Anda di halaman 1dari 25

Perdarahan Uterus Abnormal

Oleh:

Ipan Ferrel Heady

20360251

Pembimbing:

dr. H. Muslich Parangin angin, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIS ILMU OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI

RSUD HAJI MINA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MALAHAYATI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat ALLAH SWT karena atas rahmat

dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa paper di Departemen Ilmu

Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Umum Haji Medan yang berjudul

“Perdarahan Uterus Abnormal” dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada

waktunya. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. H. Muslich Parangin angin, Sp.OG

selaku pembimbing saya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih banyak

terdapat kekurangan di dalam penulisannya, baik dalam penyusunan kalimat maupun di

dalam teorinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga karya

tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................................1

1.2. Tujuan Penelitian..............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi..............................................................................................................3

2.2. Epidemiolgi.......................................................................................................4

2.3. Etiologi..............................................................................................................4

2.4. Patofisiologi......................................................................................................4

2.5. Diagnosis...........................................................................................................5

2.6. Tatalaksana........................................................................................................6

2.7. Komplikasi......................................................................................................14

2.8. Prognosis.........................................................................................................15

BAB III KESIMPULAN...............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan uterus abnormal meliputi perdarahan menstruasi yang tidak

normal dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik,

atau kanker. Diagnosis dan pengelolaan perdarahan uterus abnormal menyajikan

beberapa masalah yang paling sulit dalam ginekologi. Pasien mungkin tidak dapat

melokalisasi sumber perdarahan dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita usia

produktif, komplikasi kehamilan harus selalu dipertimbangkan, dan harus selalu

ingat bahwa lebih dari 1 kesatuan dapat hadir, seperti mioma uteri dan kanker

serviks.

Pendarahan uterus abnormal dapat ditangani dengan cepat dan tepat, bila

diketahui etiologi/penyebab pasti yang dapat berupa kelainan struktur dan kelainan

non struktur. Kelainan struktur yang paling sering adalah mioma uterus terutama

mioma submukosum, endometriosis, polip, kanker endometrium, hiperplasia

endometrium dan adneksitis. Kelainan non struktur seperti yang telah

diklasifikasikan oleh Federation international obstetric dan gynecology (FIGO)

dalam singkatan PALM –COEIN.

Federasi international obstetri dan ginekologi telah menyetujui sistem

kalsifikasi baru (PALM – COEIN) pada penyebab terjadinya perdarahan uterus

abnormal pada perempuantidak hamil pada usia reproduksi. Dari Sembilan

kategori pada sistem klasifikasi baru (PALM-COEIN) oleh FIGO,empat pertama

didefinisikan sebagai kriteria struktural yang objektif secara visual seperti


(PALM,: Polyp, Adenomyosis, Leiomyoma dan Hyperplasia Malignancy. Empat

kedua tidak berhubungan dengan struktural yang abnormal (COEI : Coagulopathy,

Ovulatory Dysfunction, Endometrial dan Iatrogenic), dan kategori terakhir adalah

entitas bahwa Not yet Classified (N).

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini untuk menambah pengetahuan dan memahami tentang

Perdarahan Uterus Abnormal.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan menstruasi

abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau

kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu

yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan

berasal dari vagina, uretra, atau rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus

selalu dipikirkan, dan perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin terjadi secara

bersamaan (misal mioma uteri dan kanker leher rahim).

Pola dari perdarahan uterus abnormal

Penggolongan standar dari perdarahan abnormal dibedakan menjadi 7 pola:

1) Menoragia (hipermenorea) adalah perdarahan menstruasi yang banyak dan

memanjang. Adanya bekuan-bekuan darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat

menandakan adanya perdarahan yang banyak. Perdarahan yang ‘gushing’ dan ‘open-

faucet’ selalu menandakan sesuatu yang tidak lazim. Mioma submukosa, komplikasi

kehamilan, adenomiosis, IUD, hiperplasia endometrium, tumor ganas, dan perdarahan

disfungsional adalah penyebab tersering dari menoragia.

2) Hipomenorea (kriptomenorea) adalah perdarahan menstruasi yang sedikit, dan

terkadang hanya berupa bercak darah. Obstruksi seperti pada stenosis himen atau serviks

mungkin sebagai penyebab. Sinekia uterus (Asherman’s Syndrome) dapat menjadi

penyebab dan diagnosis ditegakkan dengan histerogram dan histeroskopi. Pasien yang

menjalani kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak

apa-apa.

3) Metroragia (perdarahan intermenstrual) adalah perdarahan yang terjadi pada waktu-

waktu diantara periode menstruasi. Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus

3
ditandai dengan bercak darah, dan dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh basal.

Polip endometrium, karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks adalah penyebab

yang patologis. Pada beberapa tahun administrasi estrogen eksogen menjadi penyebab

umum pada perdarahan tipe ini.

4) Polimenorea berarti periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya

berhubungan dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.

5) Menometroragia adalah perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah

dan durasi perdarahan juga bervariasi. Kondisi apapun yang menyebabkan perdarahan

intermenstrual dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari episode

perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan atau komplikasi dari kehamilan.

6) Oligomenorea adalah periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea

didiagnosis bila tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan

biasanya berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari faktor

endokrin (kehamilan, pituitari-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan berat

badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan estrogen menyebabkan

oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.

7) Perdarahan kontak (perdarahan post-koitus) harus dianggap sebagai tanda dari

kanker leher rahim sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari

perdarahan kontak yang lebih sering yaitu servikal eversi, polip serviks, infeksi serviks

atau vagina (Trichomonas) atau atropik vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak

menyingkirkan diagnosis kanker serviks invasif, kolposkopi dan biopsi sangat

dianjurkan untuk dilakukan.

2.2 Etiologi

Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada:

4
a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri,

karsinoma servisis uteri;

b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus iminens, abortus sedang berlangsung,

abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma

korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;

c) Tuba Falopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba;

d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,

dinamakan perdarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap

umur antara menarche dan menopause. Tetapi , kelainan ini lebih sering dijumpai

sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita

yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun, dan

3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pula perdarahan

disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat

sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit.

Perdarahan uterus abnormal pada wanita tidak hamil di usia reproduktif memiliki patologi

yang sangat luas. Ada banyak sekali terminologi yang digunakan baik untuk mendeskripsikan

gejala maupun mengenai gangguannya sendiri sehingga dirasa cukup membingungkan dalam

manajemen klinis dan dalam menerjemahkan sebuat riset dan uji klinis.

Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun

lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang

memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid

banyak atau heavy menstrual bleeding sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan

5
oleh faktor koagulopati, gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi

merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).

Perdarahan uterus abnormal terbagi menjadi :

1. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak

sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah kehilangan darah.

Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa

riwayat sebelumnya.

2. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk perdarahan uterus

abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan

penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA akut.

3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid yang terjadi

diantara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga

terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk mengganti

terminologi metroragia.

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat 9

kategori utama disusun sesuai dengan akronim “PALM COEIN” yakni ; polip, adenomiosis,

leiomioma, malignancy dan hiperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial,

iatrogenik, dan not yet classified.

Kelompok PALM merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik

pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok “COEIN” merupakan kelinan non

strruktural yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi. Sistem klasifikasi

tersebut disusun berdasarkan pertimbangan bahwa seorang pasien dapat memiliki satu atau lebih

faktor penyebab PUA.

6
Gambar

A. Polip (PUA-P)

Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik bertangkai maupun tidak,

berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel

endometrium. Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula menyebabkan PUA. Lesi

umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas. Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan

pemeriksaan USG dan atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. Histopatologi

pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma endometrium yang memiliki vaskularisasi

dan dilapisi oleh epitel endometrium.

B. Adenomiosis (PUA-A)

Adenomiosis ditandai dengan pembesaran rahim yang disebabkan oleh sisa ektopik dari endometrium

-baik kelenjar maupun stroma- yang terletak dalam di miometrium. Sisa ini dapat tersebar di seluruh

miometrium -adenomiosis difusa, atau mungkin membentuk nodul fokal yang berbatas tegas -

adenomiosis fokal.

Gejala yang sering ditimbulkan yakni nyeri haid, nyeri saat snggama, nyeri menjelang atau sesudah

haid, nyeri saat buang air besar, atau nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut diatas dapat disertai

dengan perdarahan uterus abnormal. Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan

endometrium pada hasil histopatologi. Adenomiosis dimasukkan ke dalam sistem klasifikasi berdasarkan

pemeriksaan MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI, pemeriksaan USG cukup untuk

mendiagnosis adenomiosis. Dimana hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada

miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi miometrium. Hasil histopatologi

menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium ektopik pada jaringan miometrium.
7
C. Leiomioma (PUA-L)

Leiomioma adalah neoplasma jinak otot polos yang biasanya berasal dari miometrium.

Leiomioma sering disebut sebagai mioma uteri, dan karena kandungan kolagennya yang

menyebabkan konsistensinya menjadi fibrous, leiomioma sering keliru disebut sebagai fibroid.

Insiden di kalangan perempuan umumnya antara 20 hingga 25 persen, tapi telah terbukti setinggi

70 sampai 80 persen dalam studi menggunakan histologis atau pemeriksaan sonografi. Selain itu,

insiden bervariasi tergantung pada usia dan ras.

Secara kasar, leiomioma berbentuk bulat, putih seperti mutiara, berbatas tegas, seperti karet.

Uterus dengan leiomioma biasanya memiliki 6-7 tumor dengan ukuran yang bervariasi.

Leiomioma memiliki otonomi yang berbeda dari miometrium di sekitarnya karena lapisan

jaringan ikat luarnya tipis. Hal ini memungkinkan leiomioma untuk dapat dengan mudah

"dikupas" dari uterus selama operasi. Secara histologis, leiomioma memiliki sel-sel otot polos

memanjang yang tersusun dalam bundel. Aktivitas mitosis jarang terjadi pada leiomioma dan

merupakan kunci perbedaan dengan leiomiosarkoma.

Gejala yang ditimbulkan berupa perdarahan uterus abnormal, penekanan terhadap organ

sekitar uterus, atau benjolan dinding abdomen. Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala

dan biasanya bukan penyebab tunggal PUA. Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi

mioma uteri yakni hubungan mioma uteri denga endometrium dan serosa lokasi, ukuran, serta

jumlkah mioma uteri.

Berikut adalah klasifikasi mioma uteri :

a. Primer : ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri

b. Sekunder : membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium (mioma uteri

submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya.

c. Tersier : Klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan subserosum.

D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)

Pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan endometrium gejala berupa

Perdarahan uterus abnormal. Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan keganasan

8
merupakan penyebab penting PUA. Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem klasifikasi

FIGO dan WHO. Diagnostik pasti ditegakkan berdarkan pemeriksaan histopatologi. 2

E. Coagulopathy (PUA-C)

Gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap perdarahan uterus. Gejalanya

berupa perdarahan uterus abnormal. Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan

hemostatis sistemik yang terkait dengan PUA. Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan

haid banyak memiliki kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan adalah

penyakit von Willebrand.

F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)

Kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan uterus. Gejalanya berupa

perdarahan uterus abnormal. Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan

manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah yang bervariasi. Dahulu termasuk

dalam kriteria Perdarahan uterus disfungsional (PUD). Gejala bervariasi mulai dari amenorea,

perdarahan ringan dan jarang, hingga perdarahan haid banyak. Gangguan ovulasi dapat

disebabkan oleh sindrom ovarioum polikistik, hiperprolaktenemia, hipotiroid, obesitas,

penurunan berat badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan.

G. Endometrial (PUA-E)

Gangguan hemostatis lokal endometrium yang memiliki kaitan erat dengan

terjadinya perdarahan uterus. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan

dengan siklus haid teratur. Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan

hemostatis lokal endometrium . Adanya penurunan produksi faktor yang terkait

vasokonstriksi seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan aktifitas

fibrinolitik.

Gejalanya adalah perdarahan tengah atau perdarahan yang berlanjut akibat

gangguan hemostasis lokal endometrium. Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah

menyingkirkan gangguan lain pada siklus haid yang berovulasi.

9
H. Iatrogenik (PUA-I)

Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis seperti penggunaan

estrogen, progestin, AKDR. Perdarahan haid diluar jadwal yang terjadi akibat penggunaan

estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau breakthrough bleeding.

Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang disebabkan

oleh sebagai berikut :

o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi

o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin

o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna anti koagulan

( warfarin, heparin, dan low molecular weight heparin) dimasukkan ke dalam

klasifikasi PUA-C.

I. Not yet classified (PUA-N)

Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan

dalam klasifikasi. Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik atau

malformasi arteri-vena. Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan kejadian PUA.

2.5 Diagnosis

1.    Anamnesis

 Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor risiko kelainan

tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat kelainan hemostasis

pada pasien dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu

mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal.

10
 Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-rata

meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu dilakukan pertanyaan

untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand.

 Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat kepatuhannya dan

obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi.

 Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan hemostasis dengan

sensitivitas 90%.  Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada perempuan dengan

hasil penapisan positif.

Tabel Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena kelainan hemostatis

2.    Pemeriksaan Umum

 Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan

hemodinamik.

 Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan

dengan kehamilan.

 Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar

tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia),

gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.

11
3.     Pemeriksaan Ginekologi

 Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap smear.

 Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia

endometrium atau keganasan.

  Penilaian Ovulasi

 Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.

 Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.

 Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum fase

luteal atau USG transvaginal bila diperlukan.

Penilaian Endometrium

 Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien PUA.

Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:

Perempuan umur > 45 tahun

Terdapat faktor risiko genetik

 USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang

merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium

 Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara

 Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal cancer memiliki risiko

kanker endometrium sebesar 60% dengan  rerata umur saat diagnosis antara 48-50

tahun

 Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan uterus abnormal

yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan).

Penilaian Kavum Uteri

 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma uteri

submukosum.

12
 USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan pada

pemeriksaan awal PUA.

 Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan

untuk melakukan Saline Infusion Sonography (SIS) atau histeroskopi.  Keuntungan

dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis dan terapi dapat dilakukan

bersamaan.

Penilaian Miometrium

 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.

 Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan abdominal),

SIS, histeroskopi atau MRI.

Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan USG

transvaginal.

2.6 Penatalaksanaan

Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (non-hormonal)

Asam Traneksamat

Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen akan

diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrin degradation

product (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agen anti fibrinolitik. Obat ini akan

menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya pembekuan darah, namun tidak menimbulkan

kejadian trombosis. Perdarahan menstruasi melibatkan pencairan darah beku dari arteriol spinal

endometrium, maka pengurangan dari proses ini dipercaya sebagai mekanisme penurunan jumlah

darah mens. Efek samping : gangguan pencernaan, diare, sakit kepala. Dosisnya untuk

perdarahan mens yang berat adalah 1g (2x500mg) dari awal perdarahan hingga 4 hari.

13
Obar anti inflamasi non steroid (AINS)

Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid akan meningkat. AINS

ditujukan untuk menghambat siklooksigenase, dan akan menurunkan sintesa prostaglandin pada

endometrium. Prostaglandin mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat dalam respon

inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus. AINS dapat mengurangi jumlah darah

haid hingga 20-50 persen Pemberian AINS dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama astau

sebelumnya hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek samping : gangguan pencernaan,

diare, perburukan asma pada penderita yang sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan

terjadinya perdarahan dan peritonitis.

Pemilihan obat-obatan pada perdarahan uterus abnormal (hormonal)

Estrogen

Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang

digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK

dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti emetik seperti promethazine 25

mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme kerja obat

ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait langsung dengan endometrium. Obat ini

bekerja memacu vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen,

faktor IV, faktor X, proses aggregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler.

Pembentukan reseptor progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya

dengan menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat defek

estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan

PKK

Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat

endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah 4x1 tablet

selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3x1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2x1 tablet selama

14
2 hari, dan selanjutnya 1x1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas pil selama 7 hari,

kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan.

Apabila pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan

secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping

dapat berupa perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein

trombosis, stroke dan serangan jantung.

Progestin

Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan

mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehodrogenase pada sel-sel endometrium, sehingga

estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan

estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek mitotik yang

menyebabkan terjadinya atrofi endometrium. Progestin dapat diberikan secara siklik maupun

kontinyu. Pemberian siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu

berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya.

Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, makan dosis obat

progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai hari pertama,

dan selanjutnya progestin diminum sampai 14 hari. Pemberian progestin secara siklik dapat

menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat kontraindikasi (misalkan :

hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner

atau infark miokard, kecurigaan keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning

akibat kolestatis, kanker hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1x10 mg,

norestiron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogestron 2x5 mg atau nomegestrol asetat 1x 5 mg

selama 10 hari per siklus.

