Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ARTERI UTERINE BLEENDING (AUB) DI RSUD HAJI
SURABAYA

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Stase Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Program Studi Pendidikan Pofesi Bidan

Disusun oleh :
Rizma Aisyah Ramadhani Azis
NIM : 2315901051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


STIKES NGUDIA HUSADA MADURA
TAHUN AJARAN 2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah


satunya adalah Abnormal Uterine Bleeding. Abnormal Uterine Bleeding merupakan suatu
perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik, dimana terjadi
perdarahan abnormal di dalam atau diluar siklus haid oleh karena gangguan mekanisme kerja
poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium. Pendarahan abnormal dapat terjadi pada
setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai
sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Klasifikasi jenis endometrium yaitu
jenis sekresi atau nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang
terjadi di jenis ovulatoar atau anovulatoar.

Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus abnormal antara lain perdarahan sering
terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat bersifat sedikit-sedikit, terus-menerus
atau banyak dan berulang-ulang dan biasanya tidak teratur. Penyebab perdarahan uterus
abnormal sulit diketahui dengan pasti tapi biasanya dijumpai pada sindrom polikistik ovarii,
obesitas, imaturitas dari poros hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa menarche,
serta ganguan stres bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini.

Diagnosis perdarahan uterus abnormal memerlukan suatu anamnesis yang cermat.


Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului
oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea amenorea, sifat perdarahan, lama perdarahan,
dan sehagainya. Selain itu perlu juga latar belakang keluarga serta latar belakang
emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjukkan ke
arah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain.
Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik yang
menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Pada seorang
perempuan yang belum menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi wanita yang sudah
menikah sebaiknya dilakukan kuretase untuk terapi dan menegakkan diagnosis. Pada
pemeriksaan histopatologi biasanya didapatkan endometrium yang hiperplasia.
Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal sangat komplek, jadi
sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan organik. Adapun tujuan
penatalaksaan perdarahan uterus abnormal adalah menghentikan perdarahan serta
memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi yang dapat diberikan antara lain kuretase pada
panderita yang sudah menikah. Tetapi pada penderita yang belum menikah biasanya diberikan
terapi hormonal yaitu dengan pemberian estrogen, progesteron, maupun pil kombinasi. Adapun
tujuan pemberian hormonal progesteron adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh
pemberian estrogen. Dan pemberian pil kombinasi bertujuan merubah endometrium menjad
reaksi pseudodesidual.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan masalah dalam
penelitian sebagai berikut “Asuhan Kebidanan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Arteri
Uterine Bleending (AUB) Di RSUD Haji Surabaya”

C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan kebidanan pada
pelayanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan serta mendokumentaskan hasil asuhannya dalam bentuk SOAP.
2) Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
a. Menjelaskan mengenai teori dan konsep dasar asuhan kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
b. Mengintegrasikan teori dan manajemen asuhan kebidanan serta
mengimplementasikan pada kasus yang dihadapi
D. Manfaat
1) Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan ini data dijadikan acuan untuk pengembangan keilmuan dimasa yang
akan dating terutama pada pelayanan kebidanan.
2) Bagi Penulis
Penulisan yang dilakukan diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
mengenai asuhan kebidanan pada pasien dengan diagnose AUB
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun
lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang
memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan
haid banyak atau Heavy Menstrual Bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal
yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan
ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional
(PUD).

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi


abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau
kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu
yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan
berasal dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus
selalu dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin tejadi secara
bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).

Pola dari pendarahan uterus abnormal terdapat penggolongan standar dari perdarahan
abnormal yang dibedakan menjadi 7 pola, yaitu:

1. Menoragia (hipermenorea)

perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak
selalu abnormal, tetapi dapat menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan
yang 'gushing' dan ‘open-faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma
submukosa, komplikasi kehamilan, hyperplasia endometrium, tumor ganas, dan
perdarahan disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2. Hipomenorea (kriptomenorea)

perdarahan menstruasi yang sedikit, dan terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi
seperti pada stenosis himen atau serviks mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus
(Asherman's syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan
histerogram dan hisleroskopi. Pasien yang menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh
seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak apa-apa.

3. Metroragia (pendarahan intermenstrual)

perdarahan yang teradi pada waktu-waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan


ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak darah dan dapat dilacak
dengan memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan
karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi
estrogen eksogen menjadi penyebab umum pada perdarahan tipe ini.

4. Polimenorea

periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya berhubungan dengan
anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.

5. Menometroragia

perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah dan durasi perdarahan juga
bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan perdarahan intermenstruasi dapat
menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode perdarahan dapat
mengindikasikan adanya keganasan komplikasi dari kehamilan.

