Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Kelompok Praktek Profesi Ners Departemen
Keperawatan Maternitas
OLEH: Rezky Alfian Maliq Fita Purnamasari R Khusnatul Maghfiroh Rosyada Nirmala
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNyalah
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Abnormal Uterine Bleeding (AUB) Di Poli Obgyn RSUD
Ngudi Waluyo Wlingi.” Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang sudah membantu dan memberi bimbingan dalam proses penyusunan proposal penelitian
ini yaitu Preseptor Klinik dan Preseptor Institusi Penulis menyadari bahwa laporan ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga laporan ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan.
Malang,
November 2018
Penulis
ii
iii
i ii iii
12233
4 6 6 8 9 10 12 12 13 17 20 20 23 30 31 32 34 35 35 36
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gangguan reproduksi perempuan memiliki beberapa gangguan. Gangguan
haid ini mempunyai manifestasi klinis yang bermacam – macam tergantung kondisi serta
penyakit yang dialami seorang perempuan. Menomethorragi merupakan suatu manifestasi klinis
gangguan haid seorang perempuan dimana jumlah atau volume serta lamanya periode
menstruasi lebih lama dari biasanya. Abnormal uterine bleeding (AUB) atau perdarahan uterus
abnormal (PUA) merupakan perdarahan yang tidak normal pada uterus menurut waktu, jumlah,
dan frekuensi yang bisa terjadi pada saat tidak haid dan saat haid sehingga membuat penderita
merasa tidak nyaman dan dapat berpotensi mengganggu aktivitas sehari-hari. Abnormal uterine
bleeding (AUB) merupakan gejala ginekologik yang paling sering pada wanita usia reproduksi.
Umumnya siklus menstruasi adalah 21-35 hari dengan durasi 5 hari, dan pada 3 hari pertama
kehilangan darah yang banyak. Dalam keadaan tidak hamil, fungsi reproduksi wanita dikontrol
oleh sistem kontrol umpan balik negatif dan positif yang kompleks dan siklik antara hipotalamus
(GnRH), hipofisis anterior (FSH dan LH), dan ovarium (estrogen, progesteron dan inhibin)
(Tendean dkk, 2016). AUB pada remaja dapat disebabkan oleh koagulopathy, hipotalamus
yang imatur, insufisiensi fungsi luteal, gangguan psikogenik (bulimia dan anoreksia), dan tumor
ovarium. Sementara itu, AUB pada peri-menopause atau pasca-menopause biasanya terjadi
karena kelainan struktur, seperti polip, adenomiosis, leiomioma, malignansi seperi kanker
serviks, kanker endometrial atau hiperpalsia endometrium (Siregar MFG, 2016). Di Indonesia
belum ada angka yang menyebutkan kekerapan perdarahan uterus abnormal secara
menyulurh. Kebanyakan memperkirakan sama seperti di luar negeri, yaitu 10% dari kunjungan
ginekologik. AUB menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif.
Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan mengelur menoragia, sementara 21%
mengeluh siklus haid yang lebih singkat, 17% mengeluh perdarahan dan 6% mengeluh
perdarahan pasca koitus (Zinger, 2008). Sementara itu, berdasarkan data dari klinik Ginekologi
Rumah Sakit Pusat TNI Gatot Suebroto Jakarta, pasien dengan keluhan AUB adalah sebanyak
87 dari total 490 pasien pada tahun 2014 (Tendean dkk, 2016).
memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan organik. Adapun tujuan penatalaksaan
perdarahan uterus disfungsional adalah menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan
umum penderita (Karkata, 2003).
1.2
Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis abnormal
uterine bleeding
1.3.2
Tujuan Khusus 1.
Melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis abnormal uterine bleeding
2.
Melakukan perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis abnormal
uterine bleeding
3.
Menyusun rencana intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis abnormal
uterine bleeding
4.
Melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis abnormal uterine
bleeding
5.
Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis abnormal uterine
bleeding
6.
Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis abnormal uterine
bleeding
1.3
Manfaat a. Bagi Pembaca Sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan awal tentang
kasus pasien abnormal uterine bleeding. b. Bagi Instansi Kesehatan Laporan ini diharapkan
dapat menjadi panduan dan acuan asuhan keperawatan pada kasus abnormal uterine bleeding.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit 2.1.1 Definisi Abnormal Uterine Bleeding/
Perdarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang
dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal,
berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium (polip), masalah-
masalah serviks / uterus (leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali
sangat membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2015).
Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) digunakan untuk menunjukan semua keadaan
perdarahan melalui vagina yang abnormal.DUB disini didefenisikan sebagai perdarahan vagina
yang terjadi didalam siklus 40 hari, berlangsung >8 hari mengakibatkan kehilang darah > 80 mL
& anemia. Ini merupakan diagnosis penyingkiran dimana penyakit lokal & sistemik harus
disingkirkan. Sekitar 50 % dari pasien ini sekurang-kurangnya berumur 40 th & 20 % yang lain
adalah remaja, karena merupakan saat siklus anovulatori lebih sering ditemukan. (Rudolph,A.
2014). Pola dari perdarahan uterus abnormal Penggolongan standar dari perdarahan abnormal
dibedakan menjadi 7 pola: 1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang
banyak dan memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat
menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan ‘openfaucet’
selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa, komplikasi kehamilan,
adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah
penyebab tersering dari menoragia. 2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan
menstruasi yang sedikit, dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada
stenosis himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s
Syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan
histeroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat
dipastikan ini tidak apa-apa. 3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang
terjadi pada waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di
tengahtengah siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau 4
suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks adalah
penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen eksogen menjadi
penyebab umum pada perdarahan tipe ini. 4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang
terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase
luteal pada siklus menstruasi. 5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval
yang iregular. Jumlah dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang
menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang
tiba-tiba dari episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi
dari kehamilan. 6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.
Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan
biasanya berkurang faktor
endokrin
(kehamilan,
pituitari-hipotalamus)
ataupun
faktor
sistemik
estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.
Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari kanker leher
rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang
lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau
atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif diagnosis
tidak menyingkirkan
dilakukan. Perdarahan Bukan Haid Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi
dalam masa antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid, atau
2 jenis perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia,yang kedua
menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik
pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.
2.1.2 Etiologi Sebab-sebab organik Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh
kelainan pada: a)
Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri,
karsinoma servisis uteri;
b)
Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang berlangsung, abortus
inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri,
sarkoma uteri, mioma uteri;
c)
Tuba Falopii, seperti kehamilan ektoplik terganggu, radang tuba, tumor tuba;
d)
Sebab-sebab fungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab
organik, dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai
sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang
dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan 3%
dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan disfungsional
dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang
diperlukan perawatan di rumah sakit.
2.1.3 Patofisiologi Schröder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan
ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang
dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga
tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasia
endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus–menerus. Penjelasan ini
masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional. Akan tetapi,
penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan
dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif, dan
sekretoris, dengan endometrium jenis nonsekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian
endometrium dalam endometrium jenis nonsekresi dan endometrium jenis sekresi penting
karena dengan dengan demikian dapat dibedakan 6
perdarahan yang anovulatoar dan yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai nilai klinik karena
kedua jenis perdarahan disfungsional ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan
memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar
gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, vasomotorik, atau hematologik,
yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedangkan perdarahan anovulatoar biasanya
dianggap bersumber pada gangguan endokrin
2.1.4 Diagnosis Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan
bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama
perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang
menunjuk ke arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan
lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk
melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan
ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan
perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Dalam hubungan dengan
pemeriksaan ini, perlu diketahui bahwa di negeri kita keluarga sangat keberatan dilakukan
pemeriksaan dalam pada wanita yang belum kawin, meskipun kadangkadang hal itu tidak dapat
dihindarkan. Dalam hal ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan
menggunakan anestesia umum. Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu
dilakukan kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40 tahun
kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan sebagainya.
