Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Menstruasi dapat dikatakan normal ketika perdarahan uterus setiap 21 sampai 35 hari
dengan jumlah perdarahan yang tidak berlebih. Normal durasi dari menstruasu antara 2-7
hari. Perdarahan uterus abnormal (PUA) terjadi apabila frekuensi dan jumlah perdarahan
tidak normal atau adanya perbercakan atau perdarahan diantara periode menstruasi. PUA
dapat disebabkan beberapa faktor. Penyebab utamanya adalah adanya abnormalitas struktur
sistem reproduksi dan gangguan ovulasi.1
Perdarahan uterus disfungsional merupakan sebab tersering perdarahan abnormal
per vaginam pada masa reproduksi wanita. Dilaporkan gangguan ini terjadi pada 5 - 10%
wanita. Lebih dari 50% terjadi pada masa perimenopause, sekitar 20% pada masa remaja,
dan kira - kira 30% pada wanita usia reproduktif. Sekitar 1 2 % wanita yang tidak
melakukan tatalaksana PUA dengan baik, menyebabkan perkembangan kanker
endometrium.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed di Lady Willingdon
Hospital, Lahore, dari Agustus 2010 sampai Juli 2011 didapatkan sebanyak 2.109
perempuanatau sekitar 19,6% dari total 10.712 wanita yang mengunjungi klinik pasien rawat
jalan ginekologi yang didiagnosis menderita perdarahan uterus abnormal. Kategorisasi
PALM-COEIN dilakukan pada 991 (47%) kasus yang menunjukkan 30 (3%) menderita
polip, 15 (15%) adenomiosis, 250 (25%) Leiomioma, 66 (6,6%) keganasan dan
hiperplasia, 3 (0.3%) koagulopati , 236 (24%) disfungsi ovulasi, 48 (5%) endometritis, dan 53
(6%) iatrogenik. Sisanya 155 (15%) kasus yang tak terkategorikan.2
Perdarahan uterus abnormal (PUA) merupakan indikasi pada 20% dilakukannya
histerektomi. Karena perdarahan uterus abnormal (PUA) kebanyakan merupakan akibat dari
anovulasi, perdarahan dapat dikontrol dengan intervensi obat-obatan dengan progestin,
estrogen, kombinasi progestin dan estrogen, kontrasepsi oral atau anti-inflamasi non steroid
(AINS). Pada kebanyakan pasien pasien, perdarahan tidak membutuhkan terapi kecuali
terjadi anemia dan perdarahan sangat banyak dan mempengaruhi kehidupan pasien. Pada
pasien lebih dari 35 tahun, pengambilan sampel endometrium harus dilakukan sebelum
melakukan histerektomi untuk mencurigai adanya keganasan. Dilatasi dan kuretase bukan
merupakan tindakan yang efektif untuk mengontrol perdarahan dan tidak dilakukan sebelum
histerektomi. Histerektomi dilakukan bila pasien tidak sembuh dengan pengobatan oral.3

1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perdarahan Uterus Abnormal (PUA)


2.1.1 Definisi PUA
Perdarahan yang tidak normal atau abnormal dari uterus (lama, frekuensi,
jumlah) yang terjadi di dalam dan di luar siklus haid, tanpa kelainan organ,
hematologi dan kehamilan, dan merupakan kelainan poros hipotalamus-hipofise-
ovarium. Adanya gangguan pada poros hipotalamus-hipofise-ovarium, akan
menyebabkan stimulasi estrogen secara terus menerus pada endometrium, sehingga
aliran darah berlebih pada endometrium, kemudian pecah dan terjadi perdarahan yang
tidak seharusnya terjadi. 1,2
Perdarahan berikut merupakan abnormal :
A. Perdarahan diantara periode haid
B. Perdarahan setelah hubungan seksual
C. Perbercakan diantara siklus menstruasi
D. Perdarahan yang banyak dan lama dari normal
E. Perdarahan setelah menopause
Siklus menstruasi yang lebih dari 35 hari atau lebih pendek dari 21 hari,
tidak haid selama 3 6 bulan merupakan keadaan abnormal.8

2.1.2 Epidemiologi PUA


PUA paling sering terjadi dan puncaknya pada umur reproduktif (20% terjadi
pada dewasa, 40% terjadi pada pasien dengan umur diatas 40 tahun).

2
Terjadi pada usia :

1. Perimenarche (8 - 16 tahun)
2. Menarche atau masa reproduksi (16 - 35 tahun)
3. Perimenopause (45 - 65 tahun)1,2,4

2.1.3 Etiologi PUA


Berdasarkan FIGO (The International Federation of Gynecology and Obstetrics),
diklasifikasikan menjadi PALM-COEIN
A. Kelompok PALM adalah merupakan kelompok kelainan struktur penyebab PUA
yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan
histopatologi.
B. Kelompok COEIN adalah merupakan kelompok kelainan non struktur penyebab
PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
C. PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks eksogen, AKDR, atau agen
sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan sebagai iatrogenik.

Gambar 3. Etiologi PUA Berdasarkan Klasifikasi FIGO

Keterangan :
A. Polip (PUA-P) Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal
mungkin tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai

3
sentimeter. Polip endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah
endometrium.
B. Adenomiosis (PUA-A) Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan
miometrium, menyebabkan uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak
sebagai endometrium ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma
yang dikelilingi oleh jaringan miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.
C. Leiomioma uteri (PUA-L) Leiomioma adalah tumor jinak fibromuskular pada
permukaan miometrium. Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi:
submukosa, intramural, subserosa.
D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M) Hiperplasia endometrium adalah
pertumbuhan abnormal berlebihan dari kelenjar endometrium. Gambaran dari
hiperplasi endometrium dapat dikategorikan sebagai: hiperplasi endometrium
simpleks non atipik dan atipik, dan hiperplasia endometrium kompleks non atipik dan
atipik.
E. Coagulopathy (PUA-C) Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan
hemostasis sistemik yang mengakibatkan PUA.
F. Ovulatory dysfunction (PUA-O) Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan
ketidakseimbangan hormonal yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan uterus
abnormal.
G. Endometrial (PUA-E) Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan
dengan siklus haid teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.
H. Iatrogenik (PUA-I) Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan
penggunaan obat-obatan hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-
obat antikoagulan) atau AKDR.
I. Not yet classified (PUA-N) Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau
sulit dimasukkan dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik atau
malformasi arteri-vena).7,9

4
Gambar 4. Penyebab PUA
Reference No.3

2.1.4 Klasifikasi PUA Berdasarkan Jenis Pendarahan


A. Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan haid yang
banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk mencegah kehilangan
darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau
tanpa riwayat sebelumnya.
B. Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk pendarahan
uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak
memerlukan penanganan yang segera seperti PUA akut.
C. Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan pendarahan haid yang
terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Pendarahan dapat terjadi kapan saja atau
dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk
menggantikan terminologi metroragia.7

5
Gambar 5. Klasifikasi PUA

2.1.5 Patofisiologi PUA6,8,11

6
2.1.6 Pola PUA
A. Menorrhagia (hypermenorrhea) haid teratur tapi jumlahnya banyak ( > 80ml)
Aliran menstruasi yang berkepanjangan dan berat. Adanya bekuan darah merupakan
hal yang normal tetapi terjadi perdarahan yang berlebihan, ditandai dengan gushing
atau open-faucet (memancar seperti keran). Penyebabnya adalah komplikasi
kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor jinak, dan gangguan
perdarahan (dysfunctional bleeding).
Penyebab lainnya :
- Hipolasia uteri (bila sangat kecil menyebabkan amenorrhea, uterus kecil jadi luka
kecil menyebabkan hypomenorrhea, menorrhagia karena tonus otot rahim
kurang).
Terapi : uterotonika
- Astheni : menorrhagia terjadi karena tonus otot pada umumnya kurang.
Terapi : uterotonika, roborantia
- Myoma uteri. Terjadi menorrhagia disebabkan oleh kontraksi otot rahim kurang
kuat, kavum uteri luas, bendungan pembuluh darah balik.
Terapi : uterotonika atau operasi.
- Hipertensi
- Decompensatio cordis
- Infeksi : endometritis, salphingitis (menyebabkan hiperemia)
- Retroflexio uteri. Karena bendungan pembuluh darah balik.
- Penyakit darah (hemofilia)

B. Hypomenorrhea (cryptomenorrhea) haid teratur tetapi jumlahnya sedikit


Aliran menstruasi ringan, terkadang hanya terdapat perbercakan. Penyebab umumnya
obstruksi, stenosis hymen atau cervix. Uterine synechiae (Ashermans syndrome)
dapat menjadi penyebab dan diketahui atau didiagnosis menggunakan hysterogram
atau hysteroscopy. Biasanya pasien mengeluhkan hal ini setelah menggunakan alat
kontrasepsi oral atau pil.
Terjadi juga pada hipoplasia uteri, karena uterus kecil.
Lamanya perdarahan : Secara normal haid sudah berhenti dalam 7 hari. Kalau haid
lebih lama dari 7 hari maka daya regenerasi selaput lendir kurang, misalnya pada
endometritis, myoma atau carcinoma corpus uteri.

C. Metrorrhagia (intermenstrual bleeding) perdarahan rahim di luar waktu haid


Perdarahan yang terjadi pada tiap waktu antara periode menstruasi. Biasanya terdapat
perbercakan, dapat akibat ovulatory bleeding pada pertengahan siklus (dapat
dikonfirmasi dengan temperatur basal tubuh). Penyebab patologisnya adalah polip
endometrium, kanker endometrium dan serviks. Pada beberapa tahun ini disebutkan
bahwa hal ini diakibatkan administrasi estrogen.

7
Merupakan perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungan dengan haid.
Dibagi menjadi :
- Metrorrhagia yang disebabkan oleh adanya kehamilan : abortus, kehamilan
ektopik.
- Metrorrhagia di luar kehamilan.
Penyebab :
Luka tidak sembuh
Carcinoma dari corpus uteri.
Biasanya terjadi pada wanita menopause.
Lebih sering pada wanita tanpa anak.
Fluor albus bercampur darah.
Diagnosa : dengan kuret percobaan.
Carcinoma cervicis (portionis) uteri.
Lebih sering terdapat pada wanita yang mempunyai anak banyak.
Lebih sering dari pada carcinoma corporis uteri.
Timbul perdarahan kontak dengan fluor berdarah.
Diagnosa :
Diagnosa dini hanya dengan sitologi.
Kalau sudah lanjut dapat teraba dengan toucher atau dapat dilihat
in speculo.
Eksisi percobaan menentukan diagnosa.
Carcinoma dari vulva atau vagina
Jarang sebagai tumor primer.
Terjadi pada wanita menopause.
Ulcus vulva atau vagina pada wanita tua harus dicurigai terhadap
kemungkinan adanya carcinoma.
Diagnosa pasti dengan eksisi percobaan.
Tumor ganas lain : sarcoma, choriocarcinoma
Erosio portionis
Terdapat daerah yang merah menyala pada portio yang mudah
berdarah.
Disebabkan karena epitel gepeng berlapis banyak dari portio
diganti oleh epitel silindris dari endocervix.
Diagnosis banding : carcinoma portio (ditegakkan dengan eksisi
percobaan)
Terapi : dengan nitras argentii 10 20 %. Albothyl.
Myoma submucosa.
Peradangan yang hemorrhagis
Endometritis hemorrhagica seperti pada endometritis senilis,
endometritis postpartum. Perlu dilakukan kuretase untuk diagnosa
maupun terapi.
Kolpitis haemorrhagica
Terapi : estrogen

8
Hormonal
Perdarahan anatomis : disebabkan adanya kerusakan pada traktus
genitalis.
Perdarahan fungsional atau disfungsional yang tidak ada
hubungannya dengan tumor, peradangan atau kehamilan.
Dapat terjadi pada setiap umur pada wanita yang dewasa tapi yang
tersering terdapat pada masa pubertas dan climacterium.
Dapat dibagi :
Perdarahan anovulatoar (tersering)
Etiologi :
Sentral : psikogenik, neurogenik, hipofiser
Perifer : ovarial (tumor atau ovarium yang polikistik)
Konstitusional : kelainan gizi, metabolik, penyakit akut atau
kronis
Perdarahan ovulatoar
Etiologi : corpus luteum persisten, kelainan pelepasan
endometrium, hipertensi, kelainan darah, penyakit akut atau
kronis.
Terapi : kuretase, hormonal (progestin) pada wanita yang
masih muda dan kalau perdarahannya anovulatoar,
histerektomi pada wanita tua.

D. Polymenorrhea haid teratur, tapi kerap datangnya, karena siklusnya pendek


Periode menstruasi terjadi terlalu sering. Hal ini dihubungkan dengan anovulasi dan
dapat juga tetapi jarang dihubungkan dengan fase luteal yang memendek pada siklus
menstruasi.
Haid sering datang, jadi siklus pendek, kurang dari 25 hari.
- Apabila siklus pendek tetapi teratur, ada kemungkinan :
Stadium proliferasi pendek (paling sering)
Stadium sekresi pendek
Keduanya pendek
Apabila siklus lebih pendek dari 21 hari maka kemungkinan besar juga stadium
sekresi pendek, hal ini menyebabkan infertilitas.
- Siklus yang tadinya normal menjadi pendek.
Hal ini biasanya disebabkan pemendekan stadium sekresi karena corpus luteum
lekas mati. Ini sering terjadi karena disfungsi ovarium pada climacterium,
pubertas, penyakit (tbc).
Terapi dengan memperpanjang stadium proliferasi mempergunakan estrogen dan
stadium sekresi dengan kombinasi estrogen-progesteron.

9
E. Menometrorrhagia
Perdarahan yang terjadi dengan interval tidak beraturan. Banyaknya perdarahan dan
lamanya perdarahan bervariasi. Hal ini diakibatkan beberapa kondisi yang
menyebabkan intermenstrual bleeding. Onset mendadak episode perdarahan
merupakan indikasi dari tumor ganas atau komplikasi kehamilan.

F. Oligomenorrhea haid jarang, karena siklusnya panjang


Periode menstruasi yang terjadi dengan jarak lebih dari 35 hari. Oligomenorrhea yang
menetap dapat terjadi akibat :
- Perpanjangan stadium folikuler
- Perpanjangan stadium luteal
- Kedua stadium memanjang
Apabila siklus tiba-tiba menjadi panjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh psikis
atau penyakit (tbc).
Sedangkan amenorrhea ditegakkan bila tidak ada periode menstruasi yang terjadi
lebih dari 6 bulan. Perdarahan berkurang dalam jumlah dan diakibatkan oleh
anovulasi, ataupun dari penyebab endokrin (kehamilan, gangguan fungsi pituitari-
hipotalamus, menopause) atau penyebab sistemik (penurunan berat badan berlebih)
atau dapat diakibatkan estrogen-secreting tumors.
Amenorrhea Primer : Belum pernah mendapat menstruasi dan tidak boleh didiagnosa
sebelum pasien mencapai umur 18 tahun.
Amenorrhea Sekunder : hilangnya haid setelah menarche
Amenorrhea Fisiologis
- Terjadi sebelum pubertas
- Dalam kehamilan
- Dalam masa laktasi : kalau tidak menyusukan haid datang 3 bulan post partum,
kalau menyusui dalam 6 bulan post partum
- Dalam menopause
G. Contact Bleeding (postcoital bleeding)
Harus dipertimbangkan adanya kanker serviks. Beberapa kasus lain yang menjadi
penyebab dan lebih sering terjadi adalah eversi serviks, polip serviks, infeksi serviks
atau vagina (contoh Trichomonas) atau atrophic vaginitis. Untuk menyingkirkan
adanya kanker serviks dapat dilakukan apusan sitologi, colposcopy, ataupun biopsi
bila dibutuhkan.2,10
Pola PUA Interval Durasi Jumlah
Menorrhagia Regular Memanjang Banyak
Metrorrhagia Irregular Memanjang Normal
Menometrorrhagia Irregular Memanjang Banyak