6. Oligomenorea

periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea didiagnosis bila tidak ada
menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan biasanya berkurang dan
biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari faktor endokrin (kehamilan,
pituitary-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan berat badan yang terlalu
banyak). Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan oligomenorea terlebih
dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.

7. Pendarahan kontak (pendarahan post-koitus)

harus dianggap sebagai tanda dari kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering yaitu polip serviks,
infeksi serviks atau vagina (Tichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif
tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasi, kolposkopi dan biopsi sangat
dianjurkan untuk dilakukan.
Pendarahan bukan haid yang dimaksud disini adalah perdarahan yang terjadi dalam masa
antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis
perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua
menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organik
pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.

2.2 Epidemiologi

Perdarahan uterus disfungsional sering terjadi pada usia reproduktif. Prevalensi tinggi pada
adolesen dan premenopause. Prevalensi perdarahan uterus disfungsional 5 % dari seluruh
wanita menstruasi dilaporkan Wren tahun 1998. Dari semua kasus ginekologi 15 – 20 %
dengan perdarahan uterus disfungsional , 11 % berusia < 20 tahun, 50 % antara 20 – 40 tahun
dan 39 % diatas 40 tahun.
Penelitian WHO tahun 1998, mendapatkan wanita dengan keluhan menoragia 1.011
dari 5.322 ( 19 % ) berdasarkan survey yang dilakukan di 14 negara yang berbeda.
2.3 Patofisiologi

Pada menstruasi normal terjadi pelepasan, pembentukan dan perbaikan lapisan fungsional
endometrium. Destruksi dan regenerasi endometrium dikendalikan oleh faktor lokal yang
tergantung pada estrogen dan progesteron. Prostaglandin dan endotelin adalah substansi
vasoaktif yang mengatur kehilangan darah menstruasi. Konsentrasi endotelin jaringan bekerja
sama dengan relaxing factor, seperti nitricoxide, meningkatkan dan memperpanjang
kehilangan darah menstruasi.
Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia
Endometrium normal kaya akan fosfolipase yang dibutuhkan pada konversi asam
lemak prekursor asam arachidonat. Pada fase luteal akhir cyclo–oxygenase berperan pada
konversi asam arachidonat menjadi endoperoksidase, yang dibawah sintetase spesifik berubah
menjadi prostaglandin F2α (vasokontriktor dan aggregator trombosit lemah), prostaglandin E2
(vasodilator dan antiagregasi platelet), prostaglandin D2 (aglutinasi inhibitor, prostaglandin I2
(vasodilator dan antiagregasi platelet) dan tromboxan A2 (vasokontriktor dan platelet
aggregator). Pada menstruasi normal, rasio prostaglandin F2α : prostaglandin E2 dalam cairan
menstuasi 2 : 1.
Ecosanoid yang diproduksi leukosit melalui kerja lipooxygenase pada asam
arachidonat. Jumlah perdarahan menstruasi sesuai dengan derajat infiltrasi leukosit.
.
Progesteron withdrawal bleeding / perdarahan sinambung progesteron menyebabkan
hancurnya lysosom dan pelepasan fosfolipase A2. Ditandai dengan meningkatnya plasminogen
aktivator dan aktivitas fibrinolitik dalam darah menstruasi pada perdarahan uterus
disfungsional.
Perdarahan uterus abnormal primer terjadi karena gangguan metabolisme ecosanoid
dalam sistem fibrinolitik dan enzim lisosomal endometrium3,6. Pada perdarahan uterus
abnormal dengan siklus ovulatorik, produksi prostaglandin yang disekresi endometrium
dengan perbandingan terbesar dari prostaglandin F2α / prostaglandin E2 / prostaglandin D2
menjadi prostaglandin E2 / prostaglandin D2 / prostaglandin F2α. Terjadi peningkatan sintesa
prostaglandin I2 miometrium yang menmyebabkan dilatasi arteri radialis dan meningkatnya
perdarahan.
Pada perdarahan abnormal anovulatorik, kurangnya progesteron menyebabkan berkurangnya
rasio prostaglandin F2α : prostaglandin E2 dan terjadi peningkatan relatif prostaglandin E2,
yang merupakan vasodilator dan anti agregasi platelet, menyebabkan bertambahnya
perdarahan.
Etiologi perdarahan uterus abnormal yang paling sering adalah perdarahan karena
sinambung estrogen / estrogen withdrawal bleeding atau perdarahan lucut estrogen / estrogen
break through bleeding pada pasien dengan siklus anovulatorik.
Pada kasus progesteron negatif menyebabkan inhibisi sintesa DNA dan mitosis, respon
proliferatif estrogen menyebabkan pertumbuhan endometrium dengan integritas matrik stroma
yang lemah sehingga terjadi pelepasan spontan. Pada keadaan normal terjadi mekanisme
kontrol yang membatasi menstruasi, perdarahan dapat berkepanjangan dan eksesif pada
keadaan tanpa progesteron.
2.4 Etiologi
AUB dapat terjadi pada siklus haid yang ovulatorik, anovulatorik, maupun dalam keadaan
folikel persisten.

