Anda di halaman 1dari 15

ETIKA

“ Undang-undang Tentang Aborsi, Bayi Tabung, dan Adopsi “

Dosen Pembimbing :
Eltriya Septiyani,SST.M.Keb

Disususn Oleh :
Nezelia
Rasnida
Elviani

PRODI D III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MERANGIN
(STIKES MERANGIN)
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang,kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratnya yang telah
melimpahkan rahmat,hidayahnyakepada kita,sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini Tiada kesempurnaan di muka bumi ini kecuali kesempurnaan yang
dimiliki Allah SWT,demikian pun dengan penulisan makalah ini tentunya tidak
lepas dari kekurangan dan juga kekeliruan,oleh karena itu diharapkan di
maklumi,akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan maupun
inspirasi.

Bangko ... Agustus 2021

( Penulis )

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG................................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

 PERATURAN PEMERINTAH / UU TENTANG :...................................................2

A. UNDANG-UNDNAG TENTANG ABORSI.............................................................2

B. UNDANG-UNDANG TENTANG BAYI TABUNG................................................5

C. UNDAG-UNDANG TENTANG ADOPSI................................................................8

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN........................................................................................................10

B. SARAN....................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-undang / perundang-undangan (UU) adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dengan persetujuan bersama presiden. Undang-undang memiliki kedudukan
sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum,
untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam
bentuk negara.
Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan
prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di
antara keduanya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. bagaimana undang-undang tentang aborsi?
2. bagaimana undang-undang tentang bayi tabung?
3. bagaimana undang-undang tentang adopsi ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

 PERATURAN PEMERINTAH / UU TENTANG :


A. UNDANG-UNDNAG TENTANG ABORSI
1. Pengaturan Terhadap Aborsi Menurut Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, masalah
aborsi diatur di dalam beberapa Pasal, yaitu Pasal 75, 76, dan Pasal 77. Adapun
rumusan dari masing-masing Pasal tersebut adalah :
1. Pasal 75
a. (1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
b. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikanberdasarkan:
1) Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan,baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderitapenyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapatdiperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup di luar kandungan;atau
2) Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologi sebagian korban perkosaan.
c. (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
d. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pasal 76

2
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan:
a. Sebelum kehamilan Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu
dihitung dari hari pertama haidterakhir, kecuali dalam hal
kedaruratan medis;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yangmemiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Menteri.

3. Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.1
Berbeda dengan KUHP yang tidak memberikan ruang sedikit pun
terhadap tindakan aborsi, Undang-Undang Nomor 36Tahun 2009 tentang
Kesehatan memberikan ruang terhadap terjadinya aborsi.
Melihat rumusan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan tampaklah bahwa dengan jelas Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 melarang aborsi kecuali untuk jenis abortus
provocatus medicalis (aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa si
ibu dan atau janinnya). Dalam dunia kedokteran aborsi provocatus
dilakukan jika nyawa si ibu terancam bahaya maut dan juga dapat
dilakukan jika anak yang akan lahir diperkirakan mengalami cacat berat
dan diindikasikan tidak dapat hidup di luar kandungan, misalnya janin
menderita kelainan Ectopia Kordalis (janin yang akan dilahirkan tanpa
1
Pustaka Yustisia, Undang Undang Kesehatan dan Rumah Sakit 2009, Undang-
Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009
Tentang Rumah Sakit, Jakarta, 2010, hlm. 28.

