan minum obat
saja, obat yang diberikan dengan jenis:
1) INH.
2) Rifampicin.
3) Ethambutol
 Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhanmenjadi 6-9 bulan.
 Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack
bila ditemukandalam pemeriksan sputum BTA (+) dengan
kombinasi obat:
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol.
4) Pyridoxin (B6).
b) Penatalaksanan Medis
1) Lab: Radiologi
2) Spirometri, uji bronkodilator
3) Uji BCG
4) Kultur sputum
8. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
A) PENGKAJIAN (POLA FUNGSI KESEHATAN)
Menurut Pengkajian Virginie Henderson masalah yang ditemui
pada pasien dengan masalah TB paruhanya yang muncul beberapa
dari 14 pengkajian tersebut
a. Pola Oksigenasi
Biasanya ditemukan kondisi pada pasien seperti Batuk
( produktif / non produktif ), Napas pendek, Riwayat
tuberculosis, Peningkatan jumlah pernapasan, Gerakan
pernapasan asimetri, Perkusi : Dullness, penurunan fremitus
pleura terisicairan.

b. Pola Persepsi Kesehatan (Pemahaman klien tentang kesehatan


dan bagaimana kesehatan mereka diatur)
c. Pola Nutrisi Metabolik (Konsumsi relative terhadap kebutuhan
metabolik)
d. Pola Eliminasi (Menggambarkan pola fungsi eliminasi dalam
kehidupan sehari – hari apakah ada gangguan atau tidak)
e. Pola Aktivitas dan Latihan (Menggambarkan pola aktivitas
dalam kehidupan sehari - hari)
f. Pola Istirahat dan Tidur (Menggambarkan pola tidur dan
istirahat pasien)
g. Pola Kognitif (Persepsi sensori pasien)
h. Pola Konsep Diri (Menggambarkan cara menggambarkan diri
sendir, bagaimana cara seseorang memandang dirinya)
i. PolaPeran – Hubungan (Keterikatan peran dan hubungan)
j. Pola Reproduksi (Kepuasan atau tidak nyaseks)
k. Pola Koping (Menggambarkan pola koping pada umumnya)
l. Pola Nilai Kepercayaan (Keyakinan spiritual pasien)
m. Pola Gerak dan Ketahanan Tubuh
n. Suhu Tubuh
(Nurarif,2015) (Tanto,2014)
B) DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidak efektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan
penumpukan secret.
2) Ketidak efektifan Pola Nafas berhubungan dengan sesak nafas.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru.
4) Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
5) Hambatan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri
kepala.
6) Deficit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
factor psikologis.
7) Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Fisik. 
C) INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN


. KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
1. Ketidak efektifan Setelah diberikan asuhan a. Monitor bersihan jalan nafas dan
Bersihan Jalan Nafas keperawatan selama 2 x 24 jam TTV.
berhubungan dengan diharapkan kepatenan jalan nafas b.Atur posisi yang nyaman seperti
penumpukan secret. membaik dengan kriteriahasil : posisi semi fowler
a. Mendemostrasikan batuk efektif c. Beri latihan pernafasan dalam dan
dan suara nafas yang bersih. batuk efektif.
b. Mampu mendefinisikan dan d.Kolaborasi terapi oksigen
mencegah factor yang
menghambat jalan nafas.
2. Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi frekuensi kedalaman
Pola Nafas keperawatan selama 1 x 6 jam pernafasan dan ekspansi dada
berhubungan dengan diharapkan pola nafas klien kembali 2) Berikan oksigen sesuai dengan
sesak nafas. efektif dengan KH: advice
 Pola nafas efektif. 3) Beritahu keluarga untuk
 Bunyi nafas normal atau bersih meninggikan kepala pasien dan
 TTV dalam batas normal bantu mengubah posisi pasien.
 Batuk berkurang 4) Kolaborasikan pemberian
humidifikasi
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor respirasi dan status O2
pertukaran gas keperawatan selama 1 x 6 jam, 2) Lakukan fisioterapi dada jika
berhubungan dengan Pasien Menunjukkan peningkatan perlu
kongesti paru. kapasitas ventilasi dan pertukaran 3) Posisikan pasien untuk
gas. Dengan KH: memaksimalkan ventilasi
 Tanda-tanda vital dalam rentang Atur intake untuk cairan
normal mengoptimalkan keseimbangan
 Peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat
4. Hipertermi Setelah di lakukan tindakan 1) Monitor suhu sesering mungkin
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam di 2) Monitor tekanan darah, nadi dan
reaksi inflamasi. harapkan mengalami penurunan suhu RR
dengan kriteria hasil: 3) Berikan kompres hangat pada
- Suhu tubuh dalam rentang pasien
normal 4) Kolaborasi pemberian obat
- Nadi dan RR dalam rentang penurun panas sesuai advice
normal dokter.
- Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing
5. Hambatan rasa Setelah di lakukan tindakan 1) Kaji lokasi, intensitas dan tipe
nyaman nyeri keperawatan selama 2x24 jam di nyeri.
berhubungan dengan harapkan nyeri berkurang/terkontrol 2) Lakukan tehnik relaksasi nafas
nyeri kepala. dengan kriteria hasil: dalam.
- Mampu mengontrol nyeri 3) Berikan edukasi hal yang harus
- Melaporkan bahwa nyeri dilakukan ketika nyeri datang.
berkurang dengan menggunakan Kolaborasi pemberian obat sesuai
manajemen nyeri indikasi.
6. Deficit nutrisi Setelah di lakukan tindakan 1. Monitor adanya mual dan
kurang dari keperwatan selama 2x 24 jam di muntah
kebutuhan harapkan kebutuhan nutrisi dapat 2. Berikan makanan yang terpilih
berhubungan dengan terpenuhi dengan KH: 3. Ajarkan pasien bagaimana
factor psikologis. 1. Tidak ada penurunan BB membuat catatan makanan
2. tidak ada tanda-tanda mal nutrisi harian
4. Kolaborasidengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang di butuhkan
pasien
7. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji tingkat kemampuan klien
berhubungan dengan keperawatan selama 2 x 24 jam, dalam beraktivitas.
Kelemahan Fisik. diharapkan Klien menunjukan 2) Observasi TTV
perbaikan kemampuan untuk 3) Bantu pasien untuk beraktivitas.
berpartisipasi dalam melakukan 4) Tingkatkan partisipasi klien
aktivitas secara mandiri dengan dalam melakukan aktivitas
criteria hasil: sehari-hari sesuai dengan yang
- Pasien menunjukkan peningkatan dapat ditoleransi.
tingkat energy.
- Pasien menunjukkan perbaikan
kemampuan untuk berartisipasi
dalam aktifitas yang diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. (2013). Nursing Interventions Classification. Indonesia: Elsevier.


Heardman, H. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10. Jakarta: RGC.
Moorhead, S. (2013). Nursing Outcomes Classifications. Indonesia: Elsevier.
Nanda. (2013). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.
Nururarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC_NOC Jilid 3. Yogyakarta:
MediAction.
Tanto, C., Liwang, Sonia, & Adip, E. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke
4. Jakarta: Media Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai