Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

Ajaran Agama yang Berhubungan Dengan Kesehatan

(Aborsi,Sunat Bayi Perempuan,Transplantasi)

Kelompok 7 :

Priska Septiadiningsih 221030320238

Putri Dia Ayu M 221030320249

STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Tahun Ajaran 2022/2023


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,hidayat,dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat mrnyelesaikan makalah Pendidikan Agama
tentang Tindakan Ajaran Agama yang Berhubungan dengan Kesehatan mencakup Aborsi,Sunat
Bayi Perempuan,Transplantasi.

Makalah pendidikan agama ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari beberapa pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu
kami sampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah pendidikan agama tentang Tindakan Ajaran
Agama yang berhubungan dengan Kesehatan dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan
terhadap pembaca.
BAB 1

A. LATAR BELAKANG
Abstrak: Masalah aborsi selalu menjadi kontroversial di antara banyak orang, termasuk
dalam masyarakat Islam. Meskipun semua fuqahâ (ahli hukum Islam) sepakat dalam
melarang aborsi janin setelah jangka waktu 120 hari kehamilan-karena diasumsikan telah
animasi, sebaliknya, perselisihan di antara mereka dalam melihat praktek ke janin
sebelum jangka waktu 120 hari. Beberapa menganggapnya sebagai mubah (izin mampu),
beberapa orang menganggap sebagai makrûh (dibenci) dan lain-lain berpikir sebagai
haram (dilarang). Penelitian ini mencoba untuk mengeksplorasi dan membandingkan tiga
pengertian yang disebutkan di atas dengan fokus pada metode penafsiran hukum yang
digunakan oleh masingmasing kelompok para ahli hukum dan alasan yang mendasari
perbedaan di antara mereka. Sebagai studi ini mengungkapkan, perbedaan pendapat
muncul karena setiap kelompok menggunakan (sumber hukum) dalil yang berbeda untuk
mendukung argumen mereka-kelompok ahli hukum bergantung pada hadis (nabi
berkata), penggunaan lain qiyas (analogi reasoning), di mana seperti yang lain berlaku
sebuah ayat Alqur’an. Kata Kunci: aborsi, fuqahâ

B. PENDAHULUAN
Islam menyatakan bahwa kehidupan janin adalah kehidupan yang harus
dihormati. Oleh sebab itu menjadi sebuah pelanggaran jika melakukan pengguguran
terhadap janin yang sedang dikandung, dalam hal ini adalah melakukan aborsi, apalagi
aborsi tersebut tanpa alasan yang sah atau dikuatkan oleh tim medis.
Dalam studi hukum Islam terdapat perbedaan pendapat tentang aborsi di dalam
empat fiqih mazhab. Imam Hanafi misalnya yang menjadi mazhab yang paling fleksibel
memandang bahwa, sebelum empat bulan masa kehamilan, aborsi bisa dilakukan apabila
mengancam kehidupan si perempuan yang sedang mengandung; Mazhab Maliki
melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan; Mazhab Syâfi‘î memandang bahwa
apabila setelah terjadi vertilasi zygote tidak boleh diganggu, dan intervensi terhadapnya
adalah sebagai kejahatan; sedangkan Mazhab Hanbali menegaskan dengan keras bahwa
aborsi adalah dosa, dengan adanya pendarahan yang menyebabkan miskram sebagai
petunjuk bahwa aborsi itu haram.
Masalah aborsi 1) adalah isu kontroversial, karena aborsi tidak hanya terkait
dengan masalah kesehatan, tetapi juga erat dengan etika moral, agama, dan hukum. 2)
Adanya kontroversi yang terjadi di kalangan ulama erat kaitannya dengan masalah aborsi
yang non therapeuticus pada usia sebelum 120 hari. Sebagian mereka ada yang
membolehkan, memakruhkan, bahkan sebagian lagi mengharamkan.
Sebab itulah penulis tertarik untuk menjawab permasalahan tersebut berkaitan
dengan konsep serta pemikiran para fukahâ secara komprehensif tentang aborsi. Maka
analisis yang akan dipakai adalah analisis sintesis, yaitu untuk menelaah secara kritis,
meneliti ungkapan atau istilah, pengertian yang dikemukakan oleh para fukahâ maupun
pihak medis kedokteran, sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan
masingmasing pandangan mereka, untuk kemudian menemukan pengertian baru yang
lebih sempurna. Dengan sintesis dimaksudkan untuk menemukan satu kesatuan
pemikiran yang utuh dalam rangka memecahkan permasalahan. Dan terakhir adalah
melalui metode komparatif, yaitu digunakan untuk mengetahui dan membandingkan
pendapat masing-masing tokoh fukahâ sehingga diketahui argumentasi serta faktor apa
yang menjadikan mereka berbeda dalam menentukan pendapatnya.1

1
Kontroversi dibalik upaya penghentian kehamilan, dalam Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi, No. 2 Tahun
XXIII, Februari 1957, h. 158-163.
Aborsi dalam Pandangan Medis

Aborsi atau abortus adalah pengakhiran kehamilan baik belum cukup waktu, yaitu
di bawah usia 20 sampai 28 minggu, maupun belum cukup berat, yaitu di bawah 400 gr
sampai 1000 gr. Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya mencapai 1000
gr atau usia kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus
berat anak antara 500 gr sampai 999 gr, disebut partus immaturus.
Hubungannya dengan abortus, tentang usia belum mencapai 28 minggu,
mempunyai makna hukum, karena akhir dari 28 minggu merupakan akhir kelangsungan
hidup fetus dalam hukum Inggris. Ada kemungkinan berubah karena perkembangan
teknologi kedokteran masih tetap merupakan kelangsungan hidup secara hokum.
Dalam ilmu medis kedokteran, aborsi dapat digolongkan kepada dua kategori
yaitu abortus spontan dan abortus provokartus. Abortus spontan (terjadi dengan sendiri,
keguguran), insiden abortus ini pada umumnya tercatat sebesar 10%-20%. Sedangkan
abortus provokartus (sengaja digugurkan), merupakan 80% dari semua abortus. Abortus
provokartus ada yang berdasarkan diagnosis pihak medis yang mengharuskan ibu
diaborsi. Dan ada juga tanpa diagnosis pihak medis, yakni atas kehendak ibu karena
berbagai alasan seperti ekonomi sulit, terlalu banyak anak, terjadi hubungan di luar nikah,
perkosaan dan lain-lain, inilah disebut aborsi non therapeuticus. Abortus provocatus
terbagi dua yakni artificialis atau therapeu ticus (abortus semacam ini ialah penguguran
kehamilan dengan alasan membahayakan jiwa ibu, misalnya karena ibu berpenyakit
berat), dan abortus provockatus kriminalis, adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan
medis yang sah dan dilarang oleh hukum.
2

2
Fakultas Kedokteran UNPAD, Obstetri Patologi, (Bandung: UNPAD, Elstrar, 1984), h. 7.
Aborsi Menurut Hukum Positif

Aborsi atau abortus menurut hukum pidana, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan suatu
perbuatan yang mengakibatkan kandungan lahir sebelum waktunya melahirkan menurut alam.
Pada tindak kejahatan terhadap pengguguran kandungan ini diartikan juga sebagai pembunuhan
anak yang berencana, di mana pada pengguguran kandungan harus ada kandungan (vrucht) atau
bayi (kidn) yang hidup yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah yang juga menyebabkan
tindak pidana penguguran (abortus) dimasukkan ke dalam titel buku II KUHP tentang kejahatan
terhadap nyawa orang.

Dasar-dasar hukum (pasal-pasal) yang mengatur tentang abortus, diantaranya: KUHP


BAB XIV, kejahatan terhadap kesusilaan, pasal 281 ayat (1). Pada ayat (2) diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Rp 9000,-, barang
siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau
memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk
mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa, dan yang
diketahui sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum 17 tahun, jika isi tulisan, gambaran,
benda atau alat itu telah diketahuinya. Kemudian pada ayat (3) diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan atau pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp 9000, barang siapa menawarkan,”
memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan
tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau
mengugurkan kehamilan kepada seorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat
pertama jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang
melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan.
3

3
R.F. Maulany, Obstetri dan Ginekologi Praktis, (Jakarta: Widya Medika, 1994), h. 189.
Bila ditinjau dari segi linguistik, dalam perspektif syara’, kata “abortus” atau “aborsi”
dikenal dengan ungkapan al-Ijhadh atau Ishqat al-Haml, yang berarti menjauhkan, mencegah,7
atau dengan kata lain didefinisikan sebagai keluarnya atau gugurnya kandungan dari seorang ibu
yang usia kandungannya belum mencapai 20 minggu.

Dalam konteks Islam menyatakan bahwa kehidupan janin (anak dalam kandungan)
adalah kehidupan yang harus dihormati.8 Oleh sebab itu, adalah suatu pelanggaran jika
melakukan pengguguran terhadap janin yang sedang dikandung (aborsi), apalagi aborsi tersebut
tanpa alasan yang sah atau dikuatkan oleh tim medis.

Perbedaan pendapat dikalangan ulama didasarkan dari sejarah pada masa Rasulullah,
telah terjadi suatu pertengkaran atau perkelahian antara dua orang wanita dari suku Huzail. Salah
satunya yang tengah hamil dilempar batu dan mengenai perutnya. Akibatnya, janin atau bayi
dalam kandungannya itu meninggal. Ketika persoalan tersebut diadukan kepada Rasulullah,
pembuat jarîmah tersebut (yang melempar) dikenakan sanksi hukum ghurrah, yaitu
seperduapuluh diyat.

Ketetapan inilah yang kemudian diadopsi oleh para fukaha untuk menetapkan sanksi
hukum terhadap orang yang melakukan aborsi tanpa alasan yang sah atau tindak pidana terhadap
pengguguran kehamilan. Kemudian mengenai abortus nonthempeuticus pada usia janin sebelum
120 hari, pendapat para ulama terbagi dalam tiga aliran, yaitu boleh, makruh dan haram.

Menurut mayoritas fukaha, melakukan aborsi bagi janin yang telah berusia 120 hari
hukumnya haram. Sedang usia sebelum 120 hari terjadi khilâfiyah. Ada yang berpendapat boleh,
makrûh, dan haram. Alasan yang mengharamkan usia 120 hari dan membolehkan sebelum 120
hari adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibn Mas’ud yang menyatakan tentang
penciptaan janin, dari nuthfah ke ‘alaqah, ke mudghah dan sampai ditiupkannya ruh pada usia ke
40 hari.4

4
Imâm al-Faraj Jamâl al-Din ‘Abd al-Rahmân bin Muhammad al-Jauzi al-Qurasy al-Baghdâdi, ditahqiq oleh Ziyad
Hamdan, Kitâb al-Ahkâm al-Nisa, (Bayrut: Dâr al-Fikr, 1989), h. 185
Menurut Imam al-Ramli dari kelompok pengikut Imam Syâfi’i, melakukan aborsi bagi
janin yang sudah berusia 120 hari, haram hukumnya. Karena diperkirakan bahwa janin sudah
bernyawa. Bagi yang melakukannya maka sangsinya adalah ghurrah,11 yakni diyat yang harus
dipenuhi oleh orang yang melakukan pembunuhan janin, berupa membayar seorang budak laki-
laki atau perempuan kepada keluarga si janin atau membayar kafarat senilai dengan seperdua
puluh diyat biasa, yaitu lima ekor unta. Sedangkan pengguguran sebelum 120 hari hukumnya
boleh.

Ibn Hazm juga berpendapat bahwa pembunuhan janin setelah ditiupkannya ruh dan
usianya mencapai 120 hari dianggap sebagai tindakan kejahatan pembunuhan dengan sengaja
dan dijatuhkan hukuman qishâs, kecuali dimaafkan oleh si korban. Tindakan tersebut wajib
ghurrah dan tidak wajib membayar kafarat karena dianggap sebagai pembunuhan sengaja.12 Ibn
Qudâmah berpendapat bahwa jika ternyata janin itu mati akibat dari suatu pemukulan pada perut
ibunya, maka pelakunya diberi ganjaran berupa kafarat, di samping diyat dan ghurrah, yaitu
memerdekakan seorang budak yang beriman. Jika tidak dapat melakukannya, maka ia harus
berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Bahkan, hal itu diwajibkan atasnya baik janin itu hidup
atau mati. Dasarnya adalah surat al- Nisâ’ [4]: 29, tentang sanksi hukum terhadap si pembunuh
karena tersalah.

Kemudian dari fukaha Syafî’iyah (kecuali al-Ghâzali), dan mayoritas fukaha Hanâbilah
(kecuali Ibn Rajab) serta mayoritas fuqahâ Hanâfiyah, berpendapat bahwa penguguran
kandungan (aborsi) yang dilakukan atas persetujuan suami istri dan tidak menggunakan alat yang
membahayakan serta janin yang digugurkan tersebut belum berusia 40 hari, maka hukumnya
makrûh. Alasan dari mahzab Hanâfi adalah karena janin itu belum berbentuk.

Dari apa yang dikemukakan ulama (kelompok mazhab) tentang aborsi, terutama masalah
usia janin yang haram dan yang boleh untuk dilakukannya aborsi, ternyata berbeda dengan
persepsi yang dipaparkan oleh dunia medis kedokteran. Secara medis, janin menjelang minggu
keenam sampai ketujuh sudah memperlihatkan adanya denyut jantung. Oleh sebab itu, Hassan
Hathoud, seorang guru besar bidang Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteraan Universitas
Quwait, menganggap para ulama saat itu menanggapi hadis tersebut masih terbatas. Itu
disebabkan keterbatasan perkembangan sains dan teknologi, terutama tentang embriologi, pada
saat mereka memberi makna yang sama antara “asal mula kehidupan janin” dengan
“ditiupkannya ruh”.
Al-Ghazali berpendapat bahwa pengguguran dan pembunuhan terselubung merupakan
tindakan kejahatan terhadap suatu wujud yang telah ada. Wujud itu mempunyai beberapa
tingkatan. Tingkat pertama ialah masuknya nuthfah (sperma) ke dalam rahim dan bercampur
dengan air mani perempuan (ovum) serta siap untuk menerima kehidupan.16 Hal ini senada
dengan pendapat Mahmûd Syalthûth .

1. Aliran yang membolehkannya

Imâm al-Subki berpendapat bahwa pengguguran kandungan dari hasil perbuatan zina,
dibolehkan asal masih berupa nuthfah atau ‘alaqoh, yaitu sebelum delapan puluh hari.
Demikian juga pendapat Imâm al-Ramli dari kelompok mahzab Syâfi’i. Alasan mereka
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhâri dan Muslim tentang penciptaan janin yang
berusia 40 hari baru kemudian ditiupkan ruh. Sedangkan Abû Ishâq al-Marwaei
berpendapat bahwa seseorang yang minum obat untuk menggugurkan kandungannya
selama berbentuk ‘alaqah atau mudghah, maka hal itu dibolehkan. Demikian pula
pendapat kelompok Hanâfiyah yang membolehkannya secara mutlak.

Hal sama juga dikemukakan oleh Abû Bakar Ibn Sa’id al-Furati dan al-Qalyubi
bahwa minum obat untuk menggugurkan kandungan saat janin masih berbentuk nuthfah
atau ‘alaqah, maka hal itu dibolehkan.5

2. Aliran yang berpendapat makrûh


Menurut pendapat Ibn Rusyd, dari kelompok mahzab Maliki, jika terjadi
pemukulan terhadap wanita yang sedang hamil dan menyebabkan kematian janinnya,
maka sanksinya adalah tidak wajib kafarat tapi sebaiknya kafarat. Alasannya seperti
apa yang telah dilakukan pada kasus perkelahian dua orang wanita suku Huzail di
atas. Ibn Wahban berpendapat bahwa pengguguran kandungan dibolehkan jika karena
uzur. Jika tidak, maka hukumnya makrûh. Sedangkan Muhammad Said Ramadhan al-
Bûti menilai pengguguran kandungan dibolehkan asal ada kesepakatan antara ayah
dan ibu si janin. Karena menurut hukum syara’, seorang ayah bisa sah jika dia
mempunyai anak yang dilahirkan dari istri yang sah. Sedangkan zina tidak mutlak
diperlukan (ayah).

5
Hassan Hothout, Revolusi Seksesual Perempuan, (Bandung: Mizan, 1995), h.167. Lihat pula Mahmûd Syaltût,
Islam Aqîdah wa Syarî’ah, (Kairo: Dâr al-Kalam, 1966), h. 212.
3. Aliran yang berpendapat haram

Imâm al-Ghazâli berpendapat bahwa hukum pengguguran kandungan haram secara


mutlak, bahkan sejak bertemunya sperma laki-laki dan ovum wanita. Pendapat ini
didukung Mahmûd Syaltût dan Yûsuf Qaradhawi.20 Menurut pendapat ‘Abd alRahmân
al-Baghdâdi, jika pengguguran itu dilakukan setelah 40 hari masa kehamilan, yaitu saat
mulai terbentuknya janin, maka hukum pengguguran adalah haram. Sama halnya
pengguguran janin setelah ditiupkan ruh. Sebab, janin yang sedang dalam proses
pembentukan organorgannya dapat dipastikan sebagai janin yang sedang mengalami
proses terbentuknya manusia sempurna. Alasannya adalah surat al-Mukminûn [23]: 14
yang berbunyi:

‫ُثَّم َخ َلْقَنا الُّنْطَفَة َع َلَقًة َفَخ َلْقَنا اْلَع َلَقَة ُم ْض َغ ًة‬

‫اْلُم ْض َغَة ِع ٰظ ًم ا َفَك َسْو َنا اْلِع ٰظ َم َلْح ًم ا ُثَّم َاْنش‬

‫َفَتَباَرَك ُهّٰللا َاْح َس ُن اْلَخ اِلِقْي‬

“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”.

Dalam ayat di atas, terutama tentang kata-kata “Khalqan Âkhar” yang ditakwil dan
ditafsirkan bahwa sebelum membentuk “mahluk lain” memang ada fase-fase tertentu
yang secara bertahap sudah dianggap mempunyai ruh atau suatu kehidupan, yaitu rûh
hayawâni dan rûh insâniyah. Rûh hayawâni telah dimiliki sejak pembuahan terjadi,
sedangkan rûh insâni berada ketika janin sudah berbentuk lengkap seperti yang dilakukan
oleh Sayyid Quthub.6

6
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal al-Qur’an, Juz, XVI11, (Ttp.: Isa Halabi, t.t.), h. 17.
ABORSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

PEMBAHASAN

1. Aborsi

Mentruasi regulation merupakan istilah bahasa Inggris yang telah diterjemahkan oleh
Dokter Arab menjadi istilah wasail al-ijhadh (cara penggungguran kandungan yang
masih muda), sedangkan abortus diterjemahkan menjadi istilah isqath al-hamli
(pengguguran kandungan yang sudah tua atau sudah bernyawa). Keduanya menurut
Mahjuddin merupakan praktek pengguguran kandungan.

Menurut Sardikin Ginaputra dan Maryono sebagaimana yang dikutip Kutbuddin


Aibak, aborsi ialah mengakhirkan kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Menurut Maryono Reksodiputra, aborsi ialah pengeluaran hasil
konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara ilmiah)

Dalam kamus Webster Ninth New Colegiate sebagaimana yang dikutip Maria
menyebutkan bahwa aborsi adalah keluarnya janin secara spontan atau paksa yang biasa
dilakukan dalam minggu ke-12 pertama dari kehamilan. Defini lengkap mengenai hal
tersebut tercakup dalam Grolier Family Ensiclopedia yang menyebutkan pengertian
aborsi adalah penghentian kehamilan dengan cara menghilangkan atau merusak janin
sebelum masa kelahiran, yang bisa dilakukan dengan cara spontan atau dikeluarkan janin
dengan cara paksa.

Pengertian aborsi menurut kedokteran tersebut berbeda dengan ahli fikih, karena
tidak menetapkan usia maksimal, baik pengguguran kandungan dilakukan dalam usia
kehamilan nol minggu, 20 minggu maupun lebih dari itu dianggap sama sebagai aborsi.
Pengerian aborsi menurut para ahli fikih seperti yang dijelaskan oleh Ibrahim Al-Nakhai:
Aborsi adalah pengguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna
atau belum.

Sementara menurut al-Ghazaku, aborsi adalah pelenyapan nyawa yang ada di dalam
janin atau merusak sesuatu yang sudah dikonsepsi (al-maujud al-hashil). Jika tes urin
ternyata hasil positif, itulah awal dari kehidupan.
2. Macam-macam Aborsi
1. Abortus spontan (spontaneus abortus), ialah abortus yang tidak di sengaja. Abortus
spontan bias terjadi karena penyakit sifilis, kecelakaan dsbnya.
2. Abortus yang di sengaja (abortus provocatus/induced pro abortion). Abortus ini ada
dua macam yaitu:
a. Abortus artificialis therapicus, yakni abortus yang dilakukan oleh dokter
atas dasar indikasi medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa
membahayakan jiwa si calon ibu, karena misalnya penyakit-penyakit yang
berat, seperti TBC yang berat dan penyakit ginjal yang berat.
b. Abortus povocatus criminalis, yakni abortus yang dilakukan tanpa dasar
indikasi medis. misalnya abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil
hubungan seks diluar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang
tidak dikehendaki.

Adapun beberapa faktor yang mendorong seorang dokter melakukan pengguguran kandungan
pada seorang ibu:

 Indikasi medis, yaitu seorang dokter menggugurkan kandungan seorang ibu, karena
dalam pandangannya nyawa wanita (ibu) yang bersangkutan tidak dapat tertolong bila
kandungannya dipertahankan. Hal ini karena seoarang ibu tersebut mengidap penyakit
7
yang berbahaya.
 Indikasi sosial, yaitu pengguguran kandungan itu dilakukan karena didorong oleh faktor
kesulitan finansial. Misalnya: karena seorang ibu sudah menghidupi beberapa orang anak
padahal ia tergolong orang miskin, karena wanita yang hamil itu di sebabkan hasil
pemerkosaan seorang pria yang tidak mau bertanggung jawab, karena malu dikatakan
dihamili oleh pria yang bukan suaminya dan sebagainya

7
Kutbuddin, Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: Teras, 2009) h. 83
3. Hukum aborsi dalam Islam

Ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum melakukan aborsi, terutama


dalam usia bayi belum ditiupkan roh. Ada ulama yang dengan tegas mengharamkannya
karena merupakan suatu pembunuhan, tetapi ada sebagian ulama yang membolehkan
bahkan memakruhkan, karena belum ada ruh, maka tidak dianggap sebagai suatu
pembunuhan. Kecuali bila aborsi yang dilakukan dalam kondisi darurat.

Ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum melakukan aborsi, terutama


dalam usia bayi belum ditiupkan roh. Ada ulama yang dengan tegas mengharamkannya
karena merupakan suatu pembunuhan, tetapi ada sebagian ulama yang membolehkan
bahkan memakruhkan, karena belum ada ruh, maka tidak dianggap sebagai suatu
pembunuhan. Kecuali bila aborsi yang dilakukan dalam kondisi darurat.

Perbedaan pendapat dikalangan ulama didasarkan dari sejarah pada masa Rasulullah,
telah terjadi suatu pertengkaran atau perkelahian antara dua orang wanita dari suku
Huzail. Salah satunya yang tengah hamil dilempar batu dan mengenai perutnya.
Akibatnya, janin atau bayi dalam kandungannya meninggal. Ketika persoalan tersebut
disampaikan kepada Rasulullah, pembuat jarimah tersebut (yang melempar) dikenakan
sanksi hukum ghurrah yaitu seperdua puluh diyat. Ketetapan inilah yang kemudian
diadopsi oleh para fukaha untuk menetapkan sanksi hukum terhadap orang yang
melakukan aborsi tanpa alasan yang sah atau tindak pidana terhadap pengguguran
kehamilan.

Apabila aborsi dilakukan sebelum diberi ruh/ nyawa pada janin (embrio), yaitu
sebelum berumur 4 bulan, ada beberapa pendapat. Ada ulama yang membolehkan abortus
antara lain Muhammad Ramli dalam kitabnya al-Nihayah dengan alasan belum ada
makluk yang bernyawa.8

4.

8
8 Imâm al-Faraj Jamâl al-Din ‘Abd alRahmân bin Muhammad al-Jauzi al-Qurasy alBaghdâdi, ditahqiq oleh Ziyad
Hamdan, Kitâb alAhkâm al-Nisa, (Bayrut: Dâr al-Fikr, 1989), h. 185
Syekhul Islam al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari menjelaskan bahwa
hukum menggunakan obat untuk menggugurkan (merusaka) nutfah (embrio) sebelum
ditiupkannya ruh. Barang siapa yang mengatakan hal itu dilarang, maka itulah yang lebih
layak, dan orang yang membolehkannya, maka hal itu disamakan dengan ‘azl. Tetapi
kedua kasus ini dapat juga dibedakan, bahwa tindakan perusakan nutfah itu lebih berat,
karena ‘azl dilakukan sebelum terjadinya sebab (kehidupan), sedangkan perusakan nutfah
dilakukan setelah terjadinya sebab kehidupan (anak).

Dalam kondisi janin telah ditiupkan ruhnya, para ulama sepakat tentang
keharamannya, karena bila telah ditiupkan ruh, berarti sudah ada kehidupan bagi si bayi.
Karena itu melakukan aborsi sama halnya dengan membunuh.

Sanksi hukum bagi wanita yang menggugurkan kandungannya setelah ditiupkan


rohnya, menurut sebagian hali fikih adalah kewajiban membayar gurrah (budak laki-laki
atau perempuan). Demikian juga yang melakukannya adalah orang lain dan sekalipun
suami sendiri. Di samping membayar gurrah, sebagian ulama fikih, diantaraya mazhab
Zahiri, berpendapat bahwa pelaku aborsi juga dikenai sanksi hukum kafarat, yaitu
memerdekakan budak dan jika tidak mampu wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, dan
apabila masih tidak mampu juga, wajib membayar makan fakir miskin sebanyak 60
orang. Pembayaran kafarat ini didasarkan atas pemikiran bahwa aborsi dalam hal ini
aborsi termasuk pembunuhan dengan sengaja terhadap manusia yang diancam dengan
hukuman qisas atau diat apabila dimaafkan. Alasan mazhab Zahiri dalam menetapkan
sanksi hukum ini.9

9
Abdul Aziz Dahlan (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 9
Menurut Masfuk Zuhdi, yang benar adalah sebagaimana yang diuraikan oleh
Mahmud Syaltut bahwa sejak bertemunya sel sperma dan ovum, maka pengguguran
adalah suatu kejahatan dan haram hukumnya, sekalipun janin belum diberi nyawa, sebab
sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan
persiapan untuk makhluk baru yang bernyawa bernama manusia yang dilindungi dan
dihormati eksisitensinya. Lebih jahat dan makin besar dosanya, apbila penggugurannya
dilakukan setelah janin bernyawa, dan lebih besar lagi dosanya jika sudah dibunuh atau
dibuang bayi yang baru lahir tersebut.

Aborsi yang yang dilakukan karena darurat seperti ada uzur yang tidak bisa dihindari,
yang dalam istilah fikih disebut keadaan darurat, seperti apabila janin dibiarkan tumbuh
dalam rahim akan berakibat kematian ibu. Ulama sepakat bahwa aborsi dalam keadaan
seperti ini hukumnya mubah (boleh). Kebolehan ini adalah adalah guna menyelamatkan
nyawa ibu. Dalam keadaan seperti ini, ibu tidak dikorbankan untuk menyelamatkan bayi,
sebab ibu adalah asal bagi terjadinya bayi. Dasar pendapat ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Ibnu Majah. Dalam hadits ini
Rasulullah SAW menganjurkan agar orang jangan berbuat sesuatu yang membahayakan
diri sendiri atau orang lain. Selain itu kaidah fikih juga mengatakan apabila terdapat dua
hal yang merugikan, padahal tidak mungkin dihindari keduanya, maka harus ditentukan
pilihan kepada yang lebih ringan kerugiannya. Pada kasus aborsi dalam keadaan darurat,
dalam pemikiran Ahmad Azhar Basyir, yang lebih ringan kerugiannya adalah dengan
menyelamatkan ibu dan mengorbankan janin. Menurut Mahmud Syaltut keadaan amat
mendesak seperti ini sudah termasuk keadaan darurat dan dalam keadaan darurat, aborsi
dapat dibenarkan oleh syariat Islam.

Apabila aborsi dilakukan karena sebab-sebab lain yang sama sekali tidak terkait
dengan keadaan darurat, seperti menghindarkan rasa malu atau karena faktor ekonomi,
maka hukumnya haram10

10
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), h. 9
Melakukan Aborsi menurut Buya Yahya

11
Jika seorang wanita, naudubillah himin dzalik semoga kita dijauhi oleh zina. Dia
melakukan hubungan dengan non muslim lalu ada kandungan didalamnya. Astagfirullah. Apa
yang dilakukan? Yang perlu dicermati bila ini kejadian yang sesungguhnya besok suruh datang
kepada kami akan diselesaikan dengan cara istimewa dan jangan ada yang tau, kita akan
memberitahu terbaik solusinya. Apakah Aborsi solusinya? Belum tentu. Yang terpenting wanita
itu betul mau tobat dan sebagainya mudah untuk ditolong. Cuma kadang karna kebusukan
Naudzubillah orang laki-laki nakal dia ingin menodai dan kadang ia ingin mengambil sesuatu
sehingga seorang perempuan yang lemah hati tidak punya iman gara-gara dikandungannya ada
benihnya laki-laki tersebut menjadi terikat.Apalagi kalau orang tua nya juga tidak punya ilmu
juga, bodoh juga akhirnya apa? Siapa yang berbuat harus bertanggung jawab. Senang dia, jadi
kalo melamar anaknya orang kalo tidak diterima hamili dulu dia baru mau kan begitu? Kan
bodoh banget, orang tua bodoh super bodoh.Sudah tau sudah dizinahi malah dikejar zinah itu.
Inikan banyak orang-orang dikampung itu sudah menzinah malah dikejar. Kenapa? Kau berbuat
kau yang bertanggung jawab. Memang itu yang aku cari, kejar lah daku. Kemana pun kau pergi
aku kejar. Sudah ku titipkan benih di anakmu. Tidak harus dinikahkan dengan dia, apalagi dia
anak busuk yang menzinahi. Tapi yang harus dididik ini anak perempuan ini disadarkan,
difahamkan kemuliaan. Bisa saja dia kepeleset, bisa saja dia minum obat, mungkin saja,
mungkin, bisa ditolong kok. Baik, itu yang harus ditolong, diselamatkan disini kalau ada kasus
yang sesungguhnya antara perempuan dan perempuan berbeda. Ada perempuan memang dia
jatuh cinta dengan laki-laki kafir, ini tidak bisa. Kadang harus melakukan aborsi menurut
ketentuannya ada syariaatnya harus ada. Berapa minggu berapa bulan panduannya, karena apa?
Dengan kandungannya dia akan lepas semakin terikatnya nanti naudzubillah.. tapi ada orang
yang karna kepeleset dan sebagainya dia tidak akan nunggah bahwa kepada dia bisa saja dia
akan dibesarkan jadi seseorang yang soleh suatu ketika. Adapun masalah bagaimana anda
dimasyarakat itu kerjaan paling mudah, gak usah masyarakat bisa tidak tahu. Intinya
bahwasannya selamatkan anak perempuan tersebut tidak tentu harus aborsi sebab aborsi ada
aturan syariaatnya. Kapan aborsi diperkenankan dan seperti apa. Tiba saat ibundanya khawatir
akan kematian ibundanya atau mungkin jiwanya sang anak tidak bisa pisah dengan ke kafiran
karena anaknya keterikatan ini dipisah tidak bisa, atau mungkin ada semacam ini mending
datang secepatnya, datang kepada orang yang tepat tentang solusinya.Jangan sesekali
membongkar aibnya seorang hamba kalo anda bongkar seorang hamba yang harus ditutup akan

11
Melakukan Aborsi- Buya Yahya on Youtube 29 Nov 2017
dibongkar aib mu nanti tidak didunia tidak diakhirat dibongkar Naudubillah maka jangan
mengomongkan zina seseorang. Bahkan jika ada seorang yang berzina dengan seseorang
mending keluar duit untuk menutup aib tersebut.Kalau anda menutup aib seorang hamba maka
Allah akan menutup semua aib anda diakhirat. Ini adalah tugas besar, tapi kadang masyaaallah
gak ada orang hamil diluar nikah sekampung kok tau semua. Ada orang hamil diluar nikah
sekampung tau semua, sampai ingat “ooh ini anak koar” kalo dalam bahasa Jawa ini anak gak
punya bapak. Kok tau sekampung ilmunya dimana kalau anak ini gapunya bapak. Dikelas itu ada
“gak punya bapak” kalau bahasa Jawa namanya koar.

Bagaimana bisa tahu ini? Mana ilmunya? Mana pendidikannya? Ini anak tidak punya
salah, tidak punya dosa. Dia bisa menjadi wali dan kekasih Allah SWT. Kalau ada kejadian,
ambil waktu dan tempatnya nanti akan diselesaikan permasalahannya. Intinya harus ditutup
aibnya, disuru tobat dulu, tidak boleh nikah ddngan dia. Masalah aborsi atau tidak lihat kondisi
anak itu. Kalau nanti kondisinya berat bisa saja aborsi asalkan umur kandungan nya belum
dititipkan nya ruh tentunya ditinjau dari sisi lainnya. Harus hati-hati,tidak gampang dan dilihat
jangan seenaknya. Ada orang yang aborsi eh besoknya hamil lagi makanya kita gak boleh
langsung bilang boleh harus dilihat dulu keadaaannya. Semoga Allah menjaga anak kita dari
perzinaan dan yang pernah kepeleset perzinaan semoga Allah tutup aibnya dan Allah
mengampuni segala dosanya dan jangan sampai kita menjadi hamba yg membuka aibnya orang.
Allahuma bisoam.1213

12
Melakukan Aborsi- Buya Yahya on YouTube 29 Nov 2017

13
14
Hukum melakukan aborsi kandungan yang berusia 1 Minggu

menurut Ust.Abdul Somad

Ada orang yang mengatakan bahwa “kalau belum dititpkan roh tidak apa-apa”
Perbuatan ini Haram Bathil. “Tapi kan ini ruh belum masuk Pak Ust” Dia sudah siap
menerima Ruh, jadi bukannya Ruh nya masuk/tidak masuk. Dia sudah siap menerima
Ruh dan hokum aborsi haram.Kecuali pilihannya dua, kata Dokter Dokternya pun harus
amanah dan kalau dilanjutkan kehamilan ini ibunya mati. Kalau dipilih antara mati/aborsi
boleh pilih aborsi tapi dokternya harus amanah

14
Hukum Aborsi Kandungan 1 Minggu-Ust Abdul Somad on YouTube 2 Des 2020
Aborsi Dalam Pandangan Agama Islam

Latifah, Rizky Vaira,Merlin Karinda, Tri Tunggal, Isrowiyatun Daiyah

Abstrak: Metode penelitian yang digunakan ini mengunakan kepustakaan (library


research) yang diambil berdasarkan Al-Quran, hadist dan keputusan dari fatwa MUI dan
hukum-hukum yang berkaitan dengan sumber sah mengenai aborsi dalam agama islam.
Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tinakan aborsi dari pandangan
agama islam dan Pengharaman Aborsi di dalam Hukum Al-Quran serta fatwa MUI. Syaikh
Ahmad al-Ghazali seorang Ulama Indonesia menyatakan: “Adapun ulama Indonesia
berpendapatkeharaman aborsikecuali apabila ada sebab terpaksa yang harus dilakukan dan
menyebabkan kematian sang ibu. Hal ini karena syari‟at Islam dalam keadaan seperti itu
memerintahkan untuk melanggar salah satu madharat yang teringan. Apabila tidak ada di
sana solusi lain kecuali menggugurkan janin untuk menjaga hidup sang ibu.Kata
Kunci:Aborsi;pandangan agama Islam.

PENDAHULUAN

Aborsi (Abortus) adalah berakhirnya suatu kehamilan (akibat factor tertentu) pada
atau sebelum kehamilan itu berusia20 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk
hidup di luar kendungan (Lily Yulaikah, 2008: 72).Di Indonesia, belum ada batasan resmi
mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof.
Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus didefinisikan
sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran
(dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum
istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum
waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia
muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan).Sementara dalam pasal 15 (1) UU
Kesehatan Nomor 23/1992 disebutkan bahwadalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya
disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis tertentu. Dengan demikian pengertian
aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau
bayinya (pasal 15 UU Kesehatan) adalah pengertian yang sangat rancu dan membingungkan
masyarakat dan kalangan medis.
Melakukan aborsi adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan
Islam. Dalil syar‟i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam,
sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW: “Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat
puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk
nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan
tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ya Tuhanku, apakah dia (akan

Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?‟ Maka Allah kemudian memberi
keputusan...” (HR Muslim dari Ibnu Mas‟ud)

Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Jadi, siapa


saja yang melakukan aborsi baik dari para pihak ibu, bapak maupun tenaga kesehatan,
berarti mereka telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal atau dalam Islam
yang mewajibkan mereka membayar diyat bagi janin yang digugurkan, yaitu seorang budak laki-
laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta),
sebagaimana telah diterangkan dalam hadits Rasulullah: “Memberi keputusan dalam
masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati,
dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan...” (HR Bukhari dan
Muslim).

Ulama yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengaan sel
sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, pendapatnya lemah.
Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma,
tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel
telur, meski kedua sel itu belum bertemu.

Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya: “Dan janganlah kamu membunuh


jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar.” (QS Al-Isra‟: 33) Namun demikian, melakukan aborsi pada tahap penciptaan janin,
ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa
keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya
sekaligus.
Dalam kondisi seperti ini, melakukan aborsi dan mengupayakan
penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang
diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT: “Barang siapa yang
memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara
kehidupan manusia semuanya.” (QS Al-Maidah: 32) Di samping itu aborsi dalam
kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan, sedangkan Rasulullah SAW telah
memerintahkan umatnya untuk berobat

Sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla


setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian.”
(HR Ahmad). Sedangkan kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan: “Jika berkumpul
dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan

madharatnya.” Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan


kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun
ini berarti membunuh janinnya. Hal ini harus dapat dipastikan secara medis, karena
syari‟at memandang sang ibu sebagai akar pohon dan sang janin sebagai cabangnya.
Dalam Islam dikenal prinsip al-ahamm wa al-muhimm (yang lebih penting dan
yang penting). Dalam kasus ini dapat diartikan “pengambilan yang lebih kecil
buruknya dari dua keburukan.”

METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan ini mengunakan kepustakaan (library


research) yang diambil berdasarkan Al-Quran, hadist dan keputusan dari fatwa MUI
dan hukum-hukum yang berkaitan dengan sumber sah mengenai aborsi dalam
agama islam. Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tinakan aborsi dari
pandangan agama islam dan Pengharaman Aborsi di dalam Hukum Al-Quran serta fatwa
MUI.
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Aborsi di Pandang dari Segi Agama Islam

1.Pengertian Aborsi Menurut Syariat

Dalam istilah syari‟at,aborsi adalah kematian janin atau keguguran sebelum


sempurna,walaupun janin belum mencapai usiaenam bulan. Dapat disimpulkan
bahwa aborsi secara syari‟at tidak melihat kepada usia kandungan, namun melihat
kepada kesempurnaan bentuk janin tersebut.

2.Klasifikasi Abortus

Keguguran atauabortus(al-Ijhaadh) dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis:

a) Al-Ijhaadh at-Tilqaa‟iataual-‟Afwi(Abortus spontanea)Yaitu proses alami yang


dilakukan rahim untuk mengeluarkan janin yang tidak mungkin sempurna unsur-unsur
kehidupan padanya. Bisa jadi ini terjadi dengan sebab kecacatan besar yang terkena
penyakit beragamseperti diabetes atau lainnya.
b) Al-Ijhaadh al-‟Ilaaji(Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus)
adalah abortus (keguguran) yang sengaja dilakukan para medis (dokter) demi
menyelamatkan nyawa ibu yang dalam keadaan sangat jarang bahwa kehamilannya
dapat berlanjut dengan selamat.
c) Al-Ijhaadh al-Ijtimaa-idinamakan jugaal-Ijhaadh al-Jinaa-iataual-Ijraami(Abortus
Provokatus Kriminalis) adalah aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi
medik (ilegal). Tujuannya hanya untuk tidak melahirkan bayi atau untuk menjaga
penampilan atau menutup aib dan sejenisnya. Biasanya pengguguran dilakukan dengan
menggunakan berbagai cara termasuk dengan alat-alat atau obat-obat tertentu.

Syari’at Islam Memandang Aborsi


Dan sabda Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam:

‫َاَهْع ُِِس وهِال إًاْس َفُنهالَُّلِّفَلُك َيال‬

Artinya: “Dimaafkan dari umatku kesalahan (tanpa sengaja), lupa, dan


keterpaksaan.”(HR. al-Baihaqi dalam Sunannya dan di-shahih-kan Syail al-Albani
dalamShahihul-Jami'no. 13066)
Sedangkan jenis kedua tidaklah dilakukan kecuali dalam keadaan darurat yang
menimpa sang ibu, sehingga kehamilan dan upaya mempertahankannya dapat membahayakan
kehidupan sang ibu. Sehingga aborsi menjadi satu-satunya cara mempertahankan jiwa sang
ibu; dalam keadaan tidak mungkin bisa mengupayakan kehidupan sang ibu. Sehingga
aborsi menjadi satu-satunya cara mempertahankan nyawa sang ibu dalam keadaan tidak
mungkin bisa mengupayakan kehidupan sang ibu dan janinnya bersama-sama. Dalam keadaan
seperti inilah mengharuskan para medis spesialis kebidanan mengedepankan nyawa ibu
daripada janinnya. Memang nyawa janin sama dengan nyawa sang ibu dalam kesucian dan
penjagaannya, namun bila tidak mungkin menjaga keduanya kecuali dengan kematian salah
satunya, maka hal ini masuk dalam kaedah “Melanggar yang lebih ringan dari dua madharat
untuk menolak yang lebih berat lagi.” (Irtikabul Akhaffi ad-Dhararain Lidaf'i A'lahuma).

Syaikh Ahmad al-Ghazali seorang Ulama Indonesia menyatakan: “Adapun ulama


Indonesia berpendapat keharaman aborsikecuali apabila ada sebab terpaksa yang harus
dilakukan dan menyebabkan kematian sang ibu. Hal ini karena syari‟at Islam dalam
keadaan seperti itu memerintahkan untuk melanggar salah satu madharat yang teringan.
Apabila tidak ada di sana solusi lain kecuali menggugurkan janin untuk menjaga hidup sang
ibu.” [Al-Ijhadh wa Nazharatul-Islam Ilaihi-makalah yang disusun Ahmad al-Ghazali dan
diajukan kepada muktamar ar-Ribath yang diadakan dari tanggal 24-29/11/1972 M]
Wallahu a‟lam.15
B. Pengharaman Aborsi di dalam Hukum Al-Quran

1. Manusia berapapun kecilnya adalah ciptaan Allah yang mulia.Agama Islam sangat
menjunjung tinggi kesucian kehidupan.Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang
bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah
memuliakan umat manusia.”(QS 17:70)
2. Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.Didalam
agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang
sangat besar. Firman Allah:“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan
di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka

15
Lathifah,Aborsi Dalam Pandangan Agama Islam
seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya.” (QS
5:32)
3. Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang
cukup atau takut akan kekurangan uang.Banyak calon ibu yang masih muda beralasan
bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai,
kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah
pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: “Dan
janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang
memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah dosa yang besar.” (QS 17:31)
4. Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah
Allah.Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan
dengan tujuan menghentikan kehidupan bayidalam kandungan tanpa alasan medis
dikenal dengan istilah “abortus provokatus kriminalis” yang merupakan tindakan
criminal tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: “Adapun hukuman
terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan
membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau
dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya.
Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan
di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih.” (QS 5:36)
5. Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.Sejak kita masih sangat kecil
dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:”Dia lebih
mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih
dalam kandungan ibumu.”(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin
16
yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi.

16
Lathifah, Aborsi Dalam Pandangan I
KESIMPULAN

Tindakan aborsi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat merupakan tindakan yang akan
merusak janin dan dirinya, sehingga menimbulkan resiko yang bisa berakibat kepada kematian.
Memelihara janin menjadi sebuah keharusan, kecuali berada pada kondisi darurat atau hajad
setelah dilakukan penelitian dan pengkajian mendalam terutama oleh tim medis dan ulama.

Perbedaan ulama tentang hukum melakukan aborsi menjadi dasar dalam melakukan
tindakan. Ulama sepakat tentang keharaman melakukan aborsi dalam kondisi janin telah
ditiupkan ruh, karena adanya ruh dalam tubuh merupakan sesuatu yang hidup, maka
membunuhnya diharamkan. Namun sebagaian ulama berbeda dalam hal janin belum ditiupkan
ruh. Sebagian ulama mengharamkan karena janin telah mengalami pertumbuhan, hingga
melakukan aborsi sama halnya dengan membunuh. Namun sebagian yang lain memakruhkan dan
memubahkan karena dianggap belum ada kehidupan pada janin.

Ada tiga pokok dalam kajian ini yakni abortus therapeuticus, aborsi setelah ditiupkan ruh,
abortus nontherapeuticus sebelum ditiupkan ruh dan Abortus nontherapeuticus merupakan hal
paling esensial sebelum ditiupkan ruh atau sebelum usia 120 hari. Karena kasus inilah yang
banyak menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para fukaha. Aborsi yang dilakukan
setelah berusia 120 hari dan sudah ditiupkan ruh, fukaha bersepakat haram hukumnya. Karena
hal itu dianggap sama dengan membunuh nyawa manusia yang sudah berwujud. Sebaliknya,
pengguguran kandungan yang dilakukan atas dasar diagnosis dokter, atau disebut juga abortus
therapeuticus, para fukaha telah sepakat menyatakannya boleh. Alasannya adalah untuk
menyelamatkan jiwa si ibu dari bahaya yang mengancamnya tanpa melihat usia kandungan atau
janin.

Mengenai abortus nontherapeuticus sebelum ditiupkan ruh, pendapat fukaha terbagi


menjadi tiga aliran. Pertama, menyatakannya boleh. Alasannya adalah hadis Bukhâri dan Muslim
tentang “penciptaan janin”. Aliran kedua menyatakannya makrûh. Alasannya, mereka meng-
qiyâs-kan kepada “telur binatang buruan pada waktu ihram”. Aliran ketiga menyatakan haram.
Alasannya adalah surat al-Mukminun [23]: 4, terutama kata-kata “khalqan âkhar” yang ditakwil
dan ditafsir bahwa sebelum mernbentuk “mahluk lain”, memang ada fase-fase tertentu suatu
kehidupan manusia (ada dua tahap).
Akhirnya, dalam upaya untuk mengantisipasi segala sesuatunya, terutama dalam masalah
aborsi serta dampak dan implikasi sosialnya, maka pendapat aliran yang ketiga merupakan
pendapat yang paling relevan dengan tuntutan perkembangan zaman. Apalagi, pendapat ini
didukung oleh teori-teori embriologi yang bisa dipertanggungjawabkan secara akurat dan
objektif. Dengan kata lain, aborsi tidak boleh dilakukan kecuali dengan alasan syar’i, yaitu
benar-benar dalam kondisi sangat darurat.
DAFTAR PUSTAKA

Bar, al-, Muhammad ‘Alî, Musykilah alIjhadh: Dirâsah Thibbiyah Fiqhiyah, Jeddah: Dâr al-
Sa’udiyah,1986.
Departemen Kesehatan RI, Kumpulan Naskah-naskah llmiah dalam Simposium Abortus di
Surabaya tanggal 2 ‘Agustus 1973, Jakarta: Penerbit Perpustakaan Biro V, 1974

Fakultas Kedokteran, UNPAD, Obstetri Patologi, Bandung: Elstar, 1984

Hazâli, al-, Abû Hamîd Muhammad, Ihyâ Ulûm al-Din, Juz II, Kairo: Dar Ihya al-Kutb al-
Arabiyah, t.t.

Hasan, M. ‘Ali, Masâil Fiqhiyyah al-Haditsah, Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum


Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

Ibn Hazm, Abû Muhammad Ibn Ahmad Ibn Sa’id, al-Muhalla bi al-Atsar, Beirut: Dâr al-Kutub
al-IImiyah, t.t.

Dahlan, Abdul Aziz (ed), Ensiklopedi


Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve, 1996

Kutbuddin, Fiqh Kontemporer, Yogyakarta: Teras, 2009

Mâm al-Faraj Jamâl al-Din ‘Abd alRahmân bin Muhammad al-Jauzi alQurasy al-Baghdâdi,
ditahqiq oleh Ziyad Hamdan, Kitâb al-Ahkâm alNisa, Bairut: Dâr al-Fikr, 1989

Mahjuddin, Masail Fiqhiyah Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Jakarta:
Kalam Mulia, 2005

Qardhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa


Kontemporer, jilid II, Jakarta, Gema
Insani Press, 1996

Zuhdi, Masfuk, Masail Fiqhiyah; Kapita


Selekta Hukum Islam, ( Jakarta: Haji
PENDAHULUAN

1.Pengertian sunat perempuan

Istilah sunat dalam bahasa arab ( Khitan) . secara etimologis berarti memotong . dalam
keilmuan islam menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan sunat adalah memotong kuluf
(menghilangkan sebagian kulit) yang menutupi hasyafah atau ujung kepala penis. Adapun sunat
pada anak perempuan dalam bahasa arab disebut khifadh berasal dari kata khafadh artinya
memotong ujung klitoris pada vagina. Umumnya sunat perempuan dilakukan pada saat anak
perempuan masih dalam usia bayi. akan tetapi diberbagai Negara pada masyarakat sunat
perempuan banyak dilakukan ketika anak masih balita

2.Konsepsi sunat perempuan

Konsep sunat perempuan tidak bisa dilepaskan dari konsepsi sunat pada laki-laki . Sunat
umumnya dikenal dengan istilah Khitan , secara etimologis (lughawi) merupakan bentuk masdar
(verbal noun) dari fi’il madi khatana berarti memotong.

Praktik sunat antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan. Jika laki- laki, maka yang
dipotong adalah kulit dari bagian kemaluan (qulfah) yang dipotong. Dalam istilah yang
lazim di masyarakat disebut kulup, yakni kulit yang menutupi ujung alat kelamin laki-laki.
Sementara sunat pada anak perempuan memotong kulit yang berbentuk “jengger ayam
jantan” di bagian atas alat kelamin perempuan. Dalam istilah medis, “jengger ayam jantan”
tersebut adalah klitoris. Dalam terminologi syariah Islam, sunat/khitan bagi laki-laki adalah
memotong seluruh kulit yang menutup hasyafah (kepala penis) kemaluan laki- laki sehingga
semua hasyafah terbuka. Sedang bagi wanita sunat / khitan adalah memotong bagian bawah kulit
yang disebut nawat yang berada di bagian atas faraj (kemaluan perempuan). Sunat bagi laki-
laki disebut i'dzar sedang bagi perempuan disebut khifd.
17

17
Jauharotul Farida, Sunat pada anak perempuan(Khifadz), (Semarang: UIN ,2017)
Sunat perempuan dalam perspektif medis
Pada dasarnya ilmu kedokteran tidak pernah mengajarkan praktek sunat untuk
perempuan. Dalam ilmu kedokteran hanya mengenal teori sunat untuk laki-laki yang
disebut teori sirkumsisi Oleh karena itu, sampai saat ini para ahli medis belum memiliki
standar khusus mengenai cara bagaimana mempraktekkan sunat untuk perempuan,
sehingga muncul banyak pendapat tentang bagian mana organ kewanitaan yang
dipotong dan cara memotongnya.
Badan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) dalam fact
Sheet No. 241 Juni 2000 menggolongkan sunat perempuan yang berkembang di
masyarakat dunia ke dalam enam cara, yaitu :

1 Menghilangkan bagian permukaan, dengan atau tanpa diikuti pengangkatan sebagian


atau seluruh bagian klitoris.

2 Pengangkatan klitoris dengan pengangkatan sebagian atau seluruh bagian labia minora.

3 Pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital luar diikuti dengan
menjahit atau menyempitkan lubang vagina(infibulasi).

4 Menusuk, melubangi klitoris dan atau labia, merenggangkan klitoris atau labia, tindakan
memelarkan dengan jalan membakar klitoris atau jaringan di sekitarnya.

5 Merusak jaringan di sekitar lubang vagina atau memotong vagina

6 Memasukkan bahan-bahan yang bersifat merusak atau tumbuh- tumbuhan ke dalam


vagina dengan tujuan menimbulkan pendarahan, menyempitkan vagina, dan tindakan-
tindakan lainnya

Enam cara sunat perempuan tersebut di atas dipandang oleh Badan Kesehatan
Dunia (WHO) sangat membahayakan kaum perempuan dan terbilang sebagai bentuk
pelanggaran HAM. Untuk itu, para ahli medis menyarankan agar praktek sunat perempuan
dilakukan dalam pengawasan ilmu kedokteran untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan.
Menurut WHO, perempuan yang disunat dapat merasakan dampak berkepanjangan seperti
kehilangan kepekaan yang berakibat kesakitan dalam aktivitas seksual. Dampak yang selama
ini ditimbulkan adalah infeksi vagina, disfungsi seksual, infeksi saluran kencing, sakit
kronis, kemandulan, kista kulit, kompilasi saat melahirkan bahkan kematian.

Sunat perempuan dalam perspektif islam


Sunat bagi perempuan adalah memotong bagian paling bawah dari kulit yang
terdapat dibagian atas kemaluan . Tujuan sunat bagi perempuan dalam islam dalah
menstabilkan syahwat seperti dijelaskan fikih sunnah wanita karangan abu malik kamal
bin sayyid salim.
Sementara hukum melakukannya adalah makrumah atau bertujuan untuk
memuliakan perempuan tersebut . dengan kata lain tidak ada kewajiban yang dibebankan
bagi perempuan muslim
Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughi pernah menjelaskan hukum sunat
perempuan dalam islam .”Adapun khitan atau sunat maka ia wajib baki laki-laki dan bagi
perempuan ia adalah kemuliaan. Ini merupakan pendapat sebagian besar ulama.
Dalil ang menjadi landasan pendapat ini adalah hadist Ibnu Abbas Marfu kepada
Rasulullah SAW ,

‫ َم كُر َم ٌة ِللِّن ساِء‬، ‫لِختاُن ُس َّن ٌة ِللِّر جاِل‬

Artinya: Khitan itu sunnah buat laki-laki dan kemuliaan bagi perempuan." (HR Ahmad
dan Baihaqi).
Sebenarnya tidak ada keterangan hadist yang menegaskan perintah sunat untuk
perempuan , sebaliknya hanya ada dalil yang menerangkan tatacara pelaksaan sunat bagi
perempuan. Salah satunya, hadits Ummu 'Athiyah RA, seorang perempuan yang
berprofesi sebagai pelaku sunat anak perempuan di Madinah. Lalu, Rasulullah SAW pun
mengatakan hal berikut,
‫ال ُتنِهكي فإَّن ذلك أحظى للمرأِة وأحُب إلى الَبعل‬
Artinya: "Janganlah engkau habiskan semua, karena sesungguhnya hal itu akan
lebih baik bagi wanita dan lebih disukai para suami." (HR Abu Dawud).
Meski demikian, jalur-jalur periwayatann hadits di atas masih dinilai memiliki
mata rantai transmisi yang lemah. Namun, hadits tersebut dishahihkan oleh al Bani dalam
as Silsilah ash Shahihah. Berdasarkan hadits di atas, cara sunat pada perempuan harus
diperhatikan yakni, cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/ colum/
praeputium) yang menutupi klitoris dan tidak boleh berlebihan, seperti memotong atau
melukai klitoris (insisi dan eksisi).
18

18
Musdah Mulia,Sunat perempuan dalam perspektif islam,(Jakarta,2014)
Hukum khitan bayi perempuan menurut Buya yahya

Hukum khitan didalam kitab matab imam syafi’i alanhu yang dikukuhkan yang pertama bagi
kaum laki-laki dan perempuan adalah wajib, biarpun perempuan wajib mendapatkan. Yang
kedua bagi kaum laki- laki Sunnah bagi kaum perempuan artinya biarpun Sunnah tetapi tetap
dianjurkan anda dpat mengambil pendapat yang mengatakan wajib khitan putri anda.kalau anda
mengambil kata Sunnah suka-suka anda khitan atau tidak. Dalam matab imam maliq laki dan
perempuan adalah makramah, kemuliaan,Sunnah . imam maliq biarpun laki-laki bukan sebuah
kewajiban tetapi tetap dihimbun dan mereka tetap dikhitan semuanya. Jangan lalu berkata
kepada maliq gamau dikhitan . bicara tentang medis ada kesehatan khitan medis diluar jawa
disana ada tempat ibadah orang non muslim tiba-tiba himbauan orang khitan tetapi bukan dari
non muslim artinya apa khitan diakui non muslim hanya spesial perempuan memang ada waktu
itu istri presiden yang melarang khitan karena itu penyiksaan dan sebagainya. Anda jangan ikut
dia anda punya Nabi Muhammad SAW khitan bagi perempuan adalah kemuliaan bagi yang
mengatakan wajib ya wajib melakukannya , jika mengatakan Sunnah sebisa mungkin anda
melakukan khitan putri anda . Akan tetapi yang perlu diperhatikan cara mengkhitan haram
istiqsol iu mengambil wilayah tertentu yang menonjol dibagian kelamin perempuan itu yang
digesek atau dilukai itu khitannya perempuan . bukan istiqsol diambil karena membahayakan
sehingga seorang perempuan bias hilang syahwatnya menjadi seorang yang frigit tetapi hanya
digores saja . khitannya perempuan yang salah adalah mengambil sebnyak- banyaknya. Dan
seharusnya para bidan dan dokter perempuan sudah bisa mengerti agar budaya khitan perempuan
ada dimana saja tetap inget tidak boleh istiqsol mengambil banyak- banyak hanya seklumit saja
yang diambil di wilayah tertentu bagi ahli khitan yang sudah tau hal ini selagi anda bias
lakukanlah jika tidak bisa maka ambil pendapat yang mengatakan itu tidak wajib jadi diupayakan
khitan perempuan diusia dini kenapa kalau sudah gede sudah ada rasa malu yang sudah mulai
tumbuh baik ini hukum khitan perempuan.

19

19
Hukum khitan bayi perempuan-Buya Yahya On YouTube 23 Sept 2018
Hukum mengkhitan anak perempuan

Menurut Ust. Syafiq Riza Basalamah

Anak itu dianjurkan untuk dikhitan semua ulama sepakat kalau anak lelaki disyariatkan untuk
dikhitan adapun untuk anak perempuan terjadi khilaf tentang hukum nya apakah wajib atau
Sunnah atau hanya sekedar hanya kemuliaanya. Adapun riwayat Mahmad bahwa wajib buat
lelaki dan perempuan para ulama berdalil atas hukum khitan perempuan dengan hadis
ummuLLIHt radhiallah huanha berkata dimadinah ada seorang permpuan yang kerjaanya
menyunatkan perempuan lalu nabi mengatakan kau jangan habisi ketika mengkhitan perempuan
itu karena itu akan lebih menguntungkan untuk perempuan dan lebih disukai oleh suaminya.
Sebagian para ulama mengatakan hanya kemulian buat perempuan tidak wajib buat mereka kalau
mereka mengatakan kefadlol kalu ke kaum laki-laki maka wajib untuk khitan itu pendaat
madrodji.

20

20
Hukum mengkhitan anak perempuan- Ust. Syafiq Riza Basalamah on Youtube 16 Mei 2020
KHITAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Khitan perempuan telah menjadi wacana hangat dibicarakan. Khitan yang berarti memutus
atau menghilangkan sebagian kulit kelamin laki-laki atau perempuan merupakan amalan yang
telah lama dipraktekkan. Tetapi, dewasa ini praktek khitan perempuan dipertanyakan karena
menyebabkan dampak psikiologis maupun medis. Dalam hukum islam terdapat hadist yang
menyatakan perintah khitan. Dalam teks tersebut dijelaskan bahwa khitan bagi perempuan
digunakan untuk menghilangkan penyakit atau infeksi kuman yang mungkin terjadi didalam
klitoris. Oleh sebab itu, khitan perempuan sangat dianjurkan karena maslahat yang besar dibalik
anjuran mengkhitan perempuan.

PENDAHULUAN

Istilah khitan yang sering disebut “sunat” merupakan praktik lama yang sudah dikenal oleh
komunitas masyarakat didunia dan tetap berlangsung sampai datangnya agama islam dan praktek
tersebut telah dilegitimasi oleh ajaran islam bahkan agama-agama didunia.

Peristiwa khitan sering diasumsikan sebagai salah satu peristiwa sacral sebagaimana halnya
peristiwa pernikahan. Indikasi ini dapat ditunjukan adanya upacara-upacara penyelenggaraan
untuk aktifitas tersebut. Hanya saja kesakralan upacara dalam fenomena tersebut hanya terlihat
pada khitan laki-laki sedangkan untuk khitan perempuan fenomena tersebut tidak terlihat.

Tentang hukum khitan baik laki-laki maupun perempuan masih terjadi saling pendapat
dikalangan para pakar hukum islam (fuqoha). Perbedaan pandangan ini dikarenakan kualitas dan
tingkat validasi dari pada teks-teks yang dijanjikan dasar legalitasnya masih diperselisihkan.

Berbagai komentar dan argument telah ditemukan baik oleh ulama-ulama klasik maupun
ulama kontemperor seperti Anwar Ahmad, Mahmud Syaltut dan Sayid Sabiq dalam menetapkan
status hukum khitan sebagian menetapkan wajib baik laki-laki maupun perempuan sebagian
menetapkan sunnah untuk perempuan karena merupakan suatu kemuliaan bagi seorang
perempuan.21

21
Ar-Risalah,Vol.XVNo.1 April 2017
Pengertian Khitan

Istilah khitan berasal dari bahasa Arab, Isytiqaq (pecahan kata) dari khatana-yakhtanu-
khitnan wa khutunan, secara etimologis berarti memotong. Jika seseorang mengatakan qatha’a al
syai’a artinya ia memotong sesuatu. Sedangkan khitan disini maksudnya adalah qatha’a
qulfatahu (memotong kulup penis).

Syaikh Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Al Sunnah secara terminologis mendefinisikan
khitan sebagai berikut:

“ Khitan adalah memotong kulit yang menutupi hasyafah (kepala penis) agar tidak
menyimpan kotoran dan memudahkan untuk di bersihkan setelah kencing dan khitan
dimaksudkan agar tidak mengurangi kenikmatan hubungan seksual. Pengertian seperti ini adalah
dinisbatkan untuk khitan laki-laki. Sedangkan khitan untuk perempuan adalah memotong bagian
paling atas (klitoris) dari vagina. Khitan merupakan tradisi kuno”.

Sebagian ulama ada yang menspesifikasi untuk istilah khitan antarablaki-laki dan
perempuan, yaitu A’dzar untuk istilah khitan laki-laki sedangkan khitan untuk perempuan
dengan istilah Khafadl. Kedua istilah ini sebenarnya secara leksikal adalah sama yaitu
memotong/mengurangi. Jadi khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutupi
Hasyafah penis sedangkan bagi perempuan adalah memotong bagian atas klitoris vagina.

Dasar Legalitas Khitan

Islam sebagai agama yang fitrah tentu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai fitrah. Oleh
karena itu islam sangat mengedepankan keluhuran budi, kesucian dan kebersihan serta
menyempurnakan segala aspek kehidupan.

Ibn Abbas juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengkhitankan Al-ftrasan dan Al-
Husen pada hari ke-7 kelahirannya. Abu Hurairah R.A juga meriwayatkan hadits bahwa Nabi
SAW bersabda : “Barang siapa masuk islam maka hendaklah ber khitan.” Abu Hurairah R.A
meriwayatkan suatu hadits bahwa Nabi SAW bersabda : “Nabi Ibrahim Khalilurahman berkhitan
setelah beliau berusia 80 tahun dengan menggunakan kapak.” HR. Muttafaqun’alaih.22

Status Hukum Khitan Perempuan


22
Ar-Risalah,Vol.XVNo.1 April 2017
Mengingat bahwa praktik Khitan bagi perempuan masih ada yang menganggap kontra
produktif karena di anggap dapat menurunkan agresifitas seksualnya maka praktik khitan dan
status hukumnya pun masih dipersoalkan oleh banyak kalangan. Memotong ujung klitoris
kedaerah estrogen akan bergeser kebelakang (ilang vagina) dan hal ini akan menurunkan daya
sensitifitas seksnya dan akan mempersulit untuk orgasme.

Imam AS Syaukani mengklasifikasikan perbedaan pendapat ulama mengenai hukum khitan


dalam 3 pendapat, yaitu wajib bagi laki-laki dan perempuan. Oleh karna itu banyak ulama
mazhab yang tekstual maupun yang rasional tidak menerima pendapat yang mewajibkan khitan
bagi perempuan.

Ibn Habib meriwayatkan dari Malik bahwa khitan dilaksanakan sejak umur 7 tahun sampai
10 tahun dan makruh saat kelahirannya. Andai seseorang sampai baligh belum berkhitan, jika ia
memungkinkan untuk meng khitankan dirinya maka ia boleh melakukannya, kalo tidak gugur
kewajibannya dan gugur kewajiban anak perempuan. Fukaha hambali berkata : dianjurkan
berkhitan sejak umur 7 tahun hingga usia tamyiz dan makruh sebelum usia 7 tahun.

Hadits Nabi tentang khitan perempuan (Meskipun secara kualitatif dianggap dialif)
diperlukan 2 macam pendekatan analisis :

1. Fakta kesejarahan/aspek asbabuwurud hadits (sebab-sebab lahirnya suatu hadits).


Sebelum islam dating, sebenernya masyarakat arab sudah terbiasa mengkhitan
perempuan, “sehinggakhitan dikatakan sebagai tradisi lama.
Dimana mereka dalam mengkhitan perempuan dengan cara membuan seluruh klirotis
dengan alas an untuk mengurangi agresivitas sek perempuan, yang pada gilirannya dapat
mengantisipasi terjadinya dekadensi moral masyarakat arab pada saat itu. Ketika
Rasulullah saw mendengar Ummu Athiyah mengkhitan dengan acara demikian,
Rasulullah saw langsung menegurnya agar mengubah praktik khitannya yaitu cukup
menyayat sedikit saja pada ujung klirotisnya dan tidak berlebihan sampai ke pangkal
sebab akan mengurangi kenikmatan seksual nya.23

23
Ar-Risalah,Vol.XVNo.1 April 2017
Ibn Najm, Zain al-‘Abidin Ibn Ibrahim, al-Bahr al-Raia, Juz VIII, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, t.t.

Ibn Qudâmah, Syaikh Syamsuddin Abî alFaraj Abd. al-Rahmân Ibn Abî Umar Muhammad Ibn
Ahmad, al-Mughnî,
Mesir: Dâr al-Fikr, 1992.

Ma’luf, Louis, al-Munjid fi al-Lughat wa al-


I’lan, cet. 28, Ttp.: Dar al-Masyriq, 1986.

Mariyanti, Ninik, Malapraktek Kedokteran dari segi Hukum Pidana dan Perdata, Jakarta: Bumi
Aksara, 1988

Muslim, Abû aI-Husain Muslim Ibn alHajjaj al-Qusyairy al-Naysabury, Shahîh Muslim, Juz II,
Bandung: Dahlan, t.t

Pritchard, Jack, Mac Donald, Paul C, F. Gant Norman, Obstetri Williams, Edisi ketujuh belas,
Surabaya: Air langga University Press, 1991.

Qaradhawi, Yûsuf, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Quthb, Sayyid, Tafsîr fi Zhilal al-Qur’an, Ttp,: Isa Halaby, t.t.

Syaltût, Mahmûd, al-Islâm Aqîdah wa Syarî’ah, Kairo: Dâr al-Qalam, 1966.

Syâfî’i, al-, Abû Abdullah Muhammad Ibn Idrîs, al-Risâlah, Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.

https://youtu.be/NxZjsofX2To?si=jy_lTEoQmdwLaKHY (Hukum syarat dan tujuan khitan


menurut Buya Yahya)

https://youtu.be/QCX4k_EKtsM?si=YcCf56z5rjbod9ZG (Melakukan Aborsi menurut Buya


Yahya)

https://youtu.be/BrMZFmKMlcI?si=MbzqKK7Q8tKWii04 (Hukum aborsi kandungan dalam


usia 1 minggu menurut Ustadz Abdul Somad)
PENDAHULUAN

Transplatasi organ tubuh menurut hukum islam

1.Pengertian Transplatasi

Transplatasi ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat
untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik.
Pencakokan organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada ssat ini mata, ginjal, jantung , karena
ketiga organ tubuh tersebut sangat penting fungsinya untuk manusia erutama ginjal dan jantung .
Mengenai donor mata pada dasarnya dilakukan karena ingin membagi kebahagian kepada orang
yng belum pernah melihat keindahan alam ciptaan Allah atau orang yang menjadi buta karena
penyakit.

Dapat disimpulkan bahwa pencangkokan organ tubuh menjadi suatu kebutuhan untuk
membahagiakan orang lain atau bahkan untuk menyelamatkan orang lain dari penyakit yang
mematikan walaupun hanya data dirasakan oleh orang- orang tertentu.

Dalam pelaksanaan transplatasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya
pertama donor yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk
dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit atau terjadi kelainan. Kedua
respien yaitu orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan lain hal, organ
tubuhnya harus diganti.Ketiga tim ahli yaitu para dokter ahli yang menangani operasi transplatasi
dari pihak donor kepada resipien. 24

24
Jurnal syariah, Transplatasi menurut hukum islam
Transplatasi organ dalam dunia kedokteran

Transplan berasal dari Bahasa inggris yaitu kata transplantation (Menanam) maksudnya
penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Dalam Bahasa
arab transplatasi juga dikenal dengan Naqlu Al- A’da zira ‘a al-a’dai i. transplan adalah
mentranfer jaringan dari bagian satu kebagian yang lain,dan organ atau jaringan yang diambil
dari badan untuk ditanam kedaerah lain pada badan yang sama atau individu lainnya. Adapun
dunia kedokteran organ yang dipindahkan disebut dengan graft atau transplant, pemberian
transplan dinamakan donor perima transplan disebut kost atau respien. Pada kamus Bahasa
Indonesia pengertian transplatasi organ merupakan penggantian organ tubuh yang tidak normal
supaya dapat berfungsi kembali sesuai dengan fungsinya masing- masing.

Sedangkan menurut Masifuk Zuhdi pencangkokan transplatasi yakni pemindahan organ


tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat
jika diobati dalam medis tidak ada harapan dalam hidupnya. Sedangkan Soekidjo Notoatmojo
mengatakan transplatasi merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk memindahkan organ
manusia kepada tubuh manusia lain atau tubuhnya sendiri25

25
Pascasarjana UIN ,Subtantia (Yogyakarta,UIN 2020)
Transplatasi Organ tubuh perspektif hukum positif

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa ketentuan hukum terhadap tindakan transplantasi
organ tubuh serta sanksi hukum kepada tenaga medis yang melakukan malpraktek transplantasi
organ tubuh pada mayat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris. Hasil penelitian
ini menjelasakan bahwa Indoensia sudah memiliki beberapa regulasi hukum yang mengatur
tentang transplantasi organ tubuh pada mayat yang termuat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor;
dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Transplantasi Organ. Namun, beberapa regulasi hukum di atas dianggap masih
kurang jelas karena belum memberikan perlindungan hukum yang pasti kepada pendonor mati
batang otak, penerima donor, dan tenaga medis yang terlibat dalam kegiatan transplantasi organ
tersebut. Kemudian untuk malpraktek yang dapat dituntut pertanggungjawaban secara pidana
adalah kesalahan dalam menjalankan praktek yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap Kode
Etik Kedokteran Indonesia, UU Kesehatan dan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan hal
tersebut.26

26
Fakultas hukum univ prima Indonesia,Transplatasi hukum positif,2021
.

Anda mungkin juga menyukai