Anda di halaman 1dari 43

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

OLEH:
KELOMPOK 2

NAMA NIM
1. Fitry Nova Hutasoit 1902008
2. Jernih Pera Sihombing 1902009
3. Lamtiur Ciolia Manalu 1902011
4. Lestari Sihombing 1902012
5. Feronika lumbangaol 1902006
6. Tio Melarosa Purba 1902032

DOSEN PENGAMPU : PARDAMEAN LUBIS S.Kep,Ns.MKM

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESEHATAN BARU


PRODI D-III KEPERAWATAN JL. BUKIT INSPIRASI
SIPALAKKI KECAMATAN DOLOK SANGGUL
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada pasien Asma”. Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk
menyelesaikan tugas dari ibu PARDAMEAN LUBIS S.Kep,Ns.MKM
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca. Makalah ini penulis akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki sangat kurang, Oleh karena
itu penulis mengharapkan para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Doloksanggul, 17 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................5
2.1 Teoritis Medis....................................................................................................5
2.1.1 Definisi.......................................................................................................5
2.1.2 Etiologi.......................................................................................................5
2.1.3 Tanda dan gejala.........................................................................................6
2.1.4 Patofisiologi...............................................................................................6
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................8
2.1.6 Penatalaksanaan........................................................................................11
2.2 Teoritis Keperawatan.......................................................................................13
2.2.1 Pengkajian................................................................................................13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................15
2.2.3 Intervensi Keperawatan............................................................................15
BAB III TINJAUAN KASUS..........................................................................................20
3.1 Pengkajian........................................................................................................20
3.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................26
3.3 Intervensi Keperawatan....................................................................................26
3.4 Implementasi Keperawatan..............................................................................29
3.1 Evaluasi............................................................................................................30
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................33
4.1 Pengkajian........................................................................................................33
4.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................................34

ii
4.3 Perencanaan......................................................................................................35
4.4 Pelaksanaan......................................................................................................35
4.5 Evaluasi............................................................................................................36
BAB VPENUTUP............................................................................................................37
5.1 Kesimpulan......................................................................................................37
5.2 Saran................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................38

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit Asma Bronkial dapat menyerang semua golongan usia, baik


laki-laki maupun perempuan, dewasa maupun anak-anak. Dari waktu ke
waktu baik di negara maju maupun negara berkembang prevalensi asma
meningkat. Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan
kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survey kesehatan
rumah tangga (SKRT) di berbagai provinsi di Indonesia. Asma dapat timbul
pada berbagai usia, gejalanya bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat
dikontrol dengan berbagai cara.

Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan antara lain


infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara, bahan kimia, beban kerja atau
latihan fisik, bau-bauan yang merangsang dan emosi. Prevalensi asma di
seluruh dunia adalah sebsar 80% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dan
dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50%. Selain di Indonesia
prevalensi asama di Jepang dilaporkan meningkat 3 kali disbanding di tahun
1960 yaitu dari 1,2 % menjadi 3,14 %. Penyebab pada asma sampai saat ini
belum diketahui namun dari hasil penelitian terdahulu menjelaskan bahwa
saluran nafas penderita asma mempunyai sifat yang sangat khas yaitu sangat
peka terhadap rangsangan.

1.2 Rumusan Masalah

4
Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan Asma Bronchiale.
1.3 Tujuan

a. Mahasiswa mengetahui tinjauan teori pada kasus Asma Bronchiale yang


meliputi :

1) Pengertian Asma Bronchiale

2) Penyebab Asma Bronchiale

3) Patofisiologi Asma Bronchiale

4) Tanda dan Gejala Asma Bronchiale

5) Pemeriksaan Diagnostik Asma Bronchiale

6) Komplikasi Asma Bronchiale

7) Penatalaksanaan Asma Bronchiale

8) Pengkajian fokus dan Diagnosa keperawatan yang sering muncul


pada kasus Asma Bronchiale

b. Mahasiswa mampu melakukan Asuhan keperawatan pada klien dengan


diagnosa Asma Bronchiale

5
6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teoritis Medis
2.1.1 Definisi

Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh


spasme otot polos bronkiolus. (Corwin E.J., 2001 : 430)

Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan


oleh penyempitan yang intermiten pada saluran napas di banyak
tingkat mengakibatkan terhalangnya aliran udara. (Stein J.H., 2001 :
126)

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang


mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas
dan gejala pernafasan (mengi atau sesak). (Mansjoer A., 1999 : 476-
477)Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang
menyebabkan penyempitan intermiten pada saluran pernafasan.

