Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

MIOMA GEBURT

Disusun Oleh:
Dimas Rizky Nawawi
1102017072

Pembimbing:
Dr. Yedi Fourdiana Sukardi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
22 AGUSTUS – 29 OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “Mioma Geburt” sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi. Tidak lupa shalawat serta salam saya sampaikan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu saya untuk menyelesaikan referat ini, terima kasih
kepada dr. Yedi Fourdiana Sukardi, Sp.OG selaku pembimbing dan klinisi
kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi yang telah meluangkan waktu dalam
membimbing dan memberi masukan masukan kepada penulis, dan juga kepada seluruh
dokter, staf bagian kebidanan dan kandungan, orang tua saya yang telah mendukung
secara moril maupun materil demi terwujudnya, dan teman-teman sejawat lainnya yang
turut membantu penyusun selama kepanitraan di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, saya mengharapkan saran serta kritik yang dapat presentasi hari.
Semoga presentasi kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bekasi, September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1. MIOMA UTERI
1.1.1. Definisi Mioma Uteri .................................................................................. 5
1.1.2. Epidemiologi Mioma Uteri ......................................................................... 5
1.1.3. Etiologi dan Faktor Risiko Mioma Uteri ....................................................5
1.1.4. Klasifikasi Mioma Uteri .............................................................................. 9
1.1.5. Patofisiologi Mioma Uteri ......................................................................... 10
1.1.6. Manifestasi Klinis Mioma Uteri ................................................................ 11
1.1.7. Diagnosis Mioma Uteri ............................................................................. 13
1.1.8. Diagnosis Banding Mioma Uteri ............................................................... 17
1.1.9. Tatalaksana Mioma Uteri .......................................................................... 17
1.1.10. Komplikasi Mioma Uteri .......................................................................... 23
1.1.11. Prognosis Mioma Uteri ............................................................................. 23
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................................... 33
BAB IV ANALISIS KASUS ..................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 46

3
BAB I
PENDAHULUAN
Mioma adalah neoplasma jinak paling umum dari organ reproduksi wanita usia
reproduktif. Mioma dapat berdampak negatif pada sistem reproduksi dan dapat
tunggal, tetapi lebih sering multipel, menyebabkan morbiditas yang signifikan dan
penurunan kualitas hidup. Mioma uteri (atau juga disebut fibroid, leiomioma,
leiomiomafibroid) merupakan proliferasi lokal sel otot polos yang dikelilingi oleh
pseudokapsul serat otot. Mioma dianggap tumor jinak yang responsif terhadap hormon,
karena estrogen dapat menginduksi pertumbuhan yang cepat pada keadaan estrogen
tinggi, seperti kehamilan. Sebaliknya,menopause umumnya menyebabkan penghentian
pertumbuhan tumor dan bahkan beberapa atrofi. Mioma uteri diklasifikasikan ke dalam
subkelompok berdasarkan hubungan anatomisnya dengan lapisan rahim. Tiga jenis
yang paling umum adalah intramural (di dinding otot rahim), subserosa (tepat di bawah
serosa rahim), dan submukosa (tepat di bawah endometrium). Sebagian kasus
asimptomatis sehingga sering didapati secara tidak sengaja saat ke dokter karena
keluhan lain. Gejala paling sering adalah perdarahan vagina. Tumor ini sering menjadi
penyebab subfertilitas wanita dan pada kehamilan dapat menyebabkan abortus dan
prematuritas. Mioma uteri bervariasi dalam ukuran, dari mikroskopis hingga tumor
multinodular besar yang mampu mengisi rongga abdomen pasien. Mioma uteri adalah
indikasi paling umum untuk histerektomi yaitu sekitar 30% dari operasi ini. Selain itu,
operasi besar yang lebih konservatif, termasuk miomektomi, kuretase uterus,
histeroskopi operatif, dan embolisasi arteri uterina dapat di digunakan sesuai indikasi.1
Di Indonesia hasil Riset Penyakit Tidak Menular (PTM) 2016 terhadap 42.931
perempuan dengan mioma uteri di perkotaan Indonesia melaporkan kejadian mioma
uteri dipengaruhi oleh umur pertama kali melahirkan, jumlah anak, penggunaan alat
kontrasepsi, penggunaan obat-obatan hormonal pengobatan infertilitas, dan obat-
obatan Hormone Replacement Therapy. Umur menarche dan paritas tidak berpengaruh
terhadap kejadian mioma uteri. Sementara itu, melahirkan anak pertama kali di bawah
umur 30 tahun menurunkan risiko sebesar 48%. Memiliki anak 1–2 memiliki risiko 1,3
kali lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki anak lebih dari 2. Penggunaan alat
kontrasepsi menurunkan risiko sebesar 30%. Penggunaan obat-obatan hormonal
pengobatan infertilitas meningkatkan risiko 3,2 kali lebih besar. Perempuan yang tidak
menggunakan obat-obatan terapi sulih hormon risikonya berkurang sekitar 74%.2