Disini kerokan diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak
mengganggu kehamilan yang memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam
pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor
ganas.
2.1.5 Pathway
9
2.1.6 Manifestasi Klinis Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi.
Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada
siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa diramalkan serta
seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikannya
(Rudolph,Abraham, 2006). Selain itu gejala yang yang dapat timbul diantaranya seperti mood
ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang
berlebih (Stork,Susan, 2006). 1. Pada siklus ovulasi Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari
perdarahan banyak tapi jarang, hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus.
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus
pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu
dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama dan tidak
teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan
basal dapat menolong (Wiknjoksastro, 2007). Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal
dari endometrium tipe sekresi tanpa ada sebab organik, yaitu : a. Korpus luteum persistens :
dalam hal ini dijumpai perdarahan kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar.
Dapat juga menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur. b. Insufisiensi korpus luteum
dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah
kurangnya produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran
endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. c. Apopleksia uteri:
pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. d.
Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme
pembekuan darah.
10
2. Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation) Perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan
dinding rahim di satu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya.
Jadilah perdarahan rahim berkepanjangan (Wiknjoksastro, 2007).
Pola Abnormalitas Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan
disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea
Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval 80 ml atau > 7 hari. Menometroragia Perdarahan uterus
yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau
dengan durasi yang panjang ( > 7 hari). Metroragia/
perdarahan
Bercak
intermenstrual
Perdarahan
pasca
menopause
bulan.
Perd.uterus
abnormal akut
sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan
uterus disfungsi
tidak
berkaitan
dengan
kehamilan,
pengobatan,
penyebab
iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.
11
Laboratorium
Primer
sekunder
tertier
Hb
Darah lengkap
Prolaktin
Tes kehamilan
Hemostasis
Tiroid (TSH,
urin
(BTCT,
FT4)
lainnya sesuai
DHEAS,
fasilitas)
USG
USG
USG
transabdominal
transabdominal
USG
USG
transvaginal
transvaginal
SIS
SIS Doppler
Penilaian
Mikrokuret
Mikrokuret /
Endometrium
D&K
Penilaian serviks
IVA
(bila ada
Pap smear
patologi
2.1.8 Penatalaksanaan Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara
umum yaitu : 1. Menghentikan perdarahan Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan
adalah sebagai berikut: 12
a. Kuret (curettage) Hanya untuk wanita yang sudah menikah. b. Obat (medikamentosa) 1)
Golongan estrogen Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol valerat (nama
membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan darah. Jenis lain,
misalnya: etinil estradiol, tapi obat
ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian : a) Estrogen konyugasi
(estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama 7-10 hari. b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan
intramuskuler. (melalui bokong) c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS
(opname), dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg secara intravenus
(suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan (10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak
boleh lebih 4 kali sehari. Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg setiap 4
jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut melalui perbaikan proliferatif
endometrium dan melalui efek langsung terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen
dan agregasi trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan khususnya
pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen juga diindikasikan pada kasus DUB
sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah
suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. 2) Obat Kombinasi Terapi siklik merupakan terapi
yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien
dengan perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan
amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan setelah 3
– 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang
normal. Banyak
13
Penatalaksanaan berdasarkan tipe AUB 1. Perdarahan uterus disfungsi yang anovulatoir Pil
kontrasepsi oral digunakan untuk mengatur siklus haid dan kontrasepsi. Pada penderita dengan
siklus haid tidak teratur akibat anovulasi kronik (oligo 14
ovulasi), pemberian pil kontrasepsi mencegah resiko yang berkaitan dengan stimulasi estrogen
berkepanjangan terhadap endometrium yang tidak diimbangi dengan progesteron (“unopposed
estrogen stimulation of the endometrium”). Pil kontrasepsi secara efektif dapat mengendalikan
perdarahan anovulatoir pada penderita pre dan perimenopause. Bila terdapat kontraindikasi
pemberian pil kontrasepsi ( perokok berat atau resiko tromboflebitis) maka dapat diberikan
terapi dengan progestin secara siklis selama 5 – 12 hari setiap bulan sebagai alternatif. DOSIS
MAKSUD
Kontrasepsi
Mencegah
penurunan
hiperplasia
endometrium
secara
Penatalaksanaan perdarahan yang banyak
namum
tidak
bersifat
gawat darurat
5 – 10 mg / hari selama 5 – 10
hari @ bulan
Mencegah
hiperplasia
endometrium
Obat antifibrinolitik secara bermakna mengurangi jumlah perdarahan, namun obat ini jarang
digunakan dengan alasan yang menyangkut keamanan ( potensi menyebabkan tromboemboli).
3. Pembedahan Bila terapi medis gagal atau terdapat kontraindikasi maka dilakukan intervensi
pembedahan. Terapi pilhan pada kasus adenokarsionoma adalah histerektomi, tindakan ini juga
dipertimbangkan bila hasil biopsi menunjukan atipia. TINDAKAN Histeroskopi operatif
Mimektomi
Mioma uteri.
Histerektomi
16
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor risiko kelainan tiroid,
penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien
dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya
perdarahan uterus abnormal.
Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-rata meningkat 10%
dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi
penyakit von Willebrand.
Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhannya dan obat-
obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi. Anamnesis terstruktur dapat digunakan
sebagai penapis gangguan hemostasis dengan sensitivitas 90%.
perempuan dengan hasil penapisan positif. 1) Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat, serta data penanggung jawab 2) Keluhan
klien saat masuk rumah sakit Biasanya klien merasa nyeri pada daerah perut & terasa ada
massa di daerah abdomen, menstruasi yg tidak berhenti-henti. 3) Riwayat Kesehatan a.
Riwayat kesehatan sekarang Keluhan yang dirasakan klien adalah nyeri pada daerah
abdomen bawah, ada pembengkakan pada daerah perut, menstruasi yang tidak berhenti, rasa
mual dan muntah. b. Riwayat kesehatan keluarga kaji riwayat keluarga dlm kelainan
ginekologi 4) Riwayat kehamilan dan persalinan Dengan kehamilan dan persalinan/tidak 5)
Riwayat menstruasi kadang-kadang terjadi digumenorhea dan bahkan sampai amenorhea.
menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau 6) Pemeriksaan Fisik Dilakukan mulai dari
kepala sampai ekstremitas bawah secara sistematis. a. Abdomen Nyeri tekan pada abdomen,
Teraba massa pada abdomen. b. Ekstremitas Nyeri panggul saat beraktivitas, Tidak ada
kelemahan. c. Eliminasi, urinasi Adanya konstipasi, Susah BAK 17
7) Data Sosial Ekonomi kaji golongan masyarakat dan tingkat umur, baik sebelum masa
pubertas maupun sebelum menopause. 8) Data Psikologis Ovarium merupakan bagian dari
organ reproduksi wanita, dimana ovarium sebagai penghasil ovum, mengingat fungsi dari
ovarium tersebut sementara pada klien dengan perdarahan abnormal pervaginam hal ini akan
mempengaruhi mental klien yang ingin hamil 9) Pola kebiasaan Sehari-hari Biasanya klien
mengalami gangguan dalam aktivitas, dan tidur karena merasa nyeri 10) Pemeriksaan
Penunjang a. Data laboratorium pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP) b. Pemeriksaan
fisiki ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan 2.
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan hemodinamik.
Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan dengan
kehamilan. Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran
kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan
lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
3.
Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap smear. Harus
disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau
keganasan.
Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase luteal atau
USG transvaginal bila diperlukan.
18
Penilaian Endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien PUA.
Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:
Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer memiliki risiko kanker
endometrium sebesar 60% dengan rerata umur saat diagnosis antara 48-50 tahun
Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan uterus abnormal yang
menetap (tidak respons terhadap pengobatan).
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri
submukosum.
USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan pada pemeriksaan
awal PUA. Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan
untuk melakukan Saline Infusion Sonography (SIS) atau histeroskopi. Keuntungan dalam
penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan.
Penilaian Miometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.