Apabila pasien mengalami perdarahan hebat saat kunjuungan, dosis progestin dapat

dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk 14 hari dan

kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti pemberian progestin

15
secra kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk membuat amenorea. Terdapat beberapa

pilihan yaitu :

- Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari

- Pemberian DMPA setiap 12 minggu

- Penggunaan LNG IUS

Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara tegang, sakit

kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi

Androgen

Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasala dari turunan 17a-etinil tetosteron.

Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk menekan produksi estradiol dari

ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogewn di endometrium dan di luar

endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per hari dapat dipergunakan untuk

mengobati perdarahan menstrual hebat. Danazol dapat menurunkan hilangnya darah dalam

menstruasi kurang lebih 50% bergantung dari dosisnya dan hasilnya terbukti lebih efektif

dibanding dengan AINS atau progestin oral. Dengan dosis lebih dari 400 mg per hari dapat

menyebabkan amenorea. Efek sampingya dialami oleh 75% pasien yakni : penigkatan berat

badan, kulit berminyak,jerawat, perubahan suara.

Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)

Obat ini bekerja dengan cara mengurangi reseptor GnRH pada hipofisis melalui

mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan

hambatan pada pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya ditujukan pada

wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini dapat membuat penderita menjadi

amenorea. Dapat diberikan luprolid acetate 3.75 mg intramuskular setiap 4 minggu, namun

pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan demielinisasi tulang.

Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan

16
progestin dosis rendah (add back therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan

jangka panjang, yakni : keluhan-keluhan mirip wanita menopause (misalkan hot flushes, keringat

yang bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila

penggunaan GnRH agonis lebih dari 6 bulan).

17
2.7 Komplikasi

18
Komplikasi yang bisa terjadi adalah infertilitas akibat tidak adanya ovulasi. Anemia berat

akibat perdarahan yang berlebihan dan lama. Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat

ketidakseimbangan hormonal merupakan faktor penyebab kanker endometrium.2.8

Prognosis

Respon terhadap terapi sangat individual dan tidak mudah diprediksi. Keberhasilan dari

terapi tergantung pada kondisi fisik pasien dan usia Beberapa wanita, khususnya usia remaja

biasanya angka keberhasilan penanganan dengan hormon cukup besar (terutama dengan oral

kontrasepsi).

19
BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun

lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang memanjang atau

tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau heavy

menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati,

gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya

termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).

Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan

kategori utama yang disusun sesuai dengan akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis,

leiomioma, malignancy and hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik

dan not yet classified.

Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai dengan berbagai teknik

pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok COEIN merupakan kelainan non struktur yang

tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi. Penatalaksanaan dan diagnosis tergantung

dari masing masing klasifikasi tersebut. Tetapi ada penatalaksanaan secara umum untuk mengatasi

perdarahan dibagi atas penatalaksanaan uterus abnormal akut dan kronik.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H prof, dr , Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu Bedah

Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,

2007 : 104 – 122

2. Wiknjosastro, H prof,dr, et all. Ilmu kebidanan Edisi Ketiga. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002 : 595 – 622

3. Cunningham FG et al. Dystocia due to Abnormalities in Presentation,

Position or Development of the Fetus, Chapter 20. in William

Obstetrics. 20th ed. Connecticut : Appleton & Lange, 1993 : 493 – 500

4. Dutta DC, Malposition, malpresentation, cord prolapse. In Text Book

of Obstetrics, Calcutta : New Central Book Agency, 1998 : 390 – 431

5. Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Malpresentation. In: Obstetrics

normal and problem pregnancies. 3rd ed. New York: Churchill

Livingstone. Ltd. 2000:478-90.

6. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of delivery

and outcome of 699 term singleton breeech deliveries at a single

center. Am J Obstet Gynecol 2002;187:1694- 8.

7. Jeremy Oats and Suzanne Abraham. 2005. Llewellyn-Jones

Fundamentals of Obstetrics and Gynaecology 8th Edition. Elsevier

Mosby, Edinburgh: 168-171


22

Anda mungkin juga menyukai