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MIOMA UTERI


2.1.1. DEFINISI MIOMA UTERI
Mioma uteri (fibroid uteri atau leiomioma) adalah tumor monoklonal jinak
yang timbul dari pertumbuhan dari otot polos dan jaringan ikat di dalam rahim dan
mengandung agregasi besar matriks ekstraseluler yang terdiri dari kolagen, elastin,
fibronektin, dan proteoglikan.7

2.2.2 EPIDEMIOLOGI MIOMA UTERI


Prevalensi mioma bervariasi di antara berbagai penelitian dan negara (4,5%-
68,6%) berdasarkan jenis pemeriksaan, metode diagnosis, dan demografi ras/etnis dari
populasi yang diteliti. Data epidemiologi menunjukkan bahwa 70% kasus terjadi pada
usia 50 tahun, di mana 30- 40% kasus pada masa perimenopause dan 20- 25% kasus
pada wanita usia reproduksi.17 Mioma secara signifikan lebih umum dijumpai pada
orang kulit hitam bila dibandingkan dengan kulit putih, dan mempengaruhi hingga 80%
wanita kulit hitam. Wanita kulit hitam lebih mungkin didiagnosis pada usia muda,
memiliki banyak fibroid, dan menjalani operasi dibandingkan dengan wanita kulit
putih. Orang Asia dan Hispanik di AS memiliki tingkat yang sama dengan orang kulit
putih. Penelitian di Eropa telah melaporkan insiden penyakit yang lebih rendah pada
populasi ini; namun ada juga 50% wanita yang terkena tidak menunjukkan gejala.
Fibroid menjadi lebih umum dengan bertambahnya usia karena mereka sensitif
terhadap hormon dan angka kejadian pada wanita menopause menurun tajam.8
Mortalitas umumnya karena anemia berat akibat perdarahan hebat. Mortalitas
akibat komplikasi pembedahan 0,4-1,1 per 1000 operasi.17
Tingginya prevalensi fibroid memiliki dampak besar pada biaya perawatan
kesehatan di seluruh dunia. Studi memperkirakan biaya tahunan langsung dan tidak
langsung terkait dengan fibroid rahim setinggi US $ 34,4 miliar di Amerika Serikat,
dan total biaya tahunan terkait dengan penerimaan rumah sakit sebesar US $ 348 juta
di Jerman, US $ 120 juta di Prancis, dan US $ 86 juta di Inggris.18

2.2.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO MIOMA UTERI


ETIOLOGI8
• Genetik

5
Salah satu penyebab genetic pada mioma karena herediter dan karsinoma sel
ginjal. Mioma seluler ini berhubungan dengan mutasi gen fumarat hydratase. Untuk
mioma yang tidak terkait dengan herediter dan karsinoma sel ginjal, kecenderungan
genetic mungkin terjadi karena ada korelasi rasial dan kerabat tingkat pertama wanita
dengan mioma, memiliki risiko 2,5 kali lebih besar untuk mengalami mioma uteri.

Perlu juga dicatat bahwa karena mioma adalah neoplasma monoklonal, dan dalam satu
rahim, masing-masing mungkin memiliki genotipe yang berbeda.

• Hormonal
Mioma sensitif terhadap estrogen dan progesteron, dan dengan demikian dalam
keadaan fisiologis yang berbeda yang mempengaruhi atau mengubah lingkungan
hormonal dapat mempengaruhi pertumbuhan mioma. Menarche dini, nuliparitas, dan
peningkatan BMI berhubungan dengan tingkat estrogen yang lebih tinggi dan juga
berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit mioma. Mioma mengekspresikan
tingkat hormon aromatase yang jauh lebih tinggi di dalamnya, menciptakan lingkungan
mikro dengan tingkat estrogen supra-fisiologis; tingkat aromatase mioma
dibandingkan dengan miometrium normal adalah 38 kali lipat lebih tinggi pada wanita
kulit putih dan 83 kali lipat lebih tinggi pada wanita kulit hitam. Estrogen secara
tradisional dipandang sebagai penyebab utama proliferasi dan pertumbuhan mioma,
namun sekarang jelas bahwa tanpa progesteron, estrogen tidak menyebabkan
pertumbuhan mioma atau bahkan mempertahankan ukurannya. Lebih jauh lagi,
kekurangan estrogen dengan adanya progesteron tidak menyebabkan regresi mioma.
Antagonis progesteron menyebabkan penyusutan jaringan fibroid.

• Inflamasi
Peristiwa yang memicu perkembangan mioma mungkin berhubungan dengan
proses inflamasi dan hiperplastik. Tampaknya bibit fibroid berkembang di daerah
hiperplasia miometrium dan kolagen yang tidak teratur, dan kemudian menjadi
neoplastik. Sel otot polos miometrium dapat bereaksi dengan cara yang berbeda
terhadap inflamasi, dan sel fibroid, yang berkomunikasi melalui jalur autokrin dan
parakrin, mengandung semua penanda inflamasi termasuk siklooksigenase dan
lipooksigenase. Mioma memiliki lebih sedikit progenitor/sel induk dan tingkat faktor
6
anti-fibrotik yang lebih rendah seperti vitamin D3.

• Hipertensi
Telah disarankan bahwa faktor risiko tertentu untuk fibroid mungkin menjadi
sumber peradangan atau iritasi sel otot polos miometrium. Hipertensi, lebih khusus
hipertensi diastolik meningkatkan risiko 24% dari gejala mioma, korelasi ini juga
inkremental atau bertingkat bahwa untuk setiap 10 mmHg peningkatan tekanan darah
ada 8-10% peningkatan risiko mioma. Diduga bahwa hubungan ini muncul dari cedera
miometrium atau pelepasan sitokin akibat hipertensi.

FAKTOR RISIKO7
• Usia
Insiden fibroid meningkat seiring bertambahnya usia, 4,3 per 1.000 wanita-tahun
untuk usia 25 hingga 29 tahun dan 22,5 untuk usia 40 hingga 44 tahun. Wanita Afrika
Amerika mengembangkan fibroid pada usia lebih awal daripada wanita kulit putih.
• Faktor Hormonal Endogen
Paparan hormon endogen yang lebih tinggi, seperti pada menarche dini (lebih
muda dari 10 tahun) meningkat dan menarche terlambat menurunkan kemungkinan
memiliki fibroid rahim. Fibroid lebih kecil, lebih sedikit, dan memiliki sel yang lebih
kecil pada spesimen histerektomi dari wanita pascamenopause, ketika kadar estrogen
endogen rendah.
• Riwayat keluarga
Kerabat tingkat pertama dari wanita dengan fibroid memiliki risiko 2,5 kali lebih
tinggi terkena fibroid.
• Berat Badan
Sebuah studi prospektif menemukan bahwa risiko fibroid meningkat 21% dengan
setiap kenaikan 10 kg berat badan, dan dengan meningkatnya indeks massa tubuh
(BMI). Temuan serupa dilaporkan pada wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30%.
Obesitas meningkatkan konversi androgen adrenal menjadi estron dan menurunkan sex

7
hormone-binding globulin (SHBG). Hasilnya adalah peningkatan estrogen yang
tersedia secara biologis, yang dapat menjelaskan peningkatan prevalensi dan/atau
pertumbuhan fibroid.
• Diet
Diet kaya daging sapi, daging merah lainnya, dan ham meningkatkan kejadian
fibroid, sementara diet kaya sayuran hijau menurunkan risiko ini. Temuan ini sulit
untuk ditafsirkan karena asupan kalori dan lemak tidak diukur.
• Aktivitas Fisik
Wanita dalam kategori aktivitas fisik tertinggi (sekitar 7 jam per minggu) secara
signifikan lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki fibroid dibandingkan wanita
dalam kategori terendah (kurang dari 2 jam per minggu).
• Kontrasepsi Oral
Tidak ada hubungan yang pasti antara kontrasepsi oral dan keberadaan fibroid.
Peningkatan risiko fibroid dengan penggunaan kontrasepsi oral dilaporkan, tetapi
penelitian selanjutnya tidak menemukan peningkatan risiko dengan penggunaan atau
durasi penggunaan.
• Terapi Hormon Menopause
Bagi sebagian besar wanita pascamenopause dengan fibroid, terapi hormon tidak
akan merangsang pertumbuhan fibroid. Jika fibroid tumbuh, progesteron kemungkinan
menjadi penyebabnya.
• Kehamilan
Peningkatan paritas menurunkan insiden dan jumlah fibroid yang tampak secara
klinis. Proses remodeling miometrium postpartum, akibat dari apoptosis dan
dediferensiasi, mungkin bertanggung jawab atas involusi fibroid. Teori lain
mendalilkan bahwa pembuluh yang memasok fibroid mengalami regresi selama
involusi uterus, menghilangkan fibroid dari sumber nutrisinya.

8
• Merokok
Merokok mengurangi kejadian fibroid. Berkurangnya konversi androgen
menjadi estron, yang disebabkan oleh penghambatan aromatase oleh nikotin,
peningkatan 2-hidroksilasi estradiol, dan stimulasi kadar SHBG yang lebih tinggi
menurunkan bioavailabilitas estrogen.
• Cedera Jaringan
Cedera seluler atau peradangan akibat agen lingkungan, infeksi, atau hipoksia
diusulkan sebagai mekanisme untuk inisiasi pembentukan fibroid. Cedera jaringan
berulang pada endometrium dan endotelium mungkin mendorong perkembangan
proliferasi otot polos monoklonal di dinding otot. Cedera mukosa yang sering dengan
perbaikan stroma (menstruasi) dapat melepaskan faktor pertumbuhan yang
meningkatkan frekuensi tinggi fibroid rahim.

2.2.4. KLASIFIKASI MIOMA UTERI7


Sistem klasifikasi fibroid FIGO mengkategorikan fibroid submukosa, intramural,
subserosa, dan transmural.
Tipe 0-intracavitary (misalnya, fibroid submukosa bertangkai seluruhnya di dalam
rongga)
Tipe 1—kurang dari 50% diameter fibroid di dalam miometrium
Tipe 2—50% atau lebih dari diameter fibroid di dalam miometrium
Tipe 3—berbatasan dengan endometrium tanpa komponen intrakavitas
Tipe 4—intramural dan seluruhnya di dalam miometrium, tanpa ekstensi ke
permukaan endometrium atau ke serosa
Tipe 5—subserosal setidaknya 50% intramural
Tipe 6—subserosal kurang dari 50% intramural
Tipe 7—subserosal yang melekat pada serosa oleh tangkai
Tipe 8—tidak ada keterlibatan miometrium; termasuk lesi serviks, yang ada di ligamen
bulat atau lebar tanpa perlekatan langsung ke rahim, dan fibroid "parasit"

9
Gambar 1. Klasifikasi Mioma FIGO3

2.2.5. PATOFISIOLOGI MIOMA UTERI9


Setiap mioma berasal dari satu progenitor miosit. Beberapa melibatkan
kromosom 6, 7, 12, dan 14 dan lainnya berkorelasi dengan kecepatan dan arah
pertumbuhan tumor. Dari mutasi gen spesifik, yang melibatkan gen MED12 dan
HMGA2, dan gen COL4A5-A6 atau FH yang lebih jarang, merupakan atau sebagian
besar mioma. Dari jumlah tersebut, mutasi gen fumarat hidratase (FH) jarang terjadi
tetapi menyebabkan leiomiomatosis herediter dan sindrom kanker sel ginjal.
Setelah asal-usulnya, leiomioma uteri adalah tumor yang sensitif terhadap
estrogen dan progesterone sehingga dapat berkembang selama tahun-tahun reproduksi.
Setelah menopause, mioma umumnya mengecil dan perkembangan tumor baru terus
terjadi. Hormon steroid seks ini kemungkinan memediasi efeknya dengan merangsang
atau menghambat transkripsi atau produksi faktor pertumbuhan seluler.

Mioma sendiri menciptakan lingkungan hiperestrogenik, yang tampaknya


diperlukan atau pertumbuhan dan pemeliharaannya. Pertama, dibandingkan dengan
miometrium normal, sel-sel mioma mengandung densitas reseptor estrogen yang lebih
besar, yang menghasilkan pengikatan estradiol yang lebih besar. Kedua, tumor ini
mengubah lebih sedikit estradiol menjadi estron yang lebih lemah. Ketiga, melibatkan

10
kadar sitokrom P450 aromatase yang lebih tinggi pada mioma dibandingkan dengan
miosit normal. Enzim spesifik ini mengkatalisis konversi androgen menjadi estrogen.
Seperti halnya estrogen, mioma membawa kepadatan reseptor progesteron yang
lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium di sekitarnya. Progesteron dianggap
sebagai mitogen penting atau pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri, dan fungsi
estrogen untuk meningkatkan regulasi dan mempertahankan reseptor progesteron.
Sehingga, proliferasi sel, akumulasi matriks ekstraseluler, dan hipertrofi sel yang
mengarah pada pertumbuhan mioma, dikendalikan oleh progesteron secara langsung
dan dalam peran permisif oleh estrogen.

2.2.6. MANIFESTASI KLINIS MIOMA UTERI10


Manifestasi klinis akibat munculnya mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,
arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Gejala klinis hanya dijumpai pada
35-50% pasien mioma, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun. Hipermenore,
menometroragia merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Hasil penelitian multisenter
yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44% mengalami gejala perdarahan, yang
paling sering adalah jenis mioma submukosa. Sekitar 65% wanita dengan mioma
mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari
lokasi dan arah pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat
terganggu, dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%) dan keluhan obstipasi
(13%). Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus.
Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan dapat
terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana menyebabkan
kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau tertahannya uterus di dalam
panggul.

Secara umum keluahan akibat mioma uteri


Sebagai berikut:

A. Massa di Perut Bawah


Keluhan yang dirasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah.

B. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan menstruasi,
menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan bukti yang menyatakan
perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas permukaan endometrium atau
kerana meningkatnya insiden disfungsi ovulasi. Teori yang menjelaskan perdarahan
yang disebabkan mioma uteri menyatakan terjadi perubahan struktur vena pada
endometrium dan miometrium yang menyebabkan terjadinya venule ectasia.

Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam


mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah langsung
dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth factor yang
11
merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler dan yang memiliki
reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal dan menjadi
target terapi potensial. Sebagai pilihan, berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau
vasoconstricting faktor dan reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan
perdarahan uterus yang abnormal.

C. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan nekrosis
setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang akan dilahirkan,
pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan
dismenorrhea. Rasa nyeri juga disebabkan karena torsi mioma uteri yang bertangkai,
nyeri bersifat akut, disertai dengan rasa mual dan muntah. Pada mioma yang sangat
besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena tekanan pada serabut saraf yaitu pleksus
uterovaginalis, nyeri menjalar ke pinggang dan tungkai bawah.

D. Pressure Effects (Efek Tekanan)


Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ
di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan
penekanan terhadap organ sekitar. Penekanan pada kandung kemih dapat menyebabkan
pollakisuria dan dysuria. Penekanan pada uretra dapat menimbulkan retensio urine,
apabila berlangsung kronis dapat menyebabkan hydroureteronephrosis. Tekanan pada
rektum terkadang menyebabkan konstipasi atau nyeri saat defekasi. Parasitik mioma
dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna, perlekantannya dengan omentum dapat
menyebabkan strangulasi usus. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan
langsung miomaterhadap kavum uteri. Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui
pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgent, dan MRI.

E. Penurunan Kesuburan dan Abortus


Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami
infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau
menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosa dapat memudahkan
terjadinya abortus karena distorsi rongga uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena
adanya mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio
dapat terjadi pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana
terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas sudah
disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan
suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

• 30%-50% simptomatis
• Dismenore, menoragia, perdarahan intermenstruasi (30% -40% pasien)
• Nyeri akut (dengan torsi atau degenerasi)
• Pembesaran dan distorsi rahim
12
• Tekanan pada usus atau kandung kemih (yaitu, frekuensi, jarang menyebabkanretensi
urin atau hidroureter jarang berkembang)
• Berat panggul atau perut, nyeri punggung bawah
• Fibroid submukosa dapat prolaps melalui serviks
• Keguguran berulang

Pie Chart menunjukkan distribusi pasien menurut gejala

2.2.7. DIAGNOSIS MIOMA UTERI


ANAMNESIS
Manifestasi klinis mioma bervariasi, mulai dari pasien tanpa gejala sampai
dengan gejala progresif berulang yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Gejala
yang paling sering muncul adalah nyeri, tekanan, dan perdarahan vagina yang
abnormal. Penentu penting gejala adalah lokasi, ukuran, dan jumlah leiomioma.11

PEMERIKSAAN FISIK
Mioma subserosa dan intramural yang signifikan secara klinis biasanya dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan panggul berdasarkan temuan uterus yang membesar,
bentuknya tidak teratur, keras, dan tidak nyeri tekan. Ukuran uterus yang dinilai dengan
pemeriksaan bimanual, bahkan untuk sebagian besar wanita dengan BMI lebih besar
dari 30, berkorelasi baik dengan ukuran dan berat uterus pada pemeriksaan patologis.
Pemeriksaan sonografi rutin tidak diperlukan ketika diagnosis hampir pasti.7

13
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi12
Modalitas pencitraan yang sering digunakan untuk evaluasi mioma uteri adalah
ultrasonografi ultrasonografi transabdominal dan transvaginal. Kalsifikasi mioma
sering digambