PENDAHULUAN
Salah satu masalah yang dikemukakan dalam lapangan ilmu kedokteran adalah
desakan berbagai pihak agar masalah saat kapan dimulainya sebuah kehidupan dan pula
saat kehidupan itu dianggap tidak ada, dapat diagendakan secepatnya. Sebab ketentuan
yang demikian itu, akan sangat erat kaitannya dengan kontribusi yang hendak
diberikannya kepada peradilan khususnya dalam menentukan adanya tindak pidana
“Aborsi”.(1)
Kasus abortus di Indonesia jarang diajukan ke pengadilan, karena pihak si ibu yang
merupakan korban juga sebagai ‘pelaku’ sehingga sukar diharapkan adanya laporan
abortus. Umumnya kasus abortus diajukan ke pengadilan hanya bila terjadi komplikasi (si
ibu sakit berat/mati) atau bila ada pengaduan dari si ibu atau suaminya (dalam hal izin).(2)
MASALAH KLASIK
Abortus atau pengguguran kandungan selalu menjadi permasalahan dari masa ke masa.
Dari segi kesehatan secara alami terjadi keguguran pada 10 – 15 % kehamilan. Di lain
pihak ada keadaan yang memaksa pengguguran kandungan yang harus ditempuh
(provokasi) untuk menyelamatkan nyawa ibu hamil, tetapi banyak pula pengguguran
dilakukan bukan untuk tujuan ini. Yang terakhir inilah yang menjadi permasalahan
karena dalam pandangan masyarakat, hukum dan agama tindakan abortus bertentangan
dengan kaidah yang baik.(3)
Dikatakan klasik karena dari dahulu sampai sekarang kehadiran kehidupan baru ini
tetap menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai, yaitu antara insan yang
didambakan dengan yang tidak. Ini sama klasiknya dengan euthanasia yaitu
permasalahan yang dihadapi di akhir kehidupan.(3)
Dalam KUHAP KUHP tidak terdapat ketentuan yang membolehkan tindakan
abortus, termasuk untuk menyelamatkan jiwa si ibu. Yang ada hanya ketentuan yang
melarang dilakukan pengguguran kandungan seperti diatur dalam KUHAP KUHP pasal
299, 346, 347 dan 348. baru sejak tahun 1992 dalam Undang-Undang no. 23 tahun 1992
tentang Kesehatan dijelaskan bahwa pengguguran kandungan dapat dilakukan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi, tetapi sampai sekarang petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
tehnis berupa Peraturan Pemerintah dan peraturan lain masih belum diterbitkan.(3)
DEFINISI
Dalam pengertian medis, abortus adalah gugur kandungan atau keguguran dan
keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup sendiri di
luar kandungan. Batas umur kandungan yang dapat diterima didalam abortus adalah
sebelum 28 minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.(4)
JENIS ABORTUS
1) Abortus alami (natural, spontaneus), merupakan 10-12% dari semua kasus abortus.
a) Legal
b) Kriminal
Abortus buatan legal artinya pelaku abortus dapat melakukan tanpa ada sanksi hukum.
Indikasi dalam keadaan apa saja abortus legal ini dapat dilakukan mempunyai rentang
panjang, yaitu dari indikasi yang sempit (absolut, terbatas hanya untuk menyelamatkan
jiwa ibu) sampai luas (cukup hanya atas permintaan), tergantung dari kebijaksanaan
masing-masing negara.(3)
KEJADIAN ABORTUS
Jatipura dkk memperoleh 31,4% abortus per 100 kehamilan di RSCM selama
1972-1975. Budi Utomo dkk memperhitungkan angka aborus spontan menurut WHO
(15-20 per 100 kehamilan), menyimpulkan bahwa kira-kira separuh dari abortus tersebut
adalah provokatus.(2)
Knight menyatakan bahwa abortus provokatus terjadi pada kira-kira 40% dari seluruh
abortus, meskipun angka tersebut sebenarnya bervariasi.(2)
ISTILAH ABORTUS
Secara klinis di bidang medis dikenal istilah-istilah abortus sebagai berikut :(1,6)
b) Abortus Insipiens, atau keguguran berlangsung atau dalam proses keguguran dan
tidak dapat dicegah lagi
c) Abortus Incomplet, atau keguguran tidak lengkap. Sebagian buah kehamilan telah
dilahirkan tetapi sebagian lagi belum, biasanya ari-ari masih tertinggal dalam rahim
d) Abortus Complet, atau keguguran lengkap. Apabila seluruh buah kehamilan telah
dilahirkan secara lengkap
e) Missed Abortion, atau keguguran tertunda, ialah keadaan dimana janin telah mati di
dalam rahim sebelum minggu ke-22 kemudian tertahan di dalam selama 2 bulan atau
lebih
f) Abortus Habitualis, atau keguguran berulang, ialah abortus yang telah berulang dan
terjadi tiga kali berturut-turut
Dalam klinik untuk berakhirnya suatu kandungan ada beberapa sebutan :(3,6)
Jika yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam proses pengguguran
kandungan adalah adanya seorang wanita yang hamil, maka persoalan yang timbul dan
mesti dipecahkan adalah kapankah seorang wanita dianggap hamil, serta kapan
sesungguhnya dimulainya kehidupan manusia dalam perut seorang ibu, sehingga dengan
mengetahui saat adanya kehidupan tersebut kita dapat menentukan ada atau tidaknya
penguguran kandungan.(1)
Dr. Ny. Surya Agung Susilawati R.H. (1994) menyatakan bahwa tentang tanda-
tanda kehamilan dapat diketahui melalui tanda yang pasti dan yang masih bersifat
kemungkinan.(1)
Istilah “aborsi” yang berasal dari kata abortus, bahasa latin, artinya “kelahiran
sebelum waktunya”. Sinonim dengan itu, kita mengenal istilah “kelahiran yang prematur”
atau miskraam (Belanda), keguguran. Terjadinya aborsi bisa secara alami dan tidak
disengaja, bisa juga karena disengaja, dengan menggunakan obat-obatan dan cara-cara
medis tertentu, tradisional maupun moderen. Yang disengaja itu istilahnya abortus
provokatus, atau istilah Indonesianya pengguguran. Sedangkan yang tidak disengaja,
istilahnya keguguran.(1)
Bila kita melihat ke belakang, sebenarnya abortus itu bukan barang baru di muka
bumi, termasuk Indonesia. Penguguran kandungan (abortus provocatus) telah sejak lama
dikenal dan dilakukan oleh para wanita hamil, dan sangat boleh jadi telah terjadi secara
universal pada hampir semua kebudayaan bangsa.(1)
Sebuah catatan kedokteran kuno yang ditulis 5000 tahun lalu, menginformasikan
bahwa di negeri Cina telah dikenal anjuran untuk meminum air raksa bagi para wanita
hamil untuk menggugurkan kandungannya. Hippocrates sendiri telah menganjurkan
gerakan badan yang luar biasa sebagai cara terbaik untuk menggugurkan kandungan.(1)
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun, atau
pidana denda paling banyak empat puluh ribu rupiah
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib, bidan
atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterapkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam
mana kejahatan dilakukan.
3) Pasien sendiri
Pada butir (1) si perempuan tidak perlu melakukan sendiri penguguran itu, tetapi ia
dapat menyuruh orang lain untuk itu. Untuk orang lain itu kemudian berlaku butir (2).(6)
Mematikan kandungan berarti mematikan anak dalam kandungan yang masih hidup.
Karena anak yang dikeluarkan sudah mati, maka pembuktian bahwa anak masih hidup
dalam kandungan sulit dilakukan, bahkan mungkin tidak dapat dilakukan. Dengan
sengaja menggugurkan kandungan yang dinilai adalah perbuatan. Di rumah sakit, bila
anak dalam kandungan sudah mati, dokter tidak tergesa-gesa mengeluarkannya, kecuali
ada indikasi untuk itu, seperti pendarahan yang parah, bahaya infeksi yang mengancam
sang ibu. Biasanya anak yang mati dalam kandungan akan lahir sendiri, sebab anak yang
mati merupakan benda asing bagi ibunya. Jarang sekali anak yang mati dalam kandungan
tidak dikeluarkan, tetapi cairan dalam tubuh anak kemudian diserap, diabsorpsi, sehingga
anak menjadi keras membatu: lithopedion.(6)
Dalam pasal mengenai pengguguran tidak disinggung tentang umur anak dalam
kandungan, ini berarti pengguguran dapat dilakukan sejak dari saat pembuahan sampai
anak hampir dilahirkan. Anak yang digugurkan tidak perlu selalu mati setelah keluar dari
rahim, ini dapat terjadi bila pengguguran dilakukan pada kandungan 28 minggu.(6)
Hal mana dapat disebabkan karena adanya kelainan dari mudigah atau fetus maupun
adanya penyakit pada ibu.
Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan abortus secara
spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. Sekitar 1/3 dari fetus yang
dikeluarkan tersebut perkembangannya normal tidak terdapat kelainan.
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa di
daerah perut, akan dapat mengalami abortus; yang biasanya disertai dengan perdarahan
yang hebat. Kecelakaan yang dapat terjadi karena si ibu terpukul, shock atau rudapaksa
lain pada daerah perut, hal mana biasanya jarang terjadi kecuali bila si-ibu mendapat luka
yang berat.
Yaitu penghentian kehamilan dengan tujuan agar kesehatan si-ibu baik agar nyawanya
dapat diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan (indikasi medis),
biasanya baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan atau membahayakan
nyawa si ibu, misalnya bila si ibu menderita kanker atau penyakit lain yang akan
mendatangkan bahaya maut bila kehamilan tidak dihentikan.
Dengan adanya kemajuan di dalam dunia kedokteran, khususnya kemajuan pengobatan
maka kriteria penyakit yang membahayakan atau dapat menyebabkan kematian si ibu
akan selalu mengalami perubahan, hal mana tentunya akan memberi pengaruh didalam
penyidikan khususnya perundang-undangan pada umumnya, demikian pula dengan
definisi sehat menurut WHO dimana selain sehat dalam arti jasmani/fisik juga termasuk
sehat dalam arti kata rohani dan keadaan sosial-ekonomi dari si ibu. Dengan demikian
didalam menghadapi kasus semacam ini penyidik harus memahami permasalahan, bila
perlu penyidik meminta bantuan kepada organisasi proteksi yang bersangkutan.
Yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai alasan medis yang dapat
dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti medis yang bermakna. Jelas tindakan
penguguran kandungan di sini semaa-mata untuk tujuan yang tidak baik dan melawan
hukum. Tindakan abortus tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis, dan dilakukan
hanya untuk kepentingan si-pelaku, walaupun ada kepentingan juga dari si-ibu yang malu
akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya oleh karena kedua belah
pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana dengan baik (crime without victim,
walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang dikandung).
Di luar negeri juga dilakukan abortus terapeutik, bila janin dalam kandungan cacat
berat dalam fisik maupun mental seperti mongolisme, nterseks, ibu sewaktu hamil muda
menderita rubella atau German measles.(6)
Keadaan lain adalah, bila seorang perempuan hamil karena kejahatan kesusilaan
atau karena hamil sumbang, incest/bloedschande, bila perempuan menolak
kandungannya. Seyogianya sudah waktunya untuk membuat peraturan yang mengatur
abortus terapeutik.(6)
Abortus kriminal dapat dilakukan oleh wanita itu sendiri atau dengan bantuan
orang lain (dokter, bidan, perawat, dukun beranak dan lain-lain). Tindakan ini biasanya
dilakukan sejak yang bersangkutan terlambat datang bulan dan curiga akibat hamil.
Biasanya kecurigaan ini datang pada minggu ke-5 sampai minggu ke-10. Pada waktu ini
mungkin disertai gejala mual pagi hari (morning sickness). Sekarang kecurigaan adanya
kehamilan dapat diketahui lebih dini karena sudah ada alat tes kehamilan yang dapat
mendiagnosa kehamilan secara pasti. (3)
- Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar agar terjadi
peningkatan “menstrual flow”, dan preparat hormonal guna mengganggu keseimbangan
hormonal
- Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari placenta dan amnion,
atau menyuntikkan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid)
- Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter atau pinsil dengan
maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat berakhir dengan abortus
- Menusuk kandungan
- Melepaskan fetus
Tujuan pemakaian berbagai macam jamu dan obat adalah memberi peredaran darah
yang berlebihan di perut bagian bawah, hiperemia, sehingga rahim menjadi peka dan
mudah berkontraksi atau membuat perut merasa mulas, kejang dan rahim ikut
berkontraksi. (6)
Dalam masyarakat pengguna obat tradisional seperti nenas muda, jamu peluntur
dan lain-lain sudah lama dikenal. Melalui iklan promosi obat di media elektronik
beberapa obat peluntur ditawarkan secara terselubung, misalnya obat terlambat datang
bulan; dilarang untuk wanita hamil dan lain-lain. (3)
Abortivum, obat yang sering dipakai untuk pengguguran dapat dibagi dalam
beberapa golongan:
1. Fetus atau janin yang mati atau dirusak itu keluar tanpa mengganggu kesehatan
ibu.
2. Terjadi komplikasi pada ibu: kejang, diare, perdarahan dan kondisi kesehatan
yang kritis.
3. Kematian yang berlangsung cepat, yang dimungkinkan karena terjadinya: syok
vagal, perdarahan hebat dan emboli udara.
4. Kematian yang berlangsung lambat (dua hari atau lebih) setelah abortus, yang
pada umumnya disebabkan oleh infeksi ginjal, infeksi umum, keracunan, syok,
perdarahan hebat dan emboli.
KOMPLIKASI ABORTUS
Komplikasi yang dapat terjadi pada si-ibu adalah terjadinya perdarahan hebat,
kejang, infeksi dan kematian. Kematian dapat berlangsung dengan cepat, hal mana
disebabkan oleh karena terjadinya syok vagal (kematian secara refleks akibat
perangsangan pada daerah rahim dan genitalia pada umumnya), pendarahan hebat dan
terjadinya emboli udara (udara masuk ke dalam pembuluh balik dari luka-luka pada
daerah rahim menuju jantung dan menyumbat pembuluh nadi paru-paru). (4)
• Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal,
diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan,
dapat pula timbul lama setelah tindakan. (2,3,4,5,6)
• Syok (renjatan) akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah
seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. (2,3,4,5)
• Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan kedalam uterus. Hal
ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara
masuk ke dalam uterus, sedangkan di saat yang sama sistem vena di
endometerium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak
menyebabkan kematian, sedangkan jumlah 70-100 ml dilaporkan sudah dapat
mematikan dengan segera. (2,3,4,5)
• Inhibisi vagal, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu dalam keadaan stres, gelisah dan panik. Hal ini dapat terjadi
akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang
terlalu panas atau terlalu dingin. (2,6)
• Keracunan obat/zat abortivum, termasuk karena anestesia.(2)
• Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu. (2,3,6)
• Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan
menggunakan pengaliran listrik lokal. (2)
Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat
dari tindakan abortus yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk : (4,5)
- Adanya kehamilan
- Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan saat kematian
- Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus sesuai dengan
metode yang dipergunakan
Pada pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter adalah
mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara pengguguran yang
dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan oleh
Sp.OG. (3)
Pemeriksaan tes kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi
dikeluarkan dari kandungan, dijumpai adanya colostrum pada peremasan payudara, nyeri
tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayora, labia minora dan serviks. Tanda-tanda
tersebut biasanya tidak mudah dijumpai karena kehamilan masih muda. Bila segera
sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang pemastiannya perlu
pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka, peradangan, bahan-bahan
yang tidak lazim dalam liang senggama, sisa bahan abortivum. Pada masa kini bila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk pemastian hubunga ibu dan janin. (3)
1) Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk ini
diperiksa :
1. Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan jalan lahir
2. Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril
3. Menganalisa cairan yang ditemukan dalam vagina atau cavum uteri