PENDAHULUAN
Tuhan Yang Maha Kuasa kepada setiap orang, sehingga kehidupan perlu
dihormati dan dijunjung tinggi oleh setiap orang. Kehidupan merupakan hak
paling dasar milik manusia dan hak tersebut tidak dapat dicabut atau dikurangi
oleh siapapun dalam keadaan apapun. Hak hidup merupakan unsur paling utama
dari konsep hak asasi manusia (HAM). Negara menjamin dan melindungi hak
hidup sebagai dasar dari hak asasi manusia untuk seluruh rakyatnya, hal ini
Tahun 1945 Pasal 28A dan Pasal 28B Ayat (2) yang menentukan :
Pasal 28A:
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
utama dari HAM, sehingga negara juga menjamin serta melindungi Hak Asasi
1
2
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah1”.
terhadap hak hidup diancam dengan pidana. Asas legalitas merupakan asas
fundamental dalam hukum pidana. Asas legalitas dalam hukum pidana begitu
diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Jadi, apabila terjadi suatu tindak
pidana, maka akan dilihat apakah telah ada ketentuan hukum yang mengaturnya
dan apakah aturan yang telah ada tersebut dapat diperlakukan terhadap tindak
perlindungan atas hak hidup juga tercantum pada Pasal 3 Deklarasi Universal Hak
Salah satu bentuk kejahatan terhadap hak hidup adalah perbuatan aborsi.
1
Syuha Maisytho Probilla, Andi Najemi, dan Aga Anum Prayudi, “Perlindungan Hukum
Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual”, PAMPAS: Journal of Criminal Law,
Vol. 2 No. 1, 2021, hlm. 30. Diakses dari https://online-
journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/12684/10898 pada tanggal 3 Oktober 2021 pukul 17:23
WIB
2
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 59.
3
Secara etimologis, aborsi (abortion) berasal dari kata bahasa Latin abortio yang
berarti pengeluaran hasil konsepsi dari uterus secara prematur pada umur di mana
janin itu belum bisa hidup di luar kandungan pada umur 24 minggu. Secara medis
berarti pengeluaran janin sejak adanya konsepsi sampai dengan kelahirannya yang
mengakibatkan kematian3. Aborsi telah dikenal sejak awal peradaban manusia dan
dipercaya sebagai metode paling tua yang dilakukan untuk menghentikan dan
mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan masih marak dilakukan hingga
saat ini, meskipun metode tersebut sangat berbahaya dan dapat memicu kematian
ibu. Seorang wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak
dapat menerima keadaan tersebut dapat melakukan perbuatan dan segala macam
3
CB. Kusmaryanto, Tolak Aborsi, Yogyakarta, Kanisius, 2005, hlm. 15.
4
Nira Heluspa, Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Legalitas Aborsi Akibat Perkosaan
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Terkait Kode Etik
Kedokteran. Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, 2020, hlm. 12. Diakses dari http://e-
journal.uajy.ac.id/23529/1/1852028821.pdf pada tanggal 30 September 2021 pukul 11.23 WIB
4
hal-hal seperti adanya kelainan indung telur atas suatu penyakit yang
diderita ibu hamil. Abortus provocatus diartikan sebagai keguguran karena
kesengajaan atau karena adanya campur tangan manusia. Abortus
provocatus dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu abortus provocatus
therapeuticus/medicinalis dan abortus provocatus criminalis5.
penggugur kehamilan diatur dalam Pasal 283 Ayat (3), 299, 346, 347, 348, 349,
dan 535 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pada intinya setiap
pasal tersebut menyatakan bahwa tuntutan hukum akan dijatuhkan bagi siapa saja
5
Soekidjo Notoatmodjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm.
134
6
Ibid, hlm. 12-13.
5
tersebut, aborsi dikategorikan sebagai perbuatan ilegal dan memiliki sanksi pidana
memuat ketentuan pidana terkait perbuatan aborsi yang tidak sesuai dengan
Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
melarang perbuatan aborsi dan komunitas internasional pun telah mengakui hasil
1948 PBB yang salah satu isinya adalah perlindungan atas hak hidup. Namun
hingga saat ini belum terdapat kesepakatan Internasional terkait legalitas aborsi.
