Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

“ABORSI DI INDONESIA”

Oleh

Risty Suryani Nobrihas


2011080017

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya
angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri, angka pembunuhan
janin per tahun sudah mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat
kehamilan di Indonesia. Di sisi lain aborsi dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai
tindakan pembunuhan, dikarenakan janin atau bayi yang ada di dalam kandungan seorang ibu
berhak untuk hidup yang wajar, dan di dalam agama manapun juga tidak diperbolehkan
seorang wanita yang sedang hamil menghentikan kehamilannya dengan alasan apapun. Selain
itu banyak juga dijumpai di dalam masyarakat, berita yang mengungkap kasus aborsi. Berita
tersebut memuat kasus aborsi baik yang tertangkap pelakunya maupun yang hanya
mendapatkan janin yang terbuang saja, antara lain janin yang di tinggal begitu saja setelah
selesai diaborsi, dan ada juga janin yang sengaja ditinggal di depan rumah penduduk atau di
depan Yayasan pengurus bayi.
Aborsi akan memberikan dampak yang sangat serius pada masyarakat yaitu
menimbulkan kesakitan dan kematian pada ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama
kematian ibu hamil dan melahirkan adalah pendarahan, dan infeksi. Aborsi biasanya dilakukan
oleh seorang wanita hamil, baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan
berbagai alasan. Alasan yang paling utama aborsi adalah alasan yang non-medis di antaranya
tidak ingin memiliki anak karena khawatir mengganggu karir, sekolah atau tanggung jawab
lain, tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak, dan tidak ingin melahirkan anak tanpa
ayah. Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang
hamil di luar nikah), dan bisa menjadikan aib bagi keluarga. Alasan-alasan seperti ini juga
diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh
janin yang ada di dalam kandungannya adalah diperbolehkan dan dibenarkan. Alasan-alasan
tersebut hanya menunjukkan ketidakpedulian seorang wanita, yang mementingkan
kepentingannya sendiri tanpa memikirkan kehidupan janin yang dikandungnya.
Tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan aborsi
yang disarankan secara medis oleh dokter yang menangani, misalnya karena wanita
yang hamil menderita suatu penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut maka
kandungannya harus digugurkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan Pasal 75 ayat (2) point a. Aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana
apabila aborsi itu dilakukan secara sengaja dengan alasan yang tidak dibenarkan oleh hukum.
Aborsi itu sendiri dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (abortus provokatus) maupun
karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena
perbuatan manusia (abortus spontanus).
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aborsi


Pengertian aborsi secara umum adalah pengguguran kandungan. Aborsi bisa
dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja. Aborsi yang secara tidak sengaja
dilakukan dapat terjadi akibat kecelakaan dan dikatakan aborsi yang tidak melawan
hukum, artinya tindakan tersebut tidak menyalahi aturan hukum. Sedangkan tindakan
aborsi yang melawan hukum adalah tindakan yang menyalahi aturan hukum, lebih
jelasnya pengguguran kandungan yang dilakukan secara sengaja dan dapat
berakibat hukum (bisa berakibat pidana penjara menurut KUHP).
Tindakan aborsi yang melawan hukum sering terjadi tetapi jarang muncul
kepermukaan, ini terjadi karena masing-masing pihak antara pasien dengan
dokternya sama-sama bisa merahasiakan semua peristiwa aborsi tersebut.
Sebenarnya tindakan aborsi itu dilarang oleh undang-undang. Tetapi berdasarkan
Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 75 ayat 2
terdapat perkecualian. Aborsi boleh saja dilaksanakan asal memenuhi beberapa
ketentuan-ketentuan yang sudah menjadi dasar pokok yang tidak boleh dilanggar,
baik dalam KUHP maupun aturan khusus yang sudah ditetapkan oleh
Pemerintah. Aborsi yang dibenarkan menurut ketentuan aturan hukum karena
untuk penyelamatan kesehatan ataupun nyawa seseorang, misalnya saja ada
seorang ibu hamil yang kehamilannya di luar kandungan maka untuk
menyelamatkan jiwa ibu tersebut perlu diadakan tindakan operasi guna
mengangkat janin yang berada di luar kandungan itu karena tanpa diadakan
tindakan operasi tersebut tidak menutup kemungkinan jiwa ibu hamil tersebut
terancam.
Dipertegas lagi dalam Pasal 76 bahwa dalam aborsi yang berindikasi medis
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 75 ada beberapa hal yang menjadi suatu
persyaratan diantaranya adalah
a. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
b. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
c. Oleh tenaga kesehatan sesuai dalam ketentuan aturan.
Aborsi yang masuk klasifikasi kriminal (Abortus Provocatus Criminalistis)
yaitu tindakan aborsi yang tidak dibenarkan karena dalam KUHP tindakan
aborsi diatur dalam pasal 346, pasal 347, pasal 348, dan pasal 349 KUHP,
misalnya ada seorang wanita muda hamil karena alasan belum punya suami
dank arena malu kalau diketahui oleh teman-temannya maka ia bermaksud
menggugurkan kandungannya dengan minta bantuan seorang dokter untuk
dapatnya kandungannya digugurkan dengan memberi imbalan atas jasa dokter
tersebut, aborsi seperti inilah yang tidak dibenarkan dalam KUHP, karena
masuk dalam klasifikasi kriminal (Abortus Provocatus Criminalistis).
Abortus Spontanius yaitu suatu kejadian yang mengakibatkan
kegugurannya suatu kehamilan dari seorang ibu hamil dikarenakan akibat
terpleset, jatuh, kecelakaan atau kejadian yang lain, misalnya ada seorang ibu
hamil saat mandi terpleset dan jatuh, dari kejadian ini telah terjadi pendarahan
yang cukup banyak dan mengakibatkan kegugurannya kehamilan yang
dikandungnya.
2.2 Macam-Macam Aborsi
Aborsi dapat dibedakan dalam 2 bentuk, yaitu:
a. Aborsi spontan ( spontaneous abortus) adalah aborsi yang terjadi secara
alamiah baik tanpa sebab tertentu maupun karena adanya sebab tertentu.10
Aborsi spontan bisa disebabkan oleh karena terjadinya kecelakaan atau sebab
kelainan kromosom, kelainan rahim, kelainan hormon, dan beberapa kasus akibat
infeksi atau penyakit seperti sphylis, ginjal, dan TBC.
b. Abortus yang disengaja (abortus provocatus/inducet pro-abortion) karena
sebab-sebab tertentu. Aborsi jenis kedua ini ada 2 macam, yaitu:
a) Aborsi artificalis therapicus, yaitu aborsi yang dilakukan oleh dokter atas
dasar indikasi medis, sebelum anak lahir secara alami untuk
menyelamatkan jiwa ibu yang terancam bila kelangsungan kehamilannya
dipertahankan.
b) Aborsi 2. provocatus criminalis, yaitu pengguguran yang dilakukan tanpa
indikasi medis. Aborsi ini dilakukan sengaja namun tanpa ada indikasi medis
yang menyebabkan terjadinya aborsi seperti karena faktor ekonomi,
kecantikan, kekhawatiran sanksi moral dan faktor lain yang sangat
personal.
2.3 Legislasi dan Regulasi Aborsi di Indonesia KUHP
Dalam menyikapi masalah aborsi, pada awalnya Indonesia termasuk Negara yang
menentang legalisasi aborsi. Aborsi atau pengguguran kandungan dikategorikan
sebagai kejahatan pidana. Namun pada perkembangan berikutnya aborsi
diperbolehkan dengan alasan demi menyelamatkan ibu. Terlepas dari persoalan
hukum yang rigid mengaturnya, aborsi merupakan fenomena yang sarat dengan nilai
moralitas, nilai sosial, budaya, agama, atau bahkan nilai politis. Aturan normatif
legal formal secara umum melarang tindakan aborsi dengan memberikan ruang
darurat untuk kasus-kasus tertentu.
Ada beberapa regulasi yang berkaitan dengan persoalan aborsi yaitu:
a. UU No. 1 tahun 1946 tentang KUHP (kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
b. KUH Perdata pasal 2 dan 1363
c. UU No. 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW
d. UU No. 36 tahun 1992 tentang Kesehatan yang diamandemen dengan UU No. 36
tahun 2009.
Legislasi tentang aborsi dalam KUHP yang menganggap aborsi dengan berbagai
alasan dianggap sebagai pelanggaran pidana. Aturan ini justru menimbulkan
masalah baru dengan banyaknya praktek aborsi yang dilakukan secara illegal.
Padahal, praktek aborsi illegal sering kali berdampak pada sakit, komplikasi,
pendarahan dan berujung pada kematian ibu. KUHP membincang soal aborsi dalam
4 pasal (299, 346, 347, dan 348) yang secara rigid mengatur hukuman bukan
hanya bagi pelaku namun juga para penolong tindakan aborsi termasuk di dalamnya
dokter, perawat, dan bidan. Demikian halnya dengan KUH Perdata.
2.4 Pandangan Hukum Kesehatan Terhadap Abortus Provocatus Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009
Pada perkembangannya peraturan mengenai Aborsi Provokatus atau Aborsi Kriminalis
dapat dijumpai dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jika
pada Pasal 299 dan 346 – 349 KUHP tidak ada diatur masalah aborsi provokatus
(khususnya hukum pidana) hanya bersifat mengatur dan eksplikasitif (menjelaskan)
Asas ini berfungsi untuk menjelaskan berlakunya Pasal 75 – 78 ketika harus
dikonfrontasikan dengan pasal-pasal KUHP yang mengatur masalah Abortus
Provocatus. Melihat rumusan Pasal 75 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan tampaklah bahwa dengan jelas undang-undang tersebut melarang aborsi
kecuali untuk jenis aborsi provocatus therapeuticus (aborsi yang dilakukan untuk
menyelamatkan jiwa si ibu dan/atau janinnya). Dalam dunia kedokteran abortus
provocatus medicinalis dapat dilakukan jika nyawa si ibu terancam bahaya maut
dan juga dapat dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat
berat dan diindikasikan tidak dapat hidup diluar kandungan, misalnya, janin menderita
kelainan ectopia kordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa dinding dada sehingga
terlihat jantungnya), rakiskisis (janin yang akan lahir dengan tulang punggung terbuka
tanpa ditutupi kulit), maupun anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar).
Dalam undang-undang kesehatan juga telah mengatur mengenai aborsi yang
dilakukan oleh korban perkosaan yang diindikasikan dapat menyebabkan trauma
psikis bagi si ibu. Jika dalam undang-undang kesehatan yang lama tidak dimuat secara
khusus mengenai aborsi terhadap korban perkosaan sehingga menimbulkan
perdebatan dan penafsiran diberbagai kalangan. Dengan adanya undang-undang
kesehatan yang baru maka hal tersebut tidak diperdebatkan lagi mengenai kepastian
hukumnya karena telah terdapat pasal yang mengatur secara khusus. Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pasal 75 Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan mengatur mengenai aborsi provokatus yang diperbolehkan di
Indonesia, yakni abortus provocatus atau indikasi medis atau medicinalis. Apabila
ditelaah lebih jauh, kedua peraturan tersebut berbeda satu sama lain.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengenal larangan aborsi provokatus tanpa
kecuali, termasuk abortus provocatus medicinalis atau abortus provocatus
therapeutics. Tetapi Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan justru
memperbolehkan terjadinya abortus provocatus medicinalis dengan spesifkasi
therapeutics.
Berdasarkan UU Kesehatan RI No. 36 Tahun 2009, Pasal 75 bahwa setiap orang
dilarang melakukan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan media
yang dideteksi sejak usia dini kehamilan dan aturan ini diperkuat dengan Pasal 77
yang berisi pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 mengenai tindakan aborsi yang tidak bermutu,
tidak aman, dan tidak bertanggung jawab sera bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada kehamilan yang tidak diinginkan
aborsi yang dilakukan umumnya adalah Abortus Provokatus Kriminalis dengan
beberapa alasan seperti, Kehamilan di luar nikah, masalah beban ekonomi, ibu
sendiri sudah tidak ingin punya anak lagi akibat incest, alasan kesehatan dan
sebagainya.
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah penghentian
kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan
sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan
kematian. Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang tidak
diinginkan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti
prosedur kesehatan atau kedua-duanya (Definisi WHO). Umumnya aborsi yang tidak
aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi
bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil
diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan
pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu
untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan
resikonya.
BAB III

PENUTUP

Aborsi secara umum adalah pengguguran kandungan. Aborsi bisa dilakukan secara
sengaja ataupun tidak sengaja. Aborsi yang secara tidak sengaja dilakukan dapat terjadi akibat
kecelakaan dan dikatakan aborsi yang tidak melawan hukum, artinya tindakan tersebut tidak
menyalahi aturan hukum.

Aborsi boleh saja dilaksanakan asal memenuhi beberapa ketentuan-ketentuan yang sudah
menjadi dasar pokok yang tidak boleh dilanggar, baik dalam KUHP maupun aturan
khusus yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah.

Ada beberapa regulasi yang berkaitan dengan persoalan aborsi yaitu: UU No. 1 tahun
1946 tentang KUHP (kitab Undang-Undang Hukum Pidana), KUH Perdata pasal 2 dan 1363,
UU No. 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, UU No. 36 tahun 1992 tentang Kesehatan
yang diamandemen dengan UU No. 36 tahun 2009.
DAFTAR PUSTAKA

Silalahi,R.dkk. 2019. Pandangan Hukum Kesehatan Terhadap Abortus Provocatus Berdasarkan


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. JURNAL DARMA AGUNG Volume XXVII, Nomor
3.

Widowati. 2021. Tindakan Aborsi dalam sudut pandang Hukum dan Kesehatan di Indonesia.
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

Wijayati,M. 2015. Aborsi akibat kehamilan yang tak diinginkan (KTD): Kontestasi Antara Pro-
Live dan Pro-Choice. jurnal Studi Keislaman, Volume 15, Nomor 1

Anda mungkin juga menyukai