Oligomenorea
Polimenorea
Menoragia
Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval nonsiklik dan dengan darah yang berlebihdan (> 80 ml)
dan atau dengan durasi yang panjang (> 7 hari).
Metroragia atau
perdarahan antara haid
Bercak intermenstrual
Perdarahan pasca
menopause
Perdarahan uterus
abnormal akut
Perdarahan uterus
disfungsi
A Etiologi
Perdarahan uterus abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai
komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalahmasalah serviks atau uterus (leiomioma) atau kanker. Faktor-faktor etiologik
(Callahan et al, 2009):
1. Komplikasi kehamilan
a. Perdarahan implantasi
Pendarahan implantasi merupakan tanda awal kehamilan yang terjadi pada
sekitar 1/3 dari semua wanita yang hamil, jadi memang tidak semua wanita
Endometriosis
Endometriosis merupakan kelainan dimana pertumbuhan abnormal jaringan
yang secara histologi menyerupai endometrium, dan terdapat di tempat lain
selain lapisan endometrium.Meskipun endometriosis dapat terjadi sangat jarang
pada wanita pasca-menopause, endometriosis dapat ditemukan hampir
sepenuhnya pada wanita usia reproduksi.Lesi biasanya ditemukan pada
permukaan peritoneal organ reproduksi dan struktur yang berdekatan dari pelvis,
tetapi endometriosis dapat muncul di mana pun di dalam tubuh (Mansjoer,
2001).
2. Adenomiosis
Adenomiosis adalah invasi jaringan endometrium ke dalam myometrium
(Mansjoer, 2001).
3. Kelainan hematologik atau sistemik (Achadiat, 2003)
a. Trombositopenia
b. Penyakit Von Willebrand
c. Terapi antikoagulan
d. Koagulasi intravascular diseminata
e. Hipertensi
f. Hipotiroid (lebih banyak terjadi pada hipotiroid daripada hipertiroid)
g. Leukemia
h. Penyakit hepar
1
Sebab-sebab fungsional
Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi
pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih
sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua
pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun (Simanjuntak,
2005).
A Faktor Risiko
Faktor resiko dari perdarahan uterus disfungsional meliputi umur 35 tahun
atau lebih, obesitas, sindrom polikistik ovarium, endometriosis, penggunaan
estrogen dan progesteron jangka panjang dan hipertensi. Stres, diet, tidur yang tidak
teratur, bekerja berlebihan, latihan yang bertenaga, penyalahgunaan alkohol dan
obat-obatan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan hormon dan akan
menyebabkan perdarahan uterus disfungsional. Ketidakseimbangan hormon yang
mengganggu ovulasi dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal
yang dapat mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi
ovulasi dan pendarahan (Achadiat, 2003).
1. Perimenopause
Perubahan hormonal yang terjadi selama tahun-tahun menjelang menopause
(berhentinya menstruasi) dapat menyebabkan kelainan perdarahan.
2. Stres
Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu ovulasi.
3. Polycystic ovary syndrome (PCOS)
PCOS adalah suatu kondisi di mana ovarium menjadi penuh dengan kista kecil
dan memperbesar. Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu
banyak hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan
hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat
perdarahan tidak teratur.
4. Penyebab hormonal lainnya
Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar pituitari, atau kelenjar adrenal
dapat mengganggu ovulasi.
5. Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal.
6. Gangguan pembekuan darah
Masalah dengan pembekuan darah dapat memicu perdarahan uterus abnormal.
Sebuah gangguan koagulasi Von Willebrand disebut penyakit adalah salah satu
pelakunya, mempengaruhi sekitar 1% dari populasi.
7. Gangguan nutrisi
Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan makan, diet ketat,
atau olahraga berlebihan sering dapat berhenti ovulasi dan menstruasi.
A Klasifikasi
Menurut FIGO (The International Federation of Gynecology and Obstetrics),
perdarahan uterus abnormal dikategorikan menjadi PALM COEIN yakni polip,
adenomiosis, leiomyoma, keganasan dan hiperplasia, koagulopati, gangguan
ovulasi, endometrium, iatrogenik, dan tidak terklasifikasi.
