Welcome
Sex Education
Adiksi Game
Narkoba
Pernikahan Dini
More
KECANDUAN GAME?
BISA KOK DICEGAH SEJAK DINI
Oleh : Su’ad Jauharoh
Akses
https://duniapsikologi.weebly.com/adiksi-game.html
Masih teringatkah bagaimana masa kecil kita? Apakah masa kecil kita di zaman yang masih menggunakan engklek, tanah atau
kelereng sebagai mainan kita? Atau kita sudah menggunakan game watch dan memencetnya berulang untuk mendapatkan skor tinggi?
Atau apakah bermain dengan menggunakan alat yang lebih canggih lagi (misal: Gadget, PC)?
Kalau dulu anak-anak ramai berkumpul untuk main gobak sodor, engklek, kelereng dan petak umpet, sekarang anak-anak lebih sering
berkumpul di warnet dan menghabiskan waktu bersama PC atau jika tidak ke warnet, mereka menghabiskan waktu bersama gadget atau
PC di rumah untuk bermain game online.
Penggunaan video game kini telah menjadi salah satu kegiatan rekreasi paling populer di seluruh dunia, terutama sejak
diperkenalkannya game multiplayer online yang mencakup unsur kerjasama dan kompetisi. Meskipun banyak hasil positif dan berharga,
semakin banyak literatur yang mengemukakan bahwa keterlibatan video game, dalam keadaan tertentu, menjadi bermasalah dan terkait
dengan hasil yang negatif (Gentile et al., 2011; King et al., 2013; Nuyens et al., 2016).
Memang sih, tidak bisa dipungkiri jika anak-anak jaman sekarang banyak terpapar dengan teknologi canggih ini, karena mereka
generasi millenium yang lahir di zaman modern. Maka dari itu, yang bisa kita lakukan hanyalah mencegah agar anak didik kita tidak
kecanduan main game dan bisa mengatur dirinya sendiri.
Berarti orang tua dan guru perlu mengontrol perilaku anak ya? Agar terhindar dari perilaku kecanduan main game.
Ya. Tentu saja. Tapi, tahukah? Ternyata hal itu bisa diantisipasi sejak dini lhoh
Untuk menghindari perilaku kecanduan game, perlu diketahui dulu faktor penyebab dari perilaku kecanduan game, sehingga bisa
diterapkan cara untuk menghindarinya.
Kemudian, bagaimana ya caranya agar anak didik kita memiliki pengendalian diri yang baik?
“Jika kecanduan muncul karena sebagian besar masalah keinginan yang tidak dapat dikendalikan (Low self-control), maka
Pengaturan Diri (self regulation) merupakan faktor penting yang menentukan apakah orang tersebut menuruti keinginannya
atau menolak (Baumeister et al, 2015)”. Sehingga, jika individu memiliki pengaturan diri yang baik, maka individu tersebut cenderung
tidak mengikuti keinginannya untuk menghabiskan waktu bermain game dan terhindar dari perilaku kecanduan main game.
Pengaturan Diri (Self-Regulation) adalah kemampuan seseorang untuk mengelola tingkah lakunya sendiri melalui observasi, evaluasi,
dan konsekuensi (Bandura, 1999; Varma & Cheasakul, 2016). Sudah kita ketahui ya kalau bermain game online itu merupakan hal yang
menyenangkan dan menggairahkan, banyak siswa cenderung kehilangan jejak jumlah waktu yang mereka habiskan secara online (Seay et
al., 2007). Maka dari itu, pengaturan diri merupakan hal yang sangat penting untuk memberdayakan siswa-siswa ini guna memantau
perilaku online mereka, sebelum mereka menjadi terpengaruh secara negatif.
Regulasi Diri/ Pengaturan Diri sebagai faktor protektif (faktor yang dapat menghindarkan individu dari perilaku kecanduan)
Ternyata, banyak bukti penelitian mengenai penjelasan diatas, penelitian yang telah dilakukan oleh Kraut & Seay (2007) telah
mengidentifikasi dan menunjukkan pentingnya pengaturan diri (self regulation) dalam merubah perilaku kecanduan game atau
mencegahnya untuk berkembang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hartedja (2016) juga terdapat hasil bahwa ada beberapa faktor
yang membantu mengelola perilaku game online salah satunya adalah regulasi diri.
Lalu, bagaimana menanamkan regulasi diri yang baik agar terhindar dari adiksi game?
Disini, terdapat sebuah program prevensi yang dapat dilakukan oleh guru guna meningkatkan regulasi diri (self-regulation) anak,
sehingga anak dapat terhindar dari perilaku adiksi game. Program ini dirancang untuk anak prasekolah yang diadopsi dari program Tools
of the Mind (Elena Bodrova & Deborah Leong, 2007).
Tools of the Mind (Tools) adalah kurikulum anak usia dini, pra-TK dan taman kanak-kanak berdasarkan teori sejarah budaya, yang
dikembangkan oleh psikolog Rusia Lev Vygotsky. Dari perspektif Vygotskian, regulasi diri, kognitif, dan sosial- emosi dipandang
sebagai unit terpadu, bukan domain terpisah. Pendekatan ini telah membentuk sebuah program pedagogi “Tools of the Mind” (Bodrova &
Leong. 2007).
Tools of the Mind dirancang untuk menghasilkan hasil jangka pendek dan jangka panjang yang telah dikaitkan dalam penelitian
pengembangan regulasi diri, yang diterapkan oleh anak-anak terhadap perilaku belajar, sosial dan emosional (Bodrova & Leong, 2007).
Untuk efektivitas program kurikulum awal di Indonesia ini, program ini bisa diselenggarakan di sekolah TK dengan kriteria
anak sudah bisa menulis dan membaca dan SD kelas 1 dalam kelompok maksimal 5 orang. Jika murid lebih dari itu, bisa
dilakukannya bergantian. Bisa juga lho bunda.. diterapkan dirumah, malah lebih mudah untuk mengarahkannya. :)
Komponen Utama Program
Bodrova & Leong, (2007) juga menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen utama suksesnya program ini:
Ketika, anak mengembangkan "private speech" (Vygotsky, 1987) yaitu berbicara dengan dirinya sendiri untuk mendukung dirinya
sendiri menyelesaikan tugas. Sehingga anak bisa mengembangkan pengaturan diri yang baik dalam dirinya.
Ketika, kemampuan mengatur diri anak-anak berasal dari interaksi sosial (Vygotsky, 1978). Ini berarti bahwa untuk mengembangkan
regulasi diri, anak-anak perlu memiliki kesempatan untuk terlibat dalam "peraturan dengan orang lain."
Ketika, anak sudah dapat belajar bagaimana mengatur dirinya sendiri tanpa bantuan guru.
Ketika, pemahaman anak meningkat dari permainan make-believe (menggunakan simbol untuk meyakinkan diri) ke dalam permainan
dengan peraturan.
Ketika, guru berkonsentrasi pada proses belajar sehingga dapat memastikan bahwa anak mendapatkan jawaban yang benar untuk alasan
yang benar.
Kemudian, aktivitas nya apa saja ya? Berikut adalah aktivitas yang mencakup kegiatan dengan fokus utama untuk meningkatkan
regulasi diri/ pengaturan diri anak (Bodrova & Leong, 2007), yaitu:
PROGRAM TOOLS OF THE MINE
GAME FREEZE
PLAY PLANS
LEARNING PLANS
SCAFFOLDED WRITING
Play Plans (Bermain Perencanaan) Anak-anak belajar merencanakan dan memantau penampilan mereka
sendiri dengan menggambar atau menulis tentang siapa mereka nantinya (misal: dokter) dan apa yang
akan mereka lakukan dalam peran itu. Rencana tersebut dimulai di atas kertas. Bermain perencanaan
memiliki beberapa fungsi: ini membantu anak-anak tetap berada dalam peran mereka, yang penting untuk
pengembangan pengaturan sendiri, dan membantu mereka memutuskan apakah mereka bertindak seperti yang
mereka rencanakan atau tidak. Ini juga menjadi dasar untuk belajar bagaimana mengubah dan
memodifikasi rencana, dan membuat peraturan tentang apa yang akan terjadi secara eksplisit, sehingga
anak-anak dapat mengatur satu sama lain.