19
Nyeri b/d kerusakan jaringan otot, system saraf & gangguan sirkulasi darah
2.
3. Ansietas b/d Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis & kebutuhan pengobatan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen
TUJUAN & KH
INTERVENSI
keperawatan selama 1 x
24 jam.
dilakukan.
Kriteria Hasil :
Klien
pasien
mengatur
posisi
menyatakan
3-5)
sisi)
Bantu
pernafasan cepat.
TTV normal :
Ajarkan
pasien
penggunaan
Suhu : 36-37 C
keterampilan manajemen nyeri mis :
dengan
: 80-100 x/m
RR : 16-24x/m TD : Sistole
teknik
relaksasi,
tertawa,
terapeutik.
70-80 mmHg
20
Laksanakan
pengobatan
sesuai
pembedahan
bila
sudah
diperbolehkan. Resiko
tinggi Tujuan
Setelah
tindakan
Pantau
keperawatan selama 2 x 24
jam
tidak
terjadi
masukan
dan
haluaran/
tubuh.
Observasi pendarahan
Kriteria Hasil :
Tidak
ditemukan
tanda-tanda kekuranga
2000 ,l/hari
sesuai
mukosa
laboratorium.
kering,
demam.
Kolaborasi untuk pemberian cairan
indikasi, Hb,
pemeriksaan leko,
trombo,
ureum, kreatinin.
Pendarahan
berhenti,
: 80-100 x/m
RR : 16-24x/m TD : Sistole
: 100-
Tujuan
Kecemasan
berhubungan
X 24 jam
Kriteria Hasil :
diagnosa
Mau
berpartisipasi
Beri informasi tentang hasil-hasil lab dan perkembangan penyakit klien, serta treatment yang
mungkin, seperti kemoterapi, radioterapi, pembedahan
bagi
perkumpulan
klien,
penyandang
misalnya kanker
mammae Intoleransi
aktivitas
melakukan
aktivitas
berhubungan
mandiri
keluhan
dengan
tanpa
dalam
tidak
melakukan
dan dalam
batas normal : eritrosit : 4,5 – 5,5 10e6/ul Hemoglobin : 13,0 – 16,0 gr/dl Konjungtiva
istirahat
Eritrosit hemoglobin
kemandirian
perawatan diri.
aktivitas
Tingkatkan
cepat
Pasien
saat
merah
muda
22
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
............................................................................................................ ............................................
................................................................ ........................................................................................
.................... ............................................................................................................
D. ANALISA DATA E.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
F.
RENCANA KEPERAWATAN
CATATAN PERKEMBANGAN
24
MASALAH
DO : - klien terlihat menangis kesakitan (Wong Baker Face) P = post op repair stoma Q= tajam
R = abdomen kiri S=5 T = saat luka disentuh
KEMUNGKINAN PENYEBAB
Nyeri Akut
-klien tampak memegangi daerah luka (yang nyeri) 2
DS : Ibu mengatakan anak habis operasi DO : -post operasi hari ke 1 -leukosit 14,66 10/l
-stoma kotor dengan feses -kantong belum diganti -diameter stoma 5 cm berwarna merah -tidak
ada jaringn nekrosis
DS : Ibu mengatakan anak habis operasi ada bagian yang keluara di perutnya DO : -post
operasi hari ke 1 -stoma di abdomen kiri -diameter stoma 5 cm -stoma berwarna merah -tidak
ada jaringan nekrosis
Risiko Infeksi
25
3.2
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik ditandai
dengan anak terlihat menangis kesakitan 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
insisi bedah ditandai dengan adanya stoma di abdomen kiri 3. Resiko infeksi berhubungan
dengan leukositosis ditandai dengan leukosit 14,66 10/l
26
3.3 No.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera / termal ditandai dengan klien menagis kesakitan
a) Kaji klien secara komperehensif b) Amati isyarat non verbal terkait keluhan nyeri c) Monitor
TTV terhadap nyeri d) Ajarkan teknik non
RASIONAL