a. Pendarahan pada siklus ovulatorik


Perdarahan yang terjadi berbeda dengan perdarahan pada suatu haid yang normal,
dibedakan menjadi 3 yaitu:
− Perdarahan pada pertengahan siklus; perdarahan yang terjadi biasanya sedikit,
singkat, dan dijumpai pada pertengahan siklus. Penyebabnya adalah kadar
estrogen (E2) yang rendah.
− Perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium; perdarahan yang terjadi
biasanya banyak dan memanjang. Penyebabnya adalah korpus luteum
persisten dan kadar estrogen yang rendah dengan diikuti oleh pembentukan
progesteron yang terus-menerus.
− Perdarahan bercak (spoting) prahaid dan pasca haid; pada masa prahaid
disebabkan oleh insufisiensi korpus luteum sedangkan pada masa pasca haid
disebabkan oleh defisiensi estrogen sehingga regenerasi endometrium
terganggu.
b. Pendarahan pada siklus anovulatorik
Perdarahan jenis ini sering dijumpai pada awal reproduksi dan masa
perimenopause. Periode anovulasi biasanya terjadi pada 2 atau 3 tahun setelah
menars atau selama beberapa tahun menjelang menopause. Wanita yang memakai
kontrasepsi oral dan mereka yang menggunakan terapi estrogen pengganti juga
dapat memiliki siklus anovulasi ini. Selain itu stres dan penyakit lainnya juga dapat
menjadi pencetus. Dasar terjadinya perdarahan pada siklus ini adalah tidak adanya
ovulasi karena korpus luteum tidak terbentuk sehingga siklus ini disebabkan oleh
keadaan defisiensi progesteron dan kelebihan estrogen. Perdarahan yang terjadi
dapat normal, sedikit, atau banyak dengan siklus yang teratur atau tidak teratur.
Penyebabnya diduga adalah gangguan regulasi sentral akibat faktor psikis.
c. Pendarahan pada keadaan folikel persisten
Sering dijumpai pada masa perimenopause. Endometrium secara menetap
dipengaruhi oleh estrogen, sehingga terjadi hiperplasia endometrium baik jenis
adenomatosa ataupun atipik. Keganasan endometrium sering berawal pada keadaan
ini. Oleh karena itu perdarahan ini memerlukan penanganan ynag serius dan
seksama. Setelah folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen maka akan terjadi
perdarahan lucut estrogen. Secara klinis didapatkan mula-mula haid biasa kemudian
terjadi perdarahan bercak yang selanjutnya diikuti perdarahan yang makin banyak
terus menerus dan disertai gumpalan.
2.5 Gambaran Klinik

Perdarahan uterus disfungsional dievaluasi berdasarkan kelompok umur dan gambaran


perdarahan / menogram.
Kelompok Umur:
1. Perimenar :
Penyakit organik dan keganasan sangat jarang dan perdarahan abnormal sebagian besar
karena disfungsional. Perdarahan uterus disfungsional pada perimenar karena
imaturitas hipotalamus dan umpan balik positif yang tidak adekuat dan sering disertai
menstruasi irregular karena kegagalan ovulasi atau ovulasi terhambat, 40-50% kasus
terselesaikan setelah 2 tahun. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan perdarahan
uterus disfungsional yang terjadi pada periode menstruasi normal dibandingkan dengan
perdarahan uterus disfungsional pada menar. Gangguan perdarahan harus disingkirkan
dan sebagian besar kasus ditangani dengan medikamentosa.
2. Dewasa
Sebagian besar perdarahan uterus disfungsional pada wanita usia reproduktif dengan
siklus ovulasi dan masalah dapat diatasi dengan spontan.
3. Perimenopause:
Perdarahan sebagian besar disfungsional. Singkirkan kelainan organik seperti
fibromioma, karsinoma endometrium sebelum diagnosa perdarahan uterus
disfungsional ditegakkan. Perdarahan diluar siklus dan lebih dari 50 % kasus disertai
hiperplasia endometrium.
Gambaran perdarahan / menogram
1. Perdarahan siklik berulang
Menoragia mungkin berhubungan dengan mioma atau penyakit radang panggul
mungkin juga perdarahan disfungsi ovulasi prognosis favorable.
2. Perdarahan irregular / diluar siklus
Mungkin disertai kelainan organik traktus genitalia bisa suatu perdarahan anovulasi.
Prognosis kurang baik, pada perimenopause harus diambil sampling endometrium.
3. Perdarahan diantara siklus mentruasi
Polip serviks dan endometrium, mioma sub mukus dan karsinoma serviks, dapat
menyebabkan perdarahan banyak.
Perdarahan pertengahan siklus, regular terjadi pada perdarahan uterus disfungsional
ovulasi kerena turunnya sekresi estrogen.
2.6 Diagnosis
Diagnosa perdarahan uterus abnormal adalah diagnosa eksklusi. Kesulitan utama diagnosis
adalah memutuskan pemeriksaan apa yang dibutuhkan untuk menyingkirkan kelainan
organik di uterus.
Anamnesa
Umur, paritas, fertilitas, jumlah, durasi dan gambaran perdarahan. Gejala menstruasi yang
menyertai, gejala berkaitan dengan penyakit organik dan endokrin.
Kontrasepsi, hamil, stres emosional, gangguan psikiatri, latar belakang sosial dan
personal.
Pemeriksaan
Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi umum pasien dan pemeriksaan abdominal dan
pelvis. Tujuan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan perdarahan
uterus disfungsional, eksklusi penyakit intra uterin dan kelainan yang berhubungan dengan
perdarahan.
1. Hematologi : darah lengkap, blood smear, profil koagulasi seperti bleeding time, cloting
time, trombosit count, protrombin time, APTT (activated partial thromboplastin time).
2. Transvaginal sonografi untuk menyingkirkan massa pelvis dan komplikasinya.
Endometrium bersifat dinamis, respon cepat terhadap stimulasi ovarium sesuai dengan
stimulasi hormonal endogen dan eksogen. Respon itu tampak dari ketebalan,
echogenitas, tekstur endometrium. Transvaginal sonografi tidak bisa membedakan
kelainan intracavitas
3. Saline infusion sonography, infus salin dalam cavum uteri, jarak cavum uteri diukur
dan untuk melihat lesi cavum uteri, sangat nyeri pada pasien syok.
4. Dilatasi dan kuretasi, umum dikerjakan dan menggantikan pemeriksaan histeroskopi.
Dilatasi dan kuretasi, pengambilan sampel untuk pemeriksaan histologi, untuk
mengetahui kelainan organik intrauterin seperti hiperplasia endometrium, carcinoma
endometrium, tuberkulosis. Dilatasi dan kuretasi merupakan prosedur diagnostik tetapi
tidak banyak membantu pada perdarahan banyak dan tidak mengurangi perdarahan
pada siklus berikutnya.
5. Histeroskopi, untuk mengevaluasi area yang mengalami kelainan. Untuk rencana terapi
dan mengurangi pembedahan yang tidak diperlukan. Sensitivitasnya 98 % sehingga
menggantikan dilatasi dan kuretasi.
6. Pap smear, FSH dan LH, T3/T4, dan TSH

2.7 Penanganan

Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan abnormal sangat banyak, dalam hal ini
penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah. Setelah pemeriksaan ginekologik
menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus,
perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan:

1. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan
berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas estradiol 2,5 mg, atau
benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. Keberatan terapi ini ialah bahwa
setelah suntikan dihentikan. perdarahan timbul lagi.

2. Progesteron pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional


bersifat anovulator, sehingga pemberian progesteron mengimbangi pengaruh estrogen
terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125 mg, secara
intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehari norethidrone 15 mg atau asetas
medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada
wanita dalam masa pubertas.

Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia


endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya virilisasi.
Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg intramuskulus yang dapat diulangi 6 jam
kemudian. Pemberian metiltestosteron per os kurang cepat efeknya.

Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan
kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan terapi ini banyak
kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolic, penyakit endokrin,
penyakit darah dan lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus
ditangani. Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan abnormal timbul lagi, dapat
diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar
perdarahan abnormal disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja berguna
apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebu
diatas, pemberian estrogen dan progesterone dalam kombinasi dapat dianjurkan: untuk
keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5
perdarahan terus untuk 2 hari. Dapat pula diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke-21
siklus haid.

Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan abnormal yang berulang.
Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat diberikan
metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi androgen ialah pemberian dosis yang sekecil-
kecilnya dan sependek mungkin.

Terapi dengan klomifen yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan
anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada infertilitas
dengan siklus anovulatoar sebagai sebab.
Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan abnormal terus- menerus
(walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali dan yang sudah mempunyai anak cukup)
ialah histerektomi.

Anda mungkin juga menyukai