DISUSUN OLEH
KELOMPOK III
MANADO
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Perdarahan uterus abnormal yang meliputi gangguan perdarahan berasal dari
uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan
kontak berdarah. (Manuaba, 2010)
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah
maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus
haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti
dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan
perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan
hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang
sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD) (Baziad, 2011).
Abnormal Uterine Bleeding/ Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan
yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal. Perdarahan Uterus
Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan,
penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah serviks / uterus
(leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009).
Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan semua
keadaan perdarahan melalui vagina yang abnormal.DUB disini didefenisikan sebagai
perdarahan vagina yang terjadi didalam siklus <20 hari / >40 hari, berlangsung >8
hari mengakibatkan kehilang darah > 80 mL & anemia. Ini merupakan diagnosis
penyingkiran dimana penyakit lokal & sistemik harus disingkirkan. Sekitar 50 % dari
pasien ini sekurang-kurangnya berumur 40 th & 20 % yang lain adalah remaja, karena
merupakan saat siklus anovulatori lebih sering ditemukan. (Rudolph,A. 2006).
B. KLASIFIKASI
Dalam pertemuan FIGO, ahli sepakat klasifikasi perdarahan uterus abnormal
berdasarkan jumlah perdarahannya yaitu :
1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan yang banyak
sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan
darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik
atau tanpa riwayat sebelumnya.
2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan perdarahan dari korpus uterus
yang abnormal dalam volume, keteraturan, dan atau waktu. perdarahan ini
merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih
dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat
dibandingkan dengan PUA akut.
3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan yang terjadi
di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat
juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk
menggantikan terminologi metroragia.
Dalam buku At a Glance obstetri & Ginekologi (2007) definisi perdarahan per vagina
abnormal antara lain:
1. Menoragia yaitu perdaraha uterus memanjang (> 7 hari) dan atau berat (> 80 ml)
yang terjadi dengan interval teratur.
2. Metroragia yaitu perdarahan dengan jumlah bervariasi diantara periode
menstruasi dengan interval yang tidak teratur tapi sering terjadi.
3. Polimenorea yaitu interval yang terlalu pendek (< 21 hari) antara menstruasi-
menstruasi teratur.
4. Oligomenorea yaitu interval yang terlalu panjang (>35 hari) antara menstruasi-
menstruasi teratur.
C. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan uterus disfungsional tidak dipengaruhi oleh ras, namun dari segi umur
yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di awal /
mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup reproduksinya.
Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja terjadi selama 2th
pertama setelah onset menstruasi, ketika hipotalamus- hipofisis mungkin gagal untuk
merespon estrogen & progesteron (Estephan A.2005)
D. FAKTOR RESIKO
Menurut Manuaba edisi 2010 :
1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang
abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat berada
dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin.
2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang terus
berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang
abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa
dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan
estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur.
3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium
Berdasarkan tipe AUB / PUD, yaitu :
1. PUD anovulatoris
Bentuk dominan pada masa menarche dan pramenopause akibat terganggunya
fungsi neuroendokrinologi. Ditandai dengan produksi estradiol 17 β terus
menerus tanpa disertai dengan pembentukan corpus luteum & pelepasan
progesterone. Estrogen tanpa diimbangi dengan progesteron menyebabkan
proliferasi endometrium terus menerus yang menghasilkan pasokan darah
berlebih & dikeluarkan secara irregular.
2. PUD Ovulatoris
Angka kejadian: 10% wanita usia masa reproduksi. Bercak darah pada
pertengahan siklus setelah “LH surge” biasanya bersifat fisiologis. Polimenorea
paling sering terjadi akibat pemendekan fase folikuler. Kemungkinan lain adalah
pemanjangan fase luteal akibat corpus Luteum yang persisten
Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat
dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang
berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang
dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :
a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk
pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan
atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat
menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode
pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah
menstruasi dimulai.
b. Gangguan trombosit
Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan perdarahan
>>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah penyakit von
Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand umumnya akan
mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan,
memar mudah, dan darah dalam tinja.
c. Hormon
Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat menyebabkan
perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat mengganggu
keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi ovulasi dan
pendarahan, yaitu :
1) Kehamilan Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab utama
dari periode dilewati.