10
Hypermenorrhea Regular Normal Banyak
Hypomenorrhea Regular Normal atau pendek Sedikit
Oligomenorrhea Jarang/Irregular Bervariasi Sedikit (Scanty)
Amenorrhea Tidak ada Tidak haid selama 90 Tidak ada
hari
Tabel 2. Perbedaan Pola PUA
Reference No.5
2.1.7 Diagnosis PUA
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, riwayat, perubahan temperatur,
pemeriksaan level serum progesteron yang rendah, dan pengambilan sampel
endometrium.
A. Terjadi perdarahan pervaginam yang tidak normal (lama, frekuensi, jumlah) yang
terjadi di dalam ataupun diluar siklus haid.
B. Tidak adanya kehamilan, kelainan organ ataupun kelainan faktor pembekuan darah
(hematologi).
C. Anamnesis
Tanyakan mengenai menstruasi berapa kali, lamanya siklus dan periode menstruasi,
lama dan jumlah episode perdarahan intermenstrual dan apakah adanya contact
bleeding. Tanyakan juga kapan terakhir menstruasi, umur pertama kali menstruasi
atau menarche dan menopause, dan apakah adanya pengaruh terhadap kesehatan
secara umum. Pasien harus mengetahui pola menstruasi untuk mengetahui apakah
pola menstruasi normal atau tidak.
D. Pemeriksaan Fisik
Massa pada abdomen dan pembesaran, irregular uterus mengarah ke mioma.
Pembesaran simetris uterus mengarah ke adenomyosis atau endometrial carcinoma.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan lesi vulva dan vagina. Pemeriksaan rectovagina
penting untuk melihat penyebaran infeksi ke arah posterior dan lateral.
E. Pemeriksaan Sitologi
Pemeriksaan apus sitologi dapat membantu menegakkan diagnosis lesi invasif serviks
(terutatama bagian endoserviks). Dapat juga membantu menegakkan diagnosis
kanker endometrium, tuba dan ovarium. Apusan pada kanal endoservik tidak boleh
mengenai ectoserviks atau vagina. Untuk hasil yang lebih adekuat, gunakan spatula
dan sikat serviks. Pada hasil apusan akan ditemukan endocervical cells.
F. Pelvic Ultrasound Scan
Digunakan untuk pemeriksaan gynecological pelvic. Dapat dilakukan secara
transvaginal, sebelumnya kandung kemih dikosongkan untuk melihat organ panggul
lebih jelas. Dapat juga dilakukan secara transabdominal, kandung kemih tidak
dikosongkan. Dengan pemeriksaan ini dapat melihat detail dari yang didapatkan pada
pemeriksaan fisik seperti menggambarkan batas uterus, lebarnya dan regularitasnya,

11
adanya jaringan parut intramural atau submukosa, polip intrauteurs, dan massa pada
adnexa. Jika endometrium ditemukan irregularitas, dapat merupakan suatu tanda
patologi dan membutuhkan pemeriksaan lanjut, biopsi untuk memastikan diagnosis.

Gambar 6. Jaringan parut uterus

Gambar 7. Endometrial Lining

12
G. Sonohysterography
Modifikasi dari pelvic ultrasound scan. Dilakukan injeksi saline terlebih dahulu
dengan menggunakan kateter tipis ke dalam uterus, hal ini akan meningkatkan
sensitivitas gambaran transvaginal dan digunakan untuk evaluasi polip dan
abnormalitas endometrium.
H. Biopsi Endometrium
Metodenya meliputi Novak suction currete, Duncan curetter, Kevorkian currete atau
Pipelle. Pemeriksaan ini digunakan jika terjadi perdarahan terus menerus dan sulit
untuk menemukan penyebab perdarahan dengan pemeriksaan sebelumnya.
I. Hysteroscopy
Menempatkan kamera endoskopik melalui serviks ke dalam kavitas endometrium.
Pemeriksaan ini merupakan gold satndard untuk evaluasi perdarahan abnormal
uterus.
J. Dilatasi dan Kuretase
Merupakan pemeriksaan gold standard untuk diagnosis perdarahan uterus abnormal.
Dilakukan anestesi lokal maupun umum. Tetapi penggunaannya masih
diperdebatkan.1,2

Gambar 8. Tampakan Histeroskopi


Reference no 3

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan hematologi

13
B. Pemeriksaan hormon reproduksi : FSH, LH, prolaktin, E2 dan progesteron,
prostaglandin F2
C. Biopsi, dilatasi, kuret bila tidak ada kontraindikasi
D. Pemeriksaan USG1
E. Tes kehamilan8

2.1.9 Penatalaksanaan
Pengobatan Hormonal
A. PUA Ovulasi
1. Perdarahan pertengahan siklus
Estrogen (E) 0.625 1.25 mg, hari ke 10 - 15 siklus.
2. Perdarahan bercak pra haid
Progesteron (P) 5 - 10 mg, hari kke 17 - 26 siklus.
3. Perdarahan pasca haid
Estrogen 0.625 1.25 mg, hari ke 2 7 siklus.
4. Polimeriore
Progesteron 10 mg, hari ke 18 25 siklus.

B. PUA Anovulasi
1. Segera hentikan perdarahan.
Kuret medisinalis
Estrogen selama 20 hari diikuti progesteron selama 5 hari.
Pil KB kombinasi : 2 x 1 tablet selama 2 3 hari diteruskan 1 x 1 tablet
selama 21 hari.
Progesteron 10 20 mg selama 7 10 hari.

Setelah perdarahan berhenti, lakukan pengaturan siklus dengan :


E + P selama 3 siklus.
Pengobatan sesuai kelainan :
- Anovulasi : Stimulasi dengan klomifen sitrat
- Hiperprolaktin : Bromokriptin
- Ovarium polikistik : Kortikosteroid, lanjutkan stimulasi dengan
klomifen sitrat

2. Perdarahan banyak, anemia (PUD berat)


Estrogen konjugasi 25 mg intravena diulang tiap 3 4 jam sampai
maksimal 3 kali atau
Progesteron 100 mg (etinodiol asetat, DMPA).

Setelah darah berhenti, dilakukan pengaturan haid dengan :

14
Kombinasi estrogen selama 20 hari dan diikuti progesteron selama 5 hari
untuk 3 siklus.
Setelah 3 bulan, pengobatan disesuaikan dengan kelainan hormon yang
ada.

Inhibitor prostaglandin dapat dipakai atau dicoba dikombinasikan dengan


terapi hormon tersebut.

Pengobatan Lain
Obat lain yang dapat digunakan PUA adalah anti-inflamasi non-steroid
(AINS) seperti Ibuprofen dapat mengontrol perdarahan dan mengurangi nyeri, Asam
Traneksamat digunakan untuk mengatasi perdarahan yang banyak, dan antibiotik
digunakan bila terdapat infeksi.
AINS dapat diresepkan pada 3 hari pertama haid setiap bulan untuk
mengurangi jumlah perdarahan. AINS bekerja dengan mengkoreksi
ketidakseimbangan prostaglandin dan menyebabkan vasokonstriksi. Ibuprofen dapat
diberikan sebanyak 200 400 mg dengan rentang waktu setiap 4 6 jam. Asam
Mefenamat 500 mg dan selanjutnya 250 mg dengan rentang waktu setiap 6 jam.11

Pengobatan Operatif
Merupakan pilihan terakhir, artinya tindakan dilatasi dan kuret dilakukan
apabila dengan pengobatan hormon tidak berhasil.
Bila perlu dapat dicoba dilakukan ablasi endometrium.1

Dengan teknik diagnostik yang baik, tindakan operatif seperti histerektomi


dapat diminimalisir. Jika penyebab patologis (contoh mioma submukosa,
adenomiosis) dapat disingkirkan, tidak ada resiko signifikan terjadinya kanker (seperti
hiperplasia endometrium atipikal), dan jika tidak ada perdarahan akut yang
mengancam jiwa, dapat diterapi dengan pengobatan hormon. Untuk kasus
menorrhagia, prostaglandin synthetase inhibitors dapat memperbaiki perdarahan
secara signifikan selama menstruasi karena mempunyai efek terapi antifibrinolitik.
Levonorgestrel-releasing IUD sama efektifnya dengan reseksi endometrium dalam
memperbaiki perdarahan.

15
Gambar 9. Prinsip Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Abnormal Secara Umum

16
Gambar 10. Tatalaksana PUA

Penatalaksanaan juga dilakukan berdsarkan umur pasien (remaja, dewasa


muda, premenopause).
A. Aldolescents (Remaja)
Pemberian estrogen secara oral, kecuali untuk pasien yang membutuhkan
kuretase. Pemberian estrogen dapat diikuti dengan pemberian progesteron, atau
pemberian progesteron saja, atau kombinasi estrogen dan progesteron. Untuk
perdarahan akut, berikan estrogen dosis tinggi secara intravena (25 mg tiap 4 jam).
Untuk maintenance, berikan estrogen secara oral 2.5 mg setiap 4 - 6 jam selama
14 21 hari. Setelah perdarahan berhenti, berikan medroxyprogesterone acetat 5
mg 1 2 x sehari selama 7 10 hari. Berikan Medroxyprogesterone acetate 10 mg
per hari selama 10 hari untuk pasien yang telah melakukan biopsi endometrium.
Pada perdarahan yang tidak hebat, berikan kontrasepsi oral dengan dosis normal.
B. Young Women (Dewasa Muda) usia 20-30 tahun
Tatalaksana sama seperti pada remaja.
C. Premenopausal Women

17
Pada umur reproduksi selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan dengan
hysteroscopy dan biopsi endometrium untuk mengevaluasi etiologi sebelum
pemberian terapi hormonal.
D. Terapi operatif
Untuk pasien yang tidak dapat diobati dengan hormonal, menunjukkan tanda-
tanda anemis, perdarahan mengganggu aktivitas sehari-hari, dilakukan dilatasi dan
kuretase untuk menghentikan perdarahan sementara. Jika perdarahan tetap terjadi,
levonogestrel-releasing IUD atau prosedur invasif minimal seperti ablasi
endometrium dapat dilakukan. Jika tindakan invasif gagal, lakukan histerektomi.
Operasi definitive dilakukan pada kasus endometriosis, mioma dan penyakit
panggul.2

2.1.10 Prognosis PUA


Perdarahan uterus abnormal (PUA) hanya satu episode mempunyai prognosis
yang baik. Pasien yang mengalami PUA berulang akan meningkatkan resiko anemia
defisiensi besi, diperlukan rawat inap, terapi cairan transfusi atau terapi hormonal
intravena. PUA kronik akan meningkatkan resiko hiperplasia endometrium dan
carcinoma endometrium bahkan infertilitas.4

2.2 Hormon Reproduksi Wanita

18
Gambar 1. Hormon yang Mempengaruhi Reproduksi Wanita
Reference no.6

2.3 Haid Normal


2.3.1 Siklus Reproduksi Wanita Normal

19
Gambar 2. Siklus Menstruasi Normal
Reference No.6

2.3.2 Definisi Haid Normal


Proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus (lendir) dan seluler
debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu yang terjadi sejak
menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa kehamilan dan menyusui,
yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ hormonal.7

20
Tabel 1 Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi

DAFTAR PUSTAKA

1. Wijayanegara H, Suardi A, Permadi W, Judistiani TD. Pedoman Diagnosis dan Terapi

Obstetri dan Ginekologi RS. DR. Hasan Sadikin. Bandung: Bagian Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RS DR. Hasan Sadikin.

2005. Hal 42-43.


2. Decherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current Diagnosis and Treatment

Obstetrics and Gynecology. United States of America: McGraw-Hill Companies.

2007.

21
3. Berek JS. Berek & Novaks Gynecology. Abnormal Uterine Bleeding. 4th ed. USA:

Lippincott Williams & Wilkins. 2007. Pages 461,807-808.


4. Behera MA, Lucidi RS. Abnormal (Dysfunctional) Uterine Bleeding. Medscape.

Updated: Nov 15 2015. From: http://emedicine.medscape.com/article/257007-

overview#a4
5. Abnormal Uterine Bleeding. Brimingham: American Society for Reproductive

Endocrinology and Infertility. 2012. From:

http://www.socrei.org/BOOKLET_abnormal_uterine_bleeding/
6. Finlayson, Sanders. Endocrine and Reproductive Systems. 3rd ed. UK: Mosby

Elsevier. 2007. Hal 127-132.


7. Hestiantoro A. Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Efek

Samping Kontrasepsi. Jakarta: Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas

Indonesia (HIFERI) Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Hal 7-

12.
8. Abnormal Uterine Bleeding. The American College of Obstetricians and

Gynecologysts. From: http://www.acog.org/-/media/For-Patients/faq095.pdf?

dmc=1&ts=20151212T2341093219
9. Barclay L, Murata P. New Classification System Categorizes Causes of Abnormal

Uterine Bleeding. Medscape Education Clinical Briefs. Released June 6 2011. From:

http://www.medscape.org/viewarticle/744114
10. Sastrawinata, RS. Ginekologi. Bandung: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. 1981. Hal 31-45.


11. Abnormal Uterine Bleeding. Association of Reproductive Health Professionals.

Updated: July 2008. From: http://www.arhp.org/uploadDocs/aubfactsheet.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai