Anda di halaman 1dari 8

Game

Online

Latar
Belakang

Dampak Dampak Upaya


Positif Negatif Pencegahan

Judul: Game Online


Nama: M. Doni Lukman H.
Nim: 2210281034.
ABSTRAK
Latar Belakang: Permainan yang saat ini populer dan marak digemari adalah game online.
Kemudahan untuk mengakses game online didukung dengan kehadiran smartphone.
Maraknya permainan game online menyebabkan pemain menjadi kecanduan terhadap
permainan tersebut. Kecanduan bermain game online tidak hanya terjadi pada orang
dewasa tetapi juga bisa terjadi pada anak usia sekolah. Adanya dampak negatif yang
ditimbulkan dari kebiasaan sejumlah anak usia sekolah yang gemar bermain game online
yaitu salah satunya anak menjadi lebih memilih bermain game online dibandingkan makan
kemudian menyebabkan pola makan menjadi tidak teratur atau buruk.

PENDAHULUAN
Bermain game online di masa sekarang bergitu populer di berbagai kalangan, salah satunya
populer di antara anak sekolah, Anak usia sekolah memasuki perkembangan baru tentang
bermain dan permainan, pada saat anak memasuki masa sekolah permainan anak
menggunakan dimensi baru yang merefleksikan tingkat perkembangan anak yang baru.
Maraknya permainan game online menyebabkan pemain menjadi kecanduan terhadap
permainan tersebut. (Wong, 2009). Kecanduan game online (onlinegaming addiction)
merupakan penggunaan yang berlebihan terhadap game online, role playing games, atau
permainan interaktif melalui internet. Tanda-tanda yang ditunjukkan antara lain, bermain
hampir setiap hari dan dalam waktu yang lama (lebih dari 4 jam), merasa gelisah atau
pemarah jika tidak dapat bermain, dan mengorbankan kegiatan sosial dan yang lainnya
(Young, 2009, h.361-363 dalam Rizky, 2013). Environment Software Association (ESA)
menunjukkan bahwa data demografi pengguna game online di Amerika bahwa 36%
pengguna game online berusia < 18 tahun, 32% berusia 18-35 tahun, dan usia 36+ dengan
persensentase yaitu 32% (Purnamawati, 2010). Direktur Pelaksana PT Megaxus Infotech, Eva
Muliawati (2016) mengatakan bahwa di Indonesia secara nasional pengguna game online
dari tahun 2016 terdapat setidaknya 6,5 juta pengguna game online/video game naik
menjadi 500 ribu pengguna game online. jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat.
APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2016) menyatakan perangkat bermain
game online paling banyak menggunakan perangkat mobile (smartphone) sebesar 89,9 juta
atau sekitar 67,8%. sedangkan menurut riset dari Newzoo (2016), pengguna game
sepanjang tahun 2016 diprediksi akan terus meningkat pesat sampai tahun 2019. Riset
Newzoo juga menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah gamer terbanyak
yang bermain di perangkat mobile (smarphone). Data terbaru yang dirilis oleh NPD Group
bertajuk mobile gaming (2014) menunjukkan pemain game mobile yaitu mereka yang
bermain pada smartphone, Ipod touch atau tablet yang bermain lebih sering dan dalam
waktu yang lebih lama dibanding 2 tahun yang lalu. Rata-rata waktu yang dihabiskan dalam
bermain game meningkat menjadi 57% menjadi lebih dari 31 2 jam perhari pada tahun 2014
dibandingkan 1 jam dan 20 menit pada tahun 2012 yang lalu. Rata-rata jumlah waktu
bermain di tingkat tertinggi ada pada rentang usia 6 – 44 tahun. Anak-anak usia 2 – 12 tahun
menghabiskan proporsi waktu mereka untuk bermain game daripada kegiatan lainnya.
Mereka menghabiskan waktu rata-rata 2 jam atau lebih untuk bermain game. Hasil survei
tersebut tampak jelas bahwa anak-anak saat ini banyak yang sudah kecanduan bermain
game online terutama melalui perangkat smartphone maupun tablet berbasis android.
Sanditaria, dkk (2012) mengemukakan dari hasil penelitian dengan menggunakan 71
responden anak usia sekolah yang bermain game online dimana 38% responden termasuk
dalam kategori tidak adiksi (tidak kecanduan) dan 62% responden termasuk dalam ketegori
adiksi (kecanduan). Beberapa kasus tercatat, terdapat beberapa gamers yang addicted
dengan game online menghabiskan waktu demi bermain game tersebut dan sampai lupa
untuk tidak mandi, makan, apalagi untuk melaksanakan tugas yang merupakan
kewajibannya. Anak dianggap lebih sering dan rentan terhadap penggunaan permainan
game online daripada orang dewasa, terutama anak sekolah dasar. Hurlock (2013)
mengemukakan bahwa anak sekolah dasar terutama di usia 10-12 tahun lebih memahami
dan masih suka bermain, bergerak dan menyukai permainan yang mempunyai nuansa
persaingan sehingga membuat pemainnya akan bermain terusmenerus tanpa
memperdulikan berapa lama waktu yang dipergunakan. Kekhawatiran terhadap adanya