Akibat adanya sistem hukum yang berbeda dari setiap negara pada akhirnya
oleh latar belakang budaya, moral, sejarah serta nilai agama yang berlaku di
masing-masing wilayah. Karena itu tiap negara punya sistem hukum yang berbeda
6
antara satu dengan yang lain. Menurut John Henry Merryman dalam Astim
Riyanto, beliau memaparkan “ada tiga tradisi hukum yang utama, yaitu tradisi
hukum kontinental (civil law), tradisi hukum adat (common law), dan tradisi
hukum sosialis (socialist law)”. Sistem hukum yang dianut di Indonesia adalah
Sistem hukum Eropa Kontinental atau civil law system karena merupakan negara
jajahan Belanda yang sejak awal telah menganut sistem hukum ini. Ciri khas dari
dasar hukum utama. Atas pengaruh sistem hukum tersebut, Indonesia menjadikan
Atas dasar perbedaan sistem hukum yang dianut setiap negara tersebut,
monarki di negara itu, dari yang sebelumnya berbentuk absolut menuju ke bentuk
perang termasuk perang dunia ke II. Sistem hukum yang berlaku di Jepang adalah
sistem hukum civil law yang setiap pengaturan hukumnya harus berbentuk tertulis
dan terkodifikasi. Civil law di Jepang terdiri atas 6 instrumen, yaitu: Hukum
Japan Penal Code 1907 (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jepang) juga
9
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, cet. ke 3, PT. Raja Grafindo,
Jakarta, 2014, hlm 3-4.
10
Shimada Yuzuru, UUD Jepang dan Tata Negara, Nagoya, Nagoya University, 2011,
hlm. 1. Diakses dari https://www.scribd.com/document/527500688/Paper-for-Lecture-at-Unand-
On20110225-1 pada tanggal 1 Oktober 2021 pukul 20.54 WIB.
8
dalam Pasal 14 Ayat 1-2 Maternal Protection Act aborsi diperbolehkan dalam
dan/ atau janin. Michiko Miyazaki dalam The History of Abortion-Related Acts
and Current Issues in Japan (Sejarah Terkait Tindakan Aborsi dan Isu Terkini di
Jepang) menyatakan:
kedua negara, baik Indonesia maupun Jepang. Aborsi hanya boleh dilakukan atas
dasar indikasi kesehatan ibu dan janin serta kehamilan akibat perkosaan. Berbeda
dengan pengaturan yang terdapat dalam sistem Hukum Kesehatan Indonesia yang
11
Michiko Miyazaki, The history of abortion-related acts and current issues in Japan,
Med Law. 2007 Dec;26(4):791-9. PMID: 18284118.
9
batasan waktu untuk melakukan aborsi adalah pada masa kehamilan berusia 22
minggu yang dihitung dari hari pertama haid terakhir. Indonesia melalui ketentuan
perbuatan aborsi atas dasar isu sosial dan ekonomi, hal ini tentunya sejalan
Article 14:
(1) A doctor designated by a medical association that is a public interest
incorporated association established for the area of a prefecture
(hereinafter referred to as a "Designated Doctor") may perform an
Induced Abortion on a person who falls under any of the following
items after obtaining consent from the relevant person and the spouse:
(i) a person for whom the continuation of pregnancy or
delivery may significantly damage the person's physical
health due to bodily or economic reasons.
Pasal 14:
(1) Seorang dokter yang ditunjuk oleh asosiasi medis yang publik asosiasi
berbadan hukum yang didirikan untuk wilayah prefektur (selanjutnya
disebut sebagai "Dokter yang Ditunjuk") dapat melakukan Aborsi pada
10
aborsi dalam sistem hukum Indonesia diatur dalam Pasal 194 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang termuat dalam satu kesatuan
produk hukum yang sama, sedangkan ketentuan pidana atas perbuatan yang
melanggar ketentuan aborsi dalam sistem hukum Jepang diatur dalam pasal 212-
216 Japanese Penal Code yang terpisah dari Maternal Protection Act yang
hukum terhadap legalitas perbuatan aborsi dalam sistem hukum milik Indonesia
dan Jepang, penelitian ini akan berfokus pada perbedaan perincian alasan
memberikan bahan hukum yang mungkin perlu dikembangkan atau diubah demi
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian:
Japan.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
b. Manfaat Praktis
Kesehatan di Indonesia.
