Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan di dunia sebagai profesi lahir sejak tahun 1858 ketika Florence
nightingale yang di kenal sebagai the lady of the lamp memberikan pelayanan
keperawatan yang berbasis pada ilmu pengetahuan, keperawatan di Indonesia,
telah lahir sejak tahun 1816 ketika penjajahan belandadan berkembang dengan di
bukanya sekolash keperawatan setara diploma pada tahun 1962 dan setara sekolah
keperawatan setara sarjana pada tahun 1985 (Hidayat, 2007). Keperawatan
sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral yang tidak dapat
dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Selain itu
pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu baik buruknya mutu
dan citra instituasi pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan utamanya di rumah
sakit, pelayanan keperawatan mempunyai posisi yang sangat strategis dalam
menentukan mutu karena jumlah perawat terbanyak dari profesi lain dan paling
lama kontak dengan klien, sehingga keperawatan merupakan ujung tombak
pelayanan kesehatan dan sering digunakan sebagai indikator pelayanan kesehatan
yang bermutu, serta berperan dalam menentukan tingkat kepuasan klien (Priyanto,
2010).

Tuntutan pelayanan kesehatan profesional dengan standar internasional sangat


dibutuhkan saat ini. Standar internasional di Indonesia mengacu pada Joint
Commission Internasional (JCI) (Kemenkes RI, 2011). Fokus Joint Commission
Internasional adalah meningkatkan keselamatan pasien melalui penyediaan jasa
akreditasi internasional (Elizabeth, 2010). Keselamatan pasien dirumah sakit
merupakan sistem pelayanan di rumah sakit yang dapat memberikan rasa aman

1
kepada pasien dalam memberikan asuhan kesehatan. Keselamatan pasien
merupakan prioritas utama yang dilaksanakan terkait mutu pelayanan dan citra
rumah sakit (Depkes,2011 dalam Harus, 2015). Menurut Joint Commission
Internasional ada enam indikator keselamatan pasien di rumah sakit dan salah
satunya adalah risiko jatuh pasien (Joint Commission Internasional, 2015).

Risiko jatuh pasien adalah peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2016). Pasien jatuh di rumah sakit
merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan cedera ringan sampai
dengan kematian, selain itu dapat memperpanjang lama hari rawat (Length of
Stay/LOS) di rumah sakit dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit
(Joint Commission Internasional, 2015). Menurut JCI dalam Sentinel Alert Event
tahun 2015 di United States pasien jatuh dirumah sakit menyebabkan cedera 30-
50%, peningkatan hari rawat rata-rata 6,3 hari. Dampak lainnya yang ditimbulkan
dari insiden jatuh dapat menyebabkan kejadian yang tidak diharapkan seperti luka
robek, fraktur, cedera kepala, perdarahan sampai kematian, menimbulkan trauma
psikologis, meningkatkan biaya perawatan pasien akibat penambahan tindakan
pemeriksaan diagnostik yang seharusnya tidak perlu dilakukan seperti CT Scan,
rontgen atau pemeriksaan diagnostik lainnya. Dampak bagi rumah sakit sendiri
adalah menimbulkan risiko tuntutan hukum karena dianggap lalai dalam
perawatan pasien (Miake-Lye, 2013).

Berdasarkan penelitian Barnet (2008) menyebutkan bahwa beberapa jenis


kelalaian yang berhubungan dengan kejadian pasien berisiko jatuh meliputi: tidak
adanya standar prosedur untuk pengkajian, ketidak mampuan perawat untuk
mengidentifikasi pasien terhadap peningkatan risiko cedera akibat jatuh, tidak
mampu mengelola pengkajian, terlambat mengelola pengkajian, tidak adanya
waktu yang konsisten untuk menilai kembali perubahan kondisi pasien, gagal
mengenali keterbatasan dari alat skrining risiko jatuh dan gagal mengkaji kembali

2
kondisi pasien selama dirawat di rumah sakit, kurangnya perhatian serta
kekonsistenan terhadap modifikasi ruangan sekitar pasien seperti kondisi aktif
atau belum aktifnya bed plang (pengaman tempat tidur) pasien dimana fungsi dari
bed plang yaitu sebagai suatu tindakan pencegahan terhadap jatuh.

Berdasarkan hasil kajian situasi selama dua hari di Ruang rawat inap Parkit,
didapatkan data bahwa dari 9 pasien, 7 orang pasien tidak mengaktifkan bed
plang (pengaman tempat tidur) tempat tidur dalam waktu 24 jam. Perawat sebagai
anggota inti tenaga kesehatan yang menjadi ujung tombak pemberi pelayanan
profesional keperawatan dirumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan dan memiliki peran yang besar untuk mewujudkan keselamatan pasien.
Perawat dapat menjadi change agent serta menciptakan suatu keteraturan dan
kesesuaian dalam mewujudkan profesionalisme perawat dan meningkatkan mutu
rumah sakit dengan menjamin keselamatan pasien (Semuel & Zulkarnain 2011).

Stase kepemimpinan dan manajemen keperawatan dalam tahap profesi ners


menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan teori-teori manajemen
berdasarkan disiplin ilmu keperawatan. Dalam konteks pembelajaran ini,
mahasiswa diberikan wahana berupa ruang rawat inap untuk dikelola dengan
pendekatan proses manjemen keperawatan, salah satunya adalah Ruang Rawat
Inap Parkit Rumah Sakit TNI AU dr. M. Salamun. Ruang parkit merupakan rung
perawatan kelas II dan kelas III khusus penyakit dalam untuk pasien laki – laki.
Ruang parkit dikelola oleh seorang kepala ruangan dengan lulusan Sarjana
Keperawatan yang sudah memiliki pengelaman kerja 13 tahun. Ruang parkit
terdiri atas 1 ruang kelas 2 dengan kapasitas tempat tidur terdiri atas 3 buah
tempat tidur, 18 ruang rawat inap, 6 ruang isolasi, 1 ruang penyimpanan obat dan
alat – alat, ruangan spoelhock serta 1 ruang ganti perawat dan 1 ruangan KaRu.
Ruang parkit juga memiliki nurse station yang terletak tepat di dekat pintu masuk
ruang Parkit. Jumlah tenaga kerja secara keseluruhan yaitu 14 orang : diantaanya

3
kepala ruangan 1 orang, wakil kepala ruangan 1 orang, CI 2 orang, perawat
pelaksana sebanyak 10 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan, dari 14 orang
perawat terdapat 1 orang lulusan S.kep. Ners., 5 orang S.kep, 8 orang D3
keperawatan ( Dokumentasi ruang Parkit, 2018).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan rumusan
masalah yakni “Bagaimana Pelaksanaan Kepemimpinan dan Manajemen
Pelayanan Keperawatan Di Ruang Parkit Rumah Sakit Angkatan Udara dr. M.
Salamun terkait Pemasangan Bed Plang Tempat Tidur Pasien dalam upaya
Pencegahan Kejadian Cedera akibat Jatuh?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan kajian analisis situasi (internal dan eksternal) di Ruang
Parkit mahasiswa mampu menyusun suatu rencana strategi untuk mengatasi
masalah dan mengaplikasikannya sesuai rencana kegiatan dengan
menunjukkan sikap keperawatan yang profesional dan bertanggung jawab.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menerapkan konsep, teori dan prinsip manajemen
keperawatan dalam tatanan pelayanan keperawatan
b. Mahasiswa mampu menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam
pengelolaan unit pelayanan keperawatan
c. Mahasiswa mampu menerapkan model-model atau tipe-tipe
kepemimpinan dalam unit pelayanan keperawatan
d. Mahasiswa mampu bekerja sama dalam tim keperawatan dan tim
kesehatan lainnya
e. Mahasiswa mampu melaksanakan analisis internal dan eksternal (SWOT)
di ruang parkit

4
f. Mahasiswa mampu melakukan analisis Fish Bone
g. Mahasiswa mampu mengaplikasikan rencana kegiatan yang telah di susun
berdasarkan prioritas kegiatan dan rencana kegiatan (POA)
h. Mahasiswa mampu membuat implementasi, evaluasi dan RTL

D. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data di lakukan dengan cara :
1. Observasi
Metode observasi dilakukan untuk mengumpulkan data kondisi fisik ruangan,
penggunaan teknik komunikasi perawat, serta meninjau aplikasi pemasangan
bed plang tempat tidur pasien. Observasi juga dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan dan pencatatan dengan meninjau langsung terhadap
faktor-faktor internal maupun eksternal.
2. Wawancara
Wawancara di lakukan dengan pengatur ruangan, penanggung jawab shift,
perawat pelaksana dan klien serta keluarga klien terkait dengan pelaksanaan
asuhan keperawatan.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan mempelajari data
dan catatan yang berhubungan dengan manajemen keperawatan.
4. Instrumen (ceklis observasi)
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data berupa ceklis observasi
yang digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan identifikasi.

E. Waktu
Praktik mata ajar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan program profesi
ners angkatan XIX di laksanakan selama 18 hari, di mulai pada tanggal 6
Agustus-25 Agustus 2018, di ruang Parkit Rumah Sakit Angkatan Udara dr. M.
Salamun Bandung.

5
F. Sistematika Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan laporan ini yakni menggunakan metode
deskriptif kuantitatif. Adapun sistematika dalam penulisan laporan ini adalah
sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan : berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,


waktu pelaksanaan praktik klinik, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan teoritis : berisi konsep manajemen, konsep analisis SWOT, Fish
Bone Diagram Analysis, perhitungan BOR dan LOS, cara perhitungan jumlah
perawat dan kategori tenaga keperawatan, Prinsip 7 benar pemberian obat,
sasaran keselamatan pasien (patient safety), Desinfeksi menggunakan alkohol
swab, Konsep mencuci tangan.

BAB III berisi hasil analisis situasi ruang Parkit, yang terdiri dari profil rumah
Sakit dr. M. Salamun dan ruang Parkit, kapasitas tempat tidur, BOR ruang Parkit,
tingkat ketergantungan klien, kebutuhan tenaga perawat, LOS ruang Parkit,
tenaga kerja di ruang Parkit, Penyakit terbesar di ruang Parkit, SWOT, Fish Bone,
Planning of Action.

BAB IV tersusun atas uraian implementasi serta evaluasi hasil implementasi


berdasarkan Planning of Action yang terlah direncanakan.

BAB V berisi kesimpulan yang mencakup seuruh isi laporan akhir dan saran

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Manajemen
1.Pengertian Manajemen
Menurut Terry (2010) menejemen merupakan suatu proses khas yang terdiri
atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Menurut Gillies (Nursalam,
2011), manajemen adalah suatu proses dalam menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain dan manajemen keperawatan adalah suatu proses kerja
melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan
secara profesional. Manajer keperawatan dituntut untuk merencanakan,
mengorganisasi, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang
tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan seekfektif dan
seefisien mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat.
2. Fungsi-Fungsi Manajemen
a. Planning (perencanaan)
Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi
sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk
mencapainya, melalui perencanaan yang akan daoat ditetapkan tugas-
tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai
pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi serta menetapkan
sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam menjalankan tugas-
tugasnya
b. Organizing (pengorganisasian)

7
Rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber data
yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk
mencapai tujuan organisasi.
c. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan
Proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja
secara optimal dan melakukan tugas- tugasnya sesuai dengan
keterampilan yang mereka miliki sesuai dengan dukungan sumber daya
yang tersedia.
d. Controlling (pengawasan, monitoring)
Proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan rencana kerja
yang sudah disusun dan mengadakan koreksi terhadap penyimpangan
yang terjadi.
e. Staffing
Kegiatan yang berhubungan dengan kepegawaian meliputi: rekruitmen,
wawancara, mengorientasikan staf, menjadwalkan dan
mengsosialisasikan pegawai baru serta pengembangan staf (Asmuji,
2013). Unsur yang dikelola sebagai sumber manajemen adalah man,
money, material, method, machine, dan Environtmen.
3. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan
Prinsip-prinsip yang mendasari manajemen keperawatan :
a. Manajemen keperawatan adalah perencanaan.
Perencanaan merupakan yang utama untuk seluruh aktivitas atau dari
fungsi-fungsi manajemen. Perencanaan akan menolong pekerja-pekerja
mencapai kepuasan bekerja. Nursalam (2011) menspesifikasikan 6 tahap
dalam proses perencanaan:
a) tahap merancang; b) tahap delegasi; c) tahap mendidik; d) tahap
perkembangan; e) tahap implementasi; f) tahap tindak lanjut.

8
b. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif.
Keberhasilan rencana perawat klinis dipengaruhi oleh penggunaan
waktu yang efektif.
c. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan.Manajemen
keperawatan membutuhakan keputusan yang dibuat oleh perawat
manajer pada setiap tingkatan bagian di bangsal atau unit.
d. Manajemen keperawatan adalah suatu formulasi dan pencapaian tujuan
sosial. Perubahan sosial penting dalam hubungannya dengan kebutuhan
kesehatan orang miskin, orang yang tinggal di kota besar dan orang yang
berpaparan dengan polusi lingkungan.
e. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian. Pengorganisasian
adalah pengidentifikasian kebutuhan organisasi dari pernyataan misi
kerja yang dilakukan dan menyesuaikan desain organisasi dan struktur
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Ada empat bentuk stuktur
organisasi: 1) unit; 2) departemen; 3) puncak: divisi atau tingkat
eksekutif dari manajemen organisasi; 4) tingkat operasional, meliputi
semua fase pekerjaan dalam struktur organisasi.
f. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat
sosial, disiplin dan bidang studi. Divisi keperawatan mempunyai fungsi
manajemen tentang pemenuhan tujuan dan sasaran, tugas-tugas
manajemen dan kerja manajemen. Aktivitas-aktivitas ini dilakukanoleh
perawat manajer dengan jabatan yang menunjukkan peningkatan
tanggung jawab.
g. Manajemen keperawatan adalah bagian aktif divisi keperawatan. Divisi
keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk memperlihatkan
penampilan kerja yang baik.
h. Manajemen keperawatan mengarahkan dan memimpin.Pengarahan
adalah elemen tindakan dari manajemen keperawatan, proses

9
interpersonal yang dengannya petugas keperawatan menyelesaikan
sasaran keperawatan.
i. Manajemen keperawatan merupakan komunkasi efektif. Komunikasi
yang efektif akan mengurangi kesalahpahaman dan memberikan
persamaan pandangan, arah dan pengertian diantara pegawai.
j. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.
Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang meliputi
penilaian tentang pelaksanaan rencana yang telah dibuat, pemberian
instruksi dan menetapkan prinsip-prinsip melalui penetapan standar,
membandingkan penampilan dengan standar dan memperbaiki
kekurangan. Fungsi pengendalian dari manajemen keperawatan sering
disebut pengevaluasian (Swansburg, 2000).

4. Lingkup Manajemen Keperawatan


Upaya mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang
melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan (Nursalam, 2011). Pelayanan
kesehatan kemudian menjadi hak yang paling mendasar bagi semua orang
dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan membutuhkan
upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada (Nursalam, 2011). Pelayanan
kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran
pelayanan keperawatan yang terdapat didalamnya (Nursalam, 2011).

Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer keperawatan yang


efektif sudah semestinya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan
perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi:
a. Menetapkan penggunaan proses keperawatan.
b. Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan.Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang
dilaksanakan oleh perawat.

10
c. Menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil keperawatan.
d. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan (Nursalam, 2011).
5. Proses Manajemen Keperawatan
Menurut Terry dan Leslie (2010) proses manajemen keperawatan terdiri
atas:
a. Pengkajian (Pengumpulan Data)
Pada tahap ini perawat dituntut tidak hanya mengumpulkan informasi
tentang keadaan klien, melainkan juga mengenai institusi (rumah
sakit/puskesmas), tenaga keperawatan, administrasi, dan bagian
keuangan yang akan mempengaruhi fungsi organisasi keperawatan
secara keseluruhan.Pada tahap ini, perawat harus mampu
mempertahankan level yang tinggi bagi efisiensi salah satu bagian
dengan cara menggunakan ukuran pengawasan untuk
mengidentifikasikan masalah dengan segera, dan setelah terbentuk
kemudian dievaluasi apakah rencana tersebut perlu diubah atau ada hal-
hal yang perlu dikoreksi.
b. Perencanaan
Perencanaan disini dimaksudkan untuk menyusun suatu rencana yang
strategis dalam mencapai tujuan, seperti menentukan kebutuhan dalam
asuhan keperawatan kepada semua klien, menegakkan tujuan,
mengalokasikan anggaran belanja, memutuskan ukuran  dan tipe tenaga
keperawatan yang dibutuhkan, membuat pola struktur organisasi yang
dapat mengoptimalkan efektifitas staf serta menegakkan kebijaksanaan
dan prosedur operasional untuk mencapai visi dan misi yang telah
ditetapkan.
c. Pelaksanaan
Pada tahap ini manajemen keperawatan memerlukan kerja melalui orang
lain, maka tahap implementasi di dalam proses manajemen terdiri dari

11
bagaimana memimpin orang lain untuk menjalankan tindakan yang telah
direncanakan.
d. Evaluasi
Tahap akhir dari proses manajerial adalah melakukan evaluasi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan. Pada tahap ini manajemen akan
memberikan nilai seberapa jauh staf mampu melaksanakan tugasnya dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung dalam
pelaksanaan.

B. Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Terry dan Leslie (2010) mengartikan bahwa kepemimpinan adalah
aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai
tujuan organisasi. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk
mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya. Seorang pemimpin yang baik harus pandai dalam mengambil
keputusan yang tepat dan beredukasi pada tindakan atau action.

Martinis Yamin dan Maisah (2010) kepemimpinan adalah suatu proses


mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola anggota
kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan
merupakan bentuk strategi atau teori memimpin yang tentunya dilakukan
oleh orang yang biasa kita sebut sebagai pemimpin. Pemimpin adalah
seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan
bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam
mencapai tujuan. Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang
formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan
yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi

12
demi mencapai tujuan perusahaan. Pemimpin pertama-tama harus seorang
yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik
dalam diri para bawahannya. Secara sederhana pemimpin yang baik
adalah seorang yang membantu mengembangkan orang lain. Seorang
pemimpin harus menjadi role model yang baik dalam cara
kepemimpinannya, dalam pelaksanaan tugas maupun dalam membangun
kerja sama dan bekerja sama dengan orang lain termasuk dengan
bawahannya

Seorang pemimpin yang efektif harus memiliki kualitas diri dan kualitas
perilaku sebagai berikut : integritas, berani mengambil resiko, inisiatif,
energi, optimis, pantang menyerah (perseverance), seimbang, kemampuan
menghadapi stress, dan kesadaran diri serta memiliki kualitas perilaku
seperti: berpikir kritis, menyelesaikan masalah (solve problem),
menghormati/menghargai orang lain, kemampuan berkomunikasi yang
baik, punya tujuan dan mengkomunikasikan visi dan meningkatkan
kemampuan diri dan orang lain (Martinis Yamin dan Maisah, 2010)

2. Teori Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan


Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu perilaku
pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan
latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan
pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika
profesi kepemimpinan. Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung
pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin,
yang menyangkut kemampuan dalam memimpin. Perwujudan tersebut
biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
(Marquis, 2010).

