Oleh :
Kelompok II
Ketua : Munadia
Anggota : Ahsana Nadya
Fajri
Ira Rizqana
Leny Marlina
Maya Syafitri
Nurhayati
Rita Mahyuni
Samsidar
Dosen Pembimbing :
Dr. Ns. Marlina, M. Kep, Sp. MB
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial diatur oleh nilai-nilai yang
memagari setiap tindakan dan perilaku manusia. Bidang keperawatan yang
bersinggungan langsung dengan manusia juga sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai,
keyakinan dan filosofi dalam menentukan keputusan etik. Dalam dunia keperawatan
sering terjadi dilema etik yang menantang perawat untuk bisa mengambil keputusan
diantara beberapa alternatif dengan mempertimbangkan aspek medis, aspek agama,
aspek sosial budaya dan aspek hukum.
Dilema etik dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema etik menjadi
hal yang sangat sulit untuk diselesaikan karena memerlukan keputusan yang tepat
diantara beberapa prinsip etis. Penetapan satu keputusan dari beberapa alternatif
menjadi sangat rumit karena pilihan alternatif biasanya sama-sama memiliki sisi
keburukan dan kebaikan. di dunia keperawatan sering dihadapkan dengan masalah
dilema etik, misalnya kasus abortus.
Abortus atau yang lebih populer dengan istilah pengguguran kandungan,
merupakan suatu kejadian yang tidak dapat dipungkiri dan menjadi topik pembahasan
yang menarik serta dilema yang telah menjadi fenomena sosial. Abortus secara umum
dapat diartikan sebagai penghentian kehamilan secara spontan. Pihak yang pro
mengatakan bahwa aborsi adalah mengakhiri atau menghentikan kehamilan yang
tidak diinginkan, sedangkan pihak antiaborsi cenderung mengartikan aborsi sebagai
membunuh manusia yang tidak bersalah.
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, abortus atau pengguguran
janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus
Criminalis”. Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam
kalangan kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri
kehidupan kandungan dalam Rahim seorang perempuan hamil. Karena itu abortus
provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, dimana kandungan seorang
perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu dibedakan antara "abortus yang
disengaja” dan "abortus spontan”.
B. Tujuan Penulisan
1. Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa memahami
tentang abortus
2. Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian abortus
b. Untuk mengetahui jenis-jenis abortus
c. Untuk mengetahui dilema etik tentang abortus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Aborsi
Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan
mencapai usia 20 minggu atau berat bayi kurang dari 500 gr (Fauziyah & Triwibiwo,
2013). Aborsi sebagai keluarnya atau dikeluarkannya hasil konsepsi dari kandungan
seorang ibu sebelum waktunya (Notoatmodjo, 2010).
B. Jenis-Jenis Aborsi
Menurut Fauziyah & Triwibiwo (2013) terdapat beberapa jenis aborsi sebagai berikut.
1. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah setiap kehamilan yang berakhir secara spontan
sebelum janin dapat bertahan. Abortus Spontaneous, adalah aborsi yang terjadi
dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-mata
disebabkan oleh faktor alamiah. Abortus spontan dikategorikan sesuai dengan
pengeluran janin. Berikut ini, klasifikasi abortus spontan yaitu:
a. Abortus Imminens
Terjadinya pendarahan uterus pada kehamilan sebelum usia kehamilan
20 minggu, janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks.
b. Abortus Insipiens
Peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum usia kehamilan
20 minggu dengan adanya dilatasi serviks.
c. Abortus Inkompletus
Adalah pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkompletus
atau dengan kata lain keguguran bersisa artinya hanya ada sebagian dari hasil
konsepsi yang dikeluarkan tertinggal adalah plasenta.
d. Abortus kompletus atau keguguran lengkap
Seluruh hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rongga rahim kosong.
Pada abortus kompletus ditemukan pendarahan sedikit, uterus sudah mengecil
dan tidak memerlukan pengobatan khusus.
e. Missed abortion
Adalah kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari
20 hari dan tidak dapat dihindari. Missed abortion, keadaan di mana janin
sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua
bulan atau lebih.
f. Abortus habitualis atau keguguran berulang
Keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali
atau lebih.
g. Abortus infeksious atau abortus septic
Adalah Abortus yang disertai infeksi genital.
2. Abortus Provokatus
Abortus provokatus adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai obat-
obatan maupun alat-alat. Abortus provokatus merupakan istilah lain yang secara
resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Abortus provokatus
merupakan suatu proses pengakihran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan
untuk bertumbuh. Abortus provokatus terbagi menjadi dua jenis yaitu abortus
provokatus medicinalis dan abortus provokatus kriminalis.
a. Abortus Provokatus Medicinalis
Abortus provokatus medicinalis, adalah abortus yang dilakukan oleh
dokter atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan aborsi tidak diambil
akan membahayakan nyawa ibu.
b. Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus provokatus kriminalis adalah aborsi yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis,
sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam rangka melenyapkan janin akibat
hubungan seksual di luar perkawinan. Secara umum abortus provokatus
kriminalis adalah suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat
hidup sendiri di luar kandungan. Pada umumnya janin yang keluar itu sudah
tidak bernyawa lagi. Sedangkan secara yuridis abortus provokatus kriminalis
adalah setiap penghentian kehamilan sebelum hasil konsepsi dilahirkan, tanpa
memperhitungkan umur bayi dalam kandungan dan janin dilahirkan dalam
keadaan mati atau hidup.
c. Aborsi Eugenetik
Aborsi eugenetik adalah penghentian kehamilan untuk menghindari
kelahiran bayi cacat atau bayi yang mempunyai penyakit genetis. Eugenisme
adalah ideologi yang diterapkan untuk mendapatkan keturunan hanya unggul
atau baik saja. Kalau kriteria eugenetik ini diterapkan pada binatang dan
tumbuh-tumbuhan, maka tidak ada masalah etikanya. Akan tetapi kalau
kriteria ini diterapkan pada manusia, maka ini akan menjadi masalah yang
besar, sebab dengan tindakan itu berarti orang-orang sakit atau jompo tidak
berhak untuk hidup di dunia dan harus dimusnahkan.
3. Aborsi Langsung dan Aborsi Tak Langsung
a. Aborsi langsung
Aborsi langsung adalah tindakan (intervensi medis) yang tujuannya
secara langsung ingin membunuh janin yang ada di dalam rahim sang ibu
b. Aborsi tak langsung
Aborsi tak langsung adalah suatu tindakan (intervensi medis) yang
mengakibatkan aborsi, meskipun aborsi sendiri tidak dimaksudkan dan bukan
menjadi tujuan dalam tindakan itu. Misalnya : seorang ibu yang hamil dan
ketahuan mempunyai penyakit kanker rahim ganas dalam kondisi
menghawatirkan. Oleh karena janin ada dalam rahim yang diangkat, maka
janin tersebut ikut terangkat dan ikut mati.
c. Selektif Abortion
Selektif abortion adalah penghentian kehamilan, karena janin yang
dikandung tidak memenuhi kriteria yang diinginkan. Misalkan, ada orang tua
yang menghendaki anak perempuan, maka begitu ketahuan anak yang di
dalam kandungannya itu laki-laki, maka kandungannya digugurkan.
Dalam berbagai literatur fikih terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh tidaknya
seseorang melakukan aborsi yang secara etimologi aborsi berasal dari bahasa Inggris,
yaitu abortion dan dari bahasa Latin, yaitu abortus, yang artinya pengguguran
kandungan sebagaimana diterangkan M. Ali Hasan dalam buku Masail Fiqhiyah
pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam (hal. 44).
Sementara itu, aborsi dalam bahasa Arab diartikan al-ijhad, yang merupakan
bentuk masdar dari kata ajhada, yang artinya lahirnya janin karena dipaksa atau lahir
dengan sendirinya sebelum tiba saatnya sebagaimana dijelaskan Mahjuddin dalam
buku Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa
Kini (hal. 76).
Secara terminologi, mengutip Yurnalis Uddin, et.al dalam buku Reinterpretasi
Hukum Islam tentang Aborsi (hal. 131), ahli fikih memberikan definisi aborsi dengan
redaksi berbeda, namun bermuara pada substansi yang sama.
Ibrahim al-Nakhaˋi mengatakan bahwa aborsi adalah pengguguran janin dari rahim
ibu hamil, baik sudah berbentuk sempurna atau belum. Senada dengan al-Nakhaˋi
adalah definisi Abdullah bin Ahmad yang menyatakan bahwa aborsi adalah merusak
makhluk yang ada dalam rahim perempuan.
Demikian pula, menurut Abdul Qadir Audah, aborsi adalah pengguguran kandungan
dan perampasan hak hidup janin atau perbuatan yang dapat memisahkan antara janin
dengan ibunya. Sedangkan bagi al-Gazali, aborsi adalah pelenyapan nyawa janin atau
merusak sesuatu yang sudah terkonsepsi (mawjud al-hasil).
Definisi aborsi lebih detail terurai dalam tulisan Khoiruddin Nasution dalam artikel
jurnal Musawa: Jurnal Studi Gender dan Islam berjudul Pandangan Islam tentang
Aborsi, dengan mengutip Grolier Family Encyclopedia (hal. 114):
“...is the termination of a pregnancy by loss or destruction of the fetus before birth.
An abortion may be spontaneous or induced. The latter is an act with ethical and
legal ramifications”.
Perbedaan tersebut dapat disimpulkan sebagaimana diterangkan Istibsjaroh dalam
buku Menimbang Hukum Pornografi, Pornoaksi, dan Aborsi dalam Perspektif
Islam (hal. 64 – 65):
a. Diperbolehkan aborsi sebelum usia janin 120 hari. Pendapat ini dikemukakan
oleh sebagian besar ulama Hanafiyyah dan sebagian kecil ulama Syafi’iyyah.
b. Diperbolehkan aborsi sebelum usia janin 40 - 45 hari (tahalluk). Pendapat ini
dinyatakan oleh sebagian besar fuqaha’ Syafi’iyyah, sebagian
besar fuqaha Hanabilah, dan sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah sebagaimana
diterangkan Yurnalis Uddin, et.al dalam buku yang sama (hal. 86).
c. Aborsi hukumnya makruh tahrim, baik sebelum maupun sesudah 40 hari.
Pendapat ini dikemukakan sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah.
d. Aborsi hukumnya haram secara mutlak. Pendapat ini dinyatakan oleh sebagian
besar fuqaha’ Malikiyyah, Imam al-Gazali, Ibn al-Jawzi, dan Ibn Hazm al-
Zahiri. Pelakunya dapat dikenai sanksi yang disesuaikan dengan akibat yang
ditimbulkannya.
Majelis Ulama Indonesia (“MUI”) pada tahun 2005 mengeluarkan Fatwa Majelis
Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 tentang Aborsi (“Fatwa MUI 4/2005”). Fatwa
ini dikeluarkan atas pertimbangan bahwa dewasa ini semakin banyak terjadi tindakan
aborsi yang dilakukan oleh masyarakat tanpa memperhatikan tuntunan agama.
Selain itu, aborsi juga banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki
kompetensi di bidangnya, sehingga banyak masyarakat yang mempertanyakan
hukumnya, apakah haram secara mutlak ataukah boleh dalam kondisi-kondisi
tertentu.
Dengan mendasarkan pada al-Qur’an, hadis, kaidah fikih, dan pendapat para ulama
klasik, maka MUI menyatakan:
1) Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding
rahim ibu (nidasi).
2) Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun
hajat.
a. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan
aborsi adalah:
- Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium
lanjut, TBC dengan cavern dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya
yang harus ditetapkan oleh tim dokter.
- Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
b. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan
aborsi adalah:
- Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau
lahir kelak sulit disembuhkan.
- Kehamilan akibat pemerkosaan yang ditetapkan oleh tim yang
berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain keluarga korban,
dokter dan ulama.
c. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum
janin berusia 40 hari.
3) Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Berangkat dari Fatwa MUI di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
MUI sepakat dengan ulama klasik maupun kontemporer, bahwa aborsi qabla nafkh
al-ruh diharamkan dan MUI sangat ketat, sebagaimana pendapatnya al-Gazali, bahwa
aborsi qabla nafkh al-ruh dilarang sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding
rahim ibu (nidasi).
Meskipun demikian, MUI memberikan pengecualian aborsi jika ada indikasi yang
bersifat darurat maupun hajat.
Pengecualian ini dibatasi sampai janin berusia 40 hari, tentu ini sama dengan
pendapat yang dinyatakan oleh sebagian besar fuqaha’ Syafiˋiyyah, sebagian
besar fuqaha’ Hanabilah, dan sebagian kecil fuqaha’ Hanafiyyah. Sementara aborsi
akibat perzinaan, maka MUI secara mutlak mengharamkannya.
D. Komplikasi Aborsi
Aborsi terapeutik, sama seperti aborsi spontan yang dianggap aman untuk
dilakukan tetap saja memiliki kemungkinan menimbulkan komplikasi. Sebagian besar
komplikasi minor seperti nyeri, pendarahan, infeksi, dan komplikasi paska-anestesi.
Komplikasi mayor diantaranya termasuk atony uterus, perdarahan berkelanjutan,
perforasi uterus, cedera pada organ yang berdekatan (kandung kemih atau usus),
laserasi serviks, aborsi gagal, aborsi septik, dan koagulasi intravaskular
disebarluaskan (DIC) (Sajadi, Martinez & Sapkota, 2021).
F. Faktor Resiko
Frekuensi dan tingkat keparahan komplikasi aborsi tergantung pada usia
kehamilan pada saat aborsi dan metode aborsi yang dilakukan (Calvert et al, 2018;
Upadhyay et al, 2018).
Komplikasi berdasarkan usia kehamilan adalah sebagai berikut:
Delapan minggu ke bawah - Kurang dari 1%
8-12 minggu - 1,5-2%
12-13 minggu - 3-6%
Trimester kedua - Hingga 50%
Perkiraan tingkat komplikasi aborsi untuk semua sumber perawatan kesehatan
adalah sekitar 2% untuk aborsi obat, 1,3% untuk aborsi aspirasi trimester pertama,
dan 1,5% untuk aborsi trimester kedua atau lebih lanjut.
BAB III
HASIL LITERATUR REVIEW
Beberapa jurnal berikut ini mengenai kasus dilema etik tentang aborsi :
1. Perspektif Bioetika Islam dan Biopsikologi Konflik pada Kasus Kegagalan Aborsi
yang Berdampak Kecacatan Anak
Jurnal ini dikutip dari Jurnal Psikologi Islam dan Budaya (JPIB). Penelitian ini
bertujuan menguraikan perspektif bioetika Islam dan biopsikologi mengenai konflik
pada kasus kegagalan aborsi yang berdampak kecacatan anak. Tindakan aborsi yang
dilakukan secara ilegal atau tidak berdasarkan indikasi medis disebut dengan abortus
provocatus criminalis (Marmi, 2014). Salah satu tindakan yang termasuk abortus
provokatus criminalis yaitu pengguguran kehamilan karena alasan ekonomi (Jauhari,
2020). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan,
mengemukakan bahwa aborsi yang dilakukan setelah kehamilan berumur 6 minggu,
dihitung dari hari pertama haid terakhir termasuk ke dalam tindakan abortus
provocatus medicinalis, Penelitian ini mengangkat kasus seorang istri berusia 35
tahun yang mencoba melakukan tindakan percobaan abortus provocatus criminalis,
namun mengalami kegagalan dan melahirkan bayi cacat. Secara hukum, baik pihak
yang melakukan aborsi maupun penolong termasuk ke dalam tindakan aborsi yang
melanggar hukum (Pranata dkk., 2020) dan melanggar moral. Tingkah laku yang
dilakukan oleh manusia berdasarkan hal-hal yang sesuai dengan moral adalah etika.
Konflik yang dikaji pada penelitian ini terjadi pada seorang ibu yang
melakukan aborsi karena keterpaksaan. Subjek melakukan tindakan aborsi saat
berusia 35 tahun pada kehamilan anak ke-5. Subjek dipaksa melakukan aborsi oleh
suami karena adanya kekhawatiran tidak dapat menafkahi secara fisik, mengingat
pekerjaan suami yang berjualan di pasar memiliki penghasilan tidak tetap. Dengan
didorong dan difasilitasi suami, subjek menjalani berbagai macam usaha aborsi sejak
usia kehamilan 3 bulan hingga 7 bulan. Subjek merasa tindakannya melanggar agama
Islam yang ia yakini. Hal ini diperkuat dengan ketegasan subjek untuk
mempertahankan kehamilannya sejak usia kandungan 7 bulan meskipun ditentang
suami dan keempat anaknya. Subjek pun mengalami depresi. Hal ini diketahui dari
keterangan dokter yang memberikan subjek obat-obat antidepresan ketika hamil.
Subjek akhirnya melahirkan anak ke-5 dalam kondisi cacat sejak lahir dengan kondisi
tangan kanan hanya memiliki tiga jari, kaki kiri lebih besar daripada kaki kanan, dan
bentuk kepala yang menonjol di bagian atas. Pada saat subjek memutuskan untuk
akhirnya mempertahankan kehamilannya, subjek telah melalui proses konflik. Konflik
didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak sesuai; tindakan satu orang mengganggu,
menghalangi, atau dengan cara tertentu menghalangi tindakan orang lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek mengalami fase konflik yang
lengkap yaitu fase kontradiksi, attitude, dan perilaku. Subjek mengalami konflik kuat
baik dalam proses pengambilan keputusan maupun pelaksanaan aborsi. Konflik
subjek dalam perspektif bioetika Islam berkaitan dengan kewajiban seorang istri
untuk patuh terhadap perintah suami dan larangan untuk melakukan pembunuhan
janin. Konflik subjek dalam perspektif biopsikologi merupakan kombinasi kognitif
dan afektif subjek, melalui sistem mekanisme poros hipotalamus-pituitari dan sistem
limbik sehingga menghambat pertumbuhan janin. Dampak biopsikologis yang
dirasakan meliputi sedih berkepanjangan, gangguan agitasi, gangguan tidur, serta
gastrointestinal psikosomatis.
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan beberapa jurnal dan artikel yang telah dijelaskan dibagian hasil literatur
review pada bab sebelumnya didapatkan beberapa masalah dilema dan etika mengenai
aborsi.
1. Perspektif Bioetika Islam dan Biopsikologi Konflik pada Kasus Kegagalan
Aborsi yang Berdampak Kecacatan Anak
Pada kajian jurnal pertama dinyatakan bahwa etika adalah disiplin ilmu yang
mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan atau perbuatan seseorang
individu atau institusi dilihat dari moralitas. Dalam kaidah bioetika, pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan etik melibatkan aspek-aspek medical indication
(menguntungkan dan tidak merugikan pasien), patient preference (pilihan pasien
berdasarkan informasi manfaat dan beban yang akan diterima), quality of life
(tindakan dilakukan untuk memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup
insani), dan contextual feature (Mappaware dkk., 2018). Dari sisi contextual feature,
pengambilan keputusan etik harus dilakukan dengan jujur dan adil menurut agama
yang dianut oleh subjek, yaitu Islam. Berkaitan hal ini terdapat beberapa kondisi
konflik yang berhubungan dengan agama Islam yang menjadi keunikan kasus ini.
Subjek melakukan percobaan aborsi sebanyak empat kali yaitu: satu kali dibantu
dokter, satu kali dibantu paraji, dan dua kali melakukan tindakan percobaan aborsi
mandiri. Namun demikian, di sisi lain subjek juga melakukan hal-hal yang
mempertahankan kondisi kehamilannya. Hal ini dapat dilihat dari pertengkaran secara
verbal antara subjek dengan suaminya, usaha subjek untuk kontrol ke dokter dan
meminum obat-obat vitamin penguat janin, serta memakan makanan sehat untuk
tumbuh kembang janin. Hal ini menunjukkan terdapat konflik pada subjek.
A. Kesimpulan
Abortus merupakan salah satu permasalahan dilema etik dalam keperawatan.
Dalam mengambil keputusan pada kasus dilema etik, perawat harus
mempertimbangkan aspek medis, aspek agama, aspek sosial budaya dan aspek
hukum. Aborsi secara umum dapat diartiakan sebagai penghentian kehamilan secara
spontan.
Menurut medis, Aborsi dibagi menjadi dua yaitu abortus spontan
(keguguran/miscarriage) dan Abortus provocatus (pengguguran/digugurkan).
Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi dua, yaitu Abortus Provocatus Therapeuticum
dan Abortus Provocatus Criminalis.
Bila aborsi dipandang dari berbagai aspek :
a. Abortus spontan tidak menentang dari aspek medis, agama, hukum dan sosial
budaya. Karena aborsi ini terjadi secara langsung tanpa ada kesengajaan dari
pelaku dan tindakan medis.
b. Abortus provocatus dibedakan menjadi 2:
Abortus Provocatus Therapeuticum diperbolehkan dalam medis, agama
maupun hukum. Hal ini dikarenakan bertujuan untuk kepentingan medis
dan terapi serta pengobatan.
Abortus Provocatus Criminalis tidak diperbolehkan dari semua aspek. Hal
ini sudah jelas karena termasuk tindakan kriminal yang bertentangan
dengan HAM, agama serta medis
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan terutama perawat hendaknya mempertimbangkan
secara matang dalam pengambilan keputusan terkait masalah dilema etik dalam hal
ini aborsi dan dapat memberikan informasi yang lengkap terhadap pasien yang akan
melakukan aborsi.
DAFTAR PUSTAKA
Calvert C, Owolabi OO, Yeung F, Pittrof R, Ganatra B, Tunçalp Ö, Adler AJ, Filippi V. The
magnitude and severity of abortion-related morbidity in settings with limited access to
abortion services: a systematic review and meta-regression. BMJ Glob
Health. 2018;3(3): e000692.
Mohamad Ismail, M. F., Abdullahi Hashi, A., bin Nurumal, M. S., & bin Md Isa, M. L.
(2018). Islamic moral judgement on abortion and its nursing applications: expository
analysis. Enfermeria Clinica, 28, 212–216. https://doi.org/10.1016/S1130-
8621(18)30070-6
Notoatmodjo, S. (2010). Etika & Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Upadhyay UD, Johns NE, Barron R, Cartwright AF, Tapé C, Mierjeski A, McGregor AJ.
Abortion-related emergency department visits in the United States: An analysis of a
national emergency department sample. BMC Med. 2018 Jun 14;16(1):88.