2) Perimenopause Perubahan hormonal yang terjadi selama menjelang
menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan kelainan perdarahan.
3) Stres Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu ovulasi.
4) Polycystic ovary syndrome (PCOS) suatu kondisi di mana ovarium
menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah terjadi
ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang disebut
luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang menciptakan
hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur.
5) Penyebab Lainnya Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid, kelenjar
pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi. Masalah fisik
di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan abnormal, yaitu :
a) Fibroid pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim di
minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat muncul
secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau sebesar
jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan dapat
menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau pendarahan antara
periode.
b) Polip pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher rahim atau
uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak diketahui,
atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam rongga rahim
atau panggul dan menyebabkan perdarahan abnormal.
c) Penyakit radang panggul (PID) suatu kondisi di mana saluran tuba
menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh.
Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala
PID.
d) Kanker rahim pertumbuhan ganas pada rahim. Hal inidapat terjadi
pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya (sarkoma
uterus).
e) Kanker endometrium kanker yang paling umum dari sistem reproduksi
wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause antara usia 50 -
70. Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera.
f) Gangguan nutrisi Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena
gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering dapat
berhenti ovulasi dan menstruasi.
E. MANIFESTASI KLINIK
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah
perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada
siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan
serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan
kebalikannya (Rudolph,Abraham, 2006). Selain itu gejala yang yang dapat timbul
diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina serta juga
dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih (Stork,Susan, 2006).
1. Pada siklus ovulasi
Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,
hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini
merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus
pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan
diagnosis perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena
perdarahan yang lama dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali
maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong
(Wiknjoksastro, 2007). Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari
endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, yaitu :
a. Korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang.
kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan
pelepasan endometrium tidak teratur.
b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari
siklus yang bersangkutan.
c. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
d. Kelainan darah sepertianemia, purpura trombositopenik dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian
baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah
perdarahan rahim berkepanjangan (Wiknjoksastro, 2007).
3. Berdasarakan jenis perdarahan yang muncul, yaitu :
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu :
1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap Jika anamnesis dan pemeriksaan
fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penyelidikan lebih jauh
mungkin diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa
dengan USG dan laparoskopi jika diperlukan.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum yaitu :
1. Menghentikan perdarahan à Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan
adalah sebagai berikut:
a. Kuret (curettage) à Hanya untuk wanita yang sudah menikah.
Obat (medikamentosa)
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat
(nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak membebani
kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis
lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat menimbulkan gangguan
fungsi liver. Dosis dan cara pemberian :
a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10
hari.
b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui bokong)
c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname), dan
diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara
intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit),
dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4 kali sehari.
DOSIS MAKSUD
• Etinil estradiol 20 – 35 mcg + • Mengatur siklus haid
progestin monofasik tiap hari • Kontrasepsi
• Pil 35 mcg 2 – 4 kali sehari selama • Mencegah hyperplasia
5 – 7 hari sampai perdarahan endometrium
berhenti dan diikuti dengan • Penatalaksanaan perdarahan
penurunan secara bertahap sampai 1 yang banyak namum tidak
pil 1 kali perhari dan dilanjutkan bersifat gawat darurat
dengan pemberian pil kontrasepsi
selama 3 siklus
• 5 – 10 mg / hari selama 5 – 10 hari • Mengatur siklus haid
@ bulan • Mencegah hiperplasia
endometrium
2. Perdarahan uterus disfungsi ovulatoir
Terapi medikamentosa untuk kasus menoragia terutama adalah NSAID
(asam mefenamat) dan AKDR-levonorgesterel (Mirena). Efektivitas asam
mefenamat, pil kontrasepsi, naproxen, danazol terhadap menoragia adalah
setara.
Efek samping dan harga dari androgen (Danazol atau GnRH agonis)
membatasi penggunaannya bagi kasus menoragia, namun obat-obat ini
dapat digunakan dalam jangka pendek untuk menipiskan endometrium
sebelum dikerjakan tindakan ablasi endometrium.
Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan,
namun obat ini jarang digunakan dengan alasan yang menyangkut
keamanan ( potensi menyebabkan tromboemboli).
3. Pembedahan
Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan
intervensi pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah
histerektomi, tindakan ini juga dipertimbangkan bila hasil biopsy
menunjukan atipia.
TINDAKAN ALASAN
Histeroskopi operatif Abnormalitas struktur intra uteri.
Mimektomi (abdominal, Mioma uteri.
laparoskopik, histeroskopik)
Reseksi endometrial Terapi menoragia atau menometroragia resisten.
Transervikal
Ablasi endometrium (thermal Terapi menoragia atau menometroragia resisten dalam
balloon/roller ball) rangka penatalaksanaan perdarahan uterus akut yang
resisten
Embolisasi arteri uterina Mioma uteri.
Histerektomi Hiperplasia atipikal, karsinoma endometrium.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
REPRODUKSI (PERDARAHAN IKTERUS ABDOMEN)
Kasus:
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : Nn. H
TTL : Lumpatan , 22 Januari 2005
Alamat : Dusun I lumpatan
Status Perkawinan: Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pelajar
No.register : 102046
Diagnosa Medis : PUA / Perdarahan Uterus Abnormal
Tanggal Masuk : 29 Januari 2020 jam 09.58 WIB
Tanggal Pengkajian : 29 Januari 2020 jam 16.00 WIB
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. H
TTl : Lumpatan , 20 Mei 1984
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan pasien: Ayah kandung
Alamat : Dsn I lumpatan
2. Alasan Masuk RS
Menstruasi terus menerus
3. Keluhan Utama saat dikaji
Menstruasi terus menerus
4. Kesehatan sekarang
+ lebih 2 hari sebelum MRS pasien mengeluh menstruasi terus menerus, keluar darah segar
(+) sehari ganti keluar gumpalan seperti hati ayam, nyeri simfisis (+), pusing (+), pingsan
(+), TTV : TD = 110/70 mmhg , Nadi = 80x/menit, RR = 20 x/menit, T = 36 0 C
5. Riwayat Kesehatan Dahulu : Tidak ada
6. Riwayat Kesehatan Keluarga : tidak ada yang menderita penyakit
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Penampilan umum
Kondisi umum : Ku lemah
Tingkat kesadaran : Compos mentis
TTV : TD = 110/70 mmhg , Nadi = 80x/menit, RR = 20 x/menit,
T = 36 0 C
b. Sistem pernapasan
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, tidak terdapat retraksi dinding dada
Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris , Tidak teraba massa
Perkusi : Sonor
Auskultasi : vesikuler
c. Sistem Kardiovaskuler
Inspeksi : Iktus Cordis normal terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : bunyi jantung normal (S1 = Lup) , S2 = dup , tidak ada bunyi
jantung tambahan
d. Sistem Pencernaan
Inspeksi : simetris , mukosa bibir kering , asites (-)
Palpasi : tidak teraba massa , distensi Abdomen
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus ( 16 x/menit)
e. Sistem Persyarafan : kejang (-) , status mental baik , refelk patella kiri (+)/
kanan (+)
f. Sistem panca indera : fungsi penglihatan baik , fungsi pendengaran baik, fungsi
penciuman baik , pengecapan baik
g. Sistem perkemihan : kandung kemih kosong, hematuria (+) , jumlah urine 1500
ml / 24 jam, hematuria (+)
h. Sistem integument : kulit bersih, turgor kurang elastis, mukosa bibir kering,
striae (-)
i. Sistem endokrin : menstruasi terus menerus , tremor tidak ada , tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid
j. Sistem muskuloskletal : ku lemah, ROM aktif , skala kekuatan
k. Sistem Reproduksi : Simetris, kebersihan cukup, menstruasi (+), 3 x ganti
pembalut (60 cc). Pasien tampak lemah , Ekspresi wajah tampak meringis, Skala
nyeri 5 ( sedang), Frekuensi hilang timbul, Kualitas : seperti ditusuk -tusuk ,
Durasi : 2-3 menit , Lokasi nyeri : daerah simpisis fubis.\
Terapi
Pemeriksaan penunjang
LENGKAP +
LED
Hemoglobin 4,9 g/dL 13.4 – 19.9
Lekosit 3,1 10^3/mm^3 9.4 – 34.0
Eritrosit 2,14 10^6/dL 4.80 – 6.90
Trombosit 299 10^3/mm^3 150 – 400
Hematokrit 16,0 ∞ 42.0 – 65.0
MCV 75,0 fL 94.0 – 118.0
MCH 23,0 Pg 31.0 – 37.0
MCHC 30,6 g/L 30.0 – 36.0
Hitung Jenis
Basofil 0 ∞ 0–2
Eosinofil 1 ∞ 0–5
Neurotrofil 39,0 ∞ 40 – 80
Limposit 48 ∞ 0–4
Monosit 11 ∞ 20 – 40
Golongan 0(+) ∞ 5 – 15
darah &
Rhesus
Tes
Kehamilan
B Hcg test Negative
pack
ANALISA DATA
No Data Etiologi
Masalah
keperawatan
1 DS : Faktor resiko Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri
daerah kandung kemih. Agen Cedera Fisik
P : Pasien mengeluh nyeri
saat beraktivitas Gangguan
Q : seperti ditusuk –tusuk keseimbangan hormone
R : daerah simpisis fubis uterus
S : 5 (sedang)
T : 2-3 menit Perdarahan abnormal
DO :
- Pasien tampak lemah Perpindahan cairan ke intra
- Ekspresi wajah tampak sel
meringis
- TTV : Merangsang reseptor nyeri
TD = 110/70 mmhg , di SSP
Nadi = 80x/menit,
RR = 20 x/menit, Mengeluarkan mediator
T = 36 0 C nyeri ; prostaglandin,
bradikin dan histamine
Nyeri Akut
2 DS : Sekresi eritropoitis turun Intoleransi aktivitas
Pasien mengatakan Pusing
saat Beraktivitas dan mata Produksi HB turun
berkunang-kunang banyak Oksihemoglobin turun
istirahat dan tiduran
DO : Suplay O2 turun
- Pasien tampak lemah Kelemahan
- Pasien bedrest
- Pusing (+) Intoleransi aktivitas
- Konjungtiva anemis
- Pucat (+)
- Hb = 4,9 g/dl
- Eritrosit = 2,14
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/tgl/ Dx Evaluasi P T H
jam
Rabu 1 S:
29/01/20 Klien mengatakan nyeri daerah kandung kemih
20 berkurang
08.00 P : Pasien mengeluh nyeri saat beraktivitas
Q : seperti ditusuk –tusuk
R : daerah simpisis fubis
S : 5 (sedang)
T : 2-3 menit
O:
- Pasien tampak lemah
- Ekspresi wajah tampak meringis
TTV :
TD = 110/70 mmhg ,
Nadi = 80x/menit,
RR = 20 x/menit,
T = 36 0 C
A:
masalah teratasi sebagian…..
Dx 1 : Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (mis.
Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
1. Keluhan nyeri (cukup menurun)
3 4 4
2. Meringis (sedang)
3 4 4
P:
Intervensi dihentikan
Rabu 2 S:
29/01/20 Pasien mengatakan sudah mulai dapat beraktivitas
20 dan tidak pusing lagi
08.00 O:
- Ku membaik
- Klien tampak mulai beraktivitas secara mandiri
- Pusing (-)
- Konjungtiva tidak anemis
- Pucat (-)
A:
Masalah teratasi….
Dx II : intoleransi aktivitas b.d kelemahan
1. Perasaan lemah (sedang) 3 4 3
P:
Intervensi diteruskan