a) Mengetahui keluhan untuk rencana tindakan selanjutnya b) Tanda nyeri dari tingkah pasien
c) Memonitor dati tanda vital kenaikan nadi atupun tekanan darah d) Mengjarkan teknik
pengalihan dengan nafas dalam untuk mengurangi nyeri e) Memberikan obat unutk
memutuskna respetor nyeri nya untuk mengurangi nyeri
farmakologi untuk mengurangi nyeri e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti
nyeri
Kerusakan integritas kulit b.d insisi bedah ditandai dengan stoma di abdomen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama2 x 24 jam integritas kulit membaik Kriteria
hasil 27
tangan dan
a) Memonitor tanda vital untuk tanda tanda nyeri yang dirasakan pasien b) Mecegah terjadi
penularan infeksi dari tangn ke tangan
kiri
luka teknik
aseptik
atau ke tempat lainnya c) Mencegah infeksi dan memonitor luka pasien d) Menggunakan obat
untuk mempercepat kesembuhan luka e) Makanan tinggi protein untuk membantu
penyembuhan luka
untuk
pemenuhan nutrisi 3
Resiko Infeksi berhubungan dengan leukositosis ditandai dengan nilai leukosit meningkat
a) Monitor tanda –
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam infeksi tidak terjadi Kriteria hasil
- Luka bersih - Tidak ada tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungsio lesa)
darah putih c) Monitor tanda kelemahan d) Monitor TTV e) Berikan perawatan kulit yang
adekuat f) Inspeksi kondisi
28
a) Mencegah terjadinya infeksi dari tanda – tanda yang tampak panas, bengkak, merah b)
Leukosit menandakan peningkatan sel darah putih dan tanda terjadi infeksi di dalam tubuh c)
Kelemahan fisik d) Memonitor tanda vital untuk mengetahui infeksinya e) Mencegah infeksi
dengan cara perawatan luka f) Mengetahui perkembangan kondisi
3.4
No. Dx
Jam
Implementasi
1
14:00
a) Menkaji keluhan klien P : post op repair stoma hari ke 1 Q : tajam R : abdomen kiri S:5 T :
saat disentuh b) Menkaji non verbal klien - klien menangis saat dirawat luka c) Mengontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi respon nyeri -lingkungan tidak bising d) Mengajarkan
keluarga pengguanaan terapi non farmakologi -keluarga diajarkan sentuhan kepada anak e)
Memberikan terapi sesuai advise dokter - metamizole 100 mg
18:00
16:00
18:00
20:00
Paraf
Jam
Evaluasi (SOAP)
21:00 S : Ibu mengatakan anaknya masig menangis kesakitan O : Klien masih terlihat menangis
kesakitan
P : post op repair stoma hari ke 1 Q : tajam R : abdomen kiri S:5 T : saat disentuh A : masalahh
teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi
- Observasi TTv - Kaji keluahan nyeri klien - Berikan terapi sesuai advise
Paraf
23
14:00
14:00
19:00
Hari/ Tgl/ Shift
No. Dx
Jam
07:00
- warna merah, diameter 5 cm, tidak ada jaringan nekrotik b) mencuci tangna - sebelum dan
sesudah tindaan mencuci tangan c) merawat luka - luka bersih stoma d) menganjurkan
keluarga perawatan luka - keluarga dapat melakukan perawatan luka e) mengganti kantong
stoma - kantong stoma baru f) membatasi pengunjung - penggunjung klien masing – masisng 1
orang g) pemberiaan kolaborasi obat antibiotik -ampicilin sulbactan 150 mg
Implementasi
O : -post operasi hari ke 1 -leukosit 14,66 10/l -stoma kotor dengan feses -kantong belum
diganti -diameter stoma 5 cm berwarna merah -tidak ada jaringn nekrosis
- Observasi stoma - Kaji keluahan nyeri klien - Berikan terapi sesuai advise
Paraf
a) Menkaji keluhan klien P : post op repair stoma hari ke 1 Q : tajam R : abdomen kiri S:5 T :
saat disentuh b) Menkaji non verbal klien 08:00 - klien menangis saat dirawat luka c)
Mengontrol lingkungan yang dapat 09:00 mempengaruhi respon nyeri -lingkungan tidak bising
30
Jam
14:00
Evaluasi (SOAP)
S : Ibu mengatakan anaknya masig menangis kesakitan O : Klien masih terlihat menangis
kesakitan
P : post op repair stoma hari ke 1 Q : tajam R : abdomen kiri S:5 T : saat disentuh A : masalahh
teratasi sebagian
Paraf
12:00
23
a) Momonitor karrakteristik stoama - warna merah, diameter 5 cm, tidak ada jaringan nekrotik
09:00 b) mencuci tangna - sebelum dan sesudah tindaan mencuci tangan c) merawat luka
11:00 - luka bersih stoma g) pemberiaan kolaborasi obat antibiotik 13:00 -ampicilin sulbactan
150 mg 07:00
P : Lanjutkan intervensi
- Observasi TTv - Kaji keluahan nyeri klien - Berikan terapi sesuai advise
14:00
S : Ibu mengatakan anaknya habis operasi O : -post operasi hari ke 2 -leukosit 14,66 10/l
-stoma kotor dengan feses -kantong belum diganti -diameter stoma 5 cm berwarna merah -tidak
ada jaringn nekrosis
- Observasi stoma - Kaji keluahan nyeri klien - Berikan terapi sesuai advise
31
No. Dx
Jam
07:00
Implementasi
Paraf
e) Menkaji keluhan klien P : post op repair stoma hari ke 1 Q : tajam R : abdomen kiri 08:00 S:5
09:30 T : saat disentuh f) Menkaji non verbal klien 12:00 - klien menangis saat dirawat luka g)
Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon nyeri -lingkungan tidak bising h)
Memberikan terapi sesuai advise dokter - metamizole 100 mg
Jam
Evaluasi (SOAP)
14:00 S : Ibu mengatakan anaknya masig menangis kesakitan O : Klien masih terlihat menangis
kesakitan
P : post op repair stoma hari ke 1 Q : tajam R : abdomen kiri S:5 T : saat disentuh A : masalahh
teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi
- Kaji keluahan nyeri klien - Berikan terapi sesuai advise a) Momonitor karrakteristik stoama -
warna merah, diameter 5 cm, tidak ada jaringan nekrotik 09:00 b) mencuci tangna 11:00 -
sebelum dan sesudah tindaan mencuci 13:00 tangan c) merawat luka - luka bersih stoma g)
pemberiaan kolaborasi obat antibiotik -ampicilin sulbactan 150 mg 07:00
23
14:00 S : Ibu mengatakan anaknya habis operasi O : -post operasi hari ke 2 -leukosit 14,66 10/l
-stoma kotor dengan feses -kantong belum diganti -diameter stoma 5 cm berwarna merah -tidak
ada jaringn nekrosis A : masalahh teratasi sebagian P : Lanjutkan intervensi
- Observasi stoma - Kaji keluahan nyeri klien - Berikan terapi sesuai advise 32
Paraf
Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil laporan ini dapat disimpulkan sebagai berikut: a. An D memiliki
kelainan kongenital yaitu Atresia ani yang sudan mendapatkan penanganan operasi
sigmoidostomy dan adanya repair stoma b. An D mendapatkan perawatan di ruangan selama
10 hari MRS 24 Oktober 2018 dan KRS tanggal 2 November 2018 c. Perawatan stoma sudah
dapat dilakukan oleh orang tuanya untuk perawatan di rumah 4.2
Saran Berdasarkan laporan kasus ini, maka penulis memberikan saran untuk penanganan
pasien
atresi ani post operasi sigmioidostomy melibatkan keluarga dalam perawatannya dan dapat
berguna untuk perawatan pasien di rumah.
33
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta :
EGC Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan
Bidan. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif,dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: FKUI
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana
AsuhanKeperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta NANDA Internasional. 2013. Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klarifikasi 2012 – 2014. Jakarta : EGC