Pembimbing:
dr. Edy Priyanto, M.Kes., Sp.OG
Disusun Oleh :
Angkat Prasetya Abdi Negara
G4A014050
G4A015051
G4A014052
REFERAT
Disusun oleh :
Angkat Prasetya Abdi Negara
G4A014050
G4A015051
G4A014052
Juli 2015
Pembimbing,
BAB I
PENDAHULUAN
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah salah satu penyebab terbanyak
kelainan endokrin yang melibatkan 5%-10% wanita dalam masa reproduksi.
Sindrom ini terdiri dari oligo/amenorrhoea, oligo/anovulasi, hirsutisme,
hiperandrogenaemia, morfologi ovarium yang spesifik, hiperinsulinaemia, dan
resistensi terhadap insulin (Mikola et al., 2001). Definisi yang paling dapat
diterima secara internasional pada saat ini adalah yang diadopsi pada tahun 2003
oleh European Society for Human Reproduction dan Embryology and the
American Society for Reproductive Medicine, yang dikenal dengan ESHRE/ASRM
Rotterdam Consensus. Dalam konsensus ini, PCOS ditegakkan bila terdapat dua
dari tiga kriteria diagnosa yakni: (1) oligoamenorrhoea atau anovulation, (2)
gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia, dan (3) adanya
gambaran ovarium yang polikistik dengan USG (Murizah et al., 2009).
Etiologi PCOS didasarkan atas dua konsep besar yaitu: hiperandrogenisme
dan resistensi terhadap insulin. Hormon androgen mengalami aromatisasi di
jaringan perifer menjadi estrogen, menyebabkan ketidakseimbangan sekresi
Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) pada tingkat
pituitari yang menyebabkan hipersekresi LH endogen. LH ini sangat kuat
menstimulasi produksi androgen di dalam ovarium. Hiperinsulinemia yang
terdapat pada penderita PCOS juga dapat menstimulasi langsung biosintesis
hormon steroid di ovarium, terutama androgen ovarium. Akibatnya, produksi Sex
Hormone Binding Globulin (SHBG) di dalam hati akan menurun, sehingga
menyebabkan meningkatnya kadar androgen bebas. Adanya stimulasi sel teka
secara terus-menerus yang berakibat pada meningkatnya kadar androgen akan
menyebabkan
terganggunya
folikulogenesis,
kelainan
siklus
haid,
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Definisi
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu
gangguan toleransi karbohidrat yang terjadi dan diketahui pertama
kali pada saat kehamilan sedang berlangsung (PERKENI, 2002).
Menurut American Diabetes Association (ADA) Guidelines,
seorang wanita dianggap memiliki risiko tinggi menderita DMG
bila memiliki satu atau lebih dari kriteria berikut yaitu: menderita
obesitas, riwayat kehamilan sebelumnya dengan DMG, memiliki
intoleransi glukosa atau glukosuria, memiliki anggota keluarga
dengan DM Tipe II. Wanita yang memiliki risiko rendah untuk
menderita DMG adalah wanita hamil berusia < 25 tahun, memiliki
berat badan normal sebelum hamil, tidak memiliki anggota
keluarga pada tingkat pertama yang menderita diabetes, tidak
pernah memiliki riwayat toleransi glukosa yang abnormal, tidak
memiliki riwayat persalinan yang bermasalah sebelumnya, dan
bukan merupakan grup etnik dengan risiko tinggi menderita
diabetes gestasional (Afrika-Amerika, Hispanik, India-Amerika,
Asia-Amerika, Pasifik) (Tracy et al, 2005)
b.
Etiologi
Diabetes Mellitus Gestasional disebabkan karena adanya
perubahan metabolisme karbohidrat selama kehamilan, dimana
keadaan resistensi insulin tidak diimbangi dengan sekresi insulin
yang adekuat. Insulin disekresi oleh sel pankreas, dan pada ibu
dengan DMG terjadi defek pada fungsi sel pankreas ini. Ibu yang
menderita DMG kebanyakan telah mengalami resistensi insulin
kronis karena disfungsi sel pankreas sejak sebelum masa
kehamilan. Disfungsi sel pankreas dapat disebabkan oleh
Hormon Plasenta
Plasenta mensintesis progesteron dan pregnenolon.
Progesteron ini memasuki sirkulasi janin sebagai sumber
pembentukan kortisol dan kortikosteron di kelenjar adrenal
janin. Peningkatan kortisol selama kehamilan menyebabkan
penurunan toleransi glukosa. Sedangkan pregnenolon
merupakan sumber pembentuk estrogen, dimana hormon
ini mempengaruhi fungsi sel pankreas (Al-Noaemi &
Shalayel, 2011).
Selain estrogen dan progesteron, Human Placental
Lactogen (hPL) merupakan produk dari gen hPL-A dan
hPL-B yang disekresikan ke dalam sirkulasi maternal dan
janin. hPL ini akan terpengaruhi oleh kadar glukosa,
dimana akan ikut tinggi bila hipoglikemia dan sebaliknya.
Pada trimester kedua kehamilan, kadar hPL ini meningkat
10x lipat, yang menandakan adanya kondisi hipoglikemia.
Selanjutnya, hPL ini akan menstimulasi lipolisis, yang
menyebabkan tingginya kadar asam lemak dalam sirkulasi,
ditujukan untuk membentuk glukosa yang dibutuhkan oleh
janin. Asam lemak ini berfungsi antagonis dengan fungsi
insulin, sehingga terjadi hambatan penyimpanan glukosa
dalam sel (Al-Noaemi & Shalayel, 2011).
3.
saat
mendiagnosis
pendekatan
ini,
DMG.
dalam
Ada
masih
banyak
banyak
diagnosis
perdebatan
pihak
DMG. Tabel
yang
di
dalam
menyusun
bawah
ini
Ambang batas
92mg/dL
180 mg/dL
153 mg/dL
75 gram glukosa
95 mg/ dL
180 mg/ dL
95 mg/ dL
Tabel 3. Nilai glukosa untuk diagnosa Diabetes Mellitus Gestasional (Serlin &
Lash, 2009)
Tes Diagnostik
Puasa
1 jam (mg/dL)
2 jam (mg/dL)
(mg/dL)
100-g oral glucose tolerance
test
75-g oral glucose tolerance
test
3 jam
95
180
155
(mg/dL)
140
126
140
10
Workshop
Conference
on
Gestasional
Diabetes
11
Definisi
Polycystic Ovary Syndrome merupakan serangkaian gejala
yang dihubungkan dengan hiperandrogenisme dan anovulasi
kronik yang berhubungan dengan kelainan endokrin dan metabolik
pada wanita tanpa adanya penyakit primer pada kelenjar hipofisis
atau adrenal yang mendasari (William, 2007). Penyakit ini sangat
umum terjadi pada wanita dalam masa reproduksi dengan gejalagejala yang beragam dan bervariasi. PCOS digambarkan dengan
adanya anovulasi kronik, siklus hadi yang ireguler, dan
hiperandrogen yang dapat disertai dengan hirsutisme (60%),
jerawat (30%), seborrhea, dan obesitas (40%) (Speca, Napolitano,
& Tagliafeni, 2007).
PCOS adalah kelainan endokrin wanita yang
paling sering dijumpai, yang melibatkan 5-10% dari
wanita dalam masa reproduksi. Walaupun ovarium
12
20%
populasi
berat
badan
atau
resistensi
terhadap
Etiologi
Etiologi PCOS masih belum diketahui dengan pasti dan
tidak ada gen atau substansi lingkungan spesifik yang terbukti
mengakibatkan terjadinya PCOS (Norwitz et al., 2006), meskipun
beberapa penelitian mencoba menghubungkan kejadian PCOS
dengan pengaruh genetik melalui aktifitas 5-reduktase (William
et al., 2007). Menurut POGI (2006) penyebab terbanyak PCOS
adalah akibat adanya gangguan hormonal. Gangguan hormonal ini
dapat berupa resistensi insulin, adanya deposit lemak sentral
(obesitas) dan Diabetes Mellitus tipe 2 yang sering dianggap
berhubungan dengan kejadian PCOS pada wanita usia subur
(William et al., 2007).
Yen et al mengajukan hipotesa klasik yang di dasarkan atas
dua konsep besar yaitu hiperandrogenisme dan resistensi terhadap
insulin. Hormon androgen ini mengalami aromatisasi di jaringan
perifer menjadi estrogen, menyebabkan ketidakseimbangan sekresi
Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone
(FSH) pada tingkat pituitari yang menyebabkan hipersekresi
endogenous LH. LH ini sangat kuat menstimulasi produksi
androgen di dalam ovarium. Insulin seperti juga LH menstimulasi
langsung biosintesis hormon steroid di ovarium, terutama androgen
ovarium. Lebih lanjut, insulin menyebabkan menurunnya produksi
13
yang
menyebabkan
terganggunya
folliculogenesis,
Kelainan neuroendokrin
Perubahan pada pulsatil Gonadotropine Releasing
Hormon (GnRH) dapat menyebabkan peningkatan dari
Lutenizing
Hormone
(LH)
dan
penurunan
Follicle
level
androgen
intrafollicular
15
Gambar.
Polycystics
Ovarian
Syndrome
and
Hyperandrogenism
kadar
androgen
dalam
darah
menjadi
resisten
terhadap
rangsangan
16
atau
resistensi
insulin.
Hiperinsulin
akan
androgen.
Stimulasi
tersebut
akan
dalam
pengendalinan
sinyal
rasa
lapar
berlebihan.
Kondisi
ini
mengakibatkan
Stein-Leventhal
yaitu
amenorrhoea,
hirsutisme,
17
insulin
didefinisikan
sebagai
penurunan
menjelaskan
juga
hiperandrogenisme
oleh
serine
18
Gambar. Mekanisme resistensi insulin pada PCOS (BenHaroush, Yogev, & Fisch, 2004)
f.
Penatalaksanaan PCOS
Bagi wanita yang belum ingin memiliki anak, cukup diobati
dengan pil kontrasepsi kombinasi oral, yang di Indonesia terkenal dengan
sebutan pil KB. Pil KB yang sering digunakan adalah jenis pil
kombinasi
yang
mengandung
estrogen
dan
progesteron
sintetik.
19
hormon
progestogen
alamiah
yang
sangat
kuat
efek
20
Pembahasan Jurnal
Penelitian dari Ashrafi et al bahwa risiko terjadinya DM
Gestasional paling tinggi terdapat pada wanita infertil dengan PCOS yang
memperoleh kehamilan dengan bantuan ART (assisted reproductive
technology) sebanyak 44.4%. Peneliti melakukan pengamatan melalui
rekam medis terhadap 234 wanita tanpa PCOS dengan kehamilan spontan,
234 wanita tanpa PCOS yang memperoleh kehamilan dengan ART, dan
234 wanita dengan PCOS yang memperoleh kehamilan dengan ART.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa faktor prediktor
terpenting dari munculnya DM Gestasional pada wanita-wanita dengan
21
PCOS adalah akibat siklus mens yang ireguler, level serum trigliserida
150 mg/dL, dan konsumsi metformin sebelum periode gestasi.
23
24
25
BAB III
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Beberapa terapi PCOS antara lain dapat menggunakan pil KB, analog
GnRH, dan terapi pembedahan.
7.
Pada penelitian ini ditemukan fakta bahwa wanita dengan PCOS yang
memperoleh kehamilan dengan bantuan ART lebih rentan untuk
mengalami DM Gestasional.
