Anda di halaman 1dari 16

A.

1. Fokus Pengkajian Keperawatan


Hal yang perlu dilakukan dalam melakukan pemeriksaan pada disritmia yaitu
a. Anamnesa
1. Keluhan utama.
Menanyakan riwayat kesehatan klien dengan menanyakan
adanyakeluhan-keluhan utama yang dirasakan antara lain : fatique,
retensi cairan , pulse yang tidak teratur dyspnea, nyeri dada, sakit
kepala, kelelahan, tenderness in calfofleg, dll.
2. Alasan masuk rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Menanyakan tentang penyakiat-penyakait yang berhubungan lansung
dengan system kardio vascular. Tanyakan kepada pasien adanya
riwayat nyeri dada , nafas pendek, alkoholik, anemia, demam rematik,
sakit tenggorokan yang di sebabkan streptococcus, penykakit jantung
bawaan, stroke, pingsan hipertensi, thromboplebitis, nyeri yang hilang
timbul, varises dan oedema.
5. Riwayat pembedahan atau pengobatan lain : Pasien juga harus ditanyakan
secara spesifik tentang pengobatan-pengobatan pembedahan yang pernah di
jalani, Perwatan rumah sakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler.
Hasil-hasil data diagnostic yang pernah di lakukan selama perwatan harus
lebih di kaji. Harus di catat dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan
data dasar.
6. Riwayat pengobatan
Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien
jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian pengobatan harus di
tuliskan nama dari obatnya dan pasien mengerti tentang kegunaan dan
efek sampingnya. Adapun obat-obat yang dapat mempengaruhi system
kardiovaskuler seperti : anticonvulsants, antidepressant,
antipsychotics, cerebral stimulants, cholinergics, estrogens, nonnarcotic
analgesics dan antipyretics, oral contraceptives, sedatives and
hypnotics spasmolytics.
7. Pola hidup sehat : hubungan yang kuat antara komponene-komponen dari
gaya hidup pasien dan kesehatan kardiovaskuler sangat berpengaruh, pola-
pola itu antralain :
A. Pola persepsi sehat dan manajemen sehat. Perawat harus
menanyakan adanya factor resiko utama . Faktor resiko utama
kardiovaskuler : peningkatan serum lipid, merokok, kurang aktifitas,
dan obesitas,. Pola hidup stress dan DM harus ditanyakan juga . Jika
pasien merokok ditanyakan jenis rokok, jumlah rokok perhari, dan
usaha pasien untuk berhenti merokok. Penggunaan alcohol harus
juga di catat ( jenis, jumlah, perubahan reaksi, dan frekuensi ).
Kebiasaan penggunaan obat-obatan termasuk obat-obat recresional .
Menanyakan riwayat alergi , perawat menanyakan bagaimana reaksi
obat dan alergi yang pernah dialami. Konfirmasi penyakit darah
yang berhubungan dengan keturunan dan riwayat keluaraga yang
cendrung terhadap penyakit arteri coroner, penyakit vascular seperti
claudication intermiten , varicosities. Tanyakan riwayat kesehatan
keluarga pada kondisi non cardiac seperti astma, penyakit ginjal dan
kegemukan harus di kaji karena dapat berakibat pada system
kardiovaskuler.
B.
Pola nutrisi metabolik. Kelebihan berat badan dan kekurangan berat
badan dapat mengidentfikasikan sebagai masalah kardiovaskuler.. Tipe
diit seharihari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup pasien. Jumlah
asupan garam dan lemak juga perlu dikaji.
C. Pola Eliminasi. Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan
turgor mungkin dapat mengimformasikan tentang masalah sirkulasi.
Arterisklerosis dapat menyebabkan eksterimitas dingin dan sianotik
dan odema dapat mengidentifikasi gagal jantung . Pasien dengan
diuretik dapat dilaporkan ada peningkatan eliminasi urin. Masalah-
masalah dengan konstipasi harus di catat. Mengedan atau valsava
manufer harus di hindari pada pasien dengan masalah
kardiovaskuler.
D. Pola latihan - aktifitas. Keuntungan latihan pada kesehatan
kardiovaskuler tidak dapat disangkal. Dengan latihan aerobik yang
benar menjadi sangat bermamfaat,dan Perawat harus dengan hati-
hati dalam menentukan latihan, lama latihan, frekuensi dan efek
yang tidak diinginkan yang akan timbul selama latihan. Lamanya
waktu latihan harus di catat, gejala-gejala lain yang mengidentifikasi
dari masalah kardiovaskuler misalnya sakit kepala, nyeri dada , nafas
pendek selama latihan harus di catat. Pasien juga harus ditanya
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
E. Pola istirahat - tidur., masalah-masalah kardiovaskuler seringkali
mengganggu tidur, PND diasosiasikan gagal jantung tingkat lanjut.
Banyak pasien dengan gagal jantung membutuhkan tidur dengan
kepala mereka di tinggikan dengan bantal dan perawat mencatat
jumlah bantal yang diperlukan untuk kenyamanan. Nokturia sering
kali ditemukan pada pasien dengan masalah kardiovaskuler, yang
menggangu pola tidur yang normal.
F. Pola kognitif - persfektif. perawat menanyakan ke pasien tentang
masalah persepsi kognitif. Nyeri dihubungkan dengan
kardiovaskuler seperti nyeri dada dan claudication intermiten yang
harus ditanyakan atau di laporkan. Masalah kardiovaskuler seperti
aritmia, hipertensi dan stroke mungkin menyebabkan masalah
vertigo, bahasa dan memori.
G. Pola persepsi - konsep diri. Jika ada kejadian kardiovaskuler yang
akut., biasanya persepsi diri pasien sering terpengaruhi. Diagnostik
invasif dan prosedur paliatif sering berperan penting. Pasien dengan
masalah kardiovaskuler kronik biasanya pasien tidak dapat
mengidentifikasi penyebabnya.
H. Pola hubungan peran. Jenis kelamin, ras dan usia pasien mempunyai
hubungan dengan kesehatan kardiovaskuler Diskusikan dengan
pasien status perkawinan, peran dalam rumah tangga, jumlah anak
dan usia mereka, lingkungan tempat tinggal dan pengkajian lain
yang penting dalam mengidentifikasi kekuatan dan suffort
sistemdalam kehidupan pasien. Perawat juga harus mengkaji tingkat
kenyamanan atau ketidak nyamanan dalam menjalankan fungsi
peran yang berpotensi menjadi stress atau konflik.
I. Pola sexuality dan reproduksi. Pasien dengan masalah
kardiovaskuler biasanya berefek pada pola sex dan kepuasaan.
pasien memiliki rasa ketakutan akan kematian yang tiba-tiba saat
berhubungna sexual dan menyebabkan perubahan utama pada
kebiasaan sex. Fatique atau nafas pendek dapat juga membatasi
aktifitas sex. Impoten dapat menjadi tanda dari gangguan penyakit
kardiovaskuler perifer, ini merupakan efek samping dari beberapa
pengobatan yang digunakan untuk mengobati masalah - masalah
kardiovaskuler seperti beta bloker, diuretik. Konseling pasien dan
pasangan dapat dianjurkan.
J. Pola toleransi coping stress. Pasien harus ditanya untuk
mengidentifikasi stress atau kecemasan. Metode coping yang biasa
dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku explosif, marah dan
permusuhan dapat dihubungkan dengan resiko penyakit jantung.
Informasi tentang suffort sistem keluarga, teman-teman, psikolog
atau pemuka agama dapat memberikan sumber yang terbaik untuk
mengembangkan rencana perawatan. k. Pola nilai-nilai dan
kepercayaan. Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh
kultur dan kebudayaan yang berperan penting dalam tingkat komplik
yang dihadapi pasien ketika dihadapkan dengan penyakit
kardiovaskuler.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi Denyut apeks jantung (iktus kordis) Tempat iktus kordis
belum tentu dapat dilihat terutama pada orang gemuk. Dalam
keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri
iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari
linea midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada
ruang interkostal IV, pada wanita hamil atau yang perutnya buncit
iktus kordis dapat bergeser ke samping kiri. Hasil abnormal
ditemukan ictus cordis bergeser ke lateral. Tempat iktus kordis sangat
tergantnug pada :
a. Sikap badan Pada sikap tiduran dengan menghadapa ke kiri iktus akan
terdapat dekat linea axillaries anterior. Pada sikap tiduran dengan
menghadap ke klanan iktus terdapat dekat tepi sternum kiri. Pada sikap
berdiri, iktus akan lebih rendah dan lebih ke dalam dari pada sikap tiduran.
b. Letak diafragma. Pada inspirasi yang dalam, maka letak iktus lebih ke
bawah dan pindah 1 1,5 cm. Pada wanita hamil trimester III, dimanake
medial diafragma terdesak ke atas, maka iktus akan lebih tinggi letaknya,
bisa pada ruang interkostal III atau bahkan II, serta agak di luar linea
midklavikularis.Pada ascites juga akan dijumpai keadaan seperti tersebut di
atas, Kadang-kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla
mammae, tapi seringkali hal ini tidak dapat dijadikan patokan karena letak
papilla mammae terutama pada wanita sangat variable. Iktus sangat
menentukan batas jantung kiri. Maka jika didapatkan iktus terdapat pada
perpotongan antara spatium interkostale V kiri dengan linea
midklavikularis, berarti besar jantung normal. Jika iktus terdapat di luar
linea midklavikularis, maka menunjukan suatu hal tidak normal, yang dapat
disebabkan oleh pembesaran jantung kiri atau jika besar jantung adalah
normal, maka perpindahan itu disebabkan oleh penimbunan cairan dalam
kavum pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan. Jika iktus terdapat
lebih medial (lebih kanan) dari normal, hal ini juga patologis, dapat terjadi
karena penimbunan cairan pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan.
Sifat iktus :
a. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang
sifatnya local. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan
meluas.
b. Iktus hanya terjadi selama systole.Oleh karena itu, untuk memeriksa
iktus, kita adakan juga palpasi pada a. carotis comunis untuk merasakan
adanya gelombang yang asalnya dari systole.
Pada palpasi hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan
apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak. Kadang-kadang kita
tidak dapat melihat, tetapi dapat meraba iktus.Pada keadaan normal
iktus cordis dapat teraba pada ruang interkostal kiri V, agak ke medial
(2 cm) dari linea midklavikularis.kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat
dipalpasi, bisa diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya
pada orang gemuk atau adanya emfisema, tergantung pada hasil
pemeriksaan inspeksi dan perkusi. Denyut iktus cordis sangat kuat
kalau pengeluaran darah dari jantung (output) besar. Dalam keadaan
itu denyut apeks memukul pada telapak tangan atau jari yang
melakukan palpasi. Hal ini dapat terjadi pada insufisiensi aorta dan
insufisiensi mitralis.Pada keadaan hipertensi dan stenosis aorta
denyutan apeks juga kuat, akan tetapi tidak begitu kuat, kecuali jika
ventrikel kiri sudah melebar (dilatasi) dan mulai timbul keadaan
decomp cordis. Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri
sternum menandakan keadaan abnormal yaitu ventrikel kanan yang
hipertrofi dan melebar.Hal ini dapat terjadi pada septum atrium yang
berlubang, mungkin juga pada stenosis pulmonalis atau hipertensi
pulmonalis. Denyutan yang memukul akibat kelainan pada ventrikel
kiri atau ventrikel kanan dapat juga teraba di seluruh permukaan
prekordium. Hal ini terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi
sangat kuat karena jantung berada dekat sekali pada dada.Namun,
harus tetap ditentukan satu tempat dimana denyutan itu teraba paling
keras.
2. Observasi tanda-tanda pengurangan curah jantung.
3. Suhu tubuh
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan melalui mulut,ketiak, dan