2.1.2 Etiologi

Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :

1. Asma tipe non atopik (intrinsik)


Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan
dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya
adalah :

a. Serangan timbul setelah dewasa.

7
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.

c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.

d. Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.

e. Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk


menimbulkan serangan reaksi asma.

f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non


spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita.

2. Asma tipe atopik (ekstrinsik)


Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan
ini biasaanya ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi
bronkial. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat :

a. Timbul sejak kanak-kanak

b. Pada famili ada yang mengidap asma

c. Ada eksim waktu bayi

d. Sering menderita rinitis

e. Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA tepung


sari bunga rumput

8
3. Asma Campuran (mixed)

Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor


intrinsik maupun ekstrinsik. (Alsagaff, H. dkk.1993 : 2)

2.1.3 Tanda dan gejala

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya


derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel
secara spontan, maupun dengan pengobatan. Gejala-gejala asma
antara lain :

1) Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa


stetoskop.
2) Batuk produktif, sering pada malam hari.
3) Napas atau dada seperti tertekan. (Mansjoer A., 1999 : 477)
2.1.4 Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi


disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :

1. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan


jalan napas.

2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.

3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.


Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar;
sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru.
Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa

9
yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan
sistem saraf otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang


buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS – A). Pelepasan mediator ini
dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan
napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial


diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada
asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas
dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok,
emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat.
Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai
toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

Selain itu reseptor α dan β-adrenergik dari sistem saraf


simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika
reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara
reseptor α dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik
adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa
mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan
mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast

10
bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
ialah bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan
asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan
mediator kimiawi dan konstriksi otot polos. (Smeltzer, S.C., 2001 :
611-612)

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan sputum 

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi


dari kristal eosinopil.

b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel


cetakan) dari cabang bronkus.

c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya


bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug. 

2. Pemeriksaan darah

a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat


pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan


LDH. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di
atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu
infeksi.

11
c. Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan
dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu
bebas dari serangan.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada


waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-
paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:

a. Bila disertai dengan bronkitis,  maka bercak-bercak di


hilus akan bertambah.

b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka


gambaran radiolusen akan semakin bertambah.

c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran


infiltrate pada paru 

d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan


pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru.

2. Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi


dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi
yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi


selama serangan dapat dibagi menjadi 3  bagian, dan

12
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema
paru yaitu :

a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi


right axis deviasi dan clock wise rotation.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni


terdapatnya RBB ( Right bundle branch block).

c. Tanda-tanpenatalda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus


tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative.

4. Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat


dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma
tidak menyeluruh pada paru-paru.

5. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas


reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis
asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum
dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

2.1.6 Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.

13
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat
mencetuskan serangan asma.

3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya


mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter
atau perawat yang merawatnnya. 

Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:

1. Pengobatan  non farmakologik:

2. Memberikan penyuluhan

3. Menghindari faktor pencetus

4. Pemberian cairan

5. Fisiotherapy

6. Beri O2 bila perlu. 

7. Pengobatan farmakologik :

a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam


2 golongan :

1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

 Orsiprenalin (Alupent)

 Fenoterol (berotec)

 Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,


sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan

14
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang
oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang
sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

2) Santin (teofilin)

Nama obat :

 Aminofilin (Amicam supp)

 Aminofilin (Euphilin Retard)

 Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,


tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma
akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya
sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum
obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara
pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). 

b. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah


serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi
terutama anak- anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama
obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.

c. Ketolifen

15
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan
obat ini adalah dapat diberika secara oral.

2.2 Teoritis Keperawatan


2.2.1 Pengkajian

A. Pengkajian primer

1. Airway

 Kaji dan pertahankan jalan napas


 Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
 Gunakan bantuan untuk memperbaiki jalan napas jika perlu
 Pertimbangkan untuk di rujuk ke anesthetist untuk
dilakukan intubasi jika tidak mampu untuk menjaga jalan
napas atau pasien dalam kondisi terancam kehidupannya
atau pada asthma akut berat
 Jika pasien menunjukan gejala yang mengancam
kehidupan, yakinkan mendapat pertolongan medis
secepatnya.

