Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan
perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal.
Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai
komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-
masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal
seringkali sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual.
(Ralph. C Benson, 2009).
Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan
semua keadaan perdarahan melalui vagina yang abnormal.DUB disini
didefenisikan sebagai perdarahan vagina yang terjadi didalam siklus <20 hari /
>40 hari, berlangsung >8 hari mengakibatkan kehilang darah > 80 mL & anemia.
Ini merupakan diagnosis penyingkiran dimana penyakit lokal & sistemik harus
disingkirkan. Sekitar 50 % dari pasien ini sekurang-kurangnya berumur 40 th &
20 % yang lain adalah remaja, karena merupakan saat siklus anovulatori lebih
sering ditemukan. (Rudolph,A. 2006).

B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan uterus disfungsional tidak dipengaruhi oleh ras, namun dari segi umur
yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di awal /
mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup
reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja
terjadi selama 2th pertama setelah onset menstruasi, ketika hipotalamushipofisis
mungkin gagal untuk merespon estrogen & progesteron (Estephan A.2005)

C. FAKTOR RESIKO
Menurut Manuaba edisi 2010 :
1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang
abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat

1
berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan
prostaglandin.
2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang
terus berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi
yang abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar
yang tanpa dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan
yang ditimbulkan estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium
secara tidak teratur.
3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium.
Usia terjadinya :
Perimenars (8-16th) Masa reproduksi Perimenopouse
(16-35 th) (45-65 th)
Berdasarkan tipe AUB / PUD, yaitu :
1. PUD anovulatoris
Bentuk dominan pada masa menarche dan pramenopause akibat
terganggunya fungsi neuroendokrinologi. Ditandai dengan produksi estradiol
17 β terus menerus tanpa disertai dengan pembentukan corpus luteum &
pelepasan progesterone. Estrogen tanpa diimbangi dengan progesteron
menyebabkan proliferasi endometrium terus menerus yang menghasilkan
pasokan darah berlebih & dikeluarkan secara irregular.
2. PUD Ovulatoris
Angka kejadian: 10% wanita usia masa reproduksi. Bercak darah pada
pertengahan siklus setelah “LH surge” biasanya bersifat fisiologis.
Polimenorea paling sering terjadi akibat pemendekan fase folikuler.
Kemungkinan lain adalah pemanjangan fase luteal akibat corpus Luteum
yang persisten. Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus
Disfungsional dapat dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan
penyebab yang berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa
kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :
a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk
pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan

2
atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat
menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode
pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah
menstruasi dimulai.
b. Gangguan trombosit
Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan
perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah
penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand
umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat,
tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalammtinja.
c. Hormon
Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat
mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi
ovulasi dan pendarahan, yaitu :
1) Kehamilan Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab
utama dari periode dilewati.
2) Perimenopause Perubahan hormonal yang terjadi selama menjelang
menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan kelainan
perdarahan.
3) Stres Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu
ovulasi.
4) Polycystic ovary syndrome (PCOS) à suatu kondisi di mana ovarium
menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar.
5) Masalah terjadi ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak
hormon yang disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan
hormon yang menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang
membuat perdarahan tidak teratur.
6) Penyebab Lainnya Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar
pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah
fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu :

3
a) Fibroid pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim
di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat
muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur
atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa,
dan dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau
pendarahan antara periode.
b) Polip pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher rahim
atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka
diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam
rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan
abnormal.
c) Penyakit radang panggul (PID) suatu kondisi di mana saluran tuba
menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh.
Perdarahan yang tidak teratur adalah salahsatu dari banyak gejala
PID.
d) Kanker rahim pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat terjadi
pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya
(sarkoma uterus). Kanker endometrium à kanker yang paling
umum dari sistem reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang
wanita menopause antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah
menopause harus diperiksa segera.
e) Gangguan nutrisi à Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah
karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering
dapat berhenti ovulasi dan menstruasi.

D. MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada
siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa
diramalkan serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi
merupakan kebalikannya (Rudolph,Abraham, 2006). Selain itu gejala yang yang
dapat timbul diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan atau kelembutan

4
Vagina serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih (Stork,Susan,
2006).
1. Pada siklus ovulasi
Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,
hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini
merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus
pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan
diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena
perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali
maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong
(Wiknjoksastro, 2007). Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, yaitu :
a. Korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan
kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga
menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur.
b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus
yang bersangkutan.
c. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
d. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian
baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan (Wiknjoksastro, 2007).

5
3. Berdasarakan jenis perdarahan yang muncul, yaitu
Batasan Pola Abnormalitas
Perdarahan Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan
interval > 35 hari dan disebabkan oleh fase
folikuler yang memanjang.
Polimenorea Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval
<21 hari & disebabkan defek fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi
dengan interval normal ( 21 – 35 hari)
namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7
hari.
Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur,
interval non-siklik dan dengan darah yang
berlebihan (>80 ml) dan atau dengan
durasi yang panjang ( > 7 hari).
Metroragia/ Perdarahan antara Perdarahan uterus yang tidak teratur
haid diantara siklus ovulatoir dengan penyebab
a.l penyakit servik, AKDR, endometritis,
polip, mioma submukosa, hiperplasia
endometrium, dan keganasan. Bercak
intermenstrual Bercak perdarahan yang
terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
umumnya disebabkan oleh penurunan
kadar estrogen.
Perdarahan pasca menopause Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita
menopause yang sekurang-kurangnya
sudah tidak mendapatkan haid selama 12
bulan
Perdarahan uterus abnormal Perdarahan uterus yang ditandai dengan
akut hilangnya darah yang sangat banyak dan
menyebabkan gangguan hemostasisis
(hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan uterus disfungsi Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir
atau anovulatoir yang tidak berkaitan
dengan kehamilan, pengobatan, penyebab
iatrogenik, patologi traktus genitalis yang
nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.

6
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu :
1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap
Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit
sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas
pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika
diperlukan.
Perdarahan Pervaginam Durasi
Kuantitas Penyemburan Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
Spotting (diluar menstruasi) Spotting (antar menstruasi, postmenstruasi,
post menopause)
Warna Gejala Penyerta
 Merah segar  Demam dan nyeri
 Noda cokelat  Kram uterus dan kehamilan
 Ptekiae dan epitaksis
Riwayat Penyakit Dahulu Interval
 Kontrasepsi oral  Siklik
 AKDR  Non siklik
 Setelah amenorrhoe
Perdarahan antar menstruasi (misalnya
setelah koitus atau pembilasan)
Perdarahan siklik (reguler) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia,
kenaikan berat badan karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood / kram
abdomen ) lebih cenderung bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang
terjadi dengan interval tidak teratur setelah mengalami amenore berbulan–bulan,
kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh ( 0,3 – 0,6 C ), peningkatan kadar progesteron
serum ( > 3 ng/ ml ) & perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada
biopsi yang dilakukan saat onset perdarahan, semuannya merupakan bukti ovulasi.
Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan : Suhu meningkat menandakan infeksi
pelvis, Takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (perdarahan ekstra
peritoneal atau intra peritoneal), sepsis, Petekiae atau ekimosis menandakan
kelainan koagulasi.
2. Pemeriksaan abdomen

