Anda di halaman 1dari 12

PERDARAHAN UTERUS

NAMA : LAMTIUR CIOLIA MANALU


NIM : 1902011
PRODI : D III KEPERAWATAN
DOSEN PENGAJAR : OKNALITA SIMBOLON, M.Keb

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
PERDARAHAN UTERUS”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari Dosen kami OKNALITA
SIMBOLON, M.Keb pada mata kuliah KEPERAWATAN MATERNITAS.
Selain itu , kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang “Perdarahan Uterus”..Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membentu proses penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih kala jauh dari kata sempurna
,oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca dan dosen pengajar sekalian.

Juli 2021

penulis

DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang berasal dari uterus,
dengan durasi, volume, frekuensi atau jadwal yang abnormal diluar masa
kehamilan dan merupakan keluhan ginekologi yang umum ditemukan, yang
menjadi dalah satu alas an paling sering bagi Wanita untuk mencari pertolongan
medis. Gejala utama yang sering muncul adalah menorrhagia, yaitu suatu
perdarahan yang berasal dari uterus yang banyak, berkepanjangan, sering terjadi,
dan belum diketahui penyebabnya.

Perdarahan uterus abnormal (PUA) yang terjadi pada kasus ginekologi dapat
mempengaruhi aspek fisik dan emosional pada kehidupan wanita, sehingga dapat
mengganggu kualitas hidup. Dalam kasus perdarahan akut dan berat, wanita
mungkin memerlukan perawatan segera. Dalam beberapa kasus tertentu dengan
perdarahan yang lebih intens dan berkepanjangan, pembedahan mungkin
diperlukan. Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi PUA bervariasi pada
populasi yang berbeda, dengan prevalensi keseluruhan berfluktuasi antara 10% dan
30%.

Sekitar 30% wanita mengalami perdarahan uterus abnormal (PUA) selama


hidup mereka, paling sering di tahun-tahun sebelum menopause. Dampak PUA
antara lain kehilangan darah, rasa sakit, dan berkurangnya kesehatan dan
produktivitas seksual, meningkatnya penggunaan layanan perawatan kesehatan
serta biaya perawatan. Sekitar 800.000 wanita Inggris mencari bantuan medis
karena PUA setiap tahunnya. Sebuah penelitian di AS melaporkan bahwa kerugian
finansial diatas 20.00 dolar per pasien per tahun akibat absen kerja dan biaya
perawatan di rumah akibat PUA.

Berbagai istilah telah banyak digunakan untuk merujuk pada perdarahan uterus
yang abnormal, antara lain menorrhagia, metrorrhagia, menometrorrhagia,
perdarahan uterus disfungsional, polimenorea, oligomenorea, dan perdarahan
uterus. Kurangnya definisi yang jelas telah menghambat penelitian dan interpretasi
data klinis di seluruh dunia. Pada awal tahun 2005, sebuah inisiatif oleh Federasi
Internasional Ginekologi dan Obstetri (FIGO) mulai mengklarifikasikan istilah dan
definisi untuk perdarahan uterus. Pada tahun 2010, FIGO mengadopsi sistem yang
dikembangkan oleh Menstrual Disorder Comitte (MDC) yaitu PALM-COEIN.
Pada tahun 2011, nomenklatur baru dari PUA diperkenalkan, dan istilah
perdarahan uterus dan menstruasi eksesif disingkirkan. Pada 2013, American
College of Obstetricians dan Gynaecologists (ACOG) mendukung sistem PALM-
COEIN sebagai klasifikasi untuk penyebab pendarahan uterus abnormal, dan para
peneliti dan dokter sangat disarankan untuk mengadopsi sistem PALM-COEIN di
seluruh dunia. Saat ini akronim PALMCOEIN sudah digunakan secara luas dengan
menggunakan pengelompokan PUA yaitu : Polip (PUA-P), Adenomiosis (PUA-
A), Leiomyoma (PUA-L), Malignancy dan Hiperplasia (PUA-M), Koagulopati
(PUA-C), Disfungsi Ovulasi (PUA-O), Endometrial (PUA E), Iatrogenik (PUA I),
dan tidak terklasifikasi (Not otherwise classified). PALM merupakan klasifikasi
struktural dan COEIN merupakan klasifikais nonstrukturral.

Evaluasi terhadap perdarahan uterus abnormal bergantung pada usia pasien dan
adanya faktor risiko yang mencakup siklus anovulasi, obesitas, nullipara, usia
diatas 35 tahun. Penelitian yang dilakukan di India pada tahun 2015 menyimpulkan
bahwa, mmutiparitas dan usia diatas 40 tahun dapat dikaitkan dengan gejala klinis
dari kejadian PUA.

Berdasarkan penelitian Dahiya, didapati hasil kelompok usia yang paling


umum mengalami PUA adalah 41-45 tahun (36%), dan patologi yang paling umum
pada kelompok usia ini adalah hiperplasia endometrium. Pola perdarahan yang
paling umum adalah perdarahan menstruasi yang berat dan insiden tertinggi
terlihat pada wanita multipara (74%).

Berdasarkan penelitian Wise dkk, disimpulkan bahwa obesitas merupakan


faktor resiko untuk hiperplasia endometrium, ataupun kanker pada wanita
premenopause dengan gejala perdarahan uterus abnormal. Mayoritas sampel dalam
penelitian ini memiliki umur < 45 tahun. Oleh karena itu skrining biopsi
endometrium yang didasarkan pada umur sering kali menyebabkan misdiagnosis
atau terlambatnya dianosis hiperplasia endometrium bila dibandingkan dengan
skrining berdasarkan indeks masa tubuh. Indeks masa tubuh (IMT) sebaiknya
dijadikan sebagai pertimbangan utama untuk mengambil keputusan untuk
melakukan biopsi endometrium pada wanita dengan gejala perdarahan uterus
abnormal.

Penelitian Gianella membandingkan kejadian hiperplasia endometrium atau


kanker pada wanita premenopause dengan perdarahan uterus abnormal dan indeks
massa tubuh (IMT) ≥ 30 dibandingkan dengan IMT < 30. Mereka mendapatkan
bahwa IMT ≥ 30 sangat terkait dengan hiperplasia endometrium, dan
menyimpulkan bahwa IMT harus menjadi skiring yang pertama dalam mengambil
keputusan untuk melakukan biopsi endometrium.

Berdasarkan penelitian Faizal dkk, didapatkan bahwa ada hubungan bermakna


antara hasil pemeriksaan histopatologi PUA dengan faktor umur, paritas, IMT, usia
menarche, DM, dan hipertensi dimana dari uji chi square didapatkan nilai P <
0.001. kesemua faktor memiliki hubungan bermakna dengan umur (p=0.000),
paritas (p=0,000), IMT (p=0.000), menarche (p=0,000), DM (p=0,000) dan
hipertensi (p=0,000).

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana karakteristik pasien yang mengalami perdarahan uterus abnormal.

1.3 Tujuan penulisan


1. Untuk memenuhi tugas keperawatan maternitas.
2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien yang mengalami perdarahan
uterus abnormal.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS MEDIS
2.1 Defenisi

Perdarahan uterus abnormal adalah adanya perdarahan hebat atau perdarahan


yang tidak biasanya dari uterus keluar melalui Miss V. Perdarahan ini dapat terjadi
kapan saja saat siklus menstruasi atau di luar siklus menstruasi. Perdarahan
uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi
abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit
sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal
saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin
tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau
rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu dipikirkan,
dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara bersamaan
(misal mioma uteri dan kanker leher rahim).
2.1.1 Pola dari perdarahan uterus abnormal
Penggolongan standar dari perdarahan abormal dibedakan menjadi 7 pola yaitu :

1. Menoragia (hipermenorea)

Menoragia adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang.


Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat menandakan
adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ugushing dan open-faucet selalu
menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submucosa, komplikasi kehamilan,
adenomyosis, IUD, hyperplasia endometrium, tumor ganas, dan perdarahan
disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2. Hipomenorea (kriptomenorea)

Hipomenorea adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan terkadang


hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau serviks
mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus dapat menjadi penyebab dan
diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi. Pasien yang menjalani
kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat
dipastikan ini tidak apa-apa.
3. Metroragia (perdarahan intermenstrual)
Metroragia adalah adalah perdarahan yang terjadi pada waktu-waktu
diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah
siklus ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau
suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan
karsinoma
serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi
estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.
4. Polimenorea
Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering.
Hal ini biasanya berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal
pada siklus menstruasi.
5. Menometroragia
Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang
iregular. Jumlah dan durasiperdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang
menyebabkan perdarahan intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia.
Onset yang tiba- tiba dari episode perdarahan komplikasi dari kehamilan.
6. Oligomenorea
Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari.
Amenorea didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume
perdarahan biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi,
baik itu dari faktor endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun
faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang
mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum
menjadi pola yang lain.
7. Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus)
Harus dianggap sebagai tanda dari kanker leher rahim sebelum dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih
sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks atau vagina
(Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak
menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi
sangat dianjurkan untuk dilakukan.
2.1.2 Perdarahan bukan haid
Yang dimaksudkan disini ialah perdarahan yang terjadi dalam masa
antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisahdan dapat dibedakan dari haid,
atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan
metroragia,yang kedua menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat
disebabkan oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan
fungsional.

2.2 Etiologi

Terdapat berbagai etiologi dari perdarahan uterus abnormal di antaranya:

 Usia remaja

 Penggunaan kontrasepsi (IUD, pil KB)

 Pramenopause

 Terapi Pengganti Steroid Pascamenopause (Postmenopausal Steroid


Replacement Therapy)
 Hiperplasi atau keganasan pada uterus dan strukturnya

 Gangguan Perdarahan (seperti penyakit Von Willebrand)


 Penyakit sistemik lain (gagal ginjal, penyakit liver, hipertiroid)

2.3 Patofisiologi

Patofisiologi perdarahan uterus abnormal terjadi akibat gangguan hormon seks.


Patofisiologi ini berbeda antara perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada
siklus ovulasi dan anovulasi.

1. Endometrium dan Fisiologi Menstruasi


Endometrium terdiri dari dua zona yang berbeda, lapisan fungsional dan
lapisan basal. Lapisan basal yang terletak di bawah lapisan fungsional adalah
lapisan yang berhubungan langsung dengan miometrium dan lapisan ini kurang
responsif terhadap hormon. Lapisan basalis berfungsi sebagai reservoir untuk
regenerasi lapisan fungsional setelah terjadinya menstruasi. Sebaliknya, lapisan
fungsional melapisi rongga uterus, mengalami perubahan dramatis selama siklus
menstruasi dan akhirnya luruh selama menstruasi.

Pada akhir siklus menstruasi, kadar progesteron menurun drastis dan


mengakibatkan pelepasan lytic matrix metalloproteinases (MMP). Enzim ini
merusak stroma dan susunan vaskular dari lapisan fungsional. Perdarahan dan
peluruhan dari lapisan inilah yang disebut dengan menstruasi. Agregasi
trombositlah yang kemudian mengontrol pengeluaran darah. Selain itu, arteri yang
tersisa di endometrium juga mengalami vasokonstriksi untuk membatasi
perdarahan lebih lanjut.
2. Kekacauan Stimulasi Siklus Hormon Seks
Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal terjadi kekacauan stimulasi
siklus hormon seks yang diatur oleh perkembangan folikel yang diikuti oleh
ovulasi dan pembentukan korpus luteum dan degenerasinya jika tidak terjadi
kehamilan.

3. Patofisiologi Perdarahan Uterus Abnormal pada Siklus Ovulasi


Pada siklus ovulasi, perdarahan uterus abnormal dapat disebabkan oleh
terganggunya kontrol lokal hemostasis dan vasokonstriksi yang berguna untuk
mekanisme membatasi jumlah darah saat pelepasan jaringan endometrium haid.
Berbagai molekul yang berguna untuk mekanisme kontrol tersebut, antara lain
yaitu endotelin, prostaglandin, VEGF, MMPs, enzim lisosom, dan fungsi
tomobosit. Beberapa keadaan lain yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
uterus abnormal pada siklus ovulasi adalah korpus luteum persisten dan
insufisiensi korpus luteum.

4. Patofisiologi Perdarahan Uterus Abnormal pada Siklus Anovulasi


Pada siklus anovulasi, perdarahan uterus abnormal disebabkan stimulasi
estrogen berlebihan (unopposed estrogen) pada endometrium. Endometrium
mengalami proliferasi berlebih tetapi tidak diikuti dengan pembentukan jaringan
penyangga yang baik karena kadar progesteron rendah. Endometrium menjadi
tebal tapi rapuh, jaringan endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada kolaps
jaringan sehingga terjadi perdarahan yang tidak teratur. Penyebab anovulasi
bermacam-macam mulai dari belum matangnya aksis hipotalamus-hipofisis-
ovarium, sampai suatu keadaan yang mengganggu aksis tersebut. Sindroma
ovarium polikistik merupakan salah satu contoh keadaan yang mengganggu aksis
tersebut.

2.4 Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu
ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului siklus yang
pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau
sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan dan sebagainya. Pada
pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk ke arah
kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain-
lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi
dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti ke arah penyakit yang
bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada
kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip,
ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Dalam hubungan dengan pemeriksaan ini,
perlu diketahui bahwa di negeri kita keluarga sangat keberatan dilakukan
pemeriksaan dalam pada wanita yang belum kawin, meskipun kadang-kadang
hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini dapat
dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan
anestesia umum.
Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan
kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20 dan 40
tahun kemungkinan besar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma
submukosum, dan sebagainya. Disini kerokan diadakan setelah dapat
diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang
memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause
dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya
tumor ganas.
2.5 Penanganan

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat


banyak, dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi
darah. Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan
berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk
sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan:

a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan
perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol
2,5 mg, atau benzoas estradiaol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. keberatan
terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
b. Progesterone : pertimbangan Disini ialah bahwa Sebagian besar pendarahan
fungsional

Komplikasi

Perdarahan uterus yang sering terjadi dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Perdarahan
yang masif juga dapat mengakibatkan terjadinya syok hemoragik. Perdarahan uterus
abnormal yang tidak tertangani dengan baik juga dapat menyebabkan terjadinya infertilitas.

Edukasi dan promkes yang diberikan


Pasien perlu mendapat edukasi bahwa terapi untuk perdarahan uterus abnormal umumnya akan
berlangsung dalam jangka panjang. Promosi kesehatan berupa kalender menstruasi juga penting untuk
dilakukan pasien secara harian. Aspek lain yang penting untuk disampaikan pada pasien adlaah untuk
mengontrol tingkat stresnya, rajin berolahraga dan mengontrol berat badannya. Ajarkan pasien untuk
menghitung Indeks Massa Tubuhnya dan menjaga supaya IMT tetap di kisaran normal.

BAB III
TINJAUAN KASUS

Daftar Pustaka

M.A.Behera, Abnormal Uterine Bleeding, , 2016

BMJ, Disfunctional Uterine Bleeding : Pathophysiology, http://bestpractice.bmj.com/best-


practice/monograph/658/basics/pathophysiology.html, 2017

Anda mungkin juga menyukai