PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid selama masa
hidupnya. Gangguan ini dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini
dihadapi oleh wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik. Haid yang tidak
teratur pada masa 3-5 tahun setelah menars dan pramenopause (3-5 tahun
menjelang menopause) merupakan keadaan yang lazim dijumpai. Tetapi pada masa
reproduksi (umur 20-40 tahun), haid yang tidak teratur bukan merupakan keadaan
yang lazim, karena selalu dihubungkan dengan keadaan abnormal.
Di Indonesia belum ada angka yang menyebutkan kekerapan perdarahan
uterus disfungsional ini secara menyeluruh. Kebanyakan penulis memperkirakan
kekerapannya sama dengan diluar negeri, yaitu 10% dari kunjungan ginekologi.
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal
dalam hal jumlah, frekuensi, dan lamanya yang terjadi baik di dalam maupun diluar
siklus haid, merupakan gejala klinis yang semata-mata karena suatu gangguan
fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovariumendometrium
tanpa adanya kelainan organik alat reproduksi (Ali, 1989).
Perdarahan uterus disfungsional merupakan sebab tersering perdarahan
abnormal per vaginam pada masa reproduksi wanita. Dilaporkan gangguan ini
terjadi pada 5-10% wanita (Dodds, 2004). Lebih dari 50% terjadi pada masa
perimenopause, sekitar 20% pada masa remaja, dan kira-kira 30% pada wanita usia
reproduktif (Chalik, 1998). Ras bukan faktor penting, tetapi insidensi leiomyoma
pada wanita ras Afrika lebih tinggi dan mereka memiliki kadar estrogen yang lebih
banyak, karena itu mereka cenderung untuk lebih seringmengalami episode
perdarahan abnormal pervaginam (Dodds, 2004).
Diagnosis dari PUD baru dapat ditegakkan bila penyebab organik dan
fungsional lain (seperti kehamilan, infeksi maupun tumor) dari perdarahan
abnormal tersebut sudah disingkirkan. Karena itu diagnosis PUD seringkali
membutuhkan waktu yang lama. Terapinya tergantung dari usia penderita, waktu,
dan intensitas perdarahan (Davidson, 1999). Hingga tahun 1980-an, histerektomi
sering digunakan untuk mengatasi perdarahan uterus yang berat, tetapi saat ini cara
1
tersebut bukan merupakan pilihan yang utama, terutama pada wanita yang masih
ingin memiliki anak. Dilatasi dan kuretase juga dapat dilakukan sebagai upaya
pengobatan, namun di Indonesia cara ini tabu dilakukan pada wanita yang belum
menikah, karena himen sangat tinggi nilainya, oleh karena itu usaha pengobatan
secara hormonal menjadi salah satu pilihan walaupun pemberiannya harus diawasi
secara ketat karena memiliki banyak efek samping (Ali, 1989).
Perdarahan uterus disfungsional merupakan salah satu kelainan yang
penting untuk diketahui dan cukup sering terjadi tetapi informasi tentang penyakit
ini masih sulit didapat, dengan demikian peneliti tertarik untuk mengetahui
karakteristik PUD yang membedakannya dengan penyebab perdarahan pervaginam
lainnya pada wanita, terutama dalam hal lama dan banyak perdarahan yang terjadi.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah :
1. Apa pengertian dari perdarahan uterus?
2. Bagaimana Siklus Menstruasi Normal?
3. Bagaimana patogenesis dari perdarahan uterus?
4. Bagaimana gejala klinik dari perdarahan uterus?
5. Apa faktor penyebab perdarahan uterus?
6. Bagaimana pendiagnosisan dari perdarahan uterus?
7. Bagaimana cara pengobatan perdarahan uterus?
8. Bagaimana prognosis dari penyakit perdarahan uterus?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
I. Tujuan umum:
Mahasiswa mampu untuk memahami tentang konsep asuhan
keperawatan gangguan premental syndrom terutama pada perdarahan
uterus disfungsional.
II. Tujuan khusus:
a) Mahasiswa mampu memahami definisi dari perdarahan uterus
disfungsional.
b) Mahasiswa mampu memahami bagaimana siklus menstruasi normal.
c) Mahasiswa mampu memahami patogenesis dari perdarahan uterus
disfungsional.
d) Mahasiswa mampu memahami penyebab dan patofisiologi dari
perdarahan uterus disfungsional.
e) Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala dari perdarahan
uterus disfungsional.
f) Mahasiswa
mampu
memahami
pemeriksaan
penunjang
dan
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus disfungsional
adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar
siklus menstruasi, karena gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon
(hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium), tanpa kelainan organ. Perdarahan ini
juga didefinisikan sebagai menstruasi yang banyak dan / atau tidak teratur tanpa
3
korpus
luteum
dapat
menyebabkan premenstrual
spotting,
penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang memadai. Nah, kondisi inilah
penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang rapuh. Di lain
pihak, perdarahan tidak terjadi bersamaan. Permukaan dinding rahim di satu bagian
baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan lainnya. Jadilah perdarahan
rahim berkepanjangan.
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan
menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang
kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang
pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen
sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru.
Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium
yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat
diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam
kehidupan menstrual seorang wanita, tapi paling sering pada masa pubertas dan
masa premenopause. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali
dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid
menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa terutama dalam masa
premenopasue dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk
menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan
penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang
menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan
pemberian obat penenang juga dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar yang
bisanya bersifat sementara.
5. Patofisiologi
Pasien dengan perdarahan uterus disfungsional telah kehilangan siklus
endometrialnya yang disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai
hasilnya pasien mendapatkan siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat
menstimulasi pertumbuhan endometrium, berproliferasi terus menerus sehingga
perdarahan yang periodik tidak terjadi.
6
Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan
ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan
yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak
pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya,
terjadilah hiperplasi endometrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan
terus-menerus.
Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat
ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yaitu endometrium
atrofik, hiperplastik, proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis non
sekresi merupakan bagian terbesar. Pembagian endometrium menjadi endomettrium
sekresi dan non sekresi penting artinya, karena dengan demikian dapat dibedakan
perdarahan ovulatoar dari yang anovulatoar. Klasifikasi ini memiliki nilai klinik
karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini memiliki dasar etiologi yang
berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan
disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor
neuromuskular, hematologi dan vasomotorik, yang mekanismenya belum seberapa
dimengerti, sedang perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada
gangguan endokrin.
6. Gejala Klinik
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi.
Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan
berulang. Kejadian tersering pada menarche (atau menarke: masa awal seorang
wanita mengalami menstruasi) atau masa pre-menopause.
a. Pada siklus ovulasi
Karakteristik DUB bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,
hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan
kurang lebih
10% dari
perdarahan
disfungsionalndengan
siklus
pendek
atau
polimenorea.
Dasarnya
ialah
kurangnya
produksi
perdarahan
disfungsional ini terjadi pada masa pubertas dan masa pramenopause. Pada masa
pubertas terjadi sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh
gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat
bahwa pembuatan Releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada
wanita dalam masa pramenopause proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu
berjalan lancar.
7. Faktor Penyebab
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara
menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai pada masa
permulaan dan pada mssa akhir fungsi ovarium. Pada usia perimenars, penyebab
paling mungkin adalah faktor pembekuan darah dan gangguan psikis.
8
kesana.
Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan
(b) histeroskopi. Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita
muda dengan perdarahan tidak teratur atau wanita muda ( < 40 tahun )
yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani sejumlah
pemeriksaan
endometrium.
Penyakit
organik
traktus
genitalia
3.
yang
dapat
menimbulk an
PUD.
Perlu
dinilai
adanya
11
12
13
DUB sekunder akibat depot progestogen ( Depo Provera ). Keberatan terapi ini
ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2. Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan dan
paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan perdarahan
yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa bulan amenore.
Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat ini dapat dihentikan
setelah 3 6 bulan dan dilakukan observasi untuk melihat apakah telah timbul
pola menstruasi yang normal. Banyak pasien yang mengalami anovulasi kronik
dan pengobatan berkelanjutan diperlukan. Paparan estrogen kronik dapat
menimbulkan endometrium yang berdarah banyak selama penarikan progestin .
Speroff menganjurkan pengobatan dengan menggunakan kombinasi kontrasepsi
oral dengan regimen menurun secara bertahap. Dua hingga empat pil diberikan
setiap hari setiap enam hingga duabelas jam , selama 5 sampai 7 hari untuk
mengontrol perdarahan akut. Formula ini biasanya mengontrol perdarahan akut
dalam 24 hingga 48 jam ; penghentian obat akan menimbulkan perdarahan
berat. Pada hari ke 5 perdarahan ini, mulai diberikan kontrasepsi oral siklik
dosis rendah dan diulangi selama 3 siklus agar terjadi regresi teratur
endometrium yang berproliferasi berlebihan. Cara lain, dosis pil kombinasi
dapat diturunkan bertahap ( 4 kali sehari, kemudian 3 kali sehari, kemudian 2
kali sehari ) selama 3 hingga 6 hari, dan kemudian dilanjutkan sekali setiap
hari. Kombinasi kontrasepsi oral menginduksi atrofi endometrium, karena
paparan estrogen progestin kronik akan menekan gonadotropin pituitari dan
menghambat steroidogenesis endogen. Kombinasi ini berguna untuk tatalaksana
DUB jangka panjang pada pasien tanpa kontraindikasi dengan manfaat
tambahan yaitu mencegah kehamilan. Khususnya untuk pasien perimenarche,
perdarahan berat yang lama dapat mengelupaskan endometrium basal, sehingga
tidak responsif terhadap progestin. Kuretase untuk mengontrol perdarahan
dikontraindikasikan karena tingginya resiko terjadinya sinekia intrauterin
( sindroma Asherman ) jika endometrium basal dikuret. OC aman pada wanita
hingga usia 40 dan diatasnya yang tidak obes, tidak merokok, dan tidak
hipertensi.
3. Golongan progesterone
14
OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan obat anti inflamasi non steroid.
Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling efektif jika diberikan
selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi yang diharapkan pada
pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai pada onset menstruasi dan
dilanjutkan selama espisode perdarahan dan berhasil baik. Obat ini mengurangi
kehilangan darah selama menstruasi ( mensturual blood loss / MBL ) dan
manfaatnya paling besar pada DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan
prostanoid paling tinggi.
Mengatur menstruasi agar kembali normal
Setelah perdarahan berhenti, langkah selanjutnya adalah pengobatan
untuk mengatur siklus menstruasi, misalnya dengan pemberian: Golongan
progesteron: 21 tablet diminum selama 10 hari. Minum obat dimulai pada
hari ke 14-15 menstruasi.
Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr%.
Terapi yang ini diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit
atau klinik. Sekantong darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar
hemoglobin (Hb) 0,75 gr%. Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi
10 gr% maka kira-kira perlu sekitar 4 kantong darah.
12. Prognosis
Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi)
a. Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat
memberikan angka kesembuhan hingga 90 %.
b. Pada wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi,
dapat diobati dengan hasil baik.
15
2.
3.
4.
5.
6.
b. Analisa Data
1. P : Kekurangan volume cairan
E : Perdarahan banyak dan Intake tidak seimbang dengan output
S : Ps mengeluh haus dan selalu ingin minum
Ps lemas
Proses terjadi :
Pasien yang mengalami pendarahan yang banyak serta intake cairan yang
tidak adekuat sehingga terjadi ketidak seimbangan cairan dalam tubuh
Akibat bila tidak ditanggulangi : Syok hypovolemik
2. P : Ansietas
E : Siklus perdarahan yang banyak dan panjang
S : Ps mengatakan khawatir dengan keadaan yang dialaminya sekarang.
Ps terlihat tegang dan sering bengong
Proses terjadi :
Pasien belum pernah mendapatkan informasi dan belum pernah mempunyai
pengalaman yang sama sehingga menyebabkan dia menjadi cemas.
Akibat bila tidak ditanggulangi :
Menghambat proses penyembuhan
3. P : Resiko infeksi berulang
16
3. Intervensi Keperawatan
Dx
Tujuan dan KH
Setelah
Intervensi
diberikan
askep 1.
Rasional
Evaluasi, laporan 1.
serta
pasien
membantu
menbedakan
diagnosis.
lakukan
pembalut,
a.
Input
mengalami
dan
output
2.
seimbang
b.
Vital
sign
c.
perhitungan
kemudian
intrusikan
untuk
batas normal
ibu
menghindari
valsalva
sifat
timabang pembalut.
Lakukan
tirah
baring,
dalam
dan
kehilangan
darah
tidak
catat
Perkirakan
manuver
dan
koitus.
berat
pembalut
sama
tekanan
3.
Posisikan
ibu
panggul
merangsang
perdarahan.
3. Menjamin keadekuatan
darah yang tersedia untuk
otak, peninggian panggul
menghinfari
semifowler.
vena
konvresi
kaya.
Posisi
semifowler
memungkinkan
bertinadak
janin
sebagai
tampon.
Catat tanda-tanda
4.
vital
pengisian
kapiler
beratnya
kehilangan
perubahan
pada
Pantau
18
4. Membantu menentukan
sifat
6.
pemeriksaan
daerah
6.
Pantau
masukan
keluaran
Dapatkan
Dapat
meningkatkan
hemoragi
atau
dan
peristiwa hemoragi.
Hindari
7.
hemoragi
cairan.
sampel
urin
7.
Menentukan
kehilangan
luasnysa
cairan
dan
8.Bunyi
nafas
adventitus
9.
ketidaktepatan
kelebihan pergantian.
Kolaborasi:
dapatkan
atau
pemeriksaan
hilang
dan
memberi
dapat
informasi
dan nutrian .
10.
Berikan
intravena
larutan
ekspander,
kemasan
sesuai
10.meningkatkan
darah
volume
sirkulasi
mengatasi
dan
gejala-gejala
syok.
indikasi .
2.
Setelah
dilakukan
1. Kejadian
perdarahan
statusfisiologis,status
potensial
merusak
sirkulasi,
kehamilan
darah.
keperawatan
asuhan 1. Perhatikan
selama
KH :
dan
volume
kemungkinan
menyebabkan
19
dan
a.
Denyut
jantung
hipovolemia
2. Catat kehilangan darah
berkurang.
atau
hipoksia uteroplasma.
2. Kehilangan
darah
secara
berlebihan
menurunkan
uterus
perfusi
plasenta.
3. Menghilangkan tekanan
3. Anjurkan
tirah
baring
meningkatkan sirkulasi
plasenta dan pertukaran
oksigen.
4. Bermanfaat
4. Kolaborasi
dalam
pemberian
suplemen
dalammenentukan janin
apakah
keadaan asfisksia.
5. Mempertahan volume
indikasi.
5. Ganti kehilangan darah
serum,
darah Hb.
Setelah
diberikan
selama
3x
24
askep 1.
peningkatann
suhu
tidak
tubuh
dengan
amnion
implikasi
cairan
menunjukkan
terhadap
pemberian oksigen.
1.Dengan
diharapkan
dalam
atau cairan
3.
janin
TTV
dapat
mengobservasi
mengetahui
terjadi
(36 -37 C ).
2.
tubuh pasien
Pasien mengatakan
Beri banyak minum
badanya tidak panas lagi.
( +1200-1600 cc/hari).
e.
tidak teraba hangat
dan beri kompres hangat di
d.
20
3.
menurunkan
suhu
tubuh.
Delegatif
pemberian
obat
Setelah
dilakukan
asuhan
dalam
mendiagnosis
kontraksi
menentukan
uterus
abdomen.
2. Kaji stres fisiologis dan
sifat emosional terhadap
kejadian.
dan
tindakan
memperberat
ketidaknyamanan karena
sindrom
ketegangan
lingkungan
tenang
dan
yang
aktivitas
mengunakan
relaksasi
tingkat
4.meningkatkan
kenyamanan
5.
Stelah
diberikan
selama
x24
diharapkan
beraktivitas
seperti
mengurangi nyeri.
askep 1. Anjurkan pasien untuk 1.
Melatih
pemenuhan
jam melakukan mobilisasi dini
ADLsendiri mungkin
pasien
biasa
beraktivitas.
21
dini
setelah baketri
perdarahan
jumlah
dalam
tangan
dapat
operasi
memenuhi kebutuhan
ADLnya
6.
Setelah
diberikan
selama
diharapkan
askep 1.
x15
mnt
infeksi
tidak
Diskusikan
pentingnya
infeksi
tidak terjadi
2. tidak
mencuci
terjadi
mencegah
Setelah
diberikan
selama
diharapkan
pasien
15
dapat
mencegah infeksi.
rasa
cemas
berkurang
dengan
kriteria hasil :
untuk
rasa cemasnya
2. Libatkan keluarga dalam 2.Peran
terjadinya
infeksi.
3.
7.
1.Mencegah infeksi
perawatan pasien
tentang
keluarga
secara
penyakitnya.
b. Pasien paham tentang
penyakitnya.
c. Pasien tidak
dan kahwatir.
gelisah
3. Beri
HE
penyakitnya
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukn sesuai dengan intervensi.
5. Evaluasi
22
mengurangi
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dysfunctional uterine bleeding (DUP) atau perdarahan uterus disfungsional
adalah perdarahan abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus maupun di luar siklus
menstruasi,
karena
gangguan
fungsi
mekanisme
pengaturan
hormon
DAFTAR PUSTAKA
Arif,mansjoer,2001.Kapita Selekta Kedokteran.edisi 3 jilid 1.Jakarta:Media
Aesculapius
24
Bobak dkk. 2005 . Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Guyton,artha.C.1990.Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit.alih bahasa.edisi
3.Jakarta:EGC
Sivia,A Price.2005.Patofisiologi.edisi 6.Jakarta:EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Dokter Umum. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Manjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakartka:
Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Ed. 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
25