Learning Plans (Belajar Perencanaan) Sebelumnya, guru sudah menyiapkan bahan-bahan untuk anak
kerjakan. Misalnya: stetoskop, obat, buku untuk anak yang memiliki rencana menjadi dokter, kemudian
menaruhnya di titik ruangan sehingga anak bisa menggunakannya. Kegiatan ini membantu anak-anak mulai
memantau dan mengevaluasi kinerjanya dalam kegiatan belajar. Perencanaan ini membantu anak-anak
mengingat titik mana yang harus dikunjungi, yang mana harus melakukan aktivitas di titik
tersebut, dan titik mana yang belum mereka kunjungi. Mereka juga memiliki sebuah kotak yang
didalamnya terdapat kertas dengan tulisan anak mengenai aktivitas apa saja yang harus mereka lakukan
dan waktu sebagai penanda kapan pekerjaan sudah harus selesai.
Game Freeze (Permainan membeku) Kegiatan ini juga membantu anak mendapatkan pengalaman dalam
memantau dan mengatur penampilan mereka. Dalam kegiatan ini, anak menari dengan musik, saat musik
berhenti, anak-anak membeku di posisi itu.
Program Tools of the Mind ini ternyata juga mencakup kegiatan pengaturan diri dalam konten akademik,
kegiatan ini meliputi:
Teman Membaca (Buddy Reading) Kegiatan ini melatih pengaturan diri dengan mengharuskan anak
bergiliran dan mengembangkan kemampuan untuk tetap berperan sebagai "pembaca" atau "pendengar" untuk
keseluruhan aktivitas. Guru menggunakan representasi visual gambar bibir (dibawa oleh pembaca) dan
gambar telinga (dipegang oleh pendengar) untuk mendukung pengaturan diri dalam aktivitas ini. Si
pembaca harus membacakan cerita sampai batas yang sudah disepakati sedangkan Si pendengar harus
mendengarkan Si pembaca sampai selesai.
Game Angka (Numerals Game) Aktivitas matematika ini mengikuti format yang sama, membutuhkan anak-anak
untuk peran alternatif sebagai "pekerja" dan "pengecek". Pekerja menerima kartu nomor dan menghitung
jumlah boneka beruang kecil itu ke dalam cangkir. Pengecek kemudian mengambil boneka kecil dari
cangkir dan meletakkannya di lembar pengecekan dengan jumlah titik yang sama dan sesuai. Teman
Membaca dan the Game Angka membantu anak agar dapat mengembangkan kemampuan dalam setiap aktivitas
dan juga meningkatkan kemampuan konsentrasi
Bantuan Menulis (Scaffolded Writing) Model ini cocok untuk anak yang belum begitu mahir dalam menulis
atau membaca. Model ini menanamkan regulasi diri melalui proses penulisan anak dalam merencanakan apa
yang akan mereka tulis. Anak merencanakan kata yang akan ditulis, kemudian guru meminta anak untuk
mengatakan dengan suara keras pesan yang ingin dia tulis dan mengulangi pesan untuk anak tersebut
mengkonfirmasi keakuratannya. Setelah itu, anak menggambar garis untuk berdirinya setiap kata dalam
pesan, garis ini sebagai mediator untuk membantu anak menuliskan kata. Bentuk tulisan yang ditulis
(coretan, garis, huruf awal, perkiraan / perkiraan ejaan, pola kata) tergantung pada tahap
perkembangan menulis anak. Mereka menyuarakan setiap kata dengan suara awal, suara awal dan akhir,
sampai mereka mencapai titik mewakili setiap suara menggunakan ejaan fonetis/ perkiraan. Banyak anak
mulai menggunakan pola ejaan atau kata dalam tulisan mereka, memimpin untuk ejaan. Scaffolded
Writing mengembangkan keterampilan perencanaan dan kemampuan memonitor tulisan anak.