dampak negatif yang ditimbulkan dari kebiasaan sejumlah anak usia sekolah yang gemar
bermain game online yang mampu mengambil alih kehidupan anak. Salah satu dampak dari
permainan ini adalah dari segi jasmani (kesehatan menurun) karena anakanak yang terlalu
sering bermain game memiliki daya tahan tubuh yang lemah akibat kurangnya aktivitas fisik,
duduk terlalu lama, sering terlambat makan (Telkomsel, 2017). Anak yang lebih memilih
bermain game online dibandingkan makan biasanya memiliki pola makan yang cenderung
tidak teratur atau buruk. Padahal diketahui bahwa dengan pola makan yang sehat dan
teratur, kondisi fisik tubuh akan lebih terjamin sehingga tubuh akan dapat melakukan
aktifitasnya dengan baik pula. Begitu pula halnya dengan anak-anak, Anak yang sehat akan
tampak lebih lincah, kreatif dan bersemangat belajar. Hal ini karena kebutuhan tubuh dapat
dipenuhi dengan baik 32 sehingga organ-organ tubuh akan melakukan fungsinya dengan
baik pula. Sebaliknya, bila tubuh kekurangan suatu zat gizi tertentu, maka daya tahannya
juga akan menurun.Kemampuan kerjanya melemah. Dan bila berkelanjutan akan dapat
menimbulkan suatu penyakit saluran pencernaan salah satunya seperti gastritis (Hardani,
2012). Anak yang memiliki pola makan tidak teratur, mudah terserang penyakit seperti
gastritis karena pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong atau ditundanya pengisian,
asam lambung kosong dan akan terjadi gerakan peristaltik lambung bertambah intensif yang
akan merangsang peningkatan produksi asam lambung sehingga dapat timbul rasa nyeri
diulu hati (Ikawati, 2010). Anak usia sekolah membangun pola makan yang terlepas dari
pengawasan orang tua, lalu pada proses pertumbuhan ini anak diperkenalkan pada pola
makan yang baik dan teratur, tetapi lupa diri ketika sedang bermain, sehingga anak-anak
tidak ingin mengkonsumsi makanan dan pola makan menjadi tidak teratur. Anak yang
gemar bermain game online dengan frekuensi dan durasi bermain yang cukup lama beresiko
memiliki status gizi kurus karena terlalu fokus bermain game online.
PEMBAHASAN
1. Dampak Negatif
a. Aspek psikologis
Banyaknya adegan game online yang memperlihatkan tindakan kriminal dan
kekerasan, seperti: perkelahian, perusakan, dan pembunuhan secara tidak langsung
telah memengaruhi alam bawah sadar remaja bahwa kehidupan nyata ini adalah
layaknya sama seperti di dalam game online tersebut. Ciri-ciri remaja yang
mengalami gangguan mental akibat pengaruh game online, yakni mudah marah,
emosional, dan mudah mengucapkan kata-kata kotor (Petrides & Furnham, 2000).
b. Aspek akademik
Usia remaja berada pada usia sekolah yang memiliki peran sebagai siswa di sekolah.
Kecanduan game online dapat membuat performa akademiknya menurun (Lee, Yu,
& Lin, 2007). Waktu luang yang seharusnya sangat ideal untuk mempelajari pelajaran
di sekolah justru lebih sering digunakan untuk menyelesaikan misi dalam game
online. Daya konsentrasi remaja pada umumnya terganggu sehingga kemampuan
dalam menyerap pelajaran yang disampaikan guru tidak maksimal.
c. Aspek sosial
Beberapa gamer merasa menemukan jati dirinya ketika bermain game online melalui
keterikatan emosional dalam pembentukan avatar, yang menyebabkannya
tenggelam dalam dunia fantasi yang diciptakannya sendiri. Hal ini dapat membuat
kehilangan kontak dengan dunia nyata sehingga dapat menyebabkan berkurangnya
interaksi (Marcovitz, 2012). Meskipun ditemukan bahwa terjadi peningkatan
sosialisasi secara online namun di saat yang sama juga ditemukan penurunan
sosialisasi di kehidupan nyata (Williams, 2006; Smyth, 2007; Hussain & Griffiths,
2009). Remaja yang terbiasa hidup di dunia maya, umumnya kesulitan ketika harus
bersosialisasi di dunia nyata. Sikap antisosial, tidak memiliki keinginan untuk berbaur
dengan masyarakat, keluarga dan juga teman-teman adalah ciri-ciri yang ditunjukkan
remaja yang kecanduan game online (Sandy & Hidayat, 2019).
d. Aspek keuangan
Bermain game online terkadang membutuhkan biaya, untuk membeli voucher saja
supaya tetap bisa memainkan salah satu jenis game online dibutuhkan biaya yang
tidak sedikit. Remaja yang belum memiliki penghasilan sendiri dapat melakukan
kebohongan (kepada orang tuanya) serta melakukan berbagai cara termasuk
pencurian agar dapat memainkan game online. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Chen et al. (2005) yang menemukan bahwa mayoritas kejahatan game online ialah
pencurian (73,7%) dan penipuan (20,2%). Penelitian ini juga menemukan bahwa usia
pelaku kejahatan akibat game online adalah remaja usia sekolah.

2. Dampak Positif
a. Menambah intelegensia
Penelitian di Manchester University dan Central Lanchashire University
membuktikan bahwa gamer yang bermain 18 jam per minggu memiliki koordinasi
yang baik antara tangan dan mata setar kemampuan atlet.
b. Menambah Konsentrasi
Dr. Jo Bryce Kepala peneliti suatu universitas di Inggris menemukan bahwa gamer
sejati mempunyai daya konsentrasi tinggi yang memungkinkan mereka mampu
menyelesaikan beberapa tugas.
c. Meningkatkan Ketajaman Mata
Penelitian di Rochester University mengungkapkan bahwa anak-anak yang
memainkan game action secara teratur mempunyai ketajaman mata yang lebih
cepat dari mereka yang tidak bermain game.
d. Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Inggris
Riset di Indonesia membuktikan bahwa pria yang mahir berbahasa Inggris di sekolah
atau universitas tanpa kursus adalah mereka yang bermain game.
e. Membantu Bersosialisasi
Beberapa professor di Loyola University, Chicago telah mengadakan penelitian dan
menurut mereka game online dapat menumbuhkan interaksi social yang menentang
stereotif gamer yang terisolasi.
f. Meningkatkan Kinerja Otak
Bermain game yang tidak berlebihan dapat meningkatkan kinerja otak bahkan
memiliki kapasitas jenuh yang lebih sedikit disbanding belajar dan membaca buku.
g. Meningkatkan kecepatan Mengetik
Kebanyakan game online mengharuskan pemain mengetik ketika sedang
berkomunikasi dengan lawan bicara, sehingga hal ini secara tidak langsung akan
membiasakan pemain dalam mengetik.
h. Menghilangkan Stres
Para peneliti di Indiana University menjelaskan bahwa bermain game dapat
mengendurkan ketegangan syaraf.
i. Memulihkan Kondisi Tubuh
Dr. Mark Griffiths psikolog dari Nottingham Trent University meneliti sejauh mana
manfaat game dalam terapi fisik. Dampak negative dari game akan sangat terasa
apabila pemain tidak bisa mengendalikan diri. Hasil penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Hanover, Jerman mengatakan game online dapat mengakibatkan
kepribadian ganda. Seorang wanita yang sering bermain game online tiap hari
selama 3 bulan dengan memainkan beberapa tokoh yang berbeda, ternyata tokoh
imajinasi itu mengambil alih kepribadiannya. Sehingga wanita tersebut kehilangan
kendali atas kepribadian dan kehidupan sosialnya.

3. Upaya Pencegahan
a. Attention switching
Kegiatan yang dilakukan untuk mengalihkan perhatian pemain dari keterlibatan yang
berlebihan terhadap game online (Xu & Yuan, 2008; Xu et al., 2012). Attention
switching memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan dan pencegahan
dampak negatif pada kecanduan game online (Xu & Yuan, 2008). Kegiatan
ekstrakurikuler seperti olahraga dapat membuat remaja tidak terlalu fokus pada
game online dan dapat mengurangi tingkat bermain serta pada akhirnya mengurangi
tingkat kecanduan game online (Xu et al., 2012). Untuk itu, penting bagi orang yang
berada di sekitar remaja (significant others) memahami potensi, bakat, maupun
minat dalam hal pengalihan perhatian dalam mencegah kecanduan game online.
b. Dissuasion
Tindakan yang dilakukan untuk mencegah bermain game online dengan cara
memberikan nasihat, argumen, membujuk, menjelajahi sampai dalam bentuk
paksaan (Xu & Yuan, 2008; Xu et al., 2012). Istilah ini erat kaitan tindakan persuasif.
Hal ini merupakan sebuah praktik umum yang dilakukan oleh kekuatan eksternal
(regulator, orang tua, guru, dan teman) untuk pencegahan perilaku yang tidak
diinginkan (Xu et al., 2012). Penelitian yang dilakukan Babor menunjukkan bahwa
tindakan persuasif dapat membuat perbedaan, setidaknya dalam kasus
penyalahgunaan alkohol (Xu et al., 2012). Seperti yang diketahui bahwa para
pecandu game online memiliki rasionalitas terdistorsi (Zhou, Yuan, & Yao, 2012) dan
persuasi adalah salah satu cara potensial untuk membentuk dan menjadi counter
terhadap rasionalitas yang terdistorsi.
c. Education
Mengacu pada pengetahuan atau fokus upaya pendidikan yang bertujuan pada
kognisi seseorang (Xu et al., 2012). Sebagai lawan dari dissuasion yang merupakan
upaya aktif melawan yang ada pada ranah kognitif seseorang, education sebagian
besar ditujukan untuk membangun dasar kognitif yang baik dan dapat dikelola
sendiri (Xu et al., 2012). Artinya, individu harus aktif dalam memastikan dirinya agar
terhindar dari kecanduan game online (misalnya, dengan membaca artikel surat
kabar atau menonton berita TV tentang topik tersebut). Selain itu, dibutuhkan juga
dorongan dari lingkaran sosial agar upaya ini dapat berjalan dengan baik. Sekolah
sebagai sarana pendidikan dapat memberikan bantuan dari upaya tersebut. Sekolah
dapat melakukan intervensi dengan mempromosikan perilaku positif sebagai bentuk
pencegahan kecanduan game online. Remaja yang masih dalam usia sekolah bisa
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang baik di sekolah. Upaya yang
dilakukan sekolah untuk mencegah perilaku kecanduan merupakan upaya yang
efektif dan efisien (Griffin & Botvin, 2010; Wells, Barlow, & StewartBrown, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Novrialdy, Nirwana, & Ahmad (2019) ditemukan bahwa
masih banyak remaja yang belum memiliki pemahaman yang memadai mengenai
bahaya kecanduan game online. Pemahaman bahaya kecanduan game online
penting bagi remaja karena hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan ketika bermain game online. Untuk itu, remaja perlu
ditingkatkan pemahamannya mengenai bahaya kecanduan game online. Upaya ini
perlu dipertimbangkan sebagai langkah awal dari pencegahan kecanduan game
online.
d. Parental monitoring
Upaya yang dilakukan orang tua dalam memperhatikan anaknya (Xu et al., 2012).
Orang tua memegang peranan penting dalam pencegahan perilaku bermasalah
remaja (Chen, Grube, Nygaard, & Miller, 2008), terutama kecanduan (MogroWilson,
2008; Loke & Wong, 2010). Studi yang dilakukan van den Eijnden, Spijkerman,