rektum.suhu tubuh tinggi mengidentifikasikan kemungkinan adanya reaksi
inflamasi atau proses infeksi, misalnya miokardiak infark, perikarditis,
endokarditis, dll.
4. Observasi kulit yang dapat tampak pucat dan dingin.
5. Pembuluh Darah Perifer
Pemereriksaan Nadi : Saat memeriksa nadi, faktor-faktor yang harus
diperhatikan adalah: Frekuensi, irama, kualitas nadi, ciri denyutan atau
konfigurasi gelombang dan kualitas pembuluh darah itu sendiri. Frekuensi :
frekuensi nadi normal antara 60-100x/mnt frekuensi nadi dipengruhi oleh
latihan fisik,anxietas, usia. Irama Nadi : dapat teratur atau tidak teratur. Bila
irama tidak teratur maka frekuensi jantung harus dihitung dengan
mengauskultasi denyut apikal selama satu menit penuh sambil meraba
denyut nadi. Setiap perbedaan antara kontraksi yang terdengar dan nadi
yang diraba harus dicatat. Disritmia sering mengakibatkan defisit nadi,
suatu perbedaan antara frekkuensi apek dan frekuensi nadi. Defisit nadi
terjadi pada fibrilasi atrium ,flater atrium, kontraksi ventrikel prematur dan
berbagai blok jantung. Kualitas Nadi: klasifikasi kualitas nadi di ukur
dengan skala 0 s/d 4
0 : tidak ada nadi
+1 : ganguan nadi berat
+2 : ganguan nadi sedang
+3 : gangguan nadi ringan
+4 : nadi normal
Konfigurasi atau ciri dengutan :
1. Pulsus anarkot : yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai gelombang
dengan puncak tumpul dan rendah, misal pasien dengan stenosis aorta
2. Pulsus seler : denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi, meningkat
tinggi dan menurun cepat sekali misal pada AI
3. Pulsus Paradoks : yaitu denyut nadi yang semakin lemah selama inspirasi
bahkan menhilang sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul
kembali pada ekspirasi. Misal pada efusi perikard
4. Pulsus alternans yaitu nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti misalnya
pada kerusakan otot jantung
Volum Nadi, Pada setiap denyut nadi sejumlah darah meleweti bagian
tertentu dan jumlah darah itu dicerminkan oleh tinggi puncak gelombang
nadi
a. Pulsus magnus. Denyutan terasa mendorong jari yang melakukan
palpasi, misalnya pada demam
b. Pulsus palpus. Denyutan terasa lemah (gelombang nadi yang kecil),
misalnya pada perdarahan , infark miokard.
Isi nadi mencerminkan tekanan nadi, yakni beda antara tekanan sistolik dan
diastolik.
a. Nadi Brakhialis Palpasi tepat diatas daerah medial fossa antekubiti dan
tekan arteri brakhialis kearah humerus. Jika sulit dipalpasi tendon
biceps dan gerakan jari anda ke medial, gunakan tangan kiri untuk
mengukur pulsasi brakhial kanan pasien dan tangan kanan untuk
mengukur pulsasi brakhial kiri.
b. .Nadi Karotis Palpasi dilakukan dengan menekan kebelakang area pada
batas medial sternocleidomastoideus dan lateral kartilago tiroid. Ibu jari
tangan kiri untuk mengukur pulsasi karotis kanan pasien demikian pula
sebaliknya jangan mengukur kedua sisi bersamaan karena akan
menghambat suplai darah ke serebral. Yakinkan bahwa tidak ada
hipersensitivits karotis yang dapat menyebabkan reflek bradikarsi. Perlu
dilakukan pemeriksaan arteri karotis dengan stetoskop, untuk
mendengarkan adanya Bruit (suara yang disebabkan oleh aliran darah
yang turbulens) yang mungkin menendakan adanya flak aterosklerotik
di dalam arteri karotis.
6. Kaji denyut jantung untuk menghitung frekuensi dan irama.
7. Jantung diauskultasi apakah adanya suara tambahan.
Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop.Yang dipakai disini adalah
stetoskop duplek. Corong pertama berbentuk kerucut yang sangat baik
untuk mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi, sedangkan corong yang
kedua berbentuk lingkaran yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi
dengan nada rendah.

Yaitu :
a. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II
Bunyi Jantung I Terjadi karena getaran menutupnya katub
atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari
bilik pada permulaan systole. Getaran yang terjadi tersebut akan
diproyeksikan pada dinding toraks yang kita dengar sebagai bunyi
jantung I. Intensitas dari BJ I tergantung dari :
- Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot
bilik.
- Kecepatan naiknya desakan bilik
- Letak katub A V pada waktu systole ventrikel
- Kondisi anatomis dari katub A V
Daerah auskultasi untuk BJ I :
1. Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.
2. Pada ruang interkostal IV V kanan. Pada tepi sternum : katub
trikuspidalis terdengar disini
3. Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan
tempat yang baik pula untuk mendengar katub mitral. Intensitas BJ I akan
bertambah pada apek pada:
- stenosis mitral
- interval PR (pada EKG) yang begitu pendek
- pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat
misalnya [ada kerja fisik, emosi, anemi, demam dll. Intensitas BJ I melemah
pada apeks pada :
- shock hebat
- interval PR yang memanjang
- decompensasi hebat.
Bunyi jantung II Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub
aorta dan a. pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada
permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada
anak-anak dan dewasa muda akan didengarkan BJ II pulmonal lebih keras
daripada BJ II aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal lebih keras
daripada BJ II pulmonal. Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :
- hipertensi
- arterisklerosis aorta yang sangat.
Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :
- kenaikan desakan a. pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik
kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital. BJ II
menjadi kembar pada penutupan yang tidak bersama-sama dari katub aorta
dan pulmonal. terdengar jelas pada basis jantung. BJ I dan II akan melemah
pada :
- orang yang gemuk
- emfisema paru-paru
- perikarditis eksudatif
- penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung.
8. Mengukur tekanan darah dan nadi.
Sebelum diperiksa , pasien sebaiknya tidak makan, merokok, minum
kopi atau olahraga dalam 30 menit. Tekanan darah diukur waktu
berbaring. Pada penderita hipertensi perlu juga diukur tekanan darah
waktu berdiri. Hasil abnormal akan memunculkan tekanan sistole
diatas 130 mmhg dan diastole dibawah 60 mmhg. Tekanan darah juga
tidak hanya diukur dilengan tapi juga ditungai karena akan terdapat
perbedaan yang jelas yang mungkin disebabkan oleh koartasio aorta atau
penyakit takayasu. Kadang-kadang dijumpai masa bisu (auscultatory gap) ,
gejala ini sering dijumpai pada penderita hipertensi dan dapat muncul bila
manset dikembangkan terlalu lambat. Hal ini dapat menyebabkan
kekeliruan menaksir tekanan sistolik rendah. Untuk mengukur tekanan
darah harus menggunakan ukuran manset yang tepat. Manset harus
menutupi lengan atas atau tungkai. Manset diikatkan diatas arteri
brachialis kira-kira 2 cm diatas lipat siku. Manset yang terlalu kecil akan
memberikan hasil yang lebih tinggi dan manset besar memberikan hasil
yang lebih rendah.ukuran manset biasanya 20% - 25% lebih lebar daripada
diameter lengan. Tekanan arteri radialis dengan jari telenjuk dan tengah.
Perhatikan nadi teratur atau tidak. Hitung nadi selama 15 detik kemudian
kalikan 4. namun jika nadi tidak teratur nadi dihitung selama satu menit.
Kemudian catat irama dan kecepatan. Irama jantung dimonitor jika ekg
monitor tersedia.
c. Pulsasi popliteal ArteriPopliteal ditemukan pada fossapoplitea dibelakang
lutut dan harus dipalpasi dengan kuat. Letakkan kedua ibu jari pada kedua
sisi patella, sedangkan jari-jari harus ditempatkan didalam fossa poplitea.
Palpasi pulsasi poplitea sebaiknya dilakukan pada posisi lutut fleksi lebih
kurang 120
d. Nadi Tibialis Posterior Lokasi palpalasi dibelakang maleolus tibia, dimana
kaki pasien dalam keadaan relaks e.Nadi Dorsalis Pedis Nadi dorsalis pedis
dipalpasi dengan menekannya terhadp tulang tarsal, di bagian dorsum kaki.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG
Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh

sebuahelektrokardiograf, yang merekam


aktivitas kelistrikan jantung dalam waktu tertentu. menunjukkan pola
cedera iskemik dan gangguan konduksi. Analisis sejumlah gelombang
dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi menghasilkan
informasi diagnostik yang penting. EKG merupakan standar emas untuk
diagnosis aritmia jantung

2. Monitor Holter
Holter monitor merupakan alat praktis seukuran handphone yang mampu
memantau berbagai aktivitas listrik jantung selama 24 jam atau lebih. Alat
ini dapat digunakan untuk menilai irama jantung untuk keperluan
diagnosis atau evaluasi terapi setelah pemberian obat, ablasi, atau
pemasangan alat pacu jantung..
3. Foto dada
Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup.

4. Skan pencitraan miokardial


Pencitraan perfusi miokard (myocardial perfusion imaging) adalah
sebuah teknik pencitraan untuk mempelajari aliran darah ke otot
jantung pada saat istirahat atau latihan atau stres farmakologis.
Prosedur ini umumnya dilakukan dengan menggunakan radiotracers
dan kamera gamma untuk gambar jantung
5. Tes stres latihan
dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan
disritmia.

6. Elektrolit
peningkatan / penurunan kalium, magnesium.
- Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan,
mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan
kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh.
- Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.
Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa
menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan.
Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita
penyakit jantung. (Dawodu S, 2004)

7. Pemeriksaan obat
dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan
interaksi obat.
8. Pemerisaan tiroid
peningkatan / penurunan kadar tiroid serum. Jika kelenjar tiroid
menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan dalam tubuh, Anda bisa
mengalami kelenjar tiroid overaktif atau hipertiroidisme. Penyakit ini
umumnya ditandai dengan detak jantung yang cepat atau tidak
beraturan, penurunan berat badan yang terjadi secara tiba-tiba meski

nafsu makan meningkat, berkeringat, gugup, serta cemas.

9. Laju sedimentasi / endap darah


Laju endap darah (erithrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga
disebut kecepatan endap darah (KED) atau laju sedimentasi eritrosit
adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum
membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak
spesifik. LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut,
infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit
kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya
kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak
spesifik, dan dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan
temuan tidak akurat.
Laju endap darah dengan tingkat yang lebih tinggi (>100mm/jam)
dapat menyertai gejala infeksi jantung (endocarditis) atau infeksi sendi
(septic arthritis). Penyakit lain seperti ruam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, dan lelah yang berlebihan juga dapat menjadi indikasi
bahwa laju endap darah tinggi.
10. GDA / nadi oksimetri
Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur
keasaman (pH), jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi kerja paru-paru
dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah dan
mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas darah meliputi
kadar PO2, PCO3, pH, HCO3, dan saturasi O2. Hasil abnormal terdapat
asidosis respiratoris atau asidosis metabolik ataaupun alkalosis
respiratoris atau alkalosis metabolik.
Daftar Pustaka
Doengoes E.M, Moorhouse, F.M, Geissler, C.A, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih Bahasa:
Kariasa, M.I.M.N, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Davey, P, 2006, Medicine at a Glance Medicine, Alih Bahasa: R. A. d, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Irnizarifka, 2011, Buku Saku Jantung Dasar, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Kasron, 2011, Buku Ajar Anatomi Fisiologi Kardiovaskuler, Yogyakarta: Nuha Medika
Muttaqin, A, 2009, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi, Jakarta: Salemba Medika.
Udjianti, W. J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai