Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN

PENOLAKAN RESUSITASI
(DNR)

RUMAH SAKIT UMUM

Jl.Raya KlapagadingKulon – Wangon 53176 Telp. (0281) 513267, 5700170


Email. annimah_hospital@yahoo.com Banyumas – Jawa Tengah
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AN NI’MAH
NOMOR : 100/SK/RSAN/441/VII/2018

TENTANG
PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI ( DNR)
DI RUMAH SAKIT UMUM AN NI’MAH

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AN NI’MAH


Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk rencana pelayanan dan pengobatan yang
akan diterimanya dari tenaga kesehatan;
b. bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi tentang
tindakan resusitasi dan penolakan tindakan resusitasi terhadap
dirinya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud di atas
perlu ditetapkan Kebijakan penolakan resusitasi (DNR) ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang


Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tantang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/PER/III/2008
tentang Rekam Medis;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 290/Menkes/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
8. Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Nomor :
HK.00.06.3.5.1866 tahun 1999 tentang Panduan Pelaksanaan
Persetujuan Tindakan Medis;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
Pertama : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AN NI’MAH
TENTANG PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) DALAM
PROSES PELAYANAN DI RUMAH SAKIT UMUM AN NI’MAH.
Kedua : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Panduan Penolakan
Resusitasi (DNR) Rumah Sakit Umum AN NI’MAH dilaksanakan oleh
Bidang Pelayanan Medis Rumah Sakit Umum AN NI’MAH;
Ketiga : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan
ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya;
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berakhir sampai ada
keputusan lain yang mencabutnya.

Ditetapkan di Wangon
Pada tanggal 20 Juli 2018
Direktur,

dr. Ratna Widarastuti


NIK. 2005.06.01.027
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakaruh

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
Karunia – Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Panduan Menolak Resusitasi
(DNR) agar bisa digunakan untuk menjalankan pelayanan terutama di unit Pelayanan.

Penulis sadari sepenuhnya, hanya karena nikmat dari Nya lah penulis bisa
menyelesaikan buku Panduan Menolak Resusitasi (DNR). Semoga buku Panduan
Perlindungan Harta Milik Pasien ini bisa menjadi panduan pelaksanaan kegiatan di RSU An
Ni’mah Wangon. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan buku Panduan Perlindungan Harta Milik
Pasien.

Akhirnya penulis sadari, masih banyak kekurangan yang dijumpai dalam penyusunan
ini. Saran dan kritik senantiasa kami harapkan untuk perbaikan di masa-masa yang akan
datang.

Wasalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Wangon, 19 Januari 2016

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

SK Panduan Menolak Resusitasi (DNR) ............................................................................. i


Kata Pengantar .................................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
2. Pengertian ........................................................................................................... 1
BAB III RUANG LINGKUP ............................................................................................. 3
1. Ruang Lingkup ................................................................................................... 3
2. Tujuan ................................................................................................................. 3
BAB III KEBIJAKAN ........................................................................................................ 4
BAB IV TATA LAKSANA ............................................................................................... 5
BAB V DOKUMENTASI .................................................................................................. 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Resusitasi merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka
yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian.
Namun tidak semua pasien yang membutuhkan RJP menyetujui utuk dilakukan
tindakan tersebut. Sehingga RJP tidak dilakukan dan pasien tersebut dikatagorikan
menjadi pasien DNR (Do Not Resusitation).

2. Pengertian
Do Not Resusitation ( DNR ) adalah sebuah perintah untuk tidak dilakukan
Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum
untuk tidak mencoba CPR ( cardiopulmonary resuscitation ) atau Resusitasi Jantung
Paru (RJP ) jika terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau pernapasan
berhenti.
Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga tetapi harus
ditandatangani oleh dokter yang berlaku. DNR merupakan salah satu keputusan yang
paling sulit, adalah masalah etika yang menyangkut perawat ataupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan dengan masalah moral atau pun
etik, apakah akan mengikuti sebuah perintah 'jangan dilakukan resusitasi' ataupun
tidak. Bagaimana tidak jika tiba-tiba pasien henti jantung sebagai perawat yang sudah
handal dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati dengan begitu saja tapi
masalahnya jika kita memiliki hati dan melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa
dituntut oleh pasien dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika
terjadi kedaruratan jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah DNR adalah karena apa
yang terjadi ketika staf rumah sakit mencoba untuk melakukan RJP. Situasi ini
umumnya disebut sebagai "kode." Hal ini kadang – kadang diberikan nama samaran
yang berbeda di rumah sakit yang berbeda. Pada pasien biasa ketika kode staf pasien
suatu kawanan seluruh tim resusitasi ruangan. Dada akan dikompresi dengan tangan
untuk mensimulasikan detak jantung dan sirkulasi darah. Sebuah tabung dimasukkan
ke dalam mulut dan tenggorokan dan Pasien diletakkan pada ventilator untuk bernafas
untuk Pasien. Jika hati Pasien dalam irama mematikan Pasien terkejut dengan jumlah

1
besar listrik untuk tersentak kembali ke irama. Obat yang diberikan dan secara manual
dipompa melalui sistem dengan penekanan dada. Jika semua ini berhasil, hati Pasien
mulai untuk mengalahkan sendiri lagi dan pasien berakhir di ventilator untuk
membuatnya / napasnya. Ini tidak biasanya datang tanpa konsekuensi.
Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP adalah kekurangan oksigen
ke organ – organ tubuh. Meskipun penekanan dada sedang dilakukan untuk
mengedarkan darah melalui tubuh, masih belum seefektif detak jantung biasa.
Meskipun oksigen dipompa ke paru – paru mekanik, penyakit itu sendiri dapat
mencegah beberapa oksigen dari mencapai aliran darah. Semakin lama RJP
berlangsung, semakin besar kemungkinan kerusakan pada organ-organ. Tapi jika tidak
dilakukan RJP akan berdampak dari kerusakan otak, kerusakan ginjal, hati, atau
kerusakan paru-paru. Apa pun bisa rusak berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada. Hal ini sangat normal
untuk mendengar retak tulang rusuk dan tulang. Dibutuhkan banyak kekuatan untuk
kompres jantung dengan sternum dan tulang rusuk duduk di sampingnya. Terutama
orang tua biasanya mengalami kerusakan dari ini. Kejutan listrik juga dapat traumatis
dalam dan dari dirinya sendiri.
Jadi bahkan jika Pasien bangkit kembali, kemungkinan Pasien pemulihan dan
kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih rendah daripada mereka sebelum
resusitasi tersebut. Biasanya Pasien berakhir pada ventilator setelah RJP. Jika Pasien
memiliki organ yang rusak, kerusakan terutama otak, ada kemungkinan Pasien
mungkin bukan karena ventilator tapi karena terlambatnya oksigen masuk ke otak.
Pasien DNR biasanya sudah memberikan tanda utuk melarang melakukan
Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di ruaang perawatan ataupun di pintu masuk,
sudah ada tandan tulisan “DNR”. Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan
medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan cara yang sama. Semua ini
berarti bahwa jika tubuh pasien meninggal ( berhenti bernapas, atau jantung berhenti
berdetak ) tim medis tidak akan melakukan CPR / RJP.
Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan. Ketika dokter dan
perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan mulai fokus pada tindakan
penghiburan adalah sesuatu yang disebut Perawatan Paliatif

2
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Ruang Lingkup
Kebijakan ini dibuat untuk mengatur pasien dengan DNR.

2. Tujuan
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman
dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung henti
nafas.

3
BAB III
KEBIJAKAN

DNR diberikan dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu yaitu :


1. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar, misal pasien dengan
kanker stadium empat parah, jadi rasanya tidak perlu adanya resusitasi.
2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap euthanasia (dibiarkan mati
ataupun suntik mati karena kehidupan yang sudah tidak terjamin).
4. Kaku mayat.
5. Dekapitas : yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari tubuhnya dengan cara
memotong leher janin agar janin dapat lahir per vaginam. Dekapitasi dilakukan pada
persalinan yang macet pada letak lintang dan janin sudah meninggal.
6. Dekomposisi.
7. Lividitas dependen.
8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan untuk hidup (astikan
pasien tidak memiliki tanda – tanda vital).

4
BAB IV
TATA LAKSANA

Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan kesepakatan para
dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari keluarga pasien. Karena
apabila walaupun menurut para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan pasien
sudah tidak memungkinkan untuk dapat survive dan status DNR diperlukan, tetapi
keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat
diberikan. Karena hal itu dapat dianggap neglecting patient, dan pihak keluarga dapat
menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat pasien dirawat. Jadi
sebelum menentukan DNR, maka keluarga pasien perlu diberitahu tentang keadaan
pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR, walaupun
pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka tidak ingin pasien
mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga keadaan pasien sudah parah, atau
karena pasien sudah lanjut usia. Karena apabila kita ingat dan bayangkan proses
resusitasi itu sebenarnya memang menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit
parah atau renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC shock, pasti
sakit sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias dibiarkan
meninggal dengan tenang.
Prosedur yang direkomendasikan :
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga
3. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangan tangan atau
kaki (jika memungkinkan)
4. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila
ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan
DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR di musnahkan.
5. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
5.1 Diagnosis
5.2 Alas an DNR
5.3 Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
5.4 Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa

5
6. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus
pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan.
Perintah Do Not Resuscitate ( DNR ) harus dengan dasar yang kuat. Bila keluarga
pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter pribadinya, yaitu dengan mengikuti
prosedur berikut :
1. Hubungi kontrol medik.
2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.
3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah dijelaskan (misal : kanker).
4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital, pemayaran EKG).
5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama dokternya.
6. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau menolak perintah DNR.
7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD sambil menghubungi
kontrol medik.
8. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera mematikan mungkin tetap
membutuhkan tindakan gadar hingga ditentukan apakah pasien mungkin potensial
sebagai donor organ atau jaringan.
9. Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG untuk memastikan
irama asistol atau agonal dan lampirkan strip kopi pada laporan.

6
BAB V
DOKUMENTASI

Terlampir dalam form bebas, form penolakan resusitasi (DNR).

Anda mungkin juga menyukai