7
Inspeksi & palpasi misalnya menunjukkan kehamilan / iritasi peritoneum.
Uterus yang membesar menandakan adanya kehamilan ektopik maupun
missed abortion, uterus yang lebih besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat
dari HPHT) kemungkinan menandakan kehamilan mola, kehamilan ganda /
kehamilan dalam suatu uterus fibroid.
3. Pemeriksaan pelvis
Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah & sumber perdarahan,
laserasi vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing. Bimanual
digunakan untuk pemeriksaan patologis.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid , dan kadar HCG, FSH,
LH, Prolaktin & androgen serum jika ada indikasi atau skrining gangguan
perdarahan jika ada tampilan yang mengarah kesana. Deteksi patologi
endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi. Wanita
tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak
teratur atau wanita muda ( < 40 tahun ) yang gagal berespon terhadap
pengobatan harus menjalani sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit
organik traktus genitalia mungkin terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka
penting untuk melakukan kuretase ulang dan investigasi lain yang sesuai pada
seluruh kasus perdarahan uterus abnormal berulang atau berat. Pada wanita
yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitif dibandingkan
dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium
Laparoskopi : Laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam
uji coba terapeutik.
5. Data Diagnostik Tambahan
a. Biopsi endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu
diagnosis histologi spesifik.
b. Biopsi vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi
khas untuk penyakit trofoblastik metastatik dan dapat berdarah hebat bila
dibiopsi.
c. Cairan serviks untuk perwarnaan gram terutama jika dicurigai adanya
infeksi.

8
d. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya
jaringan trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin.
e. Determinasi serangkaian hematokrit.
f. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi.
g. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu
1. Menghentikan perdarahan à Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan
adalah sebagai berikut:
a. Kuret (curettage) à Hanya untuk wanita yang sudah menikah.
b. Obat (medikamentosa)
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat
(nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani
kinerja liver dan tidak menimbulkangangguan pembekuan darah. Jenis
lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi liver. Dosis dan cara pemberian :
2) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari.
3) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
4) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan
diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus
(suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang
tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis
tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4 jam sampai perdarahan
berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif
endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk
peningkatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Terapi estrogen
bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya pada kasus
endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada
kasus DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ).

9
Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan
timbul lagi.
c. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan paling
efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan yang
banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore. Cara
terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah
3-6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telahtimbul pola
menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik
dan pengobatan berkelanjutan diperlukan.
d. Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk jenis ini, antara lain:
1) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum 7-10
hari.
2) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
3) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.
e. OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non Steroid.
Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika
diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan
pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi
dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini
mengurangi kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss /
MBL ) dan manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah
pelepasan prostanoid paling tinggi.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal Setelah perdarahan berhenti,
langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi,
misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum
selama 10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi.

10
3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr% à Terapi yang ini
diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong
darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75
gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-
kira perlu sekitar 4 kantong darah.
Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB
1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir
Pil kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi.
Pada penderita dengan siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo
ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan
stimulasi estrogen berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak
diimbangi dengan progesteron (“unopposed estrogen stimulation of the
endometrium”). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan
perdarahan anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat
kontraindikasi pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko
tromboflebitis) maka dapat diberikan terapi dengan progestin secara siklis
selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif.
DOSIS MAKSUD
 Etinil estradiol 20 – 35 mcg +  Mengatur siklus haid
progestin monofasik tiap hari  Kontrasepsi
 Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari selama 5  Mencegah
– 7 hari sampai perdarahan berhenti hiperplasianendometrium
dan diikuti dengan penurunan secara  Penatalaksanaan perdarahan
bertahap sampai 1 pil 1 kali perhari yang banyak namum tidak
dan dilanjutkan dengan pemberian bersifat gawat darurat
pil kontrasepsi selama 3 siklus
 5 – 10 mg / hari selama 5 – 10 hari  Mengatur siklus haid
@ bulan  Mencegah hiperplasia
 endometrium

11
2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir
Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID
(asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam
mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah
setara.
Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis)
membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini
dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium
sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium.
Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan,
namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan (
potensi menyebabkan tromboemboli).
3. Pembedahan
Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan
intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah
histerektomi, tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan
atipia.
TINDAKAN ALASAN
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi (abdominal, Mioma uteri
laparoskopik, histeroskopik)
Reseksi endometrial Terapi menoragia atau menometroragia
transevikal resisten.
Ablasi endometrium Terapi menoragia atau menometroragia
(thermal balloon/roller ball) resisten dalam rangka penatalaksanaan
perdarahan uterus akut yang resisten
Embolisasi arteri uterina Mioma uteri.
Histerektomi Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.

12

Anda mungkin juga menyukai