B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan uterus disfungsional tidak dipengaruhi oleh ras, namun dari segi
umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim tahun reproduksi wanita, baik di
awal / mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada setiap saat selama hidup
reproduksinya. Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja
terjadi selama 2th pertama setelah onset menstruasi, ketika hipotalamus-hipofisis
mungkin gagal untuk merespon estrogen & progesteron (Estephan A.2005)
C. FAKTOR RESIKO
Menurut Manuaba edisi 2010 :
1. Gagalnya efek umpan balik positif dari estrogen, pengubahan perifer yang
abnormal dari androgen menjadi estrogen / cacat endometrium yang dapat
berada dalam tingkat reseptor atau dalam sekresi atau pelepasan prostaglandin.
2. Bila tidak ada sekresi progesteron (anovulasi) & dalam perangsangan yang terus
berlanjut, endometrium akan berproliferasi ,sehingga mencapai tinggi yang
abnormal. Terdapat vaskularitas yang hebat & pertumbuhan kelenjar yang tanpa
dukungan stroma. Endometrium tumbuh melebihi rangsangan yang ditimbulkan
estrogen & perdarahan dengan peluruhan endometrium secara tidak teratur.
3. Kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofise-ovarium.
Usia terjadinya :
Perimenars (8-16th) Masa reproduksi Perimenopouse
2. PUD Ovulatoris
Angka kejadian: 10% wanita usia masa reproduksi. Bercak darah pada
pertengahan siklus setelah “LH surge” biasanya bersifat fisiologis. Polimenorea
paling sering terjadi akibat pemendekan fase folikuler. Kemungkinan lain
adalah pemanjangan fase luteal akibat corpus Luteum yang persisten
Menurut Isselbacher.Harrison, perdarahan Uterus Disfungsional dapat
dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang
berhubungan dengan siklus anovulasi. Namun ada beberapa kondisi yang
dikaitkan dengan perdarahan rahim disfungsional, antara lain :
a. Alat kontrasepsi IUD / hormonal
Wanita yang menggunakan alat kontrasepsi dalam rahim (IUD) untuk
pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode yang berlebihan
atau berkepanjangan. Jika Anda mengalami perdarahan berat saat
menggunakan IUD, IUD harus dihapus dan diganti dengan metode
pengendalian kelahiran alternatif. Biasanya terdeteksi segera setelah
menstruasi dimulai.
b. Gangguan trombosit
Merupakan kelainan darah yang paling umum yang menyebabkan
perdarahan >>berlebihan, gangguan trombosit yang paling umum adalah
penyakit von Willebrand. Wanita dengan penyakit von Willebrand
umumnya akan mengalami tidak hanya perdarahan menstruasi yang berat,
tapi mimisan, memar mudah, dan darah dalam tinja.
c. Hormon
Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat
menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang dapat
mengganggu keseimbangan hormon yang rumit yang mempengaruhi
ovulasi dan pendarahan, yaitu :
1) Kehamilan Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan penyebab
utama dari periode dilewati.
2) Perimenopause Perubahan hormonal yang terjadi selama menjelang
menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan kelainan
perdarahan.
3) Stres Stres hormon seperti kortisol yang diketahui mengganggu
ovulasi.
4) Polycystic ovary syndrome (PCOS) suatu kondisi di mana ovarium
menjadi penuh dengan kista kecil dan memperbesar. Masalah terjadi
ketika kelenjar pituitary memproduksi terlalu banyak hormon yang
disebut luteinizing hormone (LH). Ketidakseimbangan hormon yang
menciptakan hasil meluap-luap lapisan rahim yang membuat
perdarahan tidak teratur.
5) Penyebab Lainnya Masalah yang berasal dari kelenjar tiroid,
kelenjar pituitary, atau kelenjar adrenal dapat mengganggu ovulasi.
Masalah fisik di dalam rahim dapat menyebabkan perdarahan
abnormal, yaitu :
a) Fibroid pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding
rahim di minimal 20% dari wanita berusia di atas 35. Fibroid dapat
muncul secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur
atau sebesar jeruk. Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa,
dan dapat menyebabkan aliran berlebihan saat menstruasi atau
pendarahan antara periode.
b) Polip pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerang leher
rahim atau uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka
tidak diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke
dalam rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan
abnormal.
c) Penyakit radang panggul (PID) suatu kondisi di mana saluran
tuba menjadi meradang, biasanya karena infeksi seksual diperoleh.
Perdarahan yang tidak teratur adalah salah satu dari banyak gejala
PID.
d) Kanker rahim pertumbuhan ganas pada rahim. Hal ini dapat
terjadi pada dinding rahim (endometrium) / dalam dinding otot nya
(sarkoma uterus).
e) Kanker endometrium kanker yang paling umum dari sistem
reproduksi wanita, & hampir selalu menyerang wanita menopause
antara usia 50 - 70. Setiap perdarahan setelah menopause harus
diperiksa segera.
f) Gangguan nutrisi Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah
karena gangguan makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering
dapat berhenti ovulasi dan menstruasi.
D. MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi.
Jumlah perdarahan bisa sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang.
Pada siklus ovulasi biasanya perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bisa
diramalkan serta seringkali disertai rasa tidak nyaman sedangkan pada anovulasi
merupakan kebalikannya (Rudolph,Abraham, 2006). Selain itu gejala yang yang
dapat timbul diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan atau kelembutan Vagina
serta juga dapat menimbulkan rasa lelah yang berlebih (Stork,Susan, 2006).
1. Pada siklus ovulasi
Karakteristik PUD bervariasi, mulai dari perdarahan banyak tapi jarang,
hingga spotting atau perdarahan yang terus menerus. Perdarahan ini merupakan
kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek
(polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakan diagnosis perlu
dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena perdarahan yang lama
dan tidak teratur sehingga siklus haid tidal lagi dikenali maka kadang-kadang
bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong (Wiknjoksastro, 2007). Jika
sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa
ada sebab organik, yaitu :
a. Korpus luteum persistens : dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-
kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Dapat juga menyebabkan
pelepasan endometrium tidak teratur.
b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting,
menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi
progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing faktor. Diagnosis
dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase luteal tidak cocok
dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus
yang bersangkutan.
c. Apopleksia uteri: pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya
pembuluh darah dalam uterus.
d. Kelainan darah seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan
dalam mekanisme pembekuan darah.
Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari dan
disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval <21 hari & disebabkan
defek fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal ( 21 – 35
hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau > 7 hari.
Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik dan dengan
darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau dengan durasi yang
panjang ( > 7 hari).
Metroragia/ Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus ovulatoir
perdarahan dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR, endometritis, polip,
antara haid mioma submukosa, hiperplasia endometrium, dan keganasan.
Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi yang
intermenstrual umumnya disebabkan oleh penurunan kadar estrogen.
Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang
pasca sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12
menopause bulan.
Perd.uterus Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang
abnormal akut sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis (hipotensi
, takikardia atau renjatan).
Perdarahan Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang
uterus disfungsi tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab
iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau gangguan
kondisi sistemik.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Wiknjoksastro (2007) & Morgan,Geri dkk (2009), yaitu :
1. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap
Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit
sistemik, maka penyelidikan lebih jauh mungkin diperlukan. Abnormalitas
pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan laparoskopi jika
diperlukan.
Perdarahan Pervaginam Durasi
Kuantitas Menorrhagia (Hipermenorrhoe)
Penyemburan Spotting (antar menstruasi, postmenstruasi, post
Spotting (diluar menopause)
menstruasi)
Warna Gejala Penyerta
Merah segar Demam dan nyeri
Noda cokelat Kram uterus dan kehamilan
Petekiae dan Epitaksis
Riwayat penyakit Interval
dahulu Siklik
Kontrasepsi oral Non siklik
AKDR Setelah amenorrhoe
Perdarahan antar menstruasi (misalnya setelah koitus
atau pembilasan)
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut (Wiknjoksastro, 2007) & (Estephan A. 2005), prinsip secara umum
yaitu :
1. Menghentikan perdarahan Langkah-langkah upaya menghentikan perdarahan
adalah sebagai berikut:
a. Kuret (curettage) Hanya untuk wanita yang sudah menikah.
b. Obat (medikamentosa)
1) Golongan estrogen
Pada umumnya dipakai estrogen alamiah, misalnya: estradiol
valerat (nama generik) yang relatif menguntungkan karena tidak
membebani kinerja liver dan tidak menimbulkan gangguan pembekuan
darah. Jenis lain, misalnya: etinil estradiol, tapi obat ini dapat
menimbulkan gangguan fungsi liver. Dosis dan cara pemberian :
a) Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 2,5 mg diminum selama
7-10 hari.
b) Benzoas estradiol: 20 mg disuntikkan intramuskuler. (melalui
bokong)
c) Jika perdarahannya banyak, dianjurkan nginap di RS (opname),
dan diberikan Estrogen konyugasi (estradiol valerat): 25 mg
secara intravenus (suntikan lewat selang infus) perlahan-lahan
(10-15 menit), dapat diulang tiap 3-4 jam. Tidak boleh lebih 4
kali sehari.
Estrogen intravena dosis tinggi ( estrogen konjugasi 25 mg
setiap 4 jam sampai perdarahan berhenti ) akan mengontrol secara akut
melalui perbaikan proliferatif endometrium dan melalui efek langsung
terhadap koagulasi, termasuk peningkatan fibrinogen dan agregasi
trombosit. Terapi estrogen bermanfaat menghentikan perdarahan
khususnya pada kasus endometerium atrofik atau inadekuat. Estrogen
juga diindikasikan pada kasus DUB sekunder akibat depot progestogen
( Depo Provera ). Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan
dihentikan, perdarahan timbul lagi.
2) Obat Kombinasi
Terapi siklik merupakan terapi yang paling banyak digunakan
dan paling efektif. Pengobatan medis ditujukan pada pasien dengan
perdarahan yang banyak atau perdarahan yang terjadi setelah beberapa
bulan amenore. Cara terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral ; obat
ini dapat dihentikan setelah 3 – 6 bulan dan dilakukan observasi untuk
melihat apakah telah timbul pola menstruasi yang normal. Banyak
pasien yang mengalami anovulasi kronik dan pengobatan berkelanjutan
diperlukan.
3) Golongan progesterone
Pertimbangan di sini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian obat progesterone
mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Obat untuk
jenis ini, antara lain:
a) Medroksi progesteron asetat (MPA): 10-20 mg per hari, diminum
7-10 hari.
b) Norethisteron: 3×1 tablet, diminum selama 7-10 hari.
c) Kaproas hidroksi-progesteron 125 mg secara intramuskular.
4) OAINS
Menorragia dapat dikurangi dengan Obat Anti Inflamasi Non
Steroid. Fraser dan Shearman membuktikan bahwa OAINS paling
efektif jika diberikan selama 7 hingga 10 hari sebelum onset menstruasi
yang diharapkan pada pasien DUB ovulatori, tetapi umumnya dimulai
pada onset menstruasi dan dilanjutkan selama espisode perdarahan dan
berhasil baik. Obat ini mengurangi kehilangan darah selama menstruasi
( mensturual blood loss / MBL ) dan manfaatnya paling besar pada
DUB ovulatori dimana jumlah pelepasan prostanoid paling tinggi.
2. Mengatur menstruasi agar kembali normal Setelah perdarahan berhenti,
langkah selanjutnya adalah pengobatan untuk mengatur siklus menstruasi,
misalnya dengan pemberian: Golongan progesteron: 2×1 tablet diminum selama
10 hari. Minum obat dimulai pada hari ke 14-15 menstruasi.
3. Transfusi jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr% Terapi yang ini
diharuskan pasiennya untuk menginap di Rumah Sakit atau klinik. Sekantong
darah (250 cc) diperkirakan dapat menaikkan kadar hemoglobin (Hb) 0,75 gr%.
Ini berarti, jika kadar Hb ingin dinaikkan menjadi 10 gr% maka kira-kira perlu
sekitar 4 kantong darah.
mengatakan
ketika
beraktivitas
cepat merasa
lemas dan letih
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Carpenito, Lynda Juall. 2010. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik.
Jakarta : EGC
Ida Bagus Gde Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
EGC, Jakarta