3
dinding dada sehingga terlihat jantungnya), Rakiskisis (janin yang akan
lahir dengan tulang punggung terbuka tanpa ditutupi kulit) maupun
Anensefalus (janin akan dilahirkan tanpa otak besar).2
Perkosaan merupakan kejadian yang amat traumatis untuk
perempuan yang menjadi korban. Banyak korban perkosaan membutuhkan
waktu lama untuk mengatasi pengalaman traumatis ini, dan mungkin ada
juga yang tidak pernah lagi dalam keadaan normal seperti sebelumnya.
Jika perkosaan itu ternyata mengakibatkan kehamilan, pengalaman
traumatis itu bertambah besar lagi.3
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Reproduksi menyatakan bahwa Negara pada prinsipnya melarang
tindakan aborsi, larangan tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Tindaka aborsi
pada beberapa kondisi medis merupakan satu-satunya jalan yang harus
dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang
mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasiyang serius pada
saat kehamilan. Pada kondisi beberapa akibat pemaksaan kehendak
pelaku, seorang korban perkosaan akan menderita secara fisik, mental,
dan sosial. Dan kehamilan akibat perkosaan akan memperparah kondisi
mental korban yang sebelumnya telah mengalami trauma berat peristiwa
perkosaan tersebut.
Trauma mental yang berat juga akan berdampak buruk bagi
perkembangan janin yang dikandung korban. Sebagaian besar korban
perkosaan mengalami reaksi penolakan terhadap kehamilannya dan
menginginkan untuk melakukan aborsi. Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada prinsipnya sejalan dengan
ketentuan peraturan pidana yang ada, yaitu melarang setiap orang untuk
melakukan aborsi. Negara harus melindungi warganya dalamhal ini
perempuan yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan
2
Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1992, hlm. 215.
3
Berlen,K., Aborsi Sebagai Masalah Etika, Gransindo, Jakarta, 2002, hlm. 47.

4
medis dan akibat perkosaan, serta melindungi tenaga medis yang
melakukannya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan membuka pengecualian untuk aborsi berdasarkan indikasi
kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.4

2. Sanksi Terhadap Tindakan Aborsi Menurut Ketentuan Berlaku


Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan : Pasal
76C Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap Anak Pasal 80 ayat (1),
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Pasal 80 ayat (3), Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati,
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

B. UNDANG-UNDANG TENTANG BAYI TABUNG


Bayi tabung atau inseminasi buatan merupakan terjemahan dari Artificial
Insemination. Dalam bahasa Indonesia orang menyebutnya dengan pemanian
buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan. Saat ini bayi tabung
bukanlah hal yang asing ditelinga masyarakat Indonesia.5 Bayi tabung merupakan
aplikasi teknologi dalam bidang reproduksi manusia.
Bayi tabung adalah suatu upaya untuk memperoleh kehamilan dengan
jalan mempertemukan sel sperma dan ovum sehingga terjadi pembuahan dalam
suatu wadah yang khusus yang hanya bisa dilakukan oleh petugas medis. Karena
proses pembuahan berasal dari wadah maka masyarkat menamankannya dengan

4
Peraturan Pemerintah Tentang Aborsi Banyak Kelemahan, WWW. Peradi. Or. Id/ Indek.
Php/Berita/Detail, Diakses Pada Tanggal 14 April 2015
5
Shapiudin Shidiq, Fikih Kontemporer Edisi I; Cet. I. Jakarta: Prenadamedia Group,
2016, hlm. 110-111.

5
bayi tabung. Bayi tabung merupakan proses reproduksi manusia dimana
pembuahan terjadi diluar tubuh wanita.6
1. Proses Teknik Bayi Tabung Ditinjau Dari Kesehatan
Pelaksanaan program bayi tabung di Indonesia diperbolehkan.
Berdasarkan peraturan kesehatan RI ditegaskan bahwa hanya pasangan
suami istri yang diperbolehkan untuk melakukan prosedur ini. Dengan kata
lain, sperma yang digunakan harus sperma suami, bukan sperma donor.
Dalam UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 127 ayat 1 yang
berbunyi “upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan
oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan: a) hasil pembuahan
sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam
rahim istri dari mana ovum berasal; b) dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempnyai keahlian dan wewenang untuk itu; dan c) pada fasilitas
pelayanan kesehatan tertentu.” Ayat 2 berrbunyi “ketentuan mengenai
persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaskud ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
2. Kedudukan Hukum Anak Yang Dilahirkan Melalui Proses Bayi
Tabung
a. Kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung
menggunakan sperma suami dan sel telur isrti
Di dalam Pasal 250 KUPerdata diatur tentang pengertian anak
sah yakni tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang
perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya. Selanjutnya
dalam Pasal 42 Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan disebutkan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Pada prinsipnya
pendapat di atas menyetujui tentang penggunaan proses bayi tabung
asalkan menggunakan sperma dan sel telur dari pasangan suami istri

6
Nurjannah, Hukum Islam dan Bayi Tabung Analisis Hukum Islam Kontemporer. Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin Makassar, 2017, hlm. 12.

6
yang sah dalam ikatan perkwainan dan kemudian embrionya di
masukkan ke dalam rahim sang istri. Selanjutnya anak hasil dari teknik
bayi tersebut dapat dikatakan sebagai anak sah. Ana sah adalah anak
yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan anak yang
dilahirkan secara alami. Oleh karena anak itu dilahirkan oleh pasangan
suami istri yang sah, sperma dan sel telur dari pasangan suami istri
yang sah, serta yang mengandung dan melahirkan adalah istri dari
suami. Dalam hal ini teknik inseminasi buatan hanya hanya untuk
membantu proses pembuahan saja. Dan pembuahan tersebut terjadi
dalam tabung gelas atau cawan, dan proses selanjutnya tetap berada
dalam rahim sang istri.7
b. Kedudukan hukum anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung
dari sperma donor
Masalah anak sah sudah diatur dalam Pasal 250 KUHperdata
dan Pasal 42 Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan
atas Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal
250 KUHPerdata bebunyi, “Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau di
tumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai
bapaknya”. Selanjutnya dalam Pasal 42 Undang-Undang No. 16 Tahun
2019 tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan berbunyi “anak sah adalah anak yang dilahirkan
dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.
Jika dilihat dari Pasal ini maka dalam menentukan status hukum
anak yang dilahirkan melalui proses bayi tabung dari sperma donor,
jelaslah bahwa anak itu dikatakan anak sah. Karena dikandung dan
dilahirkan dalam ikatan perkawinan yang sah. Tetapi jika dilihat dari
hukum Islamnya maka anak tersebut bukanlah anak sah. Karena dalam
Islam hal tersebut adalah haram. Sperma dari pendonor tidak diketahui

7
Hizkiah Lendri Sondakh, “Aspek Hukum Bayi Tabung di Indonesia”. Lex
Administratum, Vol III/No.1/Jan-Mar/2015, http://ejournal .unsrat.ac.id/index.php/administra-
tum/article/viewFile, diakses 5 April 2019.

7
asal usul atau nasabnya, sehingga dapat menimbulkan masalah yang
rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Bayi tabung dapat dibolehkan jika sperma dan sel telur berasal
dari pasangan suami istri yang sah. Bayi tabung diharamkan jika :
1) Sel sperma dan sel telur dari pasangan suami istri yang tidak sah.
2) Penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami istri yang
ditipkan di rahim perempuan lain.
3) Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia.8

C. UNDAG-UNDANG TENTANG ADOPSI


Tata cara adopsi anak telah diatur dalam undang-undang No 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak yang didukung oleh peraturan pemerintah
Nomor 54 Tahun 2007 yang dijelaskan lebih rinci dalam peraturan Menteri
Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang persyaratan pengangkatan Anak.
Peraturan tersebut menyebut bahwa pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan tidak boleh memutus
hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
Menurut persyaratan pengadopsian anak bagi calon orang tua angkat
harus berumur minimal 30 tahun dan maksimal 55 tahun berdasarkan bukti
identitas diri yang sah . Pasangan yang akan mengadopsi anak harus sudah
menikah sekurang-kurangnya lima tahun dibuktikan dengan surat nikah atau
akta perkawinan.
saat mengadopsi, diharuskan pengadopsi belum mempunyai anak atau
hanya memiliki seorang anak atau telah mengangkat seorang. Atau mereka
yang divonis tidak mungkin mempunyai anak yang dibuktikan oleh Dokter Ahli
kandungan dari Rumah sakit pemerintah.
Syarat orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut calon
anak angkat seperti pada pasal 39 ( 3 ).

8
Loc. Cit, hlm. 69.

8
Pengadopsi juga harus mereka yang berasal dari keluarga mampu dalam hal
ekonomi dibuktikan adanya surat keterangan dari tempat bekerja. Kemudian,
harus berkelakuan baik , sehat jasmani dan rohani dan dalam keadaan sehat
secara mental berdasarkan keterangan psikolog.
Adapun surat-surat yang perlu dilengkapi untuk adopsi adalah foto copy
surat nikah suami – istri yang telah dilegalisir di KUA tempat menikah atau
Akta perkawinan yang dilegalisir Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
foto copy akta kelahiran suami – istri ,surat berkelakuan baik dari kepolisian,
Akta kelahiran anak yang mau diadopsi .
Surat persetujuan dari pihak keluarga suami dan pihak istri di atas
meterai , surat pernyataan motivasi pengangkatan anak yang telah
ditandatangani diatas meterai,kartu keluarga dan KTP yang telah dilegalisir
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Setelah segala dokumen berhasil dilengkapi, calon orang tua angkat
baru bisa mengajukan permohonan izin pengasuhan anak kepada Kepala
Instansi sosial dengan melampirkan seluruh persyaratan.Pengajuan
pengangkatan anak ke pengadilan Negeri dilakukan oleh calon orang tua angkat
atau kuasanya dengan mendaftarkan permohonan pengangkatan anak ke
pengadilan Negeri.
Jika pengadilan Negeri sudah menetapkan dan proses pengangkatan
anak telah selesai, maka orang tua angkat harus melapor dan menyampaikan
salinan penetapan pengadilan Negeri tersebut ke Kementrian sosial dan Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten atau Kota. Langkah terakhir
,Kementrian Sosial akan mencatat dan mondokumentasikan pengangkatan anak
tersebut ,dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil membuatkan Akta
pengangkatan anak,Barulah proses pengangkatan anak resmi secara hukum.9

9
https://dukcapil.gunungkidulkab.go.id/ini-tata-cara-mengadopsi-anak-sesuai-undang-
undang/di buka pada tanggal 06.08.2021 pada jam 15:43

9
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Menurut persyaratan pengadopsian anak bagi calon orang tua angkat


harus berumur minimal 30 tahun dan maksimal 55 tahun berdasarkan bukti
identitas diri yang sah . Pasangan yang akan mengadopsi anak harus sudah
menikah sekurang-kurangnya lima tahun dibuktikan dengan surat nikah atau
akta perkawinan.
saat mengadopsi, diharuskan pengadopsi belum mempunyai anak atau
hanya memiliki seorang anak atau telah mengangkat seorang. Atau mereka
yang divonis tidak mungkin mempunyai anak yang dibuktikan oleh Dokter Ahli
kandungan dari Rumah sakit pemerintah.
Syarat orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut calon
anak angkat seperti pada pasal 39 ( 3 ).
Pengadopsi juga harus mereka yang berasal dari keluarga mampu dalam
hal ekonomi dibuktikan adanya surat keterangan dari tempat bekerja.
Kemudian, harus berkelakuan baik , sehat jasmani dan rohani dan dalam
keadaan sehat secara mental berdasarkan keterangan psikolog.
Adapun surat-surat yang perlu dilengkapi untuk adopsi adalah foto copy
surat nikah suami – istri yang telah dilegalisir di KUA tempat menikah atau
Akta perkawinan yang dilegalisir Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
foto copy akta kelahiran suami – istri ,surat berkelakuan baik dari kepolisian,
Akta kelahiran anak yang mau diadopsi .

B. SARAN
Dengan penulisan makalah ini penulis berharap lembaga kesehatan dalam hal
ini para bidan mampu meningkatkan pelayanan kebidanan guna membangun
generasi muda dan generasi penerus bangsa menjadi manusia yang sehat.

10
11
DAFTAR PUSTAKA

Alfons, Matius. 19 Agustus 2020. “Komisi IX soal Klinik di Jakpus Aborsi 2.638
Janin: Izin Harus Dicabut!”, https://news.detik.com/ berita/d-
5138600/komisi-ix-soalklinik- di-jakpus-aborsi-2638- janin-izin-harus-
dicabut, diakses 5 Oktober 2020.
Hamdani, Njowito, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1992,
https://dukcapil.gunungkidulkab.go.id/ini-tata-cara-mengadopsi-anak-sesuai-
undang-undang/di buka pada tanggal 06.08.2021 pada jam 15:43
K Berlen,., 2002,Aborsi Sebagai Masalah Etika, Gransindo, Jakarta.
Nurjannah, 2017, Hukum Islam dan Bayi Tabung Analisis Hukum Islam
Kontemporer. Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Alauddin
Makassar.
Pustaka Yustisia, 2010,Undang Undang Kesehatan dan Rumah Sakit 2009,
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang
Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Jakarta,
Shidiq, Shapiudin. Fikih Kontemporer Edisi I; Cet. I. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2016
Sondakh, Hizkiah Lendri. “Aspek Hukum Bayi Tabung di Indonesia”. Lex
Administratum, Vol III/No.1/Jan-Mar/2015,

iii

Anda mungkin juga menyukai