Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Aborsi

A. 1 Konsep / Pengertian Aborsi

Permasalahan aborsi saat ini sudah bukan merupakan rahasia lagi

untuk dibicarakan, sebab aborsi sudah menjadi hal yang aktual dan

peristiwanya sudah terjadi dimana-mana. Pengguguran kandungan atau

yang lebih dikenal dengan istilah "aborsi" dalam dunia kedokteran,

mengacu pada proses mengeluarkan isi rahim sebelum bayi lahir dengan

usia janin kurang dari duapuluh minggu, dengan tujuan untuk

menghentikan proses kehamilan.1 Kesimpulannya, tindakan aborsi adalah

tindakan yang dilakukan oleh seorang perempuan dengan bantuan tenaga

medis, obat, atau lainnya dengann maksud memberhentikan proses

pembentukan bayi dengan cara mengugurkan janin yang ada didalam

kandungan sebelum usia kehamilan telah tua.

Kata abortion yang diterjemahkan menjadi aborsi dalam bahasa

indonesia mengandung arti: “The spontaneous or articially induced

expulsion of an embrio or featus. As used in illegal context refers to

induced abortion.”2 Keguguran dengan keluarnya embrio atau fetus tidak

1
Alimul. HS, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep Keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta, 2010, hlm. 43
2
Suryono Ekototama. dkk, Abortus Provokatus bagi korban perkosaan Perspektif Victimologi dan
Hukum Pidana, Univ. Admajaya, Yogyakarta, 2001, hlm. 31

12
semata-mata terjadi karena secara alamiah, akan tetapi karena disengaja

atau terjadi karena adanya campur tangan (provokasi) manusia.3

Istilah aborsi dari bahasa inggris ialah abortion yang berasal dari

bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan atau keguguran. Kata

pengguguran kandungan dan keguguran memiliki perbedaan makna dalam

aborsi itu sendiri. Perbedaan tersebut terletak pada sengaja atau tidaknya

seorang perempuan melakukan aborsi. Menggugurkan kandungan berarti

bahwa ia telah dengan sengaja menggugurkan janinnya dengan berbagai

cara yang ia usahakan, sedangkan keguguran adalah proses hilangnya atau

keluarnya janin dalam kandungan karena pendaharahan akibat jatuh atau

lain sebagainya. Para dokter, dan tenaga medis lainnya sangat

memperhatikan abortus, dikarenakan tindakan ini bersangkutan dengan

nyaawa, tidak hanya janin melainkan juga keselamatan jiwa ibu yang

mengandung.4 Begitupula berdasarkan fakta empiris, bahwasanya tindakan

aborsi ini menuai perbedaaan pendapat terhadap kondisi janin dikandung

dan perempuan yang mengandungnya, ada yang pro dan ada juga yang

kontra.

Aborsi menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan, yaitu

aborsi yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak

didahului faktor-faktor mekasin atau medialis karena semata-mata

disebabkan oleh faktor alamiah, dan abortus provokatus yaitu aborsi yang

3
Ibid . hlm 50
4
Alimul. HS, Op.Cit, hlm. 40

13
disengaja tanpa indikasi medis, baik melalui obat-obatan maupun dengan

alat-alat.

A. 2 Aborsi dalam Perspektif Hukum Pidana

A. 2. 1 Pengaturan Aborsi dalam KUHP

Istilah aborsi atau biasa yang disebut dengan pengguguran

kandungan ialah pengeluaran hasil kehamilan dari rahim yang dilakukan

sebelum waktunya. Aborsi atau abortus menurut hukum pidana, yaitu

kejahatan yang dilakukan dengan suatu perbuatan yang mengakibatkan

kandungan lahir sebelum waktunya melahirkan menurut alam. Tindak

kejahatan terhadap pengguguran kandungan ini diartikan juga sebagai

pembunuhan anak yang berencana, di mana pada pengguguran harus ada

kandungan (vrucht) atau bayi (kidh) yang hidup yang kemudian dimatikan.

Persamaan inilah yang juga menyebabkan tindak pidana pengguguran

(abortus) dimasukkan ke dalam titel buku II KUHP tentang kejahatan

terhadap nyawa orang.5 Pengguguran Kandungan (aborsi) selalu menjadi

perbincangan, baik forum resmi ataupun tidak resmi yang menyangkut

bidang hukum, kedokteran maupun disiplin lainnya.6 Aborsi merupakan

fenomena sosial yang kian hari semakin memperihatinkan. Keprihatinan

itu bukan tanpa alas-an, karena sejauh ini perilaku pengguguran

kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku atau

5
Dewani Romli, Aborsi Dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Suatu Kajian
Komparatif), Al-adalah Vol. X No. 2 Juli, 2011, hlm. 159
6
Achadiat Charisdiono, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran, Jakarta, 2007, hlm. 12

14
pada masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut

norma moral atas hukum suatu kehidupan berbangsa. Dalam konteks

Hukum Pidana, terjadinya perbedaan antara perundang-undangan lama

(KUHP) dengan peraturan perundang-undangan baru. Padahal peraturan

perundang-undangan disini berlakukan asas Lex Posteriori Derogate Legi

Priori.7

Perbuatan aborsi atau penguguran di dalama KUHP adalah

perbuatan yang dilarang atau delik. Masalah pengguguran kandungan pada

hakekatnya tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan nilai-nilai serta

norma-norma agama yang berkembang dalam masyarakat Indonesia,

terkait dengan hukum pidana positif di Indonesia pengaturan masalah

pengguguran kandungan terdapat pada Pasal 346, 347, 348, 349 dan 350

KUHP. Menurut dari ketentuan yang tercantum pada Pasal 346, 347 dan

348 KUHP ialah abortus criminalis yang meliputi perbuatan-perbuatan

berikut ini ;

1. Menggugurkan Kandungan

2. Membunuh Kandungan

KUHP dalam bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa Pasal

346, 347, 348 dan 349 yang isi kandungan nya sebagai berikut:8

Pasal 346 KUHP

7
Hasnil Basri Siregar, Pengantar Hukum Indonesia, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan
Masyarakat, Medan, 1994, hlm. 53
8
KUHP

15
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana

paling lama empat tahun.

Pasal 347 KUHP

1. Barang siapa menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana paling lama dua

belas tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348 KUHP

1. Barang siapa dengan senagaja menggugurkan kandungan seorang

wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima belasa tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinta wanita tersebut dikenakan

pidana paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 KUHP

Jika serorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan

pidana tersebut pada Pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu

kejahatan yang yang diterangkan pada Pasal 347 dan 348, maka Pidana

yang ditentukan dalam pasal itu dapat dicabut haknya untuk menjalankan

pekerjaan dalam mana kejahatan dilakukan.

16
Pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 299 KUHP tentang

kejahatan kesusilaan, sedangkan pasal 346 sampai 349 tentang kejahatan

terhadap nyawa. Di dalam KUHP tidak diberikan penjelasan mengenai

pengertian kandungan, bahkan KUHP juga tidak memberikan penjelasan

mengenai perbedaan istilah menggugurkan dan mematikan kandungan.

berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa di dalam KUHP secara

jelas melarang akan perbuatan aborsi. Dari pasal-pasal diatas mengenai

tindak pidana pengguguran ada unsur obyektif dan subyektif. Unsur

obyektif terdiri dari unsur menggugurkan, mematikan atau meminta orang

lain melakukan tindakan untuk mematikan janin didalam kandungannya

sendiri. Sedangkan tindakan mengugurkan kandungan, mematikan

kandungan, menyuruh orang lain mengugurkan kandungan dan menyuruh

orang lain mematikan kandungan termasuk pada unsur subyektif. Dalam

konsep KUHP tindak pidana diartikan sebagai perbuatan melakukan atau

tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan

dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.9

Terdapat dua macam aborsi yang mesti diketahui yaitu ; pertama aborsi

spontan, dimana aborsi terjadi secara alami tanpa intervensi dari tindakan

9
Pasal 11 ayat (1) Konsep KUHP Edisi 2005

17
medis.10 Kedua, aborsi yang direncanakan melalui tindakan medis berupa

obat-obat an, tindakan bedah, atau lainnya.

1.1 Unsur Obyektif

Tindakan pengguguran dalam unsur obyektif dapat dikatakan

sebagai tindak pidana apabila telah terbukti bahwasanya janin yang

digugurkan didalam rahim benar-benar masih hidup. Pendapat ini sejalan

dengan yurisprudensi yang berkembang, tepatnya seperti yang dijelaskan

dalam Arrest Hoge Raad pada tanggal 1 November 1987, yang

menyatakan bahwa “penguguran kandungan hanya dapat dipidana, apabila

pada waktu perbuatan itu dilakukan kandungannya masih hidup.”11

1.2 Unsur Subyektif

Setiap perbuatan yang menyebabkan matinya janin dalam

kandungan wanita merupakan unsur subjektif berupa perbuatan mematikan

kandungan. Perbuatan itu juga harus membuktikan bahwa janin dalam

kandungan perempuan itu hidup, yang merupakan syarat adanya tindak

pidana aborsi. Pembuktian ini dilakukan oleh orang yang berkualifikasi,

yaitu seorang dokter.

Dalam hal ini terdapat perbedaan dengan tindakan menggugurkan

kandungan wanita yang tidak mempermasalahkan janin hidup atau mati

10
Andika Surya, Moh. 2016, Peran Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Dalam Penanggulangan
Aborsi Korban Perkosaan, UAJY, edisi 2 Maret 2016, Yogyakarta
11
Marlisa Frisilia Saada. 2017. Tindakan Aborsi Yang Dilakukan Seseorang Yang Belum Menikah
Menurut KUHP. Manado. Jurnal. Vol. 6 No. 6. Fakultas Hukum . Universitas Samratulangi
Manado.

18
setelah lahir, akan tetapi dalam tindakan mematikan kandungan, janin

yang dilahirkan harus dalam keadaan mati setelah dilahirkan.12 Karena

alasan inilah yang menjadikan perbuatan mematikan kandungan seorang

perempuan dapat dikatakan telah selesai dengan tanda matinya janin

setelah lahir. Tindakan mematikan kandungan dinilai belum terjadi apabila

belum terlihat kematian janin dalam kandungan setelah lahir.13

A.2.2 Pengaturan Jenis / Macam Tindak Pidana Aborsi

Aborsi atau abortus dikelompokkan kedalam dua jenis yang

berbeda yaitu:

1. Abortus spontan

Penguguran kandungan yang terjadi secara alamiah tanpa ada usaha

dari luar atau campur tangan manusia, meliputi abortion spontaneus

yang berarti pengguguran kandungan secara tak sengaja dan abortion

natural yang berarti penguguran kandungan secara alamiah. Keguguran

ini biasanya terjadi pada saat kandungan berusia 5 minggu (haid

terlambat satu minggu) sampai minggu ke-16, abortion natural

merupakan salah satu jenis dari abortus habitualis.14

2. Abortus Provocatus

Pengguguran kandungan yang satu ini termasuk ke dalam pengguguran

yang disengaja, karena adanya perbuatan manusia. Pengguguran

12
Tongat, Tinjauan atas Tindak Pidana Terhadap Subyek Hukum dalam Kitab Undang-Undang
Pidana, Djambatan, 2003, hlm. 56
13
Marlisa Frisilia Saada. Loc. cit
14
Andika Surya, Moh. Loc.cit

19
kandungan yang tidak diinginkan ini meliputi medicalis dan criminalis.

Medicalis ialah pengguguran kandungan yang dilakukan berdasarkan

alasan medis. Sedangkan criminalis, ialah pengguguran kandungan

yang dilakukan dengan sengaja melanggar berbagai ketentuan hukum

yang berlaku.15

KUHP memandang aborsi sebagai tindak kejahatan terhadap

nyawa dan menjatuhkan hukuman mati kepada siapa saja yang terlibat.

Pasal 299

1.) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita yang

menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan

pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat

puluh lima ribu rupiah.

2.) Jika yang bersalah itu berbuat demikian untuk mencari keuntungan

atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan,

atau jika dia seseorang tabib, bidan, juru obat, pidana nya dapat

ditambah sepertiga.

3.) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan

pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan

pencaharian itu.

Apabila dikaitkan dengan tindak pidana hukum dalam islam,

menurut fuqaha pelaku aborsi yang melakukannya dengan sengaja akan

15
Andika Surya, Moh. Loc.cit

20
dikenanakan sanksi dengan wajib membayar diyat, apabila janin yang ia

gugurkan tidak mati saat dilahirkan, dalam artian janin dilahirkan dalam

keadaan hidup kemudian baru mati setelah beberapa saat dari kelahiran..16

B. Faktor Penyebab Aborsi

B. 1 Faktor Penyebab Kejahatan Pada Umumnya

Secara umum Kriminologi didefinisikan sebagai ilmu atau disiplin

yang mempelajari kejahatan dan perilaku kriminal. Kriminologi ditemukan

oleh P. Topinard seorang ahli antropologi perancis, kriminologi secara

etimologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan atau penjahat dan

logos yang berarti ilmu pengetahuan, maka kriminologi dapat diartikan

sebagai ilmu kejahatan atau penjahat.17 Menurut hukum positif di

Indonesia kejahatan ialah terbatas pada pada perbuatan-perbuatan yang

dengan tegas dalam ketentuan hukum pidana, sebagai suatu perbuatan

yang dilarang dengan memberikan ancaman berupa pidana. 18 Berbagai

kejahatan menjadi masalah besar di masa lalu tetapi dalam masyarakat

modern hanya muncul di film-film lama tayangan malam televisi.

Kejahatan merupakan tindak pidana tergolong berat, yang andai kata pun

jika tidak dilarang oleh undang-undang, tetapi akan tetap dirasakan oleh

masayarakat. Kriminologi lebih banyak mengurusi analisis fenomena

kejahatan dan kriminalitas, melakukan kajian-kajian yang akurat secara

16
Dewani Romli, Op.Cit, hlm. 170
17
Frank Hagan, Pengantar Kriminologi, Kencana, Jakarta, 2013, hlm. 3
18
Ibid. Hlm 63

21
ilmiah, dan mengembangkan penjelasan teoretis kukuh tentang kejahatan

dan perilaku kriminal. Kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang

merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan

keguncagan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan bagian perbuatan

yang bertentangan dengan kesusilaan. Bonger berpendapat bahwa

kesusilaan berakar dalam rasa sosial dan lebih dalam tertanam daripada

agama.19 Kesusilaan merupakan salah satu kaidah pergaulan.

Secara formal kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang

oleh negara diberi pidana, pemberian pidana dimaksudkan untuk

mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat dari perbuatan itu.

Kejahatan dapat berubah sesuai dengan faktor waktu dan tempat. Pada

suatu waktu sesuatu tindakan disebut jahat, sedang ada waktu lain tidak

lagi merupakan kejahatan, dan sebaliknya. Juga bisa terjadi di suatu

tempat sesuatu tindakan disebut jahat, sedang ditempat lain bukan

merupakan kejahatan.

Teori kejahatan atau kriminal menurut Enrico Ferri bahwa,

kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh-pengaruh interaktif

diantara faktor-faktor fisik dan faktor-faktor sosial.20 Teori kriminologi

harus diadaptasikan dengan pandangan hidup bangsa Indonesia agar

kriminologi betul-betul dirasakan untuk kesejahteraan rakyat. Oleh karena

itu kriminologi haruslah bersifat ;21

19
Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Tarsito, Bandung, 1981, hlm. 71
20
Siti Zulaika Wulandary dan Rehnalemken Ginting. 2017. Tinjauan Kriminologi Kekerasan
Seksual Terhadap Anak. Jakarta. Jurnal. Vol 6 No. 3. Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret.
21
Simandjuntak, Op.Cit, hlm. 30

22
a. Rasional
b. Bertanggung jawab
c. Bermakna
d. Kritisisme sosial

Sifat diatas lazim disebut multidisipliner, hakekat sifat nya

teoritis karena memiliki unsur yang tak mungkin tersusun menjadi suatu

teori. Masalah kejahatan merupakan private toruble (kesulitan pribadi).

Pendapat Lombrosso yang teruji secara ilmiah tentang sebab kejahatan

tidak perlu dikembangkan, kalau memang tidak berguna dalam usaha

pencegahan kejahatan di Indonesia.22

Hal yang berhubungan dengan kejahatan ialah sebab timbul dan

melenyapnya kejahatan, akibat yang ditimbulkan, reaksi masyarakat,

pribadi penjahat.

Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang

bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat, sifatnya

associal dan melanggar hukum serta undang – undang. Dengan kata lain

masyarakat menilai dari segi hukum bahwa sesuatu tindakan merupakan

kejahatan sedang dari segi sosiologi (pergaulan) bukan kejahatan. Bila

terjadi sesuatu tindakan dilihat dari segi sosiologis merupakan kejahatan

sedang dari segi yuridis bukan kejahatan. Ada kejahatan yuridis dan ada

kejahatan kriminologis. Ini menunjukkan bahwa, ada jurang antara

penglihatan yuridis dan penglihatan kriminologis, antara penglihatan

hukum pidana dan penglihatan masyarakat. Secara instrinsik kejahatan

22
Simandjuntak, Op.Cit, hlm. 31

23
bukan hanya yang dilarang oleh hukum pidana tetapi juga tingkah laku

yang oleh masyarakat dianggap merugikan walaupun tak diatur dalam

hukum pidana.

Kejahatan yang menurut kriminologi tidak termasuk dalam pidana

seperti orang melacur. Dari prinsip umum bahwa kejahatan harus

mencakup unsur seperti Unsur-unsur kejahatan berikut:23

1. Harus ada sesuatu perbuatan manusia

Berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia yang

dapat dijadikan subyek hukum hanyalah manusia. Hewan tidak dapat

dituduh melanggar hukum, demikian pula badan hukum. Badan hukum

dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat menjaga subyek hukum akan

tetapi badan hukum tidak dapat dituntut karena hukum pidana.

2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam

ketentuan pidana

Untuk hal ini perlu diselidiki apakah unsur-unsur yang dimuat di

dalam ketentuan hukum itu terdapat di dalam perbuatan.

3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat

Agar dapat dikatan seseorang berdosa diperlukan adanya kesadaran

dan pertanggungan jawab, adanya hubungan pengaruh dari keadaan jiwa

orang atas perbuatannya, kehampaan alasan yang dapat melepaskan diri

dari pertanggung jawab.

4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum

23
Simandjuntak, Op.Cit, hlm. 78-79

24
Secara formal perbuatan yang terlarang itu berlawanan dengan

perintah undang-undang itulah perbuatan melawan hukum.

5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam

undang-undang

Tidak boleh sesuatu perbuatan dipidana kalu sebelum nya dilakukan

belum diatur oleh undang-undang. Undang-undang hanya berlaku untuk ke

depan dan tidak berlaku surut.

Kejahatan merupakan suatu perbuatan buruk, berdasarkan artinya,

kejahatan berasal dari kata jahat yang mendapat imbuhan awalan “ke” dan

akhiran “an” yang mengandung makna sangat tidak baik, sangat buruk,

dan sangat jelek. Secara yuridis kejahatan diartikan sebagai suatu

perbuatan melanggar hukum, perilaku yang bertentangan dengan nilai dan

norma yang berlaku di masyarakat yang telah disahkan oleh hukum

tertulis. Secara kriminologi, kejahatan berarti tindakan atau perbuatan

tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat. Faktor kejahatan dapat

dilihat berdasarkan letak suatu daerah tertentu tempat terjadinya suatu

kejahatan.24

Orang yang lebih muda, pengangguran, dan orang yang mengalami

frustrasi biasanya yang sering melakukan kejahatan karena kurangnya

kontrol dalam dirinya. Masalah utama yang kerap kita jumpai adalah

kejahatan akibat dari krisis ekonomi, krisis ekonomi adalah kejahatan yang

sering timbul yaitu kejahatan di Indonesia.

24
Ende Hasbi Nasaruddin, Kriminologi, Pustaka Setia, Bandung, 2016, hlm. 121

25
Banyak faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan

kriminalitas, seperti halnya faktor kecerdasan, sifat kepribadian, sikap

sinkron atau tidak pantas, fantasi, kontroversial. Kecenderungan

psikopatologis merupakan hal yang membuat perilaku jahat bereaksi

terhadap masalah psikis.25 Faktor lain yang menjadi sebab terjadinya

kejahatan adalah psikologis, dari seorang pelaku kejahatan. Seseorang

yang memiliki gangguan psikologis sangat mudah untuk melakukan

sesuatu hal diluar kendalinya, bahkan hal tersebut dapat berdampak pada

kehidupan sosialnya, sehingga komunikasi atau interaksi sosialnya

menjadi tidak dalam keaadaan baik yang akhirnya berdampak pula

terhadap perilaku yang berujung kejahatan. Maka dapat disimpulkan

bahwa Pelaku kejahatan cenderung berada dalam kondisi psikologis yang

tidak baik-baik saja atau tertekan.

Kemiskinan atau faktor ekonomi menjadi salah satu faktor yang

memengaruhi terjadinya kejahatan. Ada juga orang bisa dikenal jahat itu

karena sosial psikologisnya sehingga memengaruhi peranan sosial, tekanan

kelompok, status sosial. Karena, perilaku jahat itu muncul karena dibetuk

dari lingkungan sosial, misal kondisi sekolah yang kurang baik atau

kurang menarik sehingga mendorong ke pergaulan yang tidak terarahkan

oleh nilai-nilai kesusilaan serta agama. Penyebab kejahatan ini dikenal

dengan faktor lingkungan sekitar.

25
Yustisi Maharani Syahadat. 2019. Typical Behavior of Juvenile Delinquency in Senior High School
Student. Jurnal Kesehatan Mercusuar. Vol. 2 No. 2. Ilmu Kesehatan. Padang

26
B. 2 Faktor Penyebab Aborsi

Setelah memahami beberapa pengertian mengenai aborsi yang

dapat disimpulkan sebagai tindakan pengguguran janin yang dilakukan

sebelum waktu kelahiran dengan bantuan atau beberapa hal lainnya yang

mengakibatkan kandungan tersebut keguguran. Dalam proses keguguran,

ada beberapa sebab yang menjadi faktor janin dalam kandungan itu

keguguran, anatara lain:26

1. Kehamilah akibat diluar pranikah

Pergaulan bebas yang tanpa dibarengi dengan pengetahuan dan

pendidikan mengakibatkan perilaku remaja di indonesia terlewat bebas,

sehingga hal yang sering terjadi adalah kehamilan diluar nikah. Hal inipin

hanya sebagian dampak yang diakibatkan oleh pergaulan bebas, karena

kebanyakan anak muda indonesia hanya mengambil kebiasaan dari barat

tanpa menyaringnya. Kehamilan diluar ikatan pernikahan merupakan

sesuatu hal yang dipandang buruk bahkan aib bagi wanita itu sendiri

bahkan keluarganya. Tidak hanya itu, di Indonesia kehamilan diluar nikah

sedikit banyak akan berdampak pada rusaknya reputasi, sehingga wanita

tersebut akan mengalami tekanan psikis dan berpikir bahwa aborsi adalah

salah satu jalan terbaiknya.

2. Belum siap punya anak

Salah satu alasan pasangan suami istri melakukan tindakan aborsi

karena belum siap untuk memiliki seorang anak. Hal ini kerap terjadi
26
Paulinus Soge, Hukum Aborsi, Univ AtmaJaya, Yogyakarta, hlm. 136

27
akibat pernikahan yang terjadi oleh pasangan muda yang belum cukup

secara finansial. Sehingga mereka memiliki alasan kuat untuk tidak

memiliki anak karena mereka berpikir bertahan hidup yang dilakukan

berdua saja masih pas-pasan. Apabila keadaan mereka masih jauh dari kata

cukup dan benar-benar tidak siap untuk memiliki anak sedangkan sudah

terlanjur terdapat janin, maka menggugurkan kandungannya adalah jalan

pintas yang seringkali diambil.

3. Kehamilan akibat perkosaan

Kehamilan akibat pemerkosaan adalah tindakan yang jelas-jelas

kehamilan yang tidak ada satupun pihak menginginkannya. Si wanita

hanyalah korban dan pelaku hanya mencari pemuas nafsu. Sehingga

sedikit banyak perempuan korban pemerkosaan mengalami guncangan

trauma.

C. Penanggulangan Aborsi

C. 1 Penanggulangan Kejahatan kepada umumnya

Ada berbagai tindakan proaktif dan reaktif yang dapat dilakukan

untuk memastikan keselamatan individu, baik pelaku ataupun korban,

maupun di lingkungan sosial dan fisik, baik yang diambil sebelum atau

setelah krisis terjadi. Untuk mencegah kejahatan, ada tiga cara yang bisa

dilakukan: pre-emtif, preventif, dan represif.27

27
Cut Mahathir Firdaus, Penyidikan Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak,
http://repository.unmuha.ac.id:8080/xmlui/handle/123456789/118, diakses tanggal 23
September 2019

28
1. Pada awalnya, kepolisian akan memperhatikan apa yang terjadi untuk

menjaga keamanan masyarakat. Inilah yang disebut upaya pre-emtif

atau upaya awal. Sebagai bagian dari proses pre-emtif, salah satu

tugasnya adalah mengidentifikasi norma dan nilai yang benar sehingga

dapat diinternalisasikan oleh setiap individu. Selama masa pre-emtif,

aparat kepolisian bertindak sebagai penegak hukum, mencegah tidakan

aborsi dan penyebaran kematian janin dengan memberikan sosialisasi

kepada anak-anak remaja. Sebagai akibat dari situasi ini, pihak lain,

seperti tokoh agama, mungkin dapat bertindak sebagai tokoh

pembicara atau tokoh penanggulangan dalam situasi ini; misalnya,

pemuka agama dapat memberikan peringatan kepada masyarakat

tentang hukum dalam agamanya jika mereka melakukan tindakan

kejahatan, tentunya akan diterima oleh masyarakat apalagi ini

merupakan tindak yang dilarang dalam agama, agar orangtua atau

kerabat mereka dapat saling mengingatkan dan memberikan informasi

sehingga tindak kejahatan ini bisa kita hindari. Terlepas dari komitmen

pemerintah untuk memerangi kejahatan, satu-satunya hal yang dapat

dilakukan adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui

upaya sistematis untuk membangun fondasi yang kuat bagi masa

depan bangsa.

2. Upaya preventif merupakan upaya tindak lanjut dari upaya pre-emtif

yang telah dilakukan selama beberapa waktu sebelum insiden

kejahatan terjadi. Besar kemungkinan upaya ini akan digunakan untuk

29
mengurangi kesempatan yang dibutuhkan untuk melakukan tindak

kejahatan. Seperti dalam kriminologi, usaha-usaha memperbaiki

penjahat perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi

kejahatan ulang. Penting untuk mengenali dan bertindak berdasarkan

prinsip pencegahan terulangnya kejahatan kekerasan lebih baik

dibandingkan mendidik penjahat untyk menjadi lebih baik. Ada dua

metode utama yang digunakan dalam pencegahan kekerasan:

moralistik dan abolisionistik. Integrasi mental dan spiritual adalah

tujuan psikologi moral, dan itu dapat dicapai oleh para pemimpin

agama, orang bijak, dan lain-lain. Sedangkan pada metode

abolisionistik adalah metode untuk menentukan penyebab kejahatan

berdasarkan penelitian kriminologi dan menganalisis penyebab

kejahatan berdasarkan berbagai faktor. Juga perlu memadukan tiga

unsur: political will, social will, dan individual will, untuk

memaksimalkan kemampuan penanggulangan operasional.

3. Represif adalah upaya yang dilakukan pada saat telah terjadi kejahatan

yang tindakannya berupa penegakkan hukum dengan menjatuhkan

hukuman. Penanggulangan yang dilakukan adalah dengan cara

menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta

memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang

dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan

merugikan masyarakat. Upaya represif adalah upaya terakhir yang

30
harus dilakukan, karena upaya ini bersifat memberikan pelajaran

kepada pelaku kejahatan agar tak mengulangi perbuatannya.28

C.2 Penanggulangan Aborsi

Salah satu hal dalam hal menanggulangi masalah kejahatan

adalah kebijakan kriminal. Kebijakan kriminal atau politik kriminal adalah

sebagian daripada kebijakan sosial dalam hal menanggulangi masalah

kejahatan dalam masyarakat, baik dengan sarana penal atau non penal.

Upaya penanggulangan penal lebih menitikberatkan pada sifat represif

(sesudah kejahatan itu terjadi). Sedangkan sarana non penal lebih

menitikberatkan pada sifat preventif (sebelum kejahatan terjadi).29

1. Upaya Penal (penerapan hukum pidana)

Marc Ancel pernah menyatakan bahwa terdapat 3 komponen dari

pengetahuan kriminal pertama criminology, criminal law, dan penal

policy.30 Penal policy atau sebutan upaya penal adalah suatu ilmu

sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk

memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik.

Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik

pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan

kejahatan. Jadi, kebijakan atau politik hukum pidana merupakan bagian

daripada politik kriminal. Secara garis besar, jalur penal lebih

menitikberatkan pada sifat represif

(penindasan/pemberantasan/penumpasan). Dalam menanggulangi tindak


28
Cut Mahathir Firdaus, Op.cit.
29
Barda Nawawi Arief, Op.Cit, hlm. 40
30
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Kencana, Semarang, 2014, hlm. 23

31
pidana atau kejahatan diperlukan suatu usaha yang rasional, karena

karakteristik dari suatu politik kriminal yang rasional tidak lain daripada

penerapan metode yang rasional.

Pendekatan yang rasional memang merupakan pendekatan yang

seharusnya melekat pada setiap langkah kebijakan. Tidak sampai disitu

pendekatan kebijakan yang lain perlu dilihat juga ialah yang berkaitan

dengan nilai-nilai yang ingin dicapai atau dilindungi oleh hukum pidana.

Penanggulangan kejahatan sarana penal dilakukan melalui sistem

peradilan pidana, yaitu dengan menerapkan sanksi pidana sebagaimana

diatur dalam KUHP.31 Menurut Bassiouni, tujuan-tujuan yang ingin

dicapai oleh pidana pada umumnya terwujud dalam kepentingan-

kepentingan sosial yang mengandung nilai. Kepentingan-kepentingan

sosial menurut Bassiouni, ialah32 ;

1. Pemeliharaan tertib masyarakat

2. Perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian, atau

bahaya-bahaya yang tidak dapat dibenarkan, yang dilakukan oleh

orang lain

3. Memasyarakatkan kembali (resosialisasi) para pelanggar hukum

4. Memelihara atau mempertahankan integritas pandangan-pandangan

dasar tertentu mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan, dan

keadilan individu.

2. Upaya Non Penal

31
Kitab Undang-Udang Hukum Pidana
32
Barda Nawawi Arief. 2014. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Semarang. hlm. 53

32
Politik kriminal atau biasa kita sebut dengan kebijakan

penanggulangan kejahatan, menurut Gerardus Petrus Hoefnagels upaya

penanggulangan kejahatan dapat ditempuh dengan sebagai berikut33 ;

a. Penerapan hukum pidana,

b. Pencegahan tanpa pidana,

c. Memengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan

pemidanaan lewat media massa.

Jalur non penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif

(pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejaidan terjadi. Upaya

non penal yang paling strategis adalah segala upaya untuk menjadikan

masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat

baik secara materiil dan immateriil dari faktor-faktor kriminogen. Upaya

penanggulangan kejahatan melalui jalur non penal maka sasaran utamanya

adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

Fator-faktor kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau

kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat

menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Upaya-upaya non

penal dapat ditempuh dengan menyehatkan masyarakat melalui kebijakan

sosial dan dengan menggali berbagai potensi yang ada di dalam

masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya non penal itu digali dari berbagai

sumber lainnya yang juga memiliki potensi efek-preventif.34 Misalnya,

33
Legalite. 2017. Jurnal Perundang undangan dan Hukum Pidana Islam. Langsa Aceh. Jurnal
Ilmiah Hukum Legality. Vol. II No. 2. Fakultas Syariah. IAIN Langsa. hlm. 56
34
Ibid

33
media pers, pemanfaatan kemajuan teknologi, dan pemanfaatan potensi

efek-preventif dari aparat penegak hukum.

Adapula upaya-upaya yang bersifat preventif dan represif yang

dilakukan sebagai bentuk penanggulan aborsi antara lain35 ;

1. Memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap para remaja di

setiap sekolah menegah pertama yang bertujuan untuk mencegah

daripada tindakan itu terjadi.

2. Memberikan sanksi hukum yang tegas bagi para pelaku kejahatan

aborsi yang disengaja.

3. Melakukan penggrebekan atau razia dadakan terhadap apotek-

apotek yang menjual obat-obatan pengguguran kandungan dan

tempat atau klinik yang biasa melakukan praktek aborsi.

4. Penyitaan barang bukti hasil dan alat kejahatan aborsi.

D. Pengaturan Aborsi Menurut UU No. 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan

Aborsi dalam Kesehatan diatur pada Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 Pasal 75 ayat (1) mengatakan “Setiap orang dilarang

melakukan aborsi.” Sedangkan di Pasal 75 ayat (2) memberikan sedikit

kelonggaran yaitu adanya pengecualian yang mana bila ada terindikasi

kedaruratan medis dan kehamilan atas pemerkosaan maka aborsi dapat

dilakukan. Pasal-pasal tentang aborsi dalam KUHP ini tidak berlaku atas
35
Mulyati Pawennei, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Aborsi Di kota Makassar,
Makassar, 2017, hlm. 16

34
dasar Lex Specialis Derogat Lex Generalis,36 yang bermakna bahwa

ketentuan bersifat umum akan dilumpuhkan oleh ketentuan bersifat khusus

dimana dalam hal ini Undang-Undang kesehatan yang bersifat khusus

lebih diutamakan dibandingkan yang bersifat umum. Berbeda dengan

KUHP, UU Kesehatan memberikan pengecualian (legalisasi) terhadap

tindakan aborsi tertentu, yaitu aborsi yang dilakukan untuk

menyelamatkan nyawa ibu atau janinnya. Pasal UU No. 36 Tahun 2009

memuat syarat serta ketentuan dari pelaksanaan aborsi yakni;37

a. Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama

haid terakhir, kecuali dalam kedaruratan medis.

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan

kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh

Menteri.

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan.

d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh Menteri.

Dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah abortus ialah

menggugurkan kandungan, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi

(pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar

36
Marlisa Frisilia Saada, Loc.cit
37
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

35
kandungan.38 Istilah aborsi disebut juga abortus provokatus, sebuah

tindakan abortus yang dilakukan secara disengaja. Dilakukan dengan

maksud dan pertimbangan tertentu baik dengan memakai obat-obatan atau

alat. Aborsi provokatus terdiri atas ;39

A. Aborsi medicalis

Aborsi yang terjadi karena tindakan manusia dan dorongan medis.

Misalnya, bisa terjadi ketika seseorang yang sedang hamil dan juga sakit

selama beberapa waktu. Provokatus juga bisa digunakan saat keadaan

kritis dan tak ada jalan keluar selain kehilangan jenin demi

mempertahankan nyawa Ibu, sehingga staff dokter memberikan pilihan

untuk mengahiri kehamilan demi keselamatan Ibu. Seperti sakit jantung,

TBC, kanker rahim, kanker payudara, tekanan darah tinggi, dan penyakit

berbahaya lainnya yang dapat menyebabkan bahaya terhadap janin atau

bahkan Ibunya. Indikasi untuk menjalani terapi provokasi harus ditentukan

oleh setidaknya dua dokter spesialis, satu dari ahli kebidanan dan satu lagi

dari ahli penyakit dalam atau jantung.

B. Aborsi criminalis

Aborsi criminalis adalah tindakan aborsi yang dilakukan secara

sengaja. Aborsi dilakukan memang atas keinginan si wanita atau si Ibu

atau bahkan atas perintah orang lain tetapi tetap dengaan persetujuan si

38
Andika Surya, Moh. Loc.cit
39
Ibid. hlm 66

36
wanita yang sedang hamil. Banyak berbagai macam alasan yang dijadikan

dasar sebab mereka melakukan aborsi dengan sengaja, baik karena tidak

cukup kuat untuk menanggung malu karena hamil diluar ikatan pernikahan

atau bahkan mereka memang tidak menginginkannya. Tindakan aborsi ini

biasanya dilakukan untuk kepentingan si pelaku, baik itu wanita yang

menggugurkan kandungan, maupun orang yang melakukan aborsi, seperti

dokter.

37

Anda mungkin juga menyukai