Efektivitas Program
Program Tools of the Mind mendapat cukup banyak perhatian media setelah publikasi tahun 2007 tentang
keefektifannya. Program ini dilakukan oleh Adele Diamond, PhD, profesor kognitif perkembangan ilmu di
University of British Columbia, studi tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang terdaftar di kelas
prasekolah menggunakan Tools of the Mind guna meningkatkan kemampuan mereka untuk melawan gangguan
dan godaan (inhibitory control), menyimpan informasi dengan baik dalam pikiran (memori kerja), dan
fleksibilitas dalam menyesuaikan diri dengan perubahan (kognitif fleksibilitas) (Katz, 2009).
Selain itu, anak-anak prasekolah berpenghasilan rendah yang menerima program kurikulum “Tools of the
Mind” sepanjang tahun ini lebih baik dalam tugas pengendalian perhatian yang diberikan pada akhir
tahun ajaran dibandingkan dengan teman sebaya yang menerima kurikulum keaksaraan standar (Tarullo
dkk., 2015).
Efektivitas program ini banyak terbukti di luar negeri. Tidak salah juga bagi kita ibu/bpl guru atau
orang tua untuk menerapkannya di Indonesia. Namun, dalam hal ini, guru/ orang tua harus
mempersiapkannya dengan matang, termasuk bahan-bahan yang dipakai dan persiapan konsentrasi penuh
pada anak.
Semoga dengan tulisan ini dapat memberi manfaat lebih untuk menyiapkan generasi masa depan yang
tangguh nan cerdas secara kognitif, sosial dan emosi.
Semangat ibu/bpk guru dan ayah/bunda :)
DAFTAR PUSTAKA
Bodrova E.,& Leong, D. J.(2007). Tool of the Mind. (2nd ed.) Columbus, OH, Merrill/Prentice Hall.
Chen C & Leung L. 2016. Are You Addicted to Candy Crush Saga? An Exploratory Study Linking
Psychological Factors to Mobile Social Game Addiction. Telematics and Informatics. Vol. 33: 1155-
1166.
Diamond Adele, Barnett W.S, Thomas J, Munro S. 2007. Preschool Program Improves Cognitive
Control. Science. 30; 318 (5855): 1387-1388.
Haghbin M, Terian F, Hosseinzadeh D, Griffiths MD. 2013. A brief report on the relationship between
self-control, video game addiction and academic achievement in normal and ADHD students. Journal of
Behavioral Addictions. Vol 2 (4): 239-243.
Hauge, M. R. & Gentile, D. A. (2003). Video game addiction among
adolescents: Associations with academic performance and ag- gression (Paper presented at Society
for Research in Development conference). Tampa, FL, USA.
Katz M. 2009. Tools of the Mind: Helping Children Develop Self-regulation. Practice: Promising
Practices. Attention Magazine. San Diego, California.
Nuyens F, Deleuze J, Maurage P, Griffiths M.D, Kuss D.J, Billieux J. 2016. Impulsivity in Multiplayer
Online Battle Arena Gamers: Preliminary Results on Experimental and Self-Report Measures. Journal of
Behavioral Addictions. DOI: 10.1556/2006.5.2016.028.
Oh W.O. 2003. Factors Influencing Internet Addiction Tendency among Middle School Students in Gyeong-
buk Area. Journal of Korean Academy of Nursing. Vol 33. No. 8.
Stockdale L & Coyne S.M. 2017. Video Game Addiction in Emerging Adulthood: Cross-sectional Evidence
of Pathology in Video Game Addicts as Compared to Matched Healthy Control. Journal of Affective
Disorders. Vol. 225: 265-272.
Tarullo A.R, Obradovic J, Gunnar M.R. 2009. Self-control and the Developing Brain. Zero to Three.
Yee, N. (2006). The Demographics, Motivations, and Derived Expe-riences of Users of Massively-Mult-
iuser Online Graphical Environments. Presence: Teleoperators and Virtual Environments. 15, 309-329.
Zhu et al,. (2015). Early Adolescent Internet Game Addiction in Context: How Parents, School, and
Peers Impact Youth. Journal of Computers in Human Behavior. Vol: 50, (159-168).
POWERED BY Create your own unique website with customizable templates.GET STARTED
DUNIA PSIKOLOGI
Welcome
Sex Education
Adiksi Game
Narkoba
Pernikahan Dini
More
BE A POSITIVE PEERS (PEER-REGULATION AS A PREVENTION
FOR GAME ONLINE ADDICTION)
Daritadi kita bicara mengenai kecanduan game online, sebenarnya kecanduan game online itu apasih? Yee (2006) mengungkapkan bahwa
kecanduan game online secara umum merupakan perilaku seseorang yang ingin terus bermain game online yang menghabiskan banyak waktu serta
dimungkinkan individu yang bersangkutan tidak mampu mengontrol atau mengendalikannya. Meningkatnya jumlah waktu yang dihabiskan remaja
dengan game online, dapat menjadi kecanduan bagi beberapa orang dan dampaknya akan merugikan fungsi sosial, pekerjaan, keluarga, sekolah,
dan psikologis individu tersebut (Stavropoulos et al., 2017). Setelah mengetahui definisi dan dampaknya, kita juga harus mengetahui faktor
penyebab terjadinya risiko kecanduan game online. Menurut Immanuel (2009) mengatakan, faktor yang mempengaruhi seseorang bermain game
online dapat dilihat dari faktor internal dan eksternalnya.
1. Acceptance : kemampuan ini berfokus pada penerimaan diri seseorang dengan melepas keinginannya dalam hal ini bermain game
online secara berlebihan dengan tidak menuruti keinginan tersebut.
2. Behavioral Activation: kemampuan ini menekankan untuk mengaktifkan diri pada kegiatan yang lebih bermanfaat dengan tidak melibatkan
diri untuk bermain game online. (contoh: aktif dalam organisasi sekolah).
3. Defusion: kemampuan untuk menyadarkan pikiran kita bahwa bermain game online bukan hal yang terlalu penting untuk dipikirkan.
4. Active Communication: mampu menolak bila diajak bermain game online.
5. Emotional Awareness: mampu peka ketika ada dorongan emosi untuk bermain game online dan bisa menghindarinya.
6. Exercise: : Melibatkan diri dalam aktivitas fisik untuk mengatasi dorongan bermain game online (contoh: bersepeda, jogging, dll).
7. Grounding : kemampuan ini berfokus pada sensasi pernafasan agar tubuh menjadi relax sehingga dapat mengontrol diri ketika muncul
dorongan bermain game online.
8. Cognitive Reappraisal: mampu mengingatkan diri tentang apa saja dampak negatif dari bermain game online jika berlebihan atau apa saja
dampak positif yang didapat jika mengurangi waktu bermain game online.
9. Problem Solving: mampu melakukan brainstorming dengan cara yang berbeda untuk mengatasi keinginan menambah waktu bermain game
online.
10. Seeking Social Support: bergabung pada orang lain yang dapat mendukung dan membimbing agar mampu mengatasi keinginan
bermain game online.
11. Self Compassion: mampu simpati pada diri sendiri bahwa tidak masalah memiliki keinginan, dalam hal ini bermain game online.
12. Spritual/Religious Coping: memperkuat iman dengan rajin berdoa agar mampu mengatasi dorongan untuk bermain game online.
13. Stimulus Control: mampu meninggalkan situasi yang memicu dorongan untuk bermain game online.
14. Value Clarification: kemampuan ini berfokus pada penekanan nilai-nilai yang didapat untuk selalu mengingatkan kepada diri mengenai
komitmen diri agar mencapai tujuan, dalam hal ini tujuannya adalah mencegah agar tidak mengalami kecanduan game online.
Nantinya skill-skill Self-Regulation ini bisa diterapkan pada lingkungan peer teman-teman dengan melakukannya bersama-sama agar tercipta Peer-
Regulation sehingga lingkungan bebas dari risiko kecanduan game online.
Efektitifitas Penggunaan Self-Regulation
Tindakan prevensi yang dipaparkan sebelumnya bukan hanya sembarang tindakan pencegahan tetapi juga sudah teruji efektifitasnya lo teman-
teman. Berikut adalah penelitian yang menyatakan bahwa penerapan Self-Regulation efektif untuk mengurangi bahkan menghilangkan perilaku
adiksi game. Penelitian yang dilakukan oleh Roos & Witkiewitz (2017) dengan judul “A Contextual Model of Self Regulation Changes Mechanisms
Among Individuals with Addictive Disorder” mengungkapkan bahwa Self Regulation sebagai salah satu unsur penting dalam MOBC (Mechanism of
behavior changes) yang dapat memfasilitasi keefektifan treatment untuk perilaku adiksi. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Webb et al
(2017) dengan judul “Developing a School-Based Multitiered Model for Self Regulation” menyebutkan bahwa keterampilan Self-Regulation dapat
diajarkan dan sangat efektif jika diperkenalkan dalam lingkungan sekolah. Tidak hanya itu, penelitian yang dilakukan oleh Miller et al, (2017) dengan
judul “Targeting Self Regulation to Promote Health Behaviors in Children”. Dalam penelitian ini terdapat hasil bahwa Self Regulation dapat
mengurangi perilaku adiksi dan mendorong perilaku kesehatan yang positif.
Penelitian diatas merupakan efektifitas dari Self-Regulation, apalagi bila dilakukan dalam lingkungan peer sehingga menjadi Peer-Regulation akan
menjadi pencegahan dalam lingkup yang lebih luas lagi. Jadi mari kita lebih produktif untuk kegiatan yang bermanfaat and be a Positive Peer!
Daftar Pustaka
Bandura, A. (1991). Social Cognitive Theory Of Self-Regulation. Organizational Behavior and Human Decision Processes Vol: 50, 248-287.
Detik News. (2013). Kecanduan Game Online, Bocah Ini Nekat Mencuri Motor. https://news.detik.com/berita-jawa-barat/2148753/kecanduan-
game-online-bocah-ini-nekat-mencuri-motor. Diakses tanggal 21 Januari 2013.
Duniaku net. (2017). Tragis, 5 Gamer Ini Meninggal Akibat Kecanduan Bermain Game. https://www.duniaku.net/2017/03/29/gamer-yang-
meninggal/. Diakses tanggal 29 Maret 2017.
Fauziawati, Wieke. (2015). Upaya Mereduksi Kebiasaan Bermain Game Online Melalui Teknik Diskusi Kelompok. PSIKOPEDAGOGIA, 4(2), 115-123.
Mazalin, D., & Moore, S. (2004). Internet use, identity development & social anxiety among young. Behavior Change 21(2): 90-102.
Miller et al,. (2017). Targeting Self-regulation to Promote Health Behaviors in Children. Journal of Behaviour Research and Therapy. Vol: xxx (1-11).
Papalia, D. E., Olds, S W., & Feldman, R. D. (2009). Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Kencana.
Roos dan Witkiewitz. (2017). A Contextual Model Of Self-regulation Change Mechanisms Among Individuals With Addictive Disorders. Journal of
Clinical Psychology Review. Vol : 57, (117-128).
Santoso, Y.R.D. (2016). Hubungan Kecanduan Game Online Dota 2 Terhadap Penyesuaian Sosial Pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga:
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Stavropoulos, Vasileios., Gomez, R., Steen, E., Beard, C., Liew, L., Griffts, M.D. (2017). The longitudinal association between anxiety and Internet
addiction in adolescence: The moderating effect of classroom extraversion. Journal Behavior Addiction 6(2): 237–247.
Webb et al,. (2017). Developing a School-Based Multitiered Model for Self-Regulation. Journal of Intervention in Schol and Clinic (1-
8). https://doi.org/10.1177/1053451217736862.
Yee, N. (2006). Motivations for Play in Online Games. CyberPschology & Behaviour 9(6): 772-775.
POWERED BY Create your own unique website with customizable templates.GET STARTED