Vermulst, van Rooij, & Engels (2010) memberikan bukti bahwa komunikasi orang tua
tentang penggunaan internet merupakan cara yang efektif untuk mencegah
kecanduan internet. Hal ini bisa menjadi indikasi bagaimana perlunya jalinan
komunikasi yang baik antara orang tua dan anaknya.
Kurangnya pengawasan orang tua berkorelasi dengan perilaku berisiko yang
mengarah pada perilaku antisosial dan penggunaan zat terlarang pada remaja
(Dishion, Nelson, & Kavanagh, 2003; Kiesner, Dishion, Poulin, & Pastore, 2009).
Kwon, Chung, & Lee (2011) mengungkapkan bahwa remaja cenderung untuk
meningkatkan waktu yang dihabiskan untuk permainan internet saat merasa
memiliki hubungan yang buruk dengan orang tuanya. Pemantauan dalam hal game
online merupakan strategi efektif yang mencegah pengguna untuk terlibat tindakan
penggunaan berlebihan atau tidak tepat (Young, 1998). Orang tua harus berhati-hati
dan penuh pertimbangan dalam memberikan akses terhadap berbagai produk
teknologi. Para orang tua harus lebih mengawasi anak-anaknya dalam bermain game
online karena bisa berpotensi membuat anak-anak menjadi kecanduan bermain
game online. Bagi anak-anak yang kecanduan game online, mereka seolah-olah
menganggap masa depannya ada di dunia game sehingga menurunkan minat
terhadap aktivitas lain. Pemantauan orang tua dapat dilakukan dengan menjalin
komunikasi yang baik dengan anak, menempatkan berbagai produk teknologi di
tempat yang mudah diamati, mengetahui keberadaan anak, menunjukkan perhatian
terhadap kegiatan sekolah anak, dll. Hal tersebut dapat mengurangi waktu anak
dalam bermain game online dan mencegah tingkat kecanduan game online yang
lebih parah.
e. Resource restriction
Pembatasan berbagai sumber daya untuk bermain game online (Xu et al., 2012).
Kecanduan game online dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor
yang menyebabkan kecanduan game online adalah mudahnya akses untuk bermain
game online (King, Delfabbro, Zwaans, & Kaptsis, 2014). Menurut King & Delfabbro
(2018) individu yang memiliki kemudahan akses untuk bermain game online,
cenderung akan bermain lebih sering dan lebih lama. Remaja yang memiliki akses
perangkat media elektronik di kamar tidur cenderung akan tidur lebih larut, memiliki
durasi waktu tidur lebih singkat dan kurang konsentrasi melakukan kegiatan pada
siang harinya (Brunborg et al., 2011; Fossum, Nordnes, Storemark, Bjorvatn, &
Pallesen, 2014; Li et al., 2007; Oka, Suzuki, & Inoue, 2008; Punamäki, Wallenius,
Nygård, Saarni, & Rimpelä, 2007; Shochat, Flint-Bretler, & Tzischinsky, 2010).
Penelitian terbaru yang dilakukan Gentile et al. (2017) mengungkapkan bahwa
remaja yang memiliki media elektronik kamar tidur lebih cenderung
menggunakannya untuk bermain game daripada membaca buku. Persepsi individu
tentang ketersediaan sumber daya (misalnya, dukungan teknis) memengaruhi
penggunaannya sistem informasi (Taylor & Todd, 1995). Hal ini pun juga berlaku
untuk game online (Blakely, Skirton, Cooper, Allum, & Nelmes, 2010). Orang tua
dapat membatasi uang yang diberikan dan juga perlengkapan untuk bermain game
online. Upaya ini dapat membatasi ruang gerak serta akses remaja terhadap
permainan game online yang berlebihan.
Referensi
(Novrialdy, Kecanduan Game Online pada Remaja, 2019)

(Marcovitz, 2011)

(K.V.Petrides & AdrianFurnham, 2000)

(Williams, 2006)

(Smyth, 2007)

(Zaheer Hussain & Mark D. Griffiths, 2009)

(Hidayat, 2019)

(Xu Zhengchuan and Yuan Yufei, 2008)

(Zhou Z, Yuan G & Yao J, 2012)

(Eryzal Novrialdy, Herman Nirwana & Riska Ahmad , 2019)

Anda mungkin juga menyukai