FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT
FEBRUARI 2009
ASPEK MEDIKOLEGAL
TERMINASI KEHAMILAN
Disusun Oleh:
Yuli Indrayani 110.200.0107
M.Irfansyah
110.201.0037
Zulfatulsyah
110.203.0108
Pembimbing
Dr. Denny Mathius
Supervisor
DR. dr. Gatot S. Lawrence, MSc, Sp.PA(K), DFM, SpF
DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2009
tercatat.
Dalam
sejarah
Yunani
dan
Romawi,
terminasi
kehamilan
tambahan anak 9BPS, Dep.Kes 1988). Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena
alasan di atas, namun karena adanya larangan baik hukum maupun atas nama agama,
menimbulkan praktek aborsi tidak aman meluas. Penelitian pada 10 kota besar dan 6
kabupaten memperlihatkan 53 % Jumlah aborsi terjadi di kota, padahal penduduk kota
1,36 kali lebih kecil dari pedesaan, dan pelayan aborsi dilakukan oleh tenaga yang tidak
terlatih terdapat di 16 % titik pelayanan aborsi di kota oleh dukun bayi dan 57 % di
Kabupaten. Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di kota dan 70 % di
Kabupaten dan dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di Kabupaten dilakukan
oleh swasta/ pribadi (PPKLP-UI, 2001). 3
Kasus (keguguran/gugur kandungan) dapat terjadi dimana saja dan kapan saja,
baik dinegara yang sudah maju maupun dinegara yang sedang berkembang. Abortus
dapat terjadi secara spontan, dapat pula terjadi karena dibuat/disengaja (abortus
provocatus). Di Indonesia abortus provocatus adalah suatu tindak pidana, apapun
alasannya, sehingga dokter dapat diminta bantuannya oleh polisi selaku penyidik untuk
memeriksa kasus tersebut. Dengan demikian seorang dokter sangat perlu membekali
dirinya dengan pengetahuan yang memadai tentang aspek kedokteran forensik dari suatu
abortus pada umumnya dan abortus provokatus criminalis pada khususnya. 5
IV. KLASIFIKASI
Empat Macam Abortus Menurut Proses Terjadinya (1,2,6)
1. Abortus yang terjadi secara spontan atau natural.
Diperkirakan 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan abortus, dan secara
yuridis tidak membawa implikasi apa-apa.
2. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan.
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa di
daerah perut, misalnya karena terjatuh atau tertimpa sesuatu di perutnya, demikian
pula bila ia menderita syok akan dapat mengalami abortus yang biasanya disertai
dengan perdarahan yang hebat. Abortus yang demikian kadang-kadang mempunyai
implikasi yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya.
3. Abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus.
Abortus ini dilakukan semata-mata atas dasar pertimbangan medis yang tepat, tidak
ada cara lain untuk menyelamatkan nyawa si ibu kecuali jika kandungannya
c)
d)
e)
dalam rahim.
Abortus complete, atau keguguran lengkap. Apabila seluruh buah kehamilan
telah dilahirkan seluruh buah kehamilan telah dilahirkan secara lengkap.
Missed abortion, atau keguguran tertunda, ialah keadaan dimana janin telah
mati di dalam rahim sebelum minggu ke 22 kemudian tertahan di dalam
f)
ibu serta sunguh-sungguh dapat dipertanggung jawabkan dapat dibenarkan dan biasanya
tidak dituntut.. Indikasi medis akan berubah-ubah menurut perkembangan ilmu
kedokteran. Di negara Swedia, Swiss, dan beberapa negara lainnya, membenarkan
indikasi yang bersifat sosial medis, humaniter, dan egenetis, bukan semata-mata untuk
menolong ibu, tetapi juga dengan pertimbangan keselamatan anak, jasmani, dan rohani.
6,7
ekonomi
yuridiksi, fetus pada awal kehamilan sebelum digugurkan dinyatakan memiliki kehidupan
yang sama dengan fetus pada akhir masa kehamilan. Aborsi yang dilakukan pada awal
masa kehamilan sama bersalahnya dengan yang dilakukan pada akhir masa kehamilan.9
Kurang lebih 40% dari semua kasus abortus adalah abortus provokatus criminalis
(APC). Pelaku APC biasanya adalah wanita bersangkutan (janda, wanita yang belum
menikah, wanita yang telah menikah tetapi mengandung anak yang bukan dari
suaminya), dokter / tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati), orang
lain yang bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak mengkehendaki kehamilan
seorang wanita. Tindakan abortus biasanya dilakukan pada kehamilan trimester pertama.
Bila pelakunya adalah wanita bersangkutan, sering timbul akibat yang tidak diinginkan,
sehingga sering pula harus berurusan dengan polisi. Sebaiknya bila dilakukan oleh tenaga
medis yang ahli biasanya tidak sampai berurusan dengan pihak berwajib, karena
dikerjakan dengan ahli sehingga hampir selalu berhasil dengan baik tanpa efek samping.
Kasus abortus kriminalis muncul kepermukaan biasanya karena kematian wanita akibat
tindakan abortus yang dilakukan. 5,7
Kadang-kadang, seorang aborsionis, setelah melakukan kuretasi pada seorang
pasien atau menyadari bahwa ia telah mengakibatkan perforasi uterus, akan memanggil
seorang koleganya untuk melakukan operasi abdominal pada wanita tersebut, tidak hanya
untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi, tapi untuk menyamarkan fakta bahwa ia telah
melakukan aborsi ilegal, jika memungkinkan. Sebelum melakukan laparotomi, dokter
kedua akan memasukkan kuret ke dalam uterus untuk tujuan diagnosis, namun pada
kenyataannya bertujuan untuk merusak kasus dan menghambat penyelidikan.9
V. CARA-CARA ABORTUS
Cara-cara yang dipakai untuk melakukan abortus atas indikasi medik adalah: :5,7
(1) Vaginal
-
Ketuban dipecah
Dilatasi Cervix
Obat obatan
Biasanya obat-obatan yang diberikan per-oral tidak menyebabkan abortus kecuali
diberikan dalam jumlah besar sehingga bersifat toksik kepada wanita hamil tersebut.Patut
diingat tidak ada satupun obat/kombinasi obat peroral yang mampu menyebabkan rahim
yang sehat mengeluarkan isinya tanpa membahayakan jiwa wanita yang meminumnya.
Karena
itulah
seorang
abortir
profesional
tidak
mau
membuang-buang
Emmenagagonum
(merangsang
terjadinya
menstruasi.
Untuk
Racun tumbuhan (buah pepaya yang masih mentah, buah nenas yang
masih mentah, madar juice, Buah Daucus carota).
Racun logam ( yang paling sering digunakan adalah cairan timah yang
mengandung oksida timah dan minyak zaitun).
Kekerasan Mekanik5,7
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :
(1) Penekanan pada abdomen, misalnya pukulan, tendangan.
(2) Menggunakan ikatan yang kencang pada bagian abdomen.
(3) Latihan olahraga yang keras misalnya bersepeda, meloncat, menunggang kuda,
mendaki gunung, berenang, naik turun tangga.
(4) Mengangkat barang-barang berat.
(5) Pemijatan uterus melalui dinding abdomen.
Tindakan kekerasan yang bersifat lokal :
(1) Merobek selaput amnion, yaitu dengan memasukkan benda tajam seperti kateter,
jarum, dll kedalam rongga uterus.
(2) Pernggunaan ganggang laminaria yang diamternya berukuran 0,4-0,5 cm.
Ganggang ini direndam dalam air dan dimasukkan kedalam ostium uteri. Dengan
demikian akan menyebabkan robeknya selaput amnion dan terjadi abortus.
(3) Stik abortus, yaitu berupa potongan kayu yang dibungkus dengan kain, kemudian
dicelupkan kedalam madar juice, arsen atau phelavai juice dan dimasukkan
kedalam ostium uteri. Hal ini akan menyebabkan kontraksi uterus dan abortus.
(4) Menyalurkan listrik tegangan rendah, menyebabkan kontraksi uterus dan
mengeluarkan hasil konsepsi.
c. Perdarahan
d. Keracunan anastesi.
(2) Delayed (beberapa saat setelah tindakan abortus)
a. Septicemia (alat-alat kotor/kontaminasi dari anus)
b. General peritonitis
c. Toxemia
d. Tetanus
e. Perforasi uterus dan viscer abdomen
f. Emboli lemak (penyemprotan lisol)
(3) Remote (lama sekali setelah tindakan abortus)
a. Renal failure
b. Bacterial endocarditis
c. Pneumonia, emphysema.
VII. ASPEK MEDIKOLEGAL
Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu
belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan
mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan
untuk melakukan abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai abortus terus
mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu
revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap
tindakan abortus. Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa
kategori sebagai berikut: 4
pelanggaran etik ini berupa "pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya.
Sanksi administratif tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
PASAL 15:
Ayat 1: Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Ayat 2: Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat
dilakukan: a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya
tindakan tersebut; b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi
serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang
bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Ayat 3: Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
Ayat (1): Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun,
dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya
untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil
tindakan medis tertentu
Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan
diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu,ibu
hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang
dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian
dan wewenang untuk melakukannya yaitu seorang dokter ahli kandungan
seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Butir c : Hak utama
untuk memberikan persetujuan ada ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam
keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya ,dapat diminta
dari semua atau keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana
kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan
tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3): Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya,tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk
persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk. 2. Abortus Provocatus Criminalis
(Abortus buatan illegal) Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain
untuk menyelamatkan atau menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang
tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus
provocatus criminalis karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Beberapa pasal yang mengatur abortus provocatus dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP):
Pasal 346 KUHP
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk melakukannya diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal 347 KUHP
Ayat 1 : Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling
lama 12 tahun.
Ayat 2 : Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama 15 tahun.
Pasal 348 KUHP
Pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman hukuman untuk orangorang tertentu yang mempunyai profesi atau pekerjaan tertentu bila
Berdasarkan pasal-pasal tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihakpihak yang dapat mewujudkan adanya pengguguran kandungan adalah :
1. Seseorang yang melakukan pengobatan atau menyuruh supaya berobat terhadap
wanita tersebut supaya gugur kandungannya.
2. Wanita itu sendiri yang melakukan upaya atau menyuruh orang lain sehingga
gugur kandungannya.
3. Seseorang yang tanpa izin menyebabkan gugurnya kandungan seorang wanita.
4. Seseorang yang dengan izin menggugurkan kandungan seorang wanita.
5. Seseorang yang dimaksud dalam angka (1), (2), (3), dan (4) termasuk didalamnya
dokter, bidan, juru obat serta pihak lain yang berhubungan dengan medis.
Peran dokter terutama seorang dokter spesialis obstetri ginekologi didasarkan
suatu pendidikan, latar belakang, dan pengalaman untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan pasiennya yang hamil serta janinnya. Akibatnya, timbul suatu konflik dalam
pendidikan, pengalaman dan latar belakang, hal ini karena terjadinya perubahanperubahan sosial dalam masyarakat, maka terjadi pula perubahan interprestasi dalam
pendidikan, praktek, dan hukum. Karena perkembangan ilmu pengetahuan hukum
kedokteran yang semakin maju dengan pesat, maka terutama dalam subspesialisasi fetomaternal, para SpOG disatu pihak dapat mencegah terjadinya defek-defek berat pada
fetus, tetapi juga menyetujui terminasi kehamilan. Ilmu pengetahuan selalu membawa
perubahan dan perubahan ini memiliki dinamika, sehingga terdapatlah suatu perubahan
universal dalam praktek kedokteran.
Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup
insani. Undang-undang nomor 23 tahun 1992 dengan jelas menyatakan bahwa dalam
keadaan darurat, sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat
dilakukan tindakan medik tertentu dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
dan dilakukan pada sarana kesehatan tertentu.
Yang dimaksud dengan menyelamatkan jiwa ibu hamil disini sesuai dengan
indikasi medik yaitu suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan
pengguguran kandungan, sebab kalau tidak ibu hamil terancam bahaya maut.
Indikasi melakukan abortus terapeutik:5
(1) Faktor kehamilannya sendiri
-
Mola hydatidosa
Kelainan plasenta
Ca Cervix
Toxemia gravidarum
Penyakit ginjal
Dalam melakukan tindakan abortus atas indikasi medik, seorang dokter perlu
mengambil tindakan-tindakan pengamanan dengan mengadakan konsultsi pada seorang
ahli kandungan yang berpengalaman dengan syarat: 5,7
(1) Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan)
sesuai dengan tanggung jawab profesi.
(2) Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
(1) Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
(2) Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga / peralatan yang memadai,
yang ditunjuk pemerintah.