13
3. Tipologi Kepemimpinan
Menurut Sutikno (2014) gaya kepemimpinan berkembang menjadi
beberapa tipe kepemimpinan, diantaranya adalah sebagian berikut :
a. Tipe Otokratis
Tipe kepemimpinan ini menganggap bahwa kepemimpinan adalah
hak pribadinya (pemimpin), sehingga ia tidak perlu berkonsultasi
dengan orang lain dan tidak boleh ada orang lain yang turut campur.
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian
karateristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang
negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang egois.
Seorang pemimpin otokratik akan menunjukan sikap yang
menonjolakan keakuannya, dan selalu mengabaikan peranan bawahan
dalam proses pengambilan keputusan, tidak mau menerima saran dan
pandangan bawahannya.
b. Tipe Militeristik
Pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin
organisasi militer. Pemimpin yang bertipe militeristik ialah pemimpin
dalam menggerakan bawahannya lebih sering mempergunakan sistem
perintah, senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, dan
senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan. Menuntut disiplin
yang tinggi dan kaku dari bawahannya, dan sukar menerima kritikan
dari bawahannya.
c. Tipe Paternalistis
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya
dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan
bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar
pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi
dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh
petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan

14
kesejahteraan bawahannya. Pemimpin yang paternalistik
mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan
penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan
organisasi.
d. Tipe Karismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik khusus
yaitu daya tariknya yang sangat memikat, sehingga mampu
memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak
selalu dapat menjelaskan secara konkrit mengapa orang tersebut itu
dikagumi. Hingga sekarang, para ahli belum berhasil menemukan
sebab-sebab mengapa seorang pemimpinmemiliki kharisma. Yang
diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya
penarik yang amat besar.
e. Tipe Demokratis
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi
modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki
karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan
selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk
yang termulia di dunia; selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan
pribadi dari pada bawahannya; senang menerima saran, pendapat, dan
bahkan kritik dari bawahannya; selalu berusaha mengutamakan
kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan; ikhlas
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya
untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu
tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk
berbuat kesalahan yang lain; selalu berusaha untuk menjadikan

15
bawahannya lebih sukses daripadanya; dan berusaha mengembangkan
kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

C. Konsep Analisis SWOT


1. Pengertian Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisisi ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang
(oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (threats). SWOT merupakan singkatan dari
strength (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity (peluang) dan
threats (ancaman). Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan
dan kelemahan internal organisasi dengan peluang dan ancaman
lingkungan eksternal organisasi.

Pendekatan ini mencoba menyeimbangkan kekuatan dankelemahan


internal organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal
organisasi.
a. Kekuatan (strength) adalah suatu kondisi di mana perusahaan mampu
melakukan semua tugasnya secara sangat baik (diatas rata-rata
industri).
b. Kelemahan (weakness) adalah kondisi di mana perusahaan kurang
mampu melaksanakan tugasnya dengan baik di karenakan sarana dan
prasarananya kurang mencukupi.
c. Peluang (opportunity) adalah suatu potensi bisnis menguntungkan
yang dapat diraih oleh perusahaan yang masih belum di kuasai oleh
pihak pesaing dan masih belum tersentuh oleh pihak manapun.
d. Ancaman (threats) adalah suatu keadaan di mana perusahaan
mengalami kesulitan yang disebabkan oleh kinerja pihak pesaing,

16
yang jika dibiarkan maka perusahaan akan mengalami kesulitan
dikemudiaan hari.

2. Tujuan Analisis SWOT


Analisis SWOT dapat pula digunakan untuk berbagai keperluan.
Sebagaimana Sukristono (1995) menjelaskan bahwa analisis SWOT dapat
digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
a. Apabila analisis tersebut dimaksudkan untuk menilai data dan
informasi guna keperluan penyusunan rencana strategi untuk
keseluruhan perusahaan (corporate level strategic planning) maka
data dan informasi yang dinilai adalah data dan informasi yang
mencakup keseluruhan perusahaan. Demikian pula halnya dengan
asumsi-asumsi yang disusun. Hasil analisis SWOT untuk tujuan ini
adalah memberikan gambaran posisi suatu perusahaan yang
menggambarkan strengths dan weaknesess perusahaan secara
keseluruhan atau SWOT overall (analisis SWOT dengan tujuan inilah
yang dapat digunakan sebagai tools di dalam melakukan audit
pemasaran).
b. Sedangkan apabila analisis SWOT dimaksudkan untuk tujuan menilai
data dan informasi suatu Strategi Business Unit (SBU) (strengths dan
weaknesess SBU) maka analisis SWOT dimaksudkan sebagai analisis
dalam rangka penyusunan rencana strategis suatu SBU.
c. Analisis SWOT dapat juga ditujukan untuk penyusunan rencana
operasional atau program kerja fungsional. Karenanya, analisis untuk
tujuan ini disebut pula dengan analisis SWOT fungsional. Dalam
analisis SWOT fungsional, data dan informasi intern yang dianalisis
adalah data dan informasi yang berasal dari suatu bidang kegiatan
tertentu atau bidang unit kerja tertentu. Sedangkan data eksteren
adalah data yang relevan dengan bidang kerja yang bersangkutan.

17
Bidang-bidang tersebut dapat berupa bidang pemasaran, keuangan,
logistik, dan lain sebagainya. Tentunya hasil analisis SWOT ini dapat
pula menghasilkan rencana tujuan-tujuan, sasaran-sasaran serta
strategi bidang kerja yang bersangkutan.

3. Matriks SWOT
Matriks SWOT memerlukan key success factor dari lingkungan eksternal
dan internal dengan jadgement yang baik. Ada 4 strategi SO, Strategi SO,
Strategi WO, Srtategi ST, dan Strategi WT dengan penjelasan sebagai
berikut:
a. Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
perusahaan.
b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang
bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal
perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
c. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk
menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancama
eksternal.
d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi untuk bertahan
dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghidari
ancaman.

Internal Streghts-S Weakness –W


Catatalah kekuatan- Catatlah kelemahan-
kekuatan internal kelemahan internal
Eksternal perusahaan perusahaan
Opportunities-O Strategi SO Strategi WO
Catatlah peluang- Daftar kekuatan untuk Daftar untuk memperkecil
peluang eksternal meraih keuntungan kelemahan dengan

18
dari peluang yang ada
memanfaatkan keuntungan
yang ada
dari peluang yang ada
Threats-T Straregi ST Strategi WT
Catatlah Daftar kekuatan untuk Daftar untuk memperkecil
ancaman- menghindari ancaman kelemahan dan
ancaman ekternal menghindari ancaman.
yang ada

D. Konsep Fishbone
Menurut Marquis, L Bessie dan Carol J. Huston (2009), Analisa tulang ikan
dipakai jika ada perlu untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari
satu masalah atau pokok persoalan dengan cara yang mudah dimengerti dan
rapi. Juga alat ini membantu kita dalam menganalisis apa yang sesungguhnya
terjadi dalam proses yaitu dengan cara memecah proses menjadi sejumlah
kategori yang berkaitan dengan proses, mencakup manusia, material, mesin,
prosedur, kebijakan dan sebagainya.
1. Langkah-langkah
a. Menyiapkan sesi sebab-akibat
b. Mengidentifikasi akibat
c. Mengidentifikasi berbagai kategori.
d. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
e. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
f. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
g. Manfaat analisa tulang ikan
h. Memperjelas sebab-sebab suatu masalah atau persoalan
2. Langkah-langkah penerapan :
a. Langkah 1: Menyiapkan sesi Analisa Tulang Ikan yakni: analisa
tulang ikan kemungkinan akan menghabiskan waktu 50-60 menit,
peserta dibagi dalam kelompok maksimum 6 orang per kelompok,
dengan menggunakan alat curah pendapat memilih pelayanan atau

19
komponen pelayanan yang akan dianalisa, siapkan kartu dan kertas
flipchart untuk setiap kelompok, buatlah gambar pada flipchart,
tentukan seorang pencatat dengan tugas pencatat adalah mengisi
diagram tulang ikan.
b. Langkah 2: Mengidentifikasi akibat atau masalah yakni : Akibat atau
masalah yang akan ditangani tulislah pada kotak sebelah paling kanan
diagram tulang ikan. Misalnya Laporan Anggaran Akhir bulan
terlambat.
c. Langkah 3: Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama yakni:
Dari garis horizontal utama, ada empat garis diagonal yang menjadi
"cabang". Setiap cabang mewakili "sebab utama" dari masalah yang
ditulis, kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian
rupa sehingga masuk akal dengan situasi. Kategori-kategori ini bisa
diringkas seperti : sumber daya alam, sumber daya manusia, mesin,
materi, pengukuran, metode, mesin, material, manusia - (4m), tempat
(place), prosedur (procedure), manusia (people), kebijakan (policy) -
(4p), lingkungan (surrounding), pemasok (supplier), sistem (system),
keterampilan (skill) - (4s). Kategori tersebut hanya sebagai saran; bisa
menggunakan kategori lain yang dapat membantu mengatur gagasan-
gagasan. Sebaiknya tidak ada lebih dari 6 kotak.
d. Langkah 4: Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang
saran yakni : Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu
diuraikan dengan menggunakan curah pendapat, saat sebab-sebab
dikemukakan, tentukan bersama-sama dimana sebab tersebut harus
ditempatkan dalam diagram tulang ikan. (yaitu, tentukan di bawah
kategori yang mana gagasan tersebut harus ditempatkan. misalnya di
kategori mesin.), sebab-sebab ditulis pada garis horizontal sehingga
banyak "tulang" kecil keluar dari garis horizontal utama, suatu sebab
bisa ditulis dibawah lebih dari satu kategori sebab utama (misalnya,

20
menerima data yang terlambat bisa diletakkan dibawah manusia dan
sistem).
e. Langkah 5: Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama yakni:
Setelah setiap kategori diisi carilah sebab-sebab yang muncul pada
lebih dari satu kategori. Sebab-sebab inilah yang merupakan petunjuk
"sebab yang tampaknya paling mungkin " lingkarilah sebab yang
tampaknya paling memungkinkan pada diagram. Catat jawabannya
pada kertas flipchart terpisah.
f. Langkah 6: Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling
mungkin yakni: Diantara semua sebab-sebab, harus dicari sebab yang
paling mungkin, kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan
(sebab yang tampaknya paling memungkinkan) dan tanyakan ,
"mengapa ini sebabnya ?", pertanyaan "mengapa ?" akan membantu
anda sampai pada sebab pokok dari permasalahan teridentifikasi,
tanyakan "mengapa ?" sampai saat pertanyaan itu tidak bisa dijawab
lagi. kalau sudah sampai kesitu sebab pokok telah terindentifikasi.

E. Keselamatan Pasien (Patient Safety)


1. Pengertian Keselamatan Pasien
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah proses rumah sakit dalam
memberikan pelayanan dalam memberikan pelayanan pasien yang aman
termasuk dalam pengkajian risiko, identifikasi, dan menejemen risiko
terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan
menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko (UU 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43
dalam KKPRS, 2015). Proses tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cidera akibat dari tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya
(Depkes R.I, 2008).
2. Sasaran Keselamatan Pasien

21
Sasaran Keselamatan Pasien menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I (2011)
adalah :
a. Ketepatan identifikasi pasien
b. Peningkatan komunikasi efektif
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
d. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi
e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
f. Pengurangan pasien risiko jatuh

F. Risiko Jatuh
1. Pengertian Risiko
Risiko adalah kesempatan dari sesuatu yang memiliki dampak pada sesuatu
(Darmojo, 2011). Risiko juga dapat diartikan sebagai kejadian yang memiliki
dampak negatif dan merugikan yang dapat mencegah terciptanya manfaat atau
mengkikis manfaat yang telah ada. Risiko dapat disimpulkan sebagai kejadian
yang belum terjadi dan memiliki dampak negatif dalam berbagai hal.
2. Pasien Jatuh
a. Pengertian Pasien Jatuh
Jatuh adalah suatu kajadian dengan hasil seorang berbaring secara tidak
sengaja di tanah atau lantai atau permukaan yang lebih rendah (WHO
2004 dalam Miake-Lye et al, 2013). Jatuh merupakan suatu yang
dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian dengan
akibat seseorang mendadak terbaring atau duduk di lantai atau tempat
yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka
(Darmojo, 2011).

22
Jatuh memiliki definisi kejadian jatuh yang tidak disengaja dengan atau
tidak terjadinya luka dengan hasil pasien terbaring dilantai atau terbaring
diatas permukaan lain, atau orang lain atau objek lain (Weinberg, J et al,
2011). Apabila pasien jatuh dan berhasil berdiri atau kembali ketempat
semula (tempat tidur, kursi, atau commode) itu hanya dapat disebut
kejadian jatuh bila pasien terluka (Palomar Health, 2016).

Berdasar Internasional Classification of Diseases 9 Clinical


Modifications (ICD-9-CM), mengkategorikan jatuh mengunakan
beberapa code, yang mana semuanya memiliki pengertian yang luas;
tidak sengaja menabrak benda yang bergerak disebabkan keramaian yang
dapat menyebabkan jatuh, jatuh pada atau dari tangga atau eskalator,
jatuh dalam tingkat yang sama dari tabrakan, tekanan, atau saling dorong
dengan orang lain, bahkan jatuh dapat diartikan sebagai jatuh dari atau
keluar gedung atau bangunan lainya.
b. Jenis kejadian jatuh
Menurut Palomar Health Fall Prevention and Managemet (2016); Jenice
(2009), jatuh dibedakan menjadi :
1) Physiologic Falls
Jatuh yang disebabkan oleh satu atau lebih dari faktor intrinsik fisik,
dimana terdapat dua jenis Physiologic fall yaitu yang dapat dicegah
seperti dimensia, kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan,
efek obat, delirium, postural hipertensi dan yang tidak dapat dicegah
seperti stroke, TIA (Transient Ischaemic Attack), MI (Myocardial
Infarction), disritmia, seizure
2) Accidential Falls
Accidential falls terjadi bukan karena faktor fisik melainkan akibat
dari bahaya lingkungan atau kesalahan penilaian strategi dan desain
untuk memastikan lingkungan aman bagi pasien (Jenice, 2009).

23
Contoh hal-hal yang menyebakan jatuh seperti terpeleset karena
lantai licin akibat air atau urin.
Pasien berisiko jatuh saat mengunakan Intravena sebagai pegangan
saat berjalan dapat juga pasien terjatuh saat mencoba naik ke tempat
tidur atau dapat terjadi saat pasien berusaha meraih barang yang ada
disekatnya.
3) Unanticipated Falls
Jatuh yang masih berhubungan dengan kondisi fisik, tapi terjadi
karena kondisi yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Tindakan
pencegahan pada tipe ini hanya dapat dilakukan setelah terjadi jatuh,
dengan cara menganalisis dan mencari pencegahan yang tepat.
Contoh dari kondisi fisik yang tidak dapat diprediksi meliputi
pingsan dan kondisi fraktur patologis pada pinggul. Kejadian jatuh
seperti ini dapat terulang dengan kondisi dan sebab yang sama, oleh
karena itu perhatian perawat adalah dengan cara mencegah jatuh
untuk kedua kalinya atau mencegah pasien luka saat jatuh lagi
(Jenice, 2009).
4) Intentional Falls
Kejadian jatuh yang disengaja berdasakan alasan tertentu atau tujuan
tertentu contohnya jatuh untuk mendapatkan perhatian atau jatuh
untuk mengurangi nyeri atau berjongkok.
c. Faktor Penyebab Pasien Jatuh
Chun Ruby (2017); Pearson & Andrew (2011), menyertakan bahwa
faktor risiko jatuh dibagi menjadi faktor intrinsik (Patient-related risk
factors) dan faktor ektrinsik (Healthcare factors related to falls)
seperti yang dijelaskan berikut :
1) Faktor Intrinsik (Patient-Related Risk Factors)
Faktor risiko yang berasal dari dalam tubuh pasien biasanya
berasal dari penyakit yang menyertai pasien seperti :

24
a) Gangguan sensori dan Gangguan neurologi
Gangguan sensori dapat menurunkan kemampuan seseorang
dalam menilai dan mengantisipasi bahaya yang terdapat
dilingkunganya. Gangguan ini biasa terjadi pada golongan usia
dewasa-tua dimana perlemahan dan memburuknya
pengelihatan karena usia secara signifikan dapat meningkatkan
risiko dari jatuh.

Hasil studi yang dilakukan Skalska et al., pada golongan umur


responden (55-59 dan > 65 tahun) didapatkan hasil insiden
jatuh yang tinggi memiliki hubungan dengan gangguan
pengelihatan dan pendengaran, dengan kata lain semakin
tinggi gangguan pengelihatan dan pendengaran yang dialami
maka semakin tinggi pula risiko jatuh yang terjadi. Pasien
dengan gangguan neurologi seperti pingsan dan penurunan
kesadaran dapat menyebabkan pasien mendadak jatuh
sehingga pasien perlu dibutuhkan pengawasan dan observasi
khusus secara terus-menerus.
b) Gangguan kognitif
Demensia, delirium, dan penyakit perkinson memiliki
hubungan yang jelas dengan risiko terjadinya jatuh terutama
saat perilaku agitasi dan berkeliaran muncul. Selain itu
penurunan kognitif dan kognisi secara umum dapat
mempercepat risiko jatuh pada pasien dewasa tua tanpa
penyakit delirium atau tanpa penyakit dimensia (Feil dan
Gardner, 2012).
c) Gaya berjalan dan Gangguan keseimbangan
Gangguan berjalan dan keseimbangan sangat sering terjadi
pada lansia karena proses alami dari penuaan. Proses tersebut

25
menyebabkan penurunan kekuatan otot, gangguan
keseimbangan, dan penurunan kelenturan sendi. Selain proses
penuaan riwayat berjalan berjongkok dan mengunakan tongkat
juga dapat meningkatkan risiko dari jatuh, penyakit stroke
dapat menjadi salah satu penyebab gangguan keseimbangan,
hal tersebut karena pasien mengalami kelumpuhan sehingga
mengakibatkan pasien sulit berjalan atau bergerak.
d) Pengobatan
Banyak pasien tidak memahami pemakaian berbagai macam
obat dapat meningkatkan risiko jatuh. Pasien dengan
pemakaian obat antihipertensi dan psikiatrik lebih sering
terjadi jatuh (Majkusova & Jarosova, 2014). Pengobatan
kardiovasikular seperti deutetik dan antihipertensi dapat
mengakibatkan efek samping hipotensi yang dapat
menyebabkan pasien jatuh.
2) Faktor Ektrinsik (Healthcare Factors Related to Falls)
Faktor ini sebagian besar terjadi karena kondisi bahaya dari
lingkungan atau tempat atau ruangan di mana pasien dirawat,
seperti:
a) Kondisi lingkungan pasien
Pencahayaan ruangan yang kurang terang, lantai licin, tempat
berpegangan yang tidak kuat atau tidak stabil atau terletak
dibawah, tempat tidur yang tinggi, WC yang rendah atau
berjongkok, obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu
berjalan dapat meningkatkan risiko dari jatuh (Darmojo, 2004).
b) Lampu panggilan dan Alarm kursi atau tempat tidur
Lampu panggilan dan alarm kursi atau tempat tidur berperan
penting dalam pencegahan pasien jatuh karena pasien yang