26
DAFTAR PUSTAKA
Al-Noaemi MC, Shalayel MHF. 2011. Pathophysiology of Gestatinal Diabetes
Mellitus: The Past, the Present and the Future. Croatia: InTech.
Amato P & Simpson J. L. 2004. The genetics of polycystic ovary syndrome. Best
Pract Res Clin Obstet Gynaecol 18:707-18.
Ashrafi M, Gosili R, Hosseini R, Arabipoor A, Ahmadi J, Chehrazi M. 2014. Risk
of gestational diabetes mellitus in patients undergoing assisted
reproductive techniques. Eur J Obstet Gynecol.
Baziad, Ali. 2012. Sindrom Ovarium Polikistik dan Penggunaan Analog GnRH.
Cermin Dunia Kedokteran-196 39(8);573-575
Ben-Haroush A, Yogev Y, Fisch B. 2004. Insulin resistance and metformin in
polycystic ovary syndrome. European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology 115:125133.
Berkowitz GS, Lapinski RH, Wein R, Lee D. 1992. Race/ethnicity and other risk
factors for gestational diabetes. Am J Epidemiol 135(9):96573.
Boomsma C, Eijkemans M, Hughes E, Visser G, Fauser B, Macklon N. 2006. A
metaanalysis of pregnancy outcomes in women with polycystic ovary
syndrome. Hum Reprod Update 12(6):67383.
Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Rouse D, Spong C. 2010. Maternal
Physiology. Williams Obstetrics. 23rd ed. Pennsylvania: McGraw-Hill p.
1114.
Dunaif A. 1997. Insulin resistance and the polycystic ovary syndrome: mechanism
and implications for pathogenesis. Endocr Rev 18(6):774800.
Genazzani AD, Petraglia F, Battaglia C, Gamba O, Volpe A, Genazzani AR. 1997.
A long-term treatment with gonadotropin-releasing hormone agonist plus a
loe-dose oral contraceptive improves the recovery of the ovulatory
27
28
Legro RS, Castracane VD, Kauffman RP. 2004. Detecting insulin resistance in
polycystic ovary syndrome: purposes and pitfalls. Obstet Gynecol Surv
59(2):14154.
Levran D, Shoham Z, Habib D, Greenwald M, Nebel L, Mashiach S. 1990.
Glucose tolerance in pregnant women following treatment for sterility. Int
J Fertil 35(3):1579.
Mannisto T, Mendola P, Grewal J, Xie Y, Chen Z, Laughon SK. 2013. Thyroid
diseases and adverse pregnancy outcomes in a contemporary US cohort. J
Clin Endocrinol Metab 98(7):272533.
Maratou E, Hadjidakis DJ, Kollias A, et al. 2009. Studies of insulin resistance in
patients with clinical and subclinical hypothyroidism. Eur J Endocrinol
160(5):78590.
Mikola M, Hiilesmaa V, Halttunen M, Suhonen L, Tiitinen A. 2001. Obstetric
outcome in women with polycystic ovarian syndrome. Hum Reprod
16(2):2269.
Norwitz, Errol., Schorge, John. 2006. Obstetric dan Ginekologi At Glance Edisi
kedua. Erlangga medical series (EMS), Jakarta.
Perkumpulan
Endokrinologi
Indonesia
(PERKENI).
2002.
Konsesnsus
29
Serlin DC, Lash RW. 2009. Diagnosis and management of Gestational Diabetes
Mellitus. Am Fam Physician 80(1):57-62.
Speca S, Napolitano C, Tagliafeni G. 2007. The pathogenetic enigma of
polycystic ovary Syndrome. Journal of Ultrasound 10:l53-60.
Szymanska M, Horosz E, Szymusik I, Bomba-Opon D, Wielgos M. 2011.
Gestational
diabetes
in
IVF
and
spontaneous
pregnancies.
30