Anda di halaman 1dari 20

I.

SKENARIO
Dokter B adalah dokter umum yang berpraktek dilingkungan lokalisasi. Prakteknya
selalu ramai dikunjungi oleh para pramuria, saat berpraktek Dokter B sering melakukan
tindakan aborsi dengan alas an kemanusiaan yaitu menolong masa depan para pramuria itu.
Hal ini berlangsung lama dan nama Dokter B semakin terkenal sehingga makin dicari oleh
pasangan yang hamil diluar pernikahan yang sah, untuk meminta tolong untuk di-aborsi.
Akibatnya Dokter B semakin kaya dari hasil prakteknya, dan menyekolahkan putra
kandungan masuk ke kedokteran, dengan tujuan dapat membantu prakteknya itu.
Suatu ketika Praktek Dokter B digrebek aparat kepolisian, dan saat itu ia dan
putranya yang berstatus mahasiswa kedokteran sedang melakukan tindakan aborsi.
Keduanya ditangkap dan meringkuk di hotel prodeo dengan tuduhan malpraktek. Saat
proses litigasi berjalan, Dokter B terkena stroke sehingga lumpuh setengah badan, dengan
alas an kemanusiaan maka Dokter B dijatuhi tahanan rumah, sedangkan putranya
dikenakan tahanan pernjara selama lima tahun dan berdampak dikeluarkan dari Fakultas
Kedokteran.
Setelah segalanya terjadi, kehidupan keluarga dokter B semakin miskin dan terlunta-
lunta, karena kehilangan sumber mata pencaharian dan harus mengeluarkan biaya berobat
yang mahal untuk pemulihan penyakit strokenya. Saat merenung ini Dokter B sadar bahwa
apa yang dahulu ia lakukan dengan dalih kemanusiaan adalah pelanggaran moral agama
terhadap Sang Pencipta, melanggar Etika dan Hukum Kedokteran yang harus dipatuhinya
sebagai seorang dokter. Apakah kejadian pilu yang menimpa Dokter B adalah Hukum
Karma?
II. KATA KUNCI
A. Tindakan aborsi
B. Praktik dokter B digerebek aparat kepolisian
C. Pelanggaran etika dan moral agama

III. PROBLEM
A. Apa penyebab dokter B melakukan tindakan aborsi ?
B. Apa penyebab dokter B digrebek oleh aparat kepolisian ?
C. Apa penyebab dokter B dipenjara selama 5 tahun ?
D. Apa penyebab anak dokter B dikeluarkan dari Fakultas Kedokteran ?
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tindakan Aborsi
1. Definisi Aborsi
Pengertian Aborsi Istilah aborsi dalam pengertian awam adalah pengguguran
kandungan, keluarnya hasil konsepsi atau pembuahan sebelum waktunya. Abortion
dalam kamus Inggris Indonesia diterjemahkan dengan pengguguran kandungan.
Dalam Blaks’s Law Dictionary, kata abortion yang diterjemahkan menjadi aborsi
dalam bahasa Indonesia mengandung arti: “The spontaneous or articially induced
expulsion of an embrio or featus. As used in illegal context refers to induced
abortion. Dengan demikian, menurut Blaks’s Law Dictionary, keguguran dengan
keluarnya embrio atau fetus tidak semata-mata karena terjadi secara alamiah, akan
tetapi juga disengaja atau terjadi karena adanya campur tangan (provokasi)
manusia.
Ensiklopedi Indonesia memberikan penjelasan bahwa abortus diartikan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum
janin mencapai berat 1.000 gram. Untuk lebih memperjelas maka berikut ini akan
penulis kemukakan defenisi para ahli tentang aborsi, yaitu:
a. Eastman: Aborsi adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus
belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila
fetus itu beratnya terletak antara 400 – 1000 gr atau kehamilan kurang dari 28
minggu;
b. Jeffcoat: Aborsi yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28 minggu,
yaitu fetus belum viable by llaous;
c. Holmer: Aborsi yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana
plasentasi belum selesai.
2. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai
obatobatan maupun alat-alat. Aborsi provocatus merupakan istilah lain yang secara
resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu proses
pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute For Social,
Studies anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi didefenisikan
sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah
dibuahi rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu.” Di Indonesia
belum ada batasan resmi mengenai pengguguran kandungan (aborsi). ”aborsi
didefenisikan sebagai terjadinya keguguran janin; melakukan aborsi sebagai
melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tidak mengiginkan bakal bayi
yang dikandung itu)”
Aborsi yang dilakukan secara sengaja (abortus provocatus) ini terbagi
menjadi dua:
a. Abortus provocatus medicinalis Adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter atas
dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil akan
membahayakan jiwa ibu.
Abortus provokatus medisinalis/artificialis/therapeuticus adalah aborsi yang
dilakukan dengan disertai indikasi medis. Di Indonesia yang dimaksud dengan
indikasi medis adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Adapun syarat-syarat
yang ditentukan sebagai indikasi medis adalah :
1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi)
3) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
4) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5) Prosedur tidak dirahasiakan.
6) Dokumen medik harus lengkap.
b. Abortus provocatus criminalis Adalah aborsi yang terjadi oleh karena tindakan-
tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, sebagai contoh
aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin sebagai akibat hubungan
seksual di luar perkawinan. Secara umum pengertian abortus provokatus
kriminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat
hidup sendiri di luar kandungan. Pada umumnya janin yang keluar itu sudah tidak
bernyawa lagi. Sedangkan secara yuridis abortus provokatus kriminalis adalah
setiap penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa
memperhitungkan umur bayi dalam kandungan dan janin dilahirkan dalam
keadaan mati atau hidup.
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Aborsi
Abortus provocatus berkembang sangat pesat dalam masyarakat Indonesia,
hal ini disebabkan banyaknya factor yang memaksa pelaku dalam masyarakat untuk
melakukan hal tersebut. Pelaku merasa tidak mempunyai pilihan lain yang lebih
baik selain melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan moral yaitu
melakukan aborsi. Berikut ini disebutkan beberapa faktor yang mendorong pelaku
dalam melakukan tindakan abortus provocatus, yaitu:
a. Kehamilan sebagai akibat hubungan kehamilan di luar perkawinan
b. Alasan-alasan sosio ekonomis
c. Alasan belum mampu punya anak.
d. Kehamilan akibat perkosaan

B. Etika Kedokteran
1. Definisi
Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Menurut Ahmad Amin, “etika adalah ilmu
pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh
manusia dalam perbuatan mereka, dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa
yang seharusnya diperbuat oleh manusia."
Menurut Soegarda Poerbakawatja, “etika adalah filsafat nilai, pengetahuan
tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam
hidup manusia semuanya, terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang
merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya bentuk
perbuatan”. Menurut Martin [1993], etika didefinisikan sebagai "the discipline
which can act as the performance index or reference for our control system".
Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standard yang
akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang
pembahasan Etika, sebagai berikut:
a. Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari
untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau
tindakanmanusia.
b. Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan
kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human
nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku
atau perbuatan manusia.

Secara teoritis, etika mempunyai pengertian sebagai berikut

a. Secara etimologis, etika berasal dari kata Yunani ethos (jamaknya : ta etha),


yang berarti “adat-istiadat” atau “kebiasaan”. Dalam ari ini, etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri
seseorang atau masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain.
b. Etika dipahami dalam pengertian yang berbeda dengan moralitas sehingga
mempunyai pengertian yang jauh lebih luas. Dalam pengertian ini, etika
dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak dalam situasi konkret, situasi khusus tertentu. Etika adalah filsafat
moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar
dan salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam situasi
konkret. Etika merupakan bagian filsafat, sebagai ilmu etika mencari
kebenaran dan sebagai filsafat etika mencari keterangan yang sedalam-
dalamnya. Etika berkaitan dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh manusia
beserta pembenarannya serta hukum-hukum yang mengatur tingkah laku
manusia (Gering supriadi, 1998:24).
2. Kode Etik Kedokteran Indonesia
Kode etik Kedokteran adalah suatu landaskan atas norma-norma etik dalam
praktik seorang dokter yang mengatur hubungan manusia umumnya dan dimiliki
azas-azasnya dalam falsafah masyarakat yang diterima dan dikembangkan
terus.Khusus di Indonesia- azas itu adalah Pancasila sebagai landasan idiil dan
UndangUndang Dasar 1945 sebagai landasan struktural.
Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran
ilmu kedokteran, para dokter Indonesia, baik yang bergabung secara fungsional
terikat dalam Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat dalam
organisasi di bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan dan
kedokteran, dengan rakhmat Tuhan Yang Maha Esa, telah merumuskan Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Praktik kedokteran dalam pengertian luas pada hakikatnya adalah perwujudan
idealisme dan spirit pengabdian seorang dokter, sebagaimana yang diikrarkan
dalam Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Dalam
perkembangannya kemudian, seluruh aspek kehidupan di dunia ini mengalami
perubahan paradigma secara bermakna, termasuk dalam profesi kedokteran, dengan
akibat terjadi pula perubahan orientasi dan motivasi pengabdian tersebut pada diri
sebagian dokter.Sebagai dampak perubahan yang semakin global, individualistik,
materialistik, dan hedonistik tersebut, maka perilaku dan sikap tindak profesional di
sebagian kalangan dokter juga berubah.
Masyarakat kemudian juga semakin memandang negatif profesi kedokteran
karena melihat dan menyaksikan maraknya praktik-praktik kedokteran yang
semakin jauh dari nilai-nilai luhur Sumpah Dokter dan KODEKI.Masyarakat atau
pasien merasa perlu "melindungi diri" terhadap perilaku hedonistik dan unethical
para dokter itu.
Kode etik kedoktran Indonesia pertama kali disusun tahun 1969 dalam
Musyawarah Kerja Susila Kedokteran yang dilaksanakan di Jakarta.Bahan rujukan
yang digunakan adalah Kode Etik Kedokteran Internasional yang telah
disempurnakan pada tahun 1968 melalui Muktamar ke-22 Ikatan Dokter Sedunia.
Seperti halnya dengan Kode Etik Internasional yang mengalami berbagai
panyempurnaan, Kode Etik Kedokteran Indonesia pun mengalami perubahan-
perubahan, yaitu melalui Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran ke-2 yang
dilaksanakan di Jakarta, untuk kemudian pada tahun 1983 dinyatakan berlaku bagi
semua dokter di Indonesia melalui surat keputusan No.434/MENKES/SK/X/1983
tanggal 28 Oktober 1983. Pada Musyawarah Kerja Nasional IDI XIII, 1993, Kode
Etik Kedokteran Indonesia itu telah diubah menjadi 20 pasal.
Sebagai pedoman dalam perilaku, Kode Etik Kedokteran Indonesia
mengandung beberapa ketentuan yang semuanyan tertuang dalam kedua puluh
pasalnya. Secara umum pasal-pasal tersebut dapat dibedakan atas lima bagian, yaitu
a. Kewajiban umum seorang dokter
b. Kewajiban dokter terhadap penderita
c. Kewajiban dokter terhadap teman sejawat
d. Kewajiban dokter terhadap diri sendiri

3. Fungsi dari Kode etik kedokteran ini adalah :


a. Memberikan perlindungan kepada pasien
b. Meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi
c. Memberikan kepastian hokum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

4. Tujuan kode etik kedoteran :


a. Agar seorang dokter dapat menaati dan mengamalkan petunjuk-petunjuk yang
tertera dalam kode etik kedokteran
b. Agar seorang dokter dan dokter gigi dapat bekerja dengan sepenuh hati dalam
memberikan pelayanan kesehatan
c. Menjungjung tinggi norma luhur dalam menjalankan pekerjaan maupun
kehidupan pribadinya
d. Agar tidak melakukan perbuatan yang menyimpang dengan etik dan moral
e. Agar tidak memberikan keterangan palsu tentang pasien
5. Prinsip Etika Kedokteran
Prinsip adlah berpihak pada pasien, artinya dalam mengambil tindakan
seorang dokter harus mempertimbangkan manfaat dan resiko yang sekecil
mungkin, termasuk resiko biaya.
Prinsip etika Kedokteran tersebut meliputi :
a. Autonomy, yaitu prinsip moral dokter untuk selalu menghargai dan
menghormati hak otonomi pasien, terutama dalam hal hak untuk
memperoleh informasi yang jujur dan benar serta hak untuk melakukan
apa-apa yang boleh dilakukan terhadap dirinya.
b. Beneficience, yaitu melakukan tindakan untuk kebaikan pasien
c. Non-Malefience, yaitu prinsip moral yang selalu berorientasi kepada
kebaikan pasien dan tidak melakukan tindakan yang memperburuk
keadaan pasien.
d. Justice, yaitu sikap keadilan dan tidak diskriminatif
e. Altruisme, yaitu pengabdian profesi dokter sebagai profesi seumur hidup
dan aplikasinya untuk masyarakat.

6. Pelanggaran Etika Kedokteran


a. Pelanggaran Etika Murni
1) Menarik Imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga
sejawat dokter dan dokter gigi.
2) Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh pertimbangan keuntungan pribadi. Seorang dokter dapat menerima
imbalan jasanya, jika diberikan dengan keikhlasan, sepengetahuan atau
atas kehendak penderita.
3) Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya. Seorang dokter yang
baik tidak menyalahkan sejawatnya di depan pasiennya (walaupun itu
benar), tetapi secara bijaksana membahas kasusnya dengan sejawatnya dan
sebaliknya mengembalikan pasien sejawatnya yang pertama kali
dikunjungi pasien tersebut.
4) Memuji diri sendiri di depan pasien. Pada dasanrnya dokter sama sekali
tidak boleh melibatkan diri dalam berbagai kegiatan promosi, karena
promosi tersebut terkait dengan kepentingan-kepentingan yang sering kali
bertentangan atau tidak menunjang tugas mulia seorang dokter. Perbuatan
dokter sebagai pemeran langsung atau iklan promosi komoditi yang dimuat
media masa atau elektronik merupakan perbuatan tercela, karena tidak
dapat disingkirkan penafsiran adanya suatu niat lain untuk memuji diri
sendiri. Walaupun hal itu dilakuakn dalam wahana ilmiah kedokteran,
dianggap juga sebagai perbuatan tercela, apalagi jika tidak berlandaskan
pengetahuan kedokteran tertinggi dalam bidangnya, sehingga tidak
diyakini sebagai produk yang layak diberikan kepada pasien, sehingga
untuk dirinya sendiri maupun kepada sanak keluarganya bila mengalami
hal yang sama.
5) Tidak pernah mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan.
6) Dokter mengabaikan kesehatan dirinya.
b. Pelanggaran Etikolegal
1) Pelayanan kedokteran di bawah standard
2) Menerbitkan surat keterangan palsu
3) Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan kedokteran
4) Abortus Provokatus
5) Pelecehan seksual
c. Kasus Malprakter
1) Tolak ukur praktek kedokteran dianggap criminal jika :
2) Bertentangan dengan hokum
3) Akibatnya dapat dibayangkan
4) Akibatnya dapat dihindarkan
5) Perbuatannya dapat dipersalahkan
7. Prosedur penanganan pelanggaran etika kedokteran
Pada tahun 1985 Rapat Kerja antara P3EK, MKEK dan MKEKG telah
menghasilkan pedoman kerja yang menyangkut para dokter antara lain sebagai
berikut :
a. Pada prinsipnya semua masalah yang menyangkut pelanggaran etik diteruskan
lebih dahulu kepada MKEK.
b. Masalah etik murni diselesaikan oleh MKEK.
c. Masalah yang tidak murni serta masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh
MKEK dirujuk ke P3EK propinsi.
d. Dalam sidang MKEK dan P3EK untuk pengambilan keputusan, Badan
Pembela Anggota IDI dapat mengikuti persidangan jika dikehendaki oleh yang
bersangkutan (tanpa hak untuk mengambil keputusan).
e. Masalah yang menyangkit profesi dokter atau dokter gigi akan ditangani
bersama oleh MKEK dan MKEKG terlebih dahulu sebelum diteruskan ke
P3EK apabila diperlukan.
f. Untuk kepentingan pencatatan, tiap kasus pelanggaran etik kedokteran serta
penyelesaiannya oleh MKEK dilaporkan ke P3EK Propinsi.
g. Kasus-kasus pelanggaran etikolegal, yang tidak dapat diselesaikan oleh P3EK
Propinsi, diteruskan ke P3EK Pusat.
h. Kasus-kasus yang sudah jelas melanggar peraturan perundang-undangan dapat
dilaporkan langsung kepada pihak yang berwenang. Pedoman penilaian kasus-
kasus pelanggaran etik kedokteran

C. Hukum Kedokteran
Hukum Kedokteran adalah subsistem dari Ilmu Hukum (Bandingkan dengan ilmu Kedokteran
Forensik yang merupakan subsistem dari Ilmu Kedokteran)Dokter harus mengenal dan memahami
Hukum Kedokteran, karena dengan demikiania dapat :
a. Mengetahui rambu-rambu hukum dalam melakukan praktek profesi dokter agar tidak gegabah
dilanggar
b. Siap menyiapkan pembelaan/upaya hukum bila dituntut pasien atau pihaklain
c. Tahu menggunakan haknya dalam upaya hukum bila berperkara yangmenyangkut profesinya.
Seorang Dokter jangan jadi bulan-bulanan oknum hukum karena tidak tahu hukum, Jangan
menghindari hukum, tetapi juga tidak perlu menjadi ahli hukum. Hukum Kedokteran sangat luas
meliputi KUHPidana, KUHPerdata, UU No 36/2009,UU lain yang berkaitan dengan Kedokteran
dan Kesehatan (Kefarmasian, Alkes,Bahan, dll), PP terkait, Ketentuan/Keputusan Menkes /Dirjen
/Badan POM, dll.
Menurut Pasal 347 KUHP: (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama duabelas tahun. Sanksi : Seseorang yang dengan sengaja
melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut,
diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara
15 tahun penjara
Hukum Kedokteran Berdasarkan hukum, dokter P melanggar UU No. 29 tahun
2004 tentang praktik kedokteran :
Pasal 45
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap. Berdasarkan hukum, jika dokter P
melanggar UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran
Pasal 45
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup
1) diagnosis dan tata cara tindakan medis
2) tujuan tindakan medis yang dilakukan
3) alternatif tindakan lain dan risikonya
4) risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
5) prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
Pasal 52 Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik
kedokteran,mempunyai hak:
1) mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3)
2) meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain
3) mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis
4) menolak tindakan medis
5) mendapatkan isi rekam medis.
Kesimpulan Dokter P tidak melakukan informed consent dan melakukan
prosedur yang tidak tepat. Kemudian setelah ditelusuri menurut etika, hukum, dan
disiplin kedokteran, dapat disimpulkan bahwa dokter P telah melanggar ketiga
aspek tersebut, yang sanksinya dapat diberikan sesuai dengan aturan yang telah
dicantumkan dalam peraturan- peraturan yang berhubungan dengan etika, hukum,
dan disiplin kedokteran.
V. PEMBAHASAN
A. Analisis
Permasalahan dalam kasus ini ialah tindakan Dokter B yang menyalahi kode etik
kedokteran dan hukum kedokteran yaitu :
1. Dokter B melakukan tindakan aborsi. Tindakan seperti ini bisa menimbulkan
akibat yang sangat fatal bagi pasien dan bahkan Dokter B. Kasus ini merupakan
salah satu contoh bentuk penyalahgunaan wewenang dari Dokter B yang
melakukan tindakan aborsi.
2. Tindakan aborsi atau malpraktik yang dilakukan oleh dokter B termasuk tindakan
yang melanggar hukum sehingga mengakibatkan dokter B digerebek oleh aparat
kepolisian
3. Atas tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan, Dokter B mendapat hukuman
penjara selama 5 tahun, untuk menebus dan merenungi kesalahan yang telah
dilakukan
4. Anak dari Dokter B pun akhirnya dikeluarkan dari Fakultas Kedokteran
tempatnya menempuh ilmu karena telah membantu sang ayauh melakukan
tindakan aborsi.

Tindakan malpraktik yang dilakukan oleh dokter B adalah merupakan akibat dari
kurangnya pemahaman dokter B tentang etika dan hukum kedokteran serta dampak
yang ditimbulkan dari tindakan aborsi yang dilakukan. Pekerjaan profesi bagi setiap
kalangan terutama dokter harus sangat berhati-hati untuk mengambil tindakan dan
keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena sebagaimana yang telah
diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap tindakan
kesengajaan saja. Tetapi juga akibat kelalaian dalam menggunakan keahlian, sehingga
mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain

B. Pembahasan
Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat
luas, yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu. Aspek etik seringkali tidak
dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena banyaknya norma etik yang telah
diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma hukum yang mengandung
nilai-nilai etika.
Selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar profesi adalah bagian
dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran standar profesi
dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran hukum.
Praktek kedokteran berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-
prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan
dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan
medis dilihat dari segi moral. Akan tetapi banyak sekali kelalaian dalam standar
profesional yang berlaku umum atau sebuah proses dimana terjadi kesalahan dalam
prosedur dalam penanganan seorang pasien yang dilakukan dokter, kesalahan ini dapat
berupa kesalahan diagnosa, kesalahan pemberian terapi, maupun kesalahan dalam hal
penanganan pasien dokter, serta pelanggaran atas tugas yang menyebabkan seseorang
menderita kerugian, akan tetapi bukan hanya dirugikan secara materil, namun yang
lebih utama adalah kerugian pada kejiwaan dan mental pasien serta keluarganya. Hal
ini dilakukan oleh seorang profesional ataupun bawahannya, agen atas nama klien atau
pasien yang menyebabkan kerugian bagi klien atau pasien. Hal seperti ini kita sebut
sebagai Malpraktik.
Aborsi adalah salah satu contoh dari pelanggaran sumpah dan kode etik
kedokteran di Indonesia, banyak Negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti
Indonesia, karena aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu
tidak menghendaki kehamilan itu. Saat ini aborsi masih merupakan masalah
kontroversial di masyarakat Indonesia. Namun terlepas dari kontorversi tersebut,
aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan
dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama
kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.
Adapun para penyebab dari kejadian aborsi ini antara lain adalah:
1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak
mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak
memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah
melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang
dikandungnya cacat secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang
hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan
korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan
oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah
tangganya.
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih
belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya
terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata
berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia
yang mengancam nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’,
pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan
yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang
terlanjur hamil.

Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena alasan tersebut,


namun karena adanya larangan baik hukum maupun atas nama agama. Ada 3
aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu :

1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum


Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah
tindakan melanggar hukum.  Sampai saat ini masih diterapkan.
2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan
dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).

Aborsi itu sudah jelas-jelas tidak dizinkan oleh etika kedokteran, kecuali atas
indikasi medis seperti gangguan mental, perkosaan, bayi cacat/kelainan bawaan,
sosial. Akan tetapi banyak dokter yang melakukan praktek aborsi secara illegal.
Terlepas dari sikap pro dan kontra, aborsi memang telah menjadi suatu komoditas
industri yang menggiurkan untuk meraup uang dengan mudah, dan kebanyakan
inilah yang difikirkan oleh dokter tanpa mempermasalahkan keselamatan pasien.
Padahal telah kita ketahui bahwa tindakan aborsi ini sangat bertentangan dengan
sumpah dokter sebagai pihak yang selalu menjadi pelaku utama (selain para
tenaga kesehatan baik formal maupun non-formal lainnya) dalam hal tindakan
aborsi ini. Pengguguran atau aborsi dianggap suatu pelanggaran pidana.
IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kode etik adalah tata cara atau pedoman untuk berperilaku. Didalam berprofesi
kita harus memiliki kode etik sesuai profesi yang kita geluti dengan nilai-nilai
professional. Kode etik kedokteran yang sewajarnya berlandaskan etik dan norma-
norma yang mengatur hubungan antar manusia, yang asas-asasnya terdapat dalam
falsafah Pancasila dan undang-undang kedokteran. Pelanggaran yang dokter dalam
praktek bisa disebut pelanggaran kode etik kedokteran. Karena praktek kedokteran
berpegang kepada prinsip-prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang
dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-
buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi
moral.
Aborsi adalah salah satu pelanggaran kode etik Indonesia, karena telah tertera
dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 yang menjelaskan tentang hukuman pelaku
aborsi dan pelayanannya. Dokter yang melayani pelayanan aborsi tanpa keputusan atau
tindakan medis ini wajib dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Setiap Negara memiliki aturan-aturan serta budaya-budaya yang berbeda, banyak
dari negara maju yang melegalkan pelayanan aborsi ini. Seperti Negara Inggris,
Amerika dan Australia. Aborsi pada negara tersebut bukan hal yang asing, karena ini
sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan penduduknya, bahkan dengan mudahnya kita
dapat menemukan tempat-tempat pelayanan jasa aborsi. Walaupun aktifitas aborsi telah
dilegalkan oleh pemerintahnya, bukan berarti setiap warga negaranya bebas melakukan
aborsi. Ada peraturan yang mengatur tentang itu semua, seperti yang telah dijelaskan
pada halaman sebelumnya.
Namun dipandang dari sudut manapun aborsi tidak dibenarkan. Baik dari bidang
sosial, sejarah dan agama. Aborsi tetap dosa karena aborsi adalah pembunuhan secara
keji terhadap ciptaan Tuhan.
B. Saran
Pada dasarnya kode etik dan hukum kedokteran memiliki fungsi ganda yaitu
sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Karena dengan memiliki kode
etik dan hukum sesuai dengan profesi yang kita geluti maka kenyamananpun akan
tercipta. Jika dikaitkan dengan kode etik kedokteran maka akan terciptanya keamanan
dalan kenyamanan dalam pelayanan kesehatan. Dan dipastikan tidak adanya
pelanggaran-pelanggaran kode etik kedokteran yang akan merugikan orang sekitar dan
diri.
DAFTAR PUSTAKA

Adji, Oemar Seno, Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana


Dokter : Profesi Dokter, Jakarta : Erlangga, 1991
Gufron, Agus (ed), Tanggungjawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Jilid II,
Jakarta : Prestasi Pustaka, Cet. ke-1, 2006
Chazawi, Adami, Malpraktek Kedokteran, Malang: Bayumedia, 2007
Endang Kusumah Astuti, 2003, Hubungan Hukum Antara Dokter Dan Pasien
Dalam Upaya Pelayanan Medis, Semarang, hal 3
Willa Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Bandung : Mandar Maju

Anda mungkin juga menyukai