26
ingin menuju kamar mandi dapat memberitahu perawat melalui
alarm yang tersedia untuk segera dibantu.
c) Tenaga profesional kesehatan dan sistem pelayanan
Selain kondisi lingkungan yang membahayakan pasien, sistem
dari pelayanan kesehatan juga berpengaruh terhadap terjadinya
pasien jatuh. Severo et al (2014), menyebutkan salah faktor
ektrinsik jatuh adalah tatanan rumah sakit dan proses kesehatan
profesional kesehatan khususnya dalam keperawatan.
d. Dampak Pasien Jatuh
Banyak dampak yang disebabkan karena insiden dari jatuh contoh
dampak pasien jatuh sebagai berikut :
1) Dampak Fisiologis
Dampak fisik yang disebabkan oleh jatuh berupa lecet, memar,
luka sobek, fraktur, cidera kepala, bahkan dalam kasus yang fatal
jatuh dapat mengakibatkan kematian.
2) Dampak Psikologis
Jatuh yang tidak menimbulkan dampak fisik dapat memicu
dampak psikologis seperti; ketakutan, anxiety, distress, depresi,
dan dapat mengurangi aktivitas fisik (Miake-Lye et al, 2013).
3) Dampak finansial
Pasien yang mengalami jatuh pada unit rawat inap dapat
menambah biaya perawatan, hal tersebut karena jatuh dapat
menyebabkan luka pada pasien.

e. Intervensi Pencegahan Pasien Jatuh


Tindakan intervensi pencegahan jatuh menurut Pearson & Andrew
(2011), melakukan perubahan fisiologis pasien seperti perubahan
aktivitas toileting pada pasien dewasa tua dengan gangguan kognitif
atau inkontinesia urin; perubahan lingkungan seperti menaikan batas

27
tempat tidur, menurunkan kasur, melapisi lantai dengan matras, dan
restrain pasien secara terbatas berdasarkan keperluan; dilanjutkan
pendidikan dan pelatihan staf kesehatan dalam program pencegahan
pasien jatuh.

Intervensi dalam mencegah terjadinya pasien jatuh dimulai dengan


melakukan asesmen risiko jatuh Morse Fall Scale (MFS). Hasil dari
penilaian MFS dilanjutkan dengan prosedur intervensi sesuai dengan
tinggi rendahnya skor MFS yang muncul. Intervensi yang dilakukan
pada pasien dengan risiko sedang atau tinggi jatuh dengan luka
memerlukan tindakan pencegahan yang lebih intersif untuk menjaga
keselamatan dan keamanan pasien, tindakan intervensi tersebut
menurut American Hospital Association (2014), adalah :
1) Meningkatkan intensitas dan kualitas observasi
Pasien dengan risiko tinggi cidera membutuhkan lebih banyak
frekuensi observasi dari pada pasien dengan tingkat yang lebih
rendah. Dalam meningkatkan observasi pasien gagasan yang
perlu diubah adalah dengan meningkatkan obeservasi secara
langsung kepada pasien seperti, dorong dan beri semangat kepada
anggota keluarga untuk mendampingi pasien kapanpun sebisanya.
2) Tempatkan pasien dengan risiko tinggi jatuh berdekatan dengan
ruangan perawat dan pada kondisi yang lebih terlihat oleh staf
rumah sakit, idealnya dalam satu garis pandang.
3) Datang keruangan pasien dengan lebih sering setiap 1-2 jam
dalam satu hari.
4) Kembangkan atau sarankan pengunaan jadwal toileting kepada
pasien.
5) Buat adaptasi lingkungan dan sediakan alat pribadi untuk
mengurangi risiko jatuh dengan luka.

28
Adaptasi lingkungan dapat disediakan untuk melindungi pasien
dari jatuh dan mengurangi risiko cidera, dan harus sejajar dengan
level risiko pasien jatuh. Untuk beberapa pasien intervensi
khusus atau intensif mungkin diperlukan. Beberapa hal yang
dapat meminimalkan pasien jatuh seperti; sediakan tempat anti
selip atau sandal anti selip, tambahkan tikar empuk di sebelah
tempat tidur pasien saat pasien istirahat.
6) Tempatkan perangkat alat bantu seperti alat bantu jalan atau
transfer bar di sisi bagian keluar tempat tidur.
7) Gunakan lampu malam untuk memastikan ruangan dapat
terlihat setiap saat.
8) Gunakan alarm kasur atau kursi untuk memperingatkan staf
secara cepat bila pasien bergerak.
9) Memasang pengaman tempat tidur (bed plang).
Pengaman tempat tidur atau bed plang dipasang pada seluruh
kriteria pasien. Bed plang tidak hanya dipasang pada pasien
yang berisiko jatuh. Bed plang mutlak dipasang pada pasien
sakit termasuk pasien rawat inap, IGD, dengan tujuan sebagai
suatu langkah preventif menekan kejadian jatuh.
10) Biarkan kasur pada seting paling rendah.
11) Ciptakan ruangan risiko tinggi jatuh khusus dengan modifikasi
ruangan seperti perabotan dengan ujung bulat tidak lancip dan
kamar mandi dengan toilet duduk yang ditinggikan, dan pasang
pengangan tangan di sekitar kamar mandi.

29
BAB III
KAJIAN SITUASI RUANG RAWAT INAP PARKIT

A. Profil Rumah Sakit Angkatan Udara dr. M . Salamun Bandung


Rumah Sakit TNI AU dr. M. Salamun adalah Rumah Sakit Militer tingkat II yang
berlokasi di Jln. Ciumbuleuit No.203, Cidadap, Bandung, Jawa Barat (40142),
Indonesia. Rumah sakit ini didirikan pada tanggal 19 Agustus 1961 dan
mendapatkan akreditasi paripurna pada tahun 2009. RS TNI AU dr. M. Salamun
memiliki
Visi
“Menjadi Rumah Sakit Rujukan Terbaik Di Jawa Barat”

30
Misi
1. Menyelengarakan Dukungan Kesehatan Yang Diperlukan Setiap Operasi Dan
Latihan TNI/TNI AU
2. Menyelengarakan Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu Terhadap Anggota
TNI/TNI AU Berikut Keluargannya Serta Masyarakat Umum
3. Meningkatkan Kemampuan Profesionalisme Personil Secara Bekesinambungan

Falsafah
“Jiwa Dan Semangat Pengabdian TNI Adalah Landasan Dalam Melaksanakan
Pelayanan Kesehatan”

Motto
HEBRING : Handal, Efisien, Bersih, Ramah, Ikhlas, Nyaman, Gemilang.

Landasan nilai dalam mencapai Visi dan Misi Rumah Sakit Angkatan Udara dr.
M. Salamun Bandung adalah “3S”, yaitu :
1. S – Senyum, yaitu memberikan pelayanan dengan ikhlas dan sabar yang
ditunjukkan dengan ekspresi wajah yang selalu senyum dan ramah kepada
semua orang.
2. S – Sapa, yaitu komunikasi verbal yang menunjukkan sikap perhatian dalam
rangka mendukung kesembuhan pasien.
3. S – Salam, yaitu bentuk silaturahmi dan doa terhadap kesembuhan pasien.

Tujuan rumah sakit angkatan udara dr. M. Salamun Bandung yakni :


1. Terselenggaranya dukungan kesehatan terhadap operasi dan latihan TNI/TNI
AU
2. Sebagai pusat rujukan rumah sakit TNI se-jawa barat
3. Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu bagi anggota TNI, PNS
beserta keluarganya serta masyarakat umum.

31
Ruang Parkit memiliki tenaga medis perawat sebanyak 14 orang perawat dengan
tingkat pendidikan S1 keperawatan Ners dan D3 keperawatan dengan masa kerja 1
tahun 4 bulan sampai 13 tahun.5 bulan. Pembagian jadwal dinas terbagi menjadi 3
shift yaitu dinas pagi, dinas sore, dan dinas malam yang telah disusun dan diatur oleh
kepala ruangan. Ruang parkit memiliki 27 bed, terdiri dari ruangan kelas II, III, dan
ruang isolasi (Buku Pedoman Pelayanan Ruang Rawat Inap Parkit, 2018).

B. Kajian Analisis SWOT


Pada tahap ini dilakukan analisis SWOT mengenai kekuatan dan kelemahan
(faktor internal) yang dimiliki oleh ruang Parkit sekaligus juga menganalisis
peluang dan ancaman (faktor eksternal) yang dihadapi oleh ruang Parkit.
1. Kekuatan (Strength)
a. Rumah Sakit TNI Angkatan Udara dr. M. Salamun adalah Rumah Sakit yang
terakreditasi Paripurna
b. Ruang Parkit merupakan ruang khusus penyakit dalam kelas II, III untuk
laki-laki
c. Ruang parkit dilengkapi dengan fasilitas telepon, monitor, alat dan bahan
penunjang pemberian pelayanan keperawatan yang cukup memadai.
d. Kepala ruangan ruang Parkit memiliki pengalaman bekerja selama 13 tahun
dan telah tersertifikasi.
e. Ruang Parkit memiliki kualifikasi tenaga perawat 1 S1 Keperawatan Ners, 4
perawat S1 Keperawatan, 8 perawat DIII keperawatan.
f. Ruang Parkit memiliki 105 Standar Operasional Prosedur
g. Tempat sampah pembuangan sampah infeksius dan non infeksius sudah
terpisah.
h. Telah tersedianya handrub di setiap kamar pasien, Nurse station, ruang
perawat, serta ruang isolasi.

32
i. Ruang Parkit memiliki tempat penyimpanan obat yang sesuai dengan
identitas masing-masing pasien
j. Ruang Parkit menyediakan sarana informasi kesehatan melalui pengadaan
leaflet di nurse station
k. Adanya mahasiswa Program Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Immanuel yang praktek di ruang Parkit.
l. Komunikasi perawat kepada pasien dan keluarga pasien sudah dilakukan
dengan baik dan efektif pada setiap timbang terima
m. Komunikasi antar perawat ruang Parkit sudah menunjukkan komunikasi
yang baik, dan berkesinambungan
n. Pemasangan gelang identitas pasien, gelang risiko jatuh, sudah dilakukan
secara optimal

2. Kelemahan (Weakness)
a. Belum optimalnya prosedur pemberian obat berdasarkan 7 benar obat terkait
informasi mengenai obat
b. Belum optimalnya pemasangan bed plang pasien
c. Belum optimalnya prosedur pemberian disinfektan pada saat pemberian obat
IV kepada pasien
d. Belum optimalnya edukasi cuci tangan yang benar kepada keluarga pasien

3. Peluang (opportunities)
a. Adanya kerja sama yang baik antara institusi pendidikan kesehatan dan
rumah sakit dalam kegiatan praktek klinik mahasiswa
b. Adanya STIKes atau lembaga pendidikan keperawatan yang membuka
program pendidikan lanjutan untuk kelas karyawan
c. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien
d. Ketentuan SNARS terkait keselamatan pasien

33
4. Ancaman (Threats)
a. Peningkatan teknologi informasi membuat masyarakat semakin kritis terkait
dengan mutu pelayanan kesehatan Rumah sakit
b. Terdapat rumah sakit dengan mutu dan pelayanan serta tenaga kesehatan
yang sama baiknya yang dapat menjadi kompetitor RSAU dr. M. Salamun.
c. Tingginya tuntutan masyarakat terkait pelayanan kesehatan profesional dan
berkualitas.

34
C. Matriks Strategi
Eksternal Strength (S) Weakness (W)

1. Rumah Sakit TNI Angkatan Udara dr. 1. Belum optimalnya prosedur pemberian
M. Salamun adalah Rumah Sakit yang obat berdasarkan 7 benar obat terkait
terakreditasi Paripurna informasi mengenai obat
2. Ruang Parkit merupakan ruang khusus 2. Belum optimalnya pemasangan bed
penyakit dalam kelas II, III untuk laki- plang pasien
laki 3. Belum optimalnya prosedur pemberian
3. Ruang parkit dilengkapi dengan fasilitas disinfektan pada saat pemberian obat
telepon, monitor, alat dan bahan IV kepada pasien
penunjang pemberian pelayanan 4. Belum optimalnya edukasi cuci tangan
keperawatan yang cukup memadai. yang benar kepada keluarga pasien
4. Kepala ruangan ruang Parkit memiliki baru.
pengalaman bekerja selama 13 tahun
dan telah tersertifikasi.
5. Ruang Parkit memiliki kualifikasi
tenaga perawat 1 S1 Keperawatan Ners,
Internal
4 perawat S1 Keperawatan, 8 perawat
DIII keperawatan.
6. Ruang Parkit memiliki 105 Standar
Operasional Prosedur

35
7. Tempat sampah pembuangan sampah
infeksius dan non infeksius sudah
terpisah.
8. Telah tersedianya handrub di setiap
kamar pasien, Nurse station, ruang
perawat, serta ruang isolasi.
9. Ruang Parkit memiliki tempat
penyimpanan obat yang sesuai dengan
identitas masing-masing pasien
10. Ruang Parkit menyediakan sarana
informasi kesehatan melalui pengadaan
leaflet di nurse station
11. Adanya mahasiswa Program Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Immanuel yang praktek di ruang Parkit.
12. Komunikasi antar perawat ruang Parkit
sudah menunjukkan komunikasi yang
baik, dan berkesinambungan
13. Komunikasi perawat kepada pasien dan
keluarga pasien sudah dilakukan dengan
baik dan efektif pada setiap timbang

36
terima
14. Pemasangan gelang identitas pasien, dan
gelang risiko jatuh, sudah dilakukan
secara optimal
Opportunities (O) : SO Strategi: WO Strategi :
1. Adanya kerja sama yang baik antara 1. Ruang Parkit memiliki tenaga 1. Dengan adanya penilaian mutu dalam
institusi pendidikan kesehatan dan keperawatan profesional, fasilitas pemberian pelayanan, RSAU dr. M.
rumah sakit dalam kegiatan praktek ruangan yang cukup memadai, serta Salamun menuntut tiap ruang
klinik mahasiswa kelengkapan Standar Operasional perawatan untuk mengoptimalkan
2. Adanya STIKes atau lembaga Prosedur diharapakan dapat pemberian asuhan perawatan sesuai
pendidikan keperawatan yang meningkatkan mutu pelayanan dengan standar operasional yang
membuka program pendidikan keperawatan dalam upaya berlaku
lanjutan untuk kelas karyawan mempertahankan akreditasi. 2. Resosialisasi terhadap tenaga
3. Peraturan Menteri Kesehatan 2. Dengan adanya STIKes atau lembaga keperawatan untuk
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun pendidikan keperawatan yang mengoptimalisasikan prosedur
2017 Tentang Keselamatan Pasien membuka kelas karyawan dapat pemberian obat sesuai dengan standar 7
4. Ketentuan SNARS terkait menangkap peluang kebijakan rumah benar obat
keselamatan pasien sakit bagi perawat untuk melanjutkan 3. Resosialisasi terhadap perawat dan
studi kejenjang yang lebih tinggi. kelurga klien terkait pentingnya
3. Hasil dari pembelajaran mahasiswa pengaktifan bed plang pasien dalam
praktikan khususnya mahasiswa upaya tindakan preventif risiko cedera

37
keperawatan manajemen dapat diadopsi dari kejadian jatuh
kemudian dipakai oleh rumah sakit 4. Resosialisasi dan coaching terhadap
sebagai bentuk pembaharuan suatu tenaga keperawatan terkait vitalnya
sistem pelayanan rumah sakit optimalisasi tindakan disinfektan
berdasarkan evidence based practice. (swab) pada saat akan melakukan
pemberian terapi injeksi IV
5. Melatih dan dilakukan pendampingan
kepada keluarga pasien baru terkait
dengan 5 moment ketika berada di
lingkungan pasien
6. Mengikutsertakan perawat untuk
mengikuti pelatihan patient safety
1.

Threats (T) : ST Strategi: WT Strategi :


1. Terdapat rumah sakit dengan mutu 1. Kualifikasi pendidikan Ners, S-1 dan D- 1. Memberikan reinforcement positif
dan pelayanan serta tenaga kesehatan III dengan kemampuan komunikasi kepada perawat dalam upaya
yang sama baiknya yang dapat yang baik dan berpikir kritis dapat peningkatan motivasi perawat dalam
menjadi kompetitor RSAU dr. M. memberikan pelayanan profesional dan pemberian tindakan keperawatan sesuai
Salamun. kompeten dalam menghadapi pola pikir SPO
2. Adanya peningkatan teknologi masyarakat yang semakin kritis
informasi yang membuat masyarakat 2. Adanya perawat dengan kualifikasi

38
semakin kritis dalam menilai pendidikan Ners, S-1 dan D-III
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. merupakan kekuatan untuk
3. Tingginya tuntutan masyarakat terkait memperkecil persaingan antar rumah
pelayanan kesehatan profesional dan sakit yang semakin kuat.
berkualitas.

39
D. Matriks IFE

N
Faktor Bobot Rating Skor
O
1. Kekuatan

1. Rumah Sakit TNI Angkatan Udara dr.


0.3 3 0.9
M. Salamun adalah Rumah Sakit yang
terakreditasi Paripurna
2. Ruang Parkit merupakan ruang khusus
0.04 3 0,12
penyakit dalam kelas II, III untuk laki-
laki
3. Ruang parkit dilengkapi dengan fasilitas
0.06 3 0,18
telepon, monitor, alat dan bahan
penunjang pemberian pelayanan
keperawatan yang cukup memadai.
4. Kepala ruangan ruang Parkit memiliki
0.06 3 0,18
pengalaman bekerja selama 13 tahun
dan telah tersertifikasi.
5. Ruang Parkit memiliki kualifikasi tenaga
0.05 3 0,15
perawat 1 S1 Keperawatan Ners, 4
perawat S1 Keperawatan, 8 perawat DIII
keperawatan.
6. Ruang Parkit memiliki 105 Standar
0.05 3 0,15
Operasional Prosedur
7. Tempat sampah pembuangan sampah
0.04 3 0,12
infeksius dan non infeksius sudah
terpisah.
8. Telah tersedianya handrub di setiap
0.03 3 0,09
kamar pasien, Nurse station, ruang

40
perawat, serta ruang isolasi.
9. Ruang Parkit memiliki tempat
penyimpanan obat yang sesuai dengan 0.03 3 0,09
identitas masing-masing pasien
10. Ruang Parkit menyediakan sarana
informasi kesehatan melalui pengadaan 0.04 3 0,12
leaflet di nurse station
11. Adanya mahasiswa Program Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 0.04 3 0,12
Immanuel yang praktek di ruang Parkit.
12. Komunikasi antar perawat ruang Parkit
sudah menunjukkan komunikasi yang
baik, dan berkesinambungan 0.02 3 0,06
13. Komunikasi perawat kepada pasien dan
keluarga pasien sudah dilakukan dengan
baik dan efektif pada setiap timbang 0,02 3 0,06
terima
14. Pemasangan gelang identitas pasien,
gelang risiko jatuh, sudah dilakukan
secara optimal 0.02 3 0,6

2. Kelemahan
1. Belum optimalnya prosedur pemberian 0,04 2 0,08
obat berdasarkan 7 benar obat terkait
informasi mengenai obat
2. Belum optimalnya pemasangan bed 0,04 1 0,04
plang pasien

41
3. Belum optimalnya prosedur pemberian 0,03 2 0,06
disinfektan pada saat pemberian obat IV
kepada pasien 0.03 2 0,06
4. Belum optimalnya edukasi cuci tangan
yang benar kepada keluarga pasien baru
Total nilai 1.0 2.42

Keterangan :
Rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang memiliki nilai :
1 = sangat lemah
2 = tidak begitu lemah
3 = cukup kuat
4 = sangat kuat
Jadi, rating mengacu pada kondisi RS, sedangkan bobot mengacu pada industri
dimna perusahan berada
1. Kalikan antara bobot dan rating dari masing-masing faktor untuk menentukan
nilai skor
2. Jumlah semua skor untuk mendapat skor total bagi RS yang dinilai. Nilai rata-
rata adalah 2,5. Jika nilai dibawah 2,5 menandakan bahwa secara internal, RS
adalah lemah, sedangkan nilai yang berada diatas 2,5 menunjukan posisi
internal yang kuat. Seperti halnya pada matriks EFE, matriks IFE terdiri dari
cukup banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada jumlah
bobot karena ia selaulu berjumlah 1,0.

E. Matriks EFE

42
No Faktor Bobot Reting Skor
1. Peluang
1. Adanya kerja sama yang baik antara 0,08 3 0,24
institusi pendidikan kesehatan dan rumah
sakit dalam kegiatan praktek klinik
mahasiswa
2. Adanya STIKes atau lembaga pendidikan 0,08 2 0,16
keperawatan yang membuka program
pendidikan lanjutan untuk kelas karyawan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik 0,1 4 0,4
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang
Keselamatan Pasien
4. Ketentuan SNARS terkait keselamatan 0,2 3 0,4
pasien
2. Ancaman
1. Peningkatan teknologi informasi membuat 0,2 3 0.6
masyarakat semakin kritis terkait dengan
mutu pelayanan kesehatan Rumah sakit
2. Terdapat rumah sakit dengan mutu dan 0,18 2 0.36
pelayanan serta tenaga kesehatan yang
sama baiknya yang dapat menjadi
kompetitor RSAU dr. M. Salamun.
3. Tingginya tuntutan masyarakat terkait 0,16 3 0.48
pelayanan kesehatan profesional dan
berkualitas.
Total 1.0 2.64

Keterangan :
Rating setiap critical success factors antara 1 sampai 4, dimana:

43
1= dibawah rata-rata
2 = rata-rata
3 = diatas rata-rata
4 = sangat bagus
Reting ditentukan berdasarkan efektifitas strategis rumah sakit. Dengan demikian
nilai didasarkan pada kondisi RS.
Jadi, reting mengacu pada kondisi RS, sedangkan bobot mengacu pada industri
dimana perusahan berada :
1. Kalikan antara bobot dan reting dari masing-masing faktor untuk menentukan
nilai skor
2. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahan yang
dinilai. Skor 4,0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespon dengan cara
yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancama-
ancaman di pasar industri. Sementara itu, skor total sebesar 1,0 menunjukan
bahwa perusahan tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak
menghindar ancaman-ancaman eksternal.

F. Matriks IFE EFE


IFE
3,0-4,0 2,0-2,99 1-1,99
3,0-4,0 I II III
EFE

IV V VI

VII VIII IX

2,0-2,99

44
1,0-1,9

G. Diagram Cartesius Analisis SWOT


T

,5

W 2 S
1

-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 1 2 3 4 5 6 7

-1

-2

-3

-4

-5

-6

-,7

O
Berdasarkan hasil dari diagram di atas, ruang Parkit berada pada kuadaran 1 yaitu
kuadran Aggressive Strategy. Kuadran ini menunjukan situasi yang sangat
menguntungkan. Ruangan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat
memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini
adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented
strategi).

H. Identifikasi masalah
a. Berdasarkan hasil observasi selama 2 hari, didapatkan data bahwa pada 9
pasien di Ruang Parkit, 7 pasien (78%) tidak mengaktifkan bed plang tempat
tidur dalam waktu 24 jam, 2 pasien (22%) sudah terpasang bed plang tempat

45
tidurnya. Identifikasi pasien risiko jatuh sudah dilakukan. Pemberian gelang
pada pasien berisiko jatuh telah dilakukan.

46
I. Analisis Fishbone
a. Belum optimalnya pemasangan bed plang pasien

MAN
Perawat belum menyadari pentingnya
pengaktifan bed plang pada tempat tidur MATERIAL
pasien Terdapat 1 tempat tidur pasien
Perawat belum memahami secara optimal dengan keadaan bed plang yang
kriteria pasien yang dipasang bed plang MONEY
- sudah rusak
Perawat jarang mengedukasi pasien dan
keluarga mengenai bed plang

PROBLEM
Belum optimalnya
pemasangan bed
plang pasien

METHODE MACHINE ENVIROMENT


- -
-

47
J. Planning of Action (POA)

No Masalah Tujuan Strategi Kegiatan Sasaran Waktu PJ


.
1. Belum 1. Meningkatkan 1. Koordinasi 1. Mereview Seluruh 06 – 25 Vera
optimalnya mutu pelayanan dengan kepala kembali kepada perawat dan Agustus Emasta
pemasangan rumah sakit ruangan dan CI perawat tiap keluarga 2018
bed plang 2. Suatu tindakan terkait overan agar yang menjaga
tempat tidur preventif untuk sosialisasi memperhatikan pasien di
pasien meminimalkan tentang sasaran gelang identitas ruang Parkit
risiko terjadinya keselamatan risiko jatuh pada RS TNI AU
kejadian cedera pasien dalam pasien Dr. M.
akibat jatuh pada hal mode 2. Review kepada Salamun
pasien pengaktifan perawat
3. Mencapai dan bed plang mengenai vital
mempertahankan 2. Kolaborasi dan mutlaknya
kejadian jatuh dengan kepala pemasangan bed
dengan point 0 ruangan, ketua plang pada
4. Bed plang pasien tim, maupun tempat tidur
terpasang perawat pasien
ruangan untuk 3. Coaching
edukasi kepada perawat
keluarga pasien pemasangan bed
mengenai vital plang tempat
dan mutlaknya tidur klien dalam
pemasangan upaya
bed plang pada pencegahan
pasien terhadap
kejadian jatuh

48
49
BAB IV
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

A. Implementasi
Setelah berkonsultasi dan mendapatkan persetujuan dari Kepala Ruangan, Wakil
kepala Ruangan, beserta CI untuk mengangkat masalah temuan, dilakukan
implementasi yang dimulai pada tanggal 14-15 Agustus 2018.
1. Implementasi belum optimalnya pemasangan bed plang tempat tidur
pasien
Berdasarkan hasil kajian situasi selama dua hari di Ruang rawat inap
Parkit, didapatkan data bahwa dari 9 pasien, 7 orang pasien tidak
mengaktifkan bed plang (pengaman tempat tidur) tempat tidur dalam
waktu 24 jam. Perawat mengatakan, cukup sulit untuk mempertahankan
bed plang tempat tidur terpasang. Keluarga pasien selalu menurunkan bed
plang tempat tidur yang sudah terpasang. Selain itu, sudah ada 1 keluarga
pasien yang menjaga pasien. Hal tersebut dirasa cukup untuk mencegah
terjadinya kejadian jatuh.

Tuntutan pelayanan kesehatan profesional dengan standar internasional


sangat dibutuhkan saat ini. Standar internasional di Indonesia mengacu
pada Joint Commission Internasional (JCI) (Kemenkes RI, 2011). Fokus
Joint Commission Internasional adalah meningkatkan keselamatan pasien
melalui penyediaan jasa akreditasi internasional (Elizabeth, 2010).
Keselamatan pasien dirumah sakit merupakan sistem pelayanan di rumah
sakit yang dapat memberikan rasa aman kepada pasien dalam memberikan
asuhan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama yang
dilaksanakan terkait mutu pelayanan dan citra rumah sakit (Depkes,2011

50
dalam Harus, 2015). Menurut Joint Commission Internasional ada enam
indikator keselamatan pasien di rumah sakit dan salah satunya adalah
risiko jatuh pasien (Joint Commission Internasional, 2015).

Risiko jatuh pasien adalah peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang


dapat menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2016). Pasien jatuh di rumah
sakit merupakan masalah yang serius karena dapat menyebabkan cedera
ringan sampai dengan kematian, selain itu dapat memperpanjang lama hari
rawat (Length of Stay/LOS) di rumah sakit dan akan menambah biaya
perawatan di rumah sakit (Joint Commission Internasional, 2015).
Menurut JCI dalam Sentinel Alert Event tahun 2015 di United States
pasien jatuh dirumah sakit menyebabkan cedera 30-50%, peningkatan hari
rawat rata-rata 6,3 hari. Dampak lainnya yang ditimbulkan dari insiden
jatuh dapat menyebabkan kejadian yang tidak diharapkan seperti luka
robek, fraktur, cedera kepala, perdarahan sampai kematian, menimbulkan
trauma psikologis, meningkatkan biaya perawatan pasien akibat
penambahan tindakan pemeriksaan diagnostik yang seharusnya tidak perlu
dilakukan seperti CT Scan, rontgen atau pemeriksaan diagnostik lainnya.
Dampak bagi rumah sakit sendiri adalah menimbulkan risiko tuntutan
hukum karena dianggap lalai dalam perawatan pasien (Miake-Lye, 2013).

Barnet (2008) menyebutkan bahwa beberapa jenis kelalaian yang


berhubungan dengan kejadian pasien berisiko jatuh meliputi: tidak adanya
standar prosedur untuk pengkajian, ketidak mampuan perawat untuk
mengidentifikasi pasien terhadap peningkatan risiko cedera akibat jatuh,
tidak mampu mengelola pengkajian, terlambat mengelola pengkajian,
tidak adanya waktu yang konsisten untuk menilai kembali perubahan
kondisi pasien, gagal mengenali keterbatasan dari alat skrining risiko jatuh
dan gagal mengkaji kembali kondisi pasien selama dirawat di rumah sakit,

51
kurangnya perhatian serta kekonsistenan terhadap modifikasi ruangan
sekitar pasien seperti kondisi aktif atau belum aktifnya bed plang
(pengaman tempat tidur) pasien dimana fungsi dari bed plang yaitu
sebagai suatu tindakan pencegahan terhadap jatuh.

Penelitian Setyarini (2012) dengan judul Kepatuhan perawat


melaksanakan Standar Prosedur Operasional : Pencegahan Pasien Jatuh
di Gedung Yosef 3 Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus
menyatakan bahwa tempat tidur pasien dapat menimbulkan risiko
terjadinya kejadian jatuh, terutama apabila pasien ditinggal sendiri. Maka
untuk mencegah jatuh, pagar pengaman tempat tidur (hek) harus selalu
terpasang dan perawat selalu menginformasikan pada keluarga pasien.

Pada tanggal 14 Agustus 2018, kelompok melakukan implementasi berupa


coaching kepada perawat di Ruang Parkit mengenai mutlaknya
pemasangan bed plang tempat tidur pasien. Kegiatan dilakukan pada saat
overan shift malam ke pagi pkl. 07.30 WIB. Kegiatan dihadiri oleh 8
Perawat termasuk Wakil Kepala Ruangan, CI, beserta dengan Katim.
Kegiatan dilakukan oleh kelompok dengan penanggung jawab saudari
Vera Emasta, S.Kep. Kegiatan diawali dengan literatur review, review
mengenai sasaran keselamatan pasien, coaching, kemudian demonstrasi
prosedur pemasangan bed plang serta menginformasikan kepada keluarga
pasien mengenai pentingnya pemasangan bed plang tempat tidur pasien
oleh kelompok kepada perawat.

Menurut kelompok, perlu dilakukan edukasi secara berkelanjutan oleh


perawat kepada pasien dan keluarga pasien terkait tujuan pemasangan
pagar pengaman tempat tidur (bed plang) sebagai bentuk pencegahan

52
terhadap kejadian jatuh serta dibudayakan pemasangan dan pemauntauan
pengaman tempat tidur pasien.
B. Evaluasi
Diagram 4.3 Frekuensi pasien dengan bed plang tempat tidur
yang sudah terpasang sebelum dilakukan coaching

22% Terpasang
Tidak
78% Terpasang

Diagram 4.4 Frekuensi pasien dengan bed plang tempat tidur yang sudah
terpasang setelah dilakukan coaching

Terpasang
Tidak
100% Terpasang

Interpretasi data :
Sebelum dilakukan coaching kepada perawat, didapatkan data bahwa dari
9 pasien, 2 pasien (22%) terpasang bed plang tempat tidurnya dan 7 pasien
(78%) tidak dalam mode aktif pada bed plang tempat tidurnya. Setelah
melakukan coaching dan demonstrasi kepada perawat, dilakukan
observasi dari tanggal 14 – 17 Agustus 2018 terhadap aktifnya mode
pemasangan bed plang tempat tidur pasien. Berdasarkan hasil observasi,
diperoleh hasil, pada tanggal 14 – 15 Agustus 2018 jumlah pasien 6 dan 6
(100%) tempat tidur pasien memasang bed plang nya. Pada tanggal 16

53
Agustus 2018, terdapat 12 dari 12 pasien (100%) memasang bed plang
tempat tidurnya. Selain itu, keluarga yang menunggu pasien, memahami
tujuan pemasangan bed plang tempat tidur pasien.

C. Faktor Pendukung Dan Kendala


Adapun faktor pendukung dan kendala yang dihadapi sebagai berikut :
Faktor Pendukung :
a. Dukungan Kepala ruangan dan pembimbing di Ruang Parkit
b. Kerjasama yang baik dengan para perawat dan staf di Ruang Parkit
c. Respon yang baik dari pasien terhadap informasi bahwa prosedur pemasangan
bed plang tempat tidur pasien dilakukan dalam upaya pencegahan pasien jatuh
dari tempat tidur.
Faktor Kendala :
a. Keluarga klien terkadang lupa untuk memasang kembali bed plang tempat
tidur pasien setelah pasien selesai dari kamar mandi.
b. Pasien dan keluarga pasien merasa kurang nyaman apabila bed plang tempat
tidur harus di pasang kembali karena klien sering bolak-balik kamar mandi.

D. Rencana Tindak Lanjut (RTL)


Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan kelompok bersama CI dan Kepala
Ruangan pada tanggal 21 Agustus 2018 membuat rencana tindak lanjut yakni
ruang Parkit akan menerapkan pemasangan bed plang secara mutlak,
mengedukasi keluarga bahwa bed plang dipasang untuk tujuan pencegahan jatuh
terhadap pasien. Kepala ruangan, wakil kepala ruangan, beserta Katim akan
melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap bed plang tempat tidur pasien
setiap kali overan shift ke pasien.

54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah masalah diperoleh, tindak lanjut yang dilakukan adalah membuat suatu
rencana/POA untuk melaksanakan implementasi terhadap masalah yang ada.
Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan koordinasi dan konsultasi
dengan Kepala Ruangan atau Wakil Kepala Ruangan dan CI Ruang Parkit
sekaligus meminta izin untuk dilakukan implementasi berupa coaching
pemasangan bed plang tempat tidur pasien kepada perawat. Setelah dilakukan
coaching kepada perawat mengenai pemasangan bed plang tempat tidur pasien,
diperoleh hasil observasi bahwa pada tanggal 14-15 Agustus 2018 jumlah pasien
6 dan 6 tempat tidur pasien memasang bed plang nya. Pada tanggal 16 Agustus
2018, terdapat 12 pasien dan 12 pasien memasang bed plang tempat tidurnya.
Selain itu, keluarga yang menunggu pasien, memahami tujuan pemasangan bed
plang tempat tidur pasien yakni untuk mencegah terjadinya jatuh kepada pasien.

B. Saran
1. RSAU dr.M.Salamun Bandung
Bagi pihak Rumah Sakit diharapkan kajian situasi ini dapat menjadi bahan
acuan dalam meninjau serta mengembangkan tingkat efektifitas strategi yang
dimiliki rumah sakit untuk selalu memperbaharui, mempertahankan, dan
meningkatkan mutu rumah sakit.
2. Ruang Parkit
Bagi Ruangan diharapkan kajian situasi yang telah dilakukan oleh kelompok
dapat menjadi Evidance Based, acuan, serta memotivasi komponen ruangan
dalam membudayakan mutlaknya pemasangan bed plang pada seluruh pasien

55
pasien rawat inap serta mengedukasi keluarga terkait pemasangan bed plang
dalam upaya pencegahan dan menekan terjadinya cedera akibat jatuh.
3. Institusi Pendidikan
Bagi pihak institusi diharapkan kajian ini dapat menambah referensi kegiatan
dalam pengembangan proses belajar mengajar secara berkelanjutan di bidang
kepemimpinan dan manajemen keperawatan.

56
DAFTAR PUSTAKA

American Hospital Association. (2014). Patien’s Prevention of Fall Risk

Asmuji. (2013). Menejemen Keperawatan : konsep dan aplikasi. Jogjakarta :


AR-RUZZ Media

Buku Pedoman Rawat Inap Ruang Parkit RSAU dr. M.Salamun. (2018).

Boedhi, Darmojo, R. (2011). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Lanjut Usia. Edisi 4 .
Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Elizabeth. (2010). Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional: Identifikasi Resiko


Pasien Jatuh Dengan Menggunakan Skala Jatuh Morse Di Rumah Sakit “A”
Bandung.Naskah Publikasi. Bandung.

Marquis. L. Bessie Dan Huston. J. Carol. (2010). Kepemimpinan Dan Manajemen


Keperawatan. Jakarta : EGC

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Professional. Jakarta : Salemba Medika

Potter. P. A & Perry. A. G. (2010). Fundamental Of Nursing. Edisi 8. Jakarta :


Salemba Medika

Setyarini, Elisabeth Ari. (2012). Kepatuhan Perawat melaksanakan Standar


Prosedur Operasional : Pencegahan Pasien Resiko Jatuh di Gedung Yosef 3
Dago dan Surya Kencana Rumah Sakit Borromeus Bandung.

Sitorus, Ratna & Panjaitan, R. (2011). Manajemen Keperawatan: Manajemen


Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta: Sagung Seto.

Sutikno, Sorby M. (2014). Pemimpin dan Gaya Kepemimpinan. Edisi 1. Lombok :


Holistica

57
Terry, George dan Leslie, W. Rue. (2010). Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta : PT
Bumi Aksara.

Wilkinson, J. M., (2016). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA,


Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC.

58
LAMPIRAN

59
DOKUMENTASI HASIL PENERAPAN IMPLEMENTASI

LEMBAR OBSERVASI BED PLANG

60
NOMOR BED :
No Indicator yang di observasi Ya Tidak
1 Keluarga pasien mengerti tentang bed plang
2 Keluarga pasien mengetahui fungsi bed plang
3 Bed plang tempat tidur pasien terpasang atau tidak
4 Pasien dalam kondisi lemah fisik, pusing
5 Apakah sebelumnya pasien pernah jatuh atau tidak
6 Apakah keluarga pasien mengetahui cara pemasangan
bed plang atau tidak
7. Apakah keluarga pasien selalu stanby menjaga pasien

LEMBAR OBSERVASI TINDAKAN SEBELUM COACHING


PEMASANGAN BED PLANG TEMPAT TIDUR PASIEN
No. Bed Terpasang Tidak Terpasang
1. 17 
2. 25 
3. 2 
4. 18 
5. 24 
6. 12 
7. 22 

61
8. 8 
9. 13 

LEMBAR OBSERVASI TINDAKAN SETELAH COACHING


PEMASANGAN BED PLANG TEMPAT TIDUR PASIEN
No. Bed Terpasang Tidak Terpasang
1. 8 
2. 9 
3. 15 
4. 12 
5. 13 
6. 14 
7. 6 
8. 16 
9. 19 
10 21 
11 20 

62

Anda mungkin juga menyukai