1. Polip (PUA-P)
Polip endometrium diketahui melalui proses pencitraan namun tidak dibedakan
menurut ukuran maupun jumlah polip yang didapat. Dalam perkembangannya
dimungkinkan untuk membuat subklasifikasi polip berdasarkan dimensi,
lokasi, jumlah,morfologi dan histologinya (Schorge, 2008).
2. Adenomiosis (PUA-A)
Walaupun kaitan patofisiologi adenomiosis dengan PUA belum
sepenuhnya dipahami namun pengalaman klinis menunjukan adanya hubungan
erat antara kondisi ini dengan PUA. Secara klinis diagnosis adenomiosis banyak
mengandalkan aspek pencitraan terutama USG trasvaginal (Schorge, 2008).
Beberapa poin penting karakteristik adenomiosis secara USG antara lain
eksogenitas miometrium yang heterogen dan difus dengan batas endomiometrial
yang tidak jelas, adanya lakuna anekoik di miometrium, tekstur gema
miometrium fokal yang abnormal dengan batas yang tidak jelas, dan pembesaran
yang globuler dan atau asimetris dari uterus.
3. Leiomioma (PUA-L)
Dalam sistem ini mioma uteri diklasifikasikan secara primer, sekunder dan
tersier.
Pernggolongan
primer
dimaksudkan
untuk
menunjukan
ada
penyakit
von
Willebrand.
Untuk
mempermudah
penapisan
Pendarahan pascasalin
Bila PUA terjadi pada wanita dengan siklus yang reguler tanpa adanya
kelainan struktural yang jelas, maka perlu dipertimbangkan kelianan hemostasis
lokal pada endometrium sebagai penyebabnya. Dalam hal ini terjadi
ketidakseimbangan antara zat vasokonstriktor (endotelin-1 dan prostaglandin
F2a) dengan vasodilator (prostaglandin E2 dan prostasiklin).
Selain itu belum ada tes yang spesifik untuk mengetahui kelainankelainan endometrium tersebut, maka disebutkan kategori ini merupakan
eksklusi apabila faktor-faktor lain telah diselidiki.
7. Iatrogenik (PUA-I)
Sesuai dengan arti istilah ini, maka PUA yang ditimbulkan merupakan akibat
dari intervensi medis yang diberikan. Komponen terpenting dari golongan ini
adalah penggunaan hormon seks steroid eksogen. Gelaja yang sering dikeluhkan
pasien biasanya berupa perdarahan sela (breakthrough bleeding).
8. Tidak terklasifikasi (Non Classified) (PUA-N)
Beberapa kelainan yang jarang ditemukan seperti malformasi arteriovenosa dan
hipertrofi miometriom yang diduga menjadi penyebab PUA digolongkan ke
dalam kategori ini.
A Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada pasien yang mengalami PUA, anamnesis perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding (Telner, 2007).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas
keadaan hemodinamik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk (Telner, 2007):
a. Menilai:
-
Tanda-tanda hiperandrogen
Menyingkirkan:
-
Servisitis, endometritis
Hiperplasia endometrium
Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap
smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip,
hiperplasia endometrium atau keganasan.
3. Penilaian Ovulasi
Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari. Jenis perdarahan PUA-O
bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea. Konfirmasi ovulasi dapat
dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase luteal madya atau USG
transvaginal bila diperlukan.
4. Penilaian Endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua
pasien PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:
a. Perempuan umur > 45 tahun
b. Terdapat faktor risiko genetik
c. USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang
merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium
d. Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
e. Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer
memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur saat
diagnosis antara 48-50 tahun
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan
uterus abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan). Beberapa
teknik pengambilan sampel endometrium seperti D & K dan biopsi
endometrium dapat dilakukan.
1
5. Penilaian Miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.
Miometrium
dinilai
abdominal),
SIS,
menggunakan
histeroskopi
USG
atau
(transvaginal,
MRI.
transrektal
Pemeriksaan
dan
adenomiosis
13. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba kaku
dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Chlamydia
dan Neisseria. Pengobatan yang direkomendasikan adalah doksisiklin 2 x 100
mg selama 10 hari.
inkomplit,
mola
hidatidosa,
koriokarsinoma,
subinvolusiouteri,
Adenomiosis (PUA-A)
a. Diagnosis adenomiosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG atau MRI;
b. Tanyakan pada pasien apakah menginginkan kehamilan;
c. Bila pasien menginginkan kehamilan dapat diberikan analog GnRH + addback therapy atau LNG IUS selama 6 bulan (Rekomendasi C);
d. Adenomiomektomi dengan teknik Osada merupakan alternatif pada pasien
yang ingin hamil (terutama pada adenomiosis > 6 cm);
e. Bila pasien tidak ingin hamil, reseksi atau ablasi endometrium dapat
dilakukan (Rekomendasi C). Histerektomi dilakukan pada kasus dengan
gagal pengobatan.
Bila terdapat mioma uteri intra mural atau subserosum dapat dilakukan
penanganan sesuai PUA-E / O) (Rekomendasi C). Pembedahan dilakukan
bila respon pengobatan tidak cocok;
Coagulopathy (PUA-C)
a. Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis sistemik yang
terkait dengan PUA;
b. Penanganan multidisiplin diperlukan pada kasus ini;
c. Pengobatan dengan asam traneksamat, progestin, kombinasi pil estrogenprogestin dan LNG-IUS pada kasus ini memberikan hasil yang sama bila
dibandingkan dengan kelompok tanpa kelainan koagulasi;
d. Jika terdapat kontraindikasi terhadap asam traneksamat atau PKK dapat
diberikan LNG-IUS atau dilakukan pembedahan bergantung pada umur
pasien (Rekomendasi B);
e. Terapi spesifik seperti desmopressin dapat digunakan pada penyakit von
Willebrand (Rekomendasi C).
perlu
dilakukan
pemeriksaan
USG
transvaginal
dan
Endometrial (PUA-E)
a. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
yang teratur.
endometrium
atau
histerektomi.
Jika
pasien
masih
ingin
Iatrogenik (PUA-I)
a. Perdarahan karena efek samping PKK
1) Penanganan efek samping PUA-E disesuaikan dengan algoritma PUA-E.
2) Perdarahan sela (breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama atau setelah 3 bulan penggunaan PKK.
3) Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama maka penggunaan
PKK dilanjutkan dengan mencatat siklus haid.
4) Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap > 3
bulan lanjutkan ke 5.
5) Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila
positif berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien
minum PKK secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis
estrogen. Jika usia pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi
endometrium.
6) Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi
untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi.
7) Jika perdarahan sela terjadi setelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,
lanjutkan ke 5.
8) Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke 9.
9) Singkirkan kehamilan.
10) Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama.
fibrin menjadi fibrin degradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini
berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktorfaktor yang memicu terjadinya pembekuan darah, namun tidak akan
menimbulkan kejadian trombosis. Efek samping: gangguan pencernaan,
diare dan sakit kepala. Dosisnya untuk perdarahan mens yang berat adalah
1g (2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.
b. Obat anti inflamasi non steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan
meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan
menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium. AINS dapat
mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50 persen. Pemberian AINS dapat
dimulai sejak perdarahan hari pertama atau sebelumnya hingga hingga
perdarahan yang banyak berhenti. Efek samping : gangguan pencernaan,
diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum hingga
kemungkinan terjadinya perdarahan dan peritonitis.
1
Hormonal
a. Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan
yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu
48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan
pemberian obat anti-emetik seperti promethazine 25 mg per oral atau intra
muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan.
b. PKK (Pil Kontrasepsi Kombinasi)
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi
akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan
akut adalah 4 x 1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama
3 hari, dilanjutkan dengan 2 x 1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1 x 1
tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama
3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka
obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4
bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan
mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein
thrombosis, stroke dan serangan jantung.
c. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen
serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada selsel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang
efek biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan estradiol. Meski
demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek anti mitotik
yang mengakibatkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat
diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama
14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa
memperhatikan pola perdarahannya.
Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi
progestin, maka dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari
pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin
diminum sampai hari ke 14. Pemberian progestin secara siklik dapat
menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat kontraindikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat
stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan
keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat
kolestasis, kanker hati).
Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1 x 10 mg,
noretisteron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5 mg atau
nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus. Apabila pasien
mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat dinaikkan
setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14
hari dan kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya bergantiganti. Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila
tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu:
-
begah, payudara tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi.
a
Androgen Danazol
Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk menekan
produksi estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap
reseptor estrogen di endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis
tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat dipergunakan untuk mengobati
perdarahan menstrual hebat. Danazol dapat menurunkan hilangnya darah
menstruasi kurang lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti
lebih efektif dibanding dengan AINS atau progestogen oral. Dengan dosis
lebih dari 400mg per hari dapat menyebabkan amenorea. Efek sampingnya
dialami oleh 75% pasien yakni: peningkatan berat badan, kulit berminyak,
jerawat, perubahan suara.
BAB V
KESIMPULAN
1. Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah perubahan pada frekuensi, durasi dan
jumlah atau volume perdarahan menstruasi.
2. Penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi Palm and Coein (Polip, Disfungsi
Miometrial, Leiomyoma, Adenomiosis, Keganasan dan Hiperplasia, Koagulopati,
Disfungsi ovulasi, Endometrial, Iatrogenik, Belum diklasifikasikan)
3. Faktor resiko dari perdarahan uterus abnormal meliputi umur 35 tahun atau lebih,
obesitas, sindrom polikistik ovarium, endometriosis, penggunaan estrogen dan
progesteron jangka panjang, hipertensi keadaan stres, diet, tidur yang tidak teratur,
bekerja berlebihan, latihan yang bertenaga, penyalahgunaan alkohol dan obatobatan.
4. Tatalaksana dapat beruapa pemberian : NSAID, Pil kontrasepsi oral, Terapi
progestin, intrauterin levonorgestrel, Gonadotropin-releasing hormone agonis,
Danazol, Estrogen konjugasi, asam traneksamat
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, C. M. 2003. Prosedur Tepat Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Badziad, A. Hestiantoro, A. Wiweko, B. Sumapradja, K. 2011. Panduan Tatalaksana
Perdarahan Uterus Abnormal. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas
Indonesia dan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi. Indonesia: Aceh.
Beckmann, Charles R. B., Frank W. Ling, William N. P. Hebbert, Douglas W. Laube, et
al. 2014. Obstetrics and Gynecology. Edisi Ketujuh. Philadelpia: Lippincott
William and Wilkins.
Callahan, T. L. dan Caughey, A. B. 2009. Obstetric and Gynecology 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Himpunan Endokrinologi - Reproduksi Dan Fertilitas, Perkumpulan Obstetri Dan
Ginekologi Indonesia (Hiferi-Pogi). 2011. Panduan Tata Laksana Perdarahan
Uterus Abnormal. Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Malcolm G. M., et al. 2011. The FIGO classification of causes of abnormal uterine
bleeding in the reproductive years. American Society for Reproductive Medicine
Elsevier.
Mansjoer, Arif. 2001. Perdarahan Uterus Disfungsional. Dalam: Arif Mansjoer ed.
Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Norwitz E. R., Schorge J. O. 2001. Obstetric and Gynecology at a Glance. Blackwell
Science. p 10.38.
Pfeifer S. M. N. M. S. 2008. Obstetrics and Gynecology. 6th edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Chapter 19.20.
Schorge, O., John, et al. 2008. Williams Gynecology 23rd Edition. Section 1 Benign
General Gynecology, Chapter 8. Abnormal Uterine Bleeding. China: McGrawHill.
Silberstein Taaly. 2003. Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding.
Dalam: DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic
Diagnosis and Treatment, 9th Edition, Los Angeles: Lange Medical
Books/McGraw-Hill. pp 623-630.
Simanjuntak Pandapotan. 2005. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam: Wiknjosastro
G. H., Saifuddin A. B., Rachimhadhi T., editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: pp. 223-228.
Telner D. 2007. Approach to Diagnosis and Management Abnormal Uterine Bleeding.
Can Fam Physician.