2. Breathing

 Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter,


dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
 Berikan aliran oksigen tinggi melalui non re-breath mask
 Pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask-
ventilation
 Ambil darah untuk pemeriksaan arterial blood gases untuk
menkaji PaO2 dan PaCO2
 Kaji respiratory rate
 Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow dan
dokumentasikan

16
 Periksa system pernapasan – cari tanda:
- Cyanosis
- Deviasi  trachea
- Kesimetrisan  pergerakan dada
- Retraksi dinding dada
 Dengarkan adanya:
- Wheezing
- pengurangan aliran udara masuk 

3. Circulation/Sirkulasi

a. Kaji denyut jantung dan rhytme


b. Catat tekanan darah
c. Lakukan EKG
d. Berikan akses IV dan pertimbangkan pemberian
magnesium sulphat 2 gram dalam 20 menit
e. Kaji intake output
f. Jika potassium rendah makan berikan potassium

4. Disability

a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU


b. Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim
pertama dan pasien membutuhkan pertolongan di ruang
Intesnsive

B. PENGKAJIAN SEKUNDER

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Lama menderita asma, hal yang menimbulkan serangan, obat
yang dipakai setiap hari dan saat serangan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu

17
Riwayat alergi, batuk pilek, menderita penyakit infeksi saluran
nafas bagian atas.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat sakit asma pada keluarga.
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Lingkungan tempat tinggal dan bekerja, jenis pekerjaan, jenis
makanan yang berhubungan dengan allergen, hewan piaraan
yang dipelihara dan tingkat stressor.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi, dan
bronkospasme.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan gangguan
suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme
broncus), kerusakan alveoli.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi
sputum, anoreksia / mual-muntah.

2.2.3 Intervensi Keperawatan

1. Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan dengan


peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi, dan
bronkospasme.

a. Kriteria hasil :

1) Mendemonstrasikan batuk efektif.

18
2) Mencari posisi yang nyaman untuk memudahkan
peningkatan pertukaran udara.

3) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

b. Intervensi :

1) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam


mengontrol batuk.

2) Pertahankan hidrasi adekuat : meningkatkan masukan


cairan 2 sampai 4 liter per hari bila tidak dikontra indikasi
penurunan curah jantung/gagal ginjal.

3) Auskultasi paru-paru sebelum dan sesudah tindakan.

4) Dorong / berikan perawatan mulut.

c. Rasional :

1) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif,


menimbulkan frustasi.

2) Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat


menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan
atelektasis.

3) Pengkajian ini membantu mengevaluasi keberhasilan


tindakan

19
4) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan
mencegah bau mulut. (Carpenito, L.J., 1999 : 131,
Doenges, 1999 :166)

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan gangguan suplai


oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme broncus),
kerusakan alveoli.

a. Kriteria Hasil:

1) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan


adekuat dengan AGD (Analisa Gas Darah) dalam rentang
normal dan bebas gejala distres pernafasan.

2) Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat


kemampuan atau situasi

b. Intervensi keperawatan :

1) Kaji frekwensi kedalaman pernafasan


2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk
memilih posisi yang mudah untuk bernafas.
3) Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk istirahat tidur
4) Awasi tanda-tanda vital.

c. Rasional

1) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi


derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal,
meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki
ventilasi (rujuk pada DK : bersihan jalan nafas tak
efektif).

20
3) Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan/konsumsi oksigen untuk memudahkan
perbaikan infeksi.
4) Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik
dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi
seluler. (Doenges E., 2000 : 168)

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum,
anoreksia / mual-muntah.

a. Kriteria hasil :

a) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan


yang tepat.

b) Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk


meningkatkan dan/atau mempertahankan berat badan yang
tepat.

b. Intervensi :

a) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini

b) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan


tempat khusus untuk sekali pakai dan tisu

c) Berikan makanan porsi kecil tapi sering

d) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat

c. Rasional :

21
a) Sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum dan
obat.

b) Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegahan


utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan
muntah dengan peningkatan kesulitan napas.

c) Membantu untuk meningkatkan kalori total

d) Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu


nafas abdomen dan gerak diafragma, dan dapat
meningkatkan dispnea. (Doenges M.E., 2000 : 159)

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak


adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya
sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,
peningkatan pemajanan pada lingkungan, proses penyakit kronis,
malnutrisi).

a. Kriteria hasil :

Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan


resiko infeksi.

b. Intervensi :

1) Awasi suhu

2) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan


sputum.

3) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

22
4) Kolaborasi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi

c. Rasional :

1) Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi

2) Mencegah penyebaran patogen melalui cairan

3) Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan


menurunkan tahanan terhadap infeksi.

4) Dapat diberikan untuk organisme khusus yang


teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas atau diberikan
secara profilaktik karena resiko tinggi. (Doenges M.E.,
2000 : 162)

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. IDENTITAS
a. Identitas klien
Namaklien : Ny. S
No register : 101191
Usia : 64 tahun
Tanggal masuk : 29 Januari 2015 (jam 10.00)
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Suku / bangsa : Jawa / Indonesia
Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosa medis : Asma Bronkhiale
Tanggal Pengkajian : 29 Januari 2015 (jam 10.10)

b. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn.M
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : laki – laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Karyawan swasta
Alamat : Sambungharjo RT 06/05 Semarang
Hub dengan klien : Anak

A. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama

24
Ds :Klien mengeluh sesak nafas
2. Riwayat kesehatan sekarang
Ds :klien mengatakan habis bersih-bersih rumah, tiba tiba jatuh dan
klien sulit untuk bernafas ( sesak nafas klien kambuh).
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Ds :Klien mengatakan punya penyakit asma pada tahun 2008 dan klien
tidak rutin memeriksakannya ke poliklinik, bila asmanya kambuh klien
hanya membeli obat yang ada di warung.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ds :klien mengatakan, ayah klien dulu pernah menderita TBC dan
ayah klien meninggal pada tahun 1998 karena penyakit TBC yang
dideritanya.
5. Riwayata alergi
Ds :klien mengatakan tidak ada alergi obat,makanan,minuman namun
asma klien kambuh bila klien terkana debu dan kena angin malam.

B. PENGKAJIAN PRIMER
a. Pengkajian primer
1) Airway (A)
Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas dan klien
cuping hidung., sedikit ada secret.
2) Breating (B)
Terdengar suara ronchi dan whezzing dikedua lapang paru
klien. Klien terlihat sesak nafas, retraksi dada dangkal, terlihat
otot bantu pernafasan, nafas cepat, Rr : 26 x/m.
3) Circulasi (C )
Akral dingin, klien terlihat pucat, capillary refil > 3 detik,
TD : 150 / 90 mmHg, N : 92 x/m. S : 37,60C

4) Dissability (D )

25
Kesadaran komposmentis, GCS E4-M6-V5, klien tidak
mengeluh nyeri.
C. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keadaan umum
Ds :klien tampak lemah
2. Kesadaran
Do :Composmentis E:4 V:5 M:6
3. Tanda –tanda Vital
Do :
- Tekanan darah : 150/90 mmHg
- Pernafasan : 26 X/menit
- Nadi : 92 X/menit
- Suhu : 37,6°C
- Spo2 : 100 %
4. Berat Badan
Do :
- BB : 50 Kg
- TB : 160 cm
5. Kepala
Inspeksi :Distribusi rambut tidak merata, rambut sedikit kotor, rambut
berwarna hitam dan beruban, tidak ada hematom maupun
lesi dikepala.
Palpasi : Tidak ada hematom maupun lesi, tidak ada nyeri tekan pada
kepala.
6. Mata
Inspeksi : Mata simetris, reflek pupil normal, pupil isokor, sklera non
ikterik, konjungtiva hiperemis.
Palpasi : Sklera non ikterik, konjungtiva hiperemis.
7. Hidung
Inspeksi : lubang hidung simetris, dan sedikit ada serumen.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung.

26
8. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kemerahan, telinga simetris, lubang telinga
cukup bersih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daun telinga maupun tulang
mastoid.
9. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : Bibir pucat, mukosa lembab, tidak ada stomatitis dan
leukopakia, ada karies gigi, tidak ada gusi bengkak, tidak
terlihat pembengkakan tonsil.
10. Leher
Inspeksi : Terlihat otot bantu pernafasan, tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid dan tonsil.
Palpasi : Tidak teraba pembengkakan kelenjar tiroid dan tonsil,
11. Dada/ paru
(1).Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, Gerakan dada Simetris
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor eluruh lapang paru
Auskultasi : terdengar whezzing dan ronkhy.
(2).Jantung
Inspeksi : Terlihat ictus cordis di ICS ke 5 digaris midclavicula
sinistra.
Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS ke 5 digaris midclavicula
sinistra.
Perkusi : Suara perkusi dullnes

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, suara lup-dup

12. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, tidak ada strie, umbilkal
tidak menonjol, tidak ada kolostomi.
Auskultasi : terdengar peristaltik dengan frekuensi 5 x/menit

27
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan epigastrik dan titik Mc Burney
point, tidak ada pembesaran hepar, lien dan limfe
Perkusi: suara perkusi thympani
13. Genital
Do : Tidak Terpasang Kateter
14. Ekstremitas
Atas : Ekstermitas atas normal kekuatan otot 5 pada kedua
tangan.
Bawah : Ekstermitas bawah normal dengan kekuatan otot 5 pada
kedua kaki, akral dingin.
15. Kulit
Palpasi : Akral dingin, tidak ada lesi dikulit.
16. Therapy
Pulmicort 1 x 1mg
Ventoline 1 x 2.5 mg
Ambroxol 3 x 1 tablet
Salbutamol 2 x ½ tablet

Analisa data

Hari/ No Data focus Problem Etiologi


Tgl/Jam

28
Kamis, 1 DS : klien mengeluh sesak 1. Ketidak Murcus dalam
29/1/15 nafas efektifan jumlah yang
Jam DO : bersihan berlebihan,
10.00  terdengar ronchi dan jalan nafas peningkatan
Wib whezzing dilapang produksi
paru kanan dan kiri. mucus,eksudat
 Klien terlihat sesak dalam alveoli
nafas, retraksi dada dan
dangkal, terlihat otot bronkospasme
bantu pernafasan

2 DS : Klien mengatakan 2. Gangguan Retensi karbon


badannya lemas pertukaran dioksida
DO : gas
 Klien tampak lemas
 Tekanan darah :
150/90 mmHg
 Pernafasan :
26X/menit
 Nadi : 92 X/menit
 Suhu : 37,6°C
 Spo2 : 100 %

29
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d Murcus dalam jumlah yang
berlebihan, peningkatan produksi mucus,eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme
2. Gangguan pertukaran gas b.d Retensi karbon dioksida

3.3 Intervensi Keperawatan

Hari /
No Tujuan dan Intervensi
Tgl / Rasional
Dx Kriteria Keperawatan
Jam

Kamis, 1 Setelah dilakukan - Untuk


tindakan 1. Monitoring mengetahui
29
keperawatan pernafasan gangguan
Januari selama 1 x 30 klien nafas yang
menit, bersihan (frekuensi, terjadi dan
2015
jalan nafas normal kedalaman, menentukan
Jam dengan kriteria bunyi nafas) intervensi
hasil menunjukan 2. Posisikan selanjutnya.
10.14
jalan nafas yang semi flower - Untuk
wib paten. 3. Berikan O2 memudahkan

nasal / ekspansi dada

masker dalam

4. Ajarkan bernafas.

klien untuk - Untuk

batuk efektif memberikan

5. Kolaborasi bantuan nafas

pemberian dan

bronkhodilat mempertahan

or kan kadar O2
dalam tubuh.

30
- Tehnik untuk
mengeluarka
n sekret
secara
mandiri.

- Untuk
mengencerka
n mukus dan
mendilatasika
n saluran
nafas.

2 Setelah dilakukan - Untuk


tindakan 1. Monitoring mengetahui
keperawatan pernafasan gangguan
selama 1 x 30 klien nafas yang
pertukaran gas (frekuensi, terjadi dan
membaik dengan kedalaman, menentukan
kriteria hasil TTV bunyi nafas) intervensi
dalam rentang selanjutnya.
Normal. - Untuk
memudahkan
Mendemostrasikan
ekspansi dada
peningkatan
2. Posisikan dalam
ventilasi dan
semi flower bernafas.
oksigen yang
- Untuk
adekuat
memberikan
3. Monitor bantuan nafas

31
dan

respirasi dan mempertahan

setatus O2 kan kadar O2


dalam tubuh.
- Tehnik untuk
mengeluarka
4. Ajarkan
n sekret
klien untuk
secara
batuk efektif
mandiri.
- Untuk
mengencerka
5. Kolaborasi
n mukus dan
pemberian
mendilatasika
bronkhodilat
n saluran
or
nafas.

32
3.4 Implementasi Keperawatan

Hari/Tgl/ No Implementasi Respon klien Paraf


Jam Dx Keperawatan

Kamis 1,2 memonitoring DS : klien mengeluh sesak


29 Januari pernafasan klien nafas.
2015 DO : Klien terlihat sesak
Jam 10.15 nafas, retraksi dada
Wib dangkal, terlihat otot
bantu pernafasan,Saat
klien batuk, terdengar
ada dahak di
tenggorokan klien,
terdengar suara whezzing
dikedua lapang paru
klien.

10.20 Wib 1,2 Memposisikan DS : klien mengatakan masih


klien semi sesak.
fowler DO : klien terlihat masih
sesak, klien tidur dalam
posis semifowler.

10.15 Wib 1,2 Memberikan O2 DS : klien mengeluh masih


lewat nasal sesak nafas.
kanul DO: klien masih terlihat sesak
nafas.

10.15 Wib 1,2 Melakukan DS : klien mengatakan


Kolaborasi dg nyaman.
dokter untuk DO : klien menghirup asap
pemberian yuang keluar dari

33
pulmicort dan nebulezer.
ventolin lewat
mesin nebulezer

10.25 Wib 1,2 Mengajarkan DS : klien mengatakan mau


klien batuk mencobanya.
efektif. DO : klien bisa melakuakn
batuk efektif,
dahak/sekret keluar
setelah melakukan batuk
efektif.

10.26 wib 1,2 Mengkaji ulang DS : klien mengatakan


keadaan umum badannya masih lemas
klien DO : klien tampak lemas, dan
gelisah
Rr : 25 x/m, TD :
150//90 mmHg,

3.1 Evaluasi

Hari/tanggal No Evaluasi
Dx

Kamis 1 S : klien mengatakan masih sesak nafas .

29Januari O : Tidak terdengar gurgling, dahak keluar


sedikit, batuk sudah berkurang.
2015
A : masalah Ketidak efektifan bersihan jalan
11.00
nafas belum teratasi. Karena di bronkus
klien masih ada penemupukan secret yang
belum bisa di keluarkan

P :lanjutkan intervensi

34
1. Anjurkan klien untuk teratur minum
obat
2. Anjurkan klien untuk menghindari
faktor kekambuhan
3. Anjurkan klien untuka minum air hangat
4. Anjurkan klien mempraktekan batuk
efektif
2 S : klien mengatakan lemas dan masih gelisah

O:

 Klien tampak lemas

 retraksi dada simetris, dalam dan


reguler, ekpansi dada optimal, nafas
klien dalam dan tidak dangkal. Tidak
terlihat otot bantu nafas. Rr : 24 x/m
A : Masalah Gangguan pertukaran gas belum
teratasi karena klien masih merasakan sesak
dan klien tampak sangat lemas akan
kondisinya.

P :lanjutkan intervensi
1. Anjurkan klien untuk teratur minum
obat
2. Anjurkan klien untuk makan sedikit dan
sering
3. Anjurkan klien menghindari faktor
kekambuhan
4. Anjurkan klien untuka istirahat yang
cukup

35
36
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab pembahasan ini penulis membahas tentang perbandingan antara


teori dan praktek, analisa factor – factor pendukung dan penghambat serta
alternative pemecahan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan dalam
setiap tahapan.

4.1 Pengkajian

Penyempitan saluran pernafasan ini disebabkan oleh alergen yang masuk


kedalam saluran pernafasan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui
saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel
APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi
menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang,
maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang
sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama,
alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan
mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel
dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Untuk kasus ini klien NY.S menderita asma sudah lama yaitu pada tahun
2008. Klien sudah mencoba untuk berobat ke klinik namun klien tidak rutin
untuk mengontrolkan penyakitnya.

37
Klien kambuh sesaknya bila klien terkena debu dan klien keluar malam
(terkena angin malam). Klien lebih sering minum obat dari warung bila
sesak nafasnya kambuh.

Karena klien sesaknya kambuh dank lien sudah tidak sanggup untuk
menahannya, dengan criteria klien wajah pucat, nafas dangkal, dan klien
terlihat lemas klien memeriksakan dirinya ke klinik. Kemudian dari klinik
menyarankan untuk memeriksakan ke RSUD kota Semarang.

Setelah klien sampai di IGD RSUD kota semarang klien di tangani


beberapa perawat dan klien di lakukan tindakan pemberian teraphy Oksigen
dan klien di lakukan nebulizer. Perawat melakukan tindakan selama 1x30
menit klien mengatakn masih sesak dank lien minta di rawat di Rumah sakit.
Kemudian klien dirawat di ruang yudistira untuk mendapatkan tindakan-
tindakan keperawatan seuai intervensi keperawatan.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Dari permasalahan – permasalahan itu, muncul 2 diagnosa keperawatan


yaitu Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d Murcus dalam jumlah yang
berlebihan, peningkatan produksi mucus,eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme. Diagnosa yang pertama adalah Ketidak efektifan bersihan
jalan nafas, menurut Nanda nic-noc (2013), ketidak efektifan jalan nafas
dalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi saluran
pernafasan guna mempertahankan jalan nafas bersih.

Data untuk menegakkan diagnosa ini adalah adanya disneu, bunyi nafas
tambahan, perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan,adanya sputum,
sianosis. Bila dikaitkan dengan keadaan Ny. S, sangat sinkron dan sesuai
dengan apa yang yang dialami oleh klien, klien mengalami sesak nafas,
terdengar suara tambahan, terdapat seputum/dahak ditenggorokan klien. Hal
ini mendukung bahwa Ny.S mengalami masalah bersihan jalan nafas tak
efektif.

38
Masalah keperawatan yang kedua adalah Gangguan pertukaran gas b.d
Retensi karbon dioksida menurut NandaNic-Noc (2013), Gangguan
pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigen dan/ eliminasi

karbon di oksida pada membrane alveolar kapiler.. Hal ini diakibatkan


adanya pernafasan yang abnormal terlihat dari kecepatan irama dan
kedalamannya pernafasan, dan warna kulit klien terlihat ubnormal yaitu
pucat. Data yang mendukung adanya gangguan pertukaran gas ini adalah
adanya wheziing, retraksi dada dangkal dan cepat. Hal ini selara dengan
keadaan klien yang mengalami masalah pola nafas tak efektif.

4.3 Perencanaan
Tahap ini adalah kelanjutan dari tahapan pengkajian yang diakhiri dengan
diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan ini terlebih dahulu di
tentukan prioritas masalah keperawatan, tahap perencanaan, tujuan, kriteria
hasil, dan rencana tindakan kebutuhan dasar manusia. Pada tahap
perencanaan ini tidak terdapat perbedaan yang berarti antara perencanaan
teori dengan perencanaan yang terdapat pada kasus. Fakto pendukung yang
terdapat pada perencaan ini adalah tersedianya literature buku – buku
keperawatan yang membahas tentang Asma
4.4 Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan tindakan keperawatan pada Ny. S yang
berdasarkan dari rencana keperawatan yang telah dibuat. Agar pelaksanaan
ini dapat berjalan dengan baik maka diperlukan adanya kerjasama antar tim
kesehatasn lain.

39
4.5 Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan adalah bagaimana respon ibu terhadap hal-hal
yang telah disampaikan pada saat implementasi. Dari evaluasi didapat
bahwa ibu mulai sedikit mengerti tentang apa itu Asma, dan klien mulai
dapat berinteraksi serta berbagi pengalaman penyakitnya dengan klien
yang lain.

40
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit, dilakukan


pengkajian ulang dan didapatkan data klien mengatakan sesak nafas
berkurang, tidak terdengar gurgling, batuk berkurang, masih terdengar suara
whezzing, retraksi dada simetris, dalam dan reguler, ekpansi dada optimal,
nafas klien dalam dan tidak dangkal. Terlihat otot bantu nafas. Rr : 26 x/m,
TD : 150/90 mmHg. Dengan keadaan klien seperti ini, klien di lakukan
perawatan di RSUD lebih lanjut sesuai intervensi keperawatan.

5.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan dan


pengetahuan tentang tinjauan pustaka dan askep Asma. Perawat sebaiknya
sudah harus memahami dan mengerti tentang askep Asma agar dapat
menerapkannya dan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pasien
dan keluarga.

5.3

41
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes.2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Lewish.2000.America Thoraric Society


Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Marylinn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperwatan Pedoman Untuk

Perencanaan/Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Smeltzer, S. G & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner & Suddarth. Edisi 8 Jakarta : EGC

Tjokonegoro,A & Utama,H.2004. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III

Jakarta : EGC

42

Anda mungkin juga menyukai