D. Kerangka Konseptual
Untuk mengetahui dan memahami maksud dari judul skripsi ini dan
1. Tindak Pidana
13
feit.
2. Aborsi
Pengertian dari aborsi di kalangan ahli ada dua jenis pengertian yaitu,
Abortus alamiah dan abortus buatan. Abortus alamiah adalah
mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan
sebelum berumur 28 minggu, sedangkan yang dimaksud Abortus
buatan adalah suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan proses
kehamilan sebelum berumur 28 minggu, dimana janin (hasil konsepsi)
yang dikeluarkan tidak dapat bertahan hidup diluar. Meski aborsi
untuk alasan di luar menyelamatkan nyawa ibu diperlakukan sebagai
perbuatan kriminal (disebut abortus provokatus kriminalis), insiden
aborsi di Indonesia tergolong sangat tinggi. Utomo dkk
memperkirakan bahwa sekitar 2 juta perempuan Indonesia mengakhiri
kehamilannya dengan aborsi, dan sebagian besar di antarnya adalah
aborsi yang tidak aman13.
12
Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bagian 1, Grafindo, Jakarta,2002, hlm. 69.
13
Bujangga Agus Arif Pranata, I Nyoman Sujana dan Diah Gayatri Sudibya “Sanksi
Pidana Terhadap Tindak Pidana Aborsi (Studi Kasus Putusan Nomor :
87/Pid.G/2007/Pn.Gir)”,Jurnal Analogi Hukum, 2 (2) 2020, hlm. 150. Diakses dari
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/analogihukum/article/view/1891 pada tanggal 4
Oktober 2021 pukul 00:02 WIB
14
3. Perbandingan Hukum
4. Hukum Pidana
sebagai berikut:
maka kesimpulan dari judul penulisan “Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Studi
14
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, Cet. Ke-1, Mandar Maju, Bandung,
1996, hlm. 7.
15
M. Ali Zaidan, Menuju Pembaruan Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm.
2.
15
hukum pidana Indonesia dan Jepang serta untuk menganalisis dan mengkritisi
E. Landasan Teoretis
1. Perbandingan Hukum
mempelajari tentang prinsip dan sistem hukum yang dianut oleh suatu negara
16
Barda Nawawi Arief, Op. Cit, hlm.3
17
Rian Prayudi Saputra, “Perbandingan Hukum Pidana Indonesia dengan Inggris”, Jurnal
Pahlawan, Vol. 3 No. 1, 2020, hlm. 60 diakses dari
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jp/article/view/615 pada tanggal 04 Oktober
2021 pukul 15:12 WIB.
16
Kebijakan hukum pidana atau penal policy adalah suatu ilmu sekaligus
seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif
dirumuskan secara lebih baik, yang mana peraturan hukum positif (the
positive rules) dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan
pengadilan19.
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
lain”20.
18
Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2006, hlm. 17-18.
19
John Kenedi, Kebijakan Hukum Pidana (penal policy), Pustaka Belajar, Cet. Pertama,
Yogyakarta, 2017, hlm. 59.
20
Suratman, Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2015, hlm.
51.
17
2. Pendekatan Penelitian
21
M. Jordan Pradana, Syofyan Nur, dan Erwin, “Tinjauan Yuridis Peninjauan Kembali
yang Diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum Terhadap Putusan Lepas dari Segala Tuntutan”,
PAMPAS: Journal of Criminal Law.Vol. 1 No. 2, 2020, hlm. 143. Diakses dari https://online-
journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/9615/6397 pada tanggal 5 Oktober 2021 pukul 23:01 WIB.
22
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Cet. Ke-2,
2016, hlm. 92.
18
berikut:
primer, diantaranya literatur atau bahan bacaan ilmiah seperti buku dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu website dan
23
Ibid, hlm. 52
24
Suratman dan Philips Dilah, Op.Cit., hlm. 67.
19
penelitian.
dalam KUHP dan Hukum Kesehatan Negara Indonesia dengan Japan Penal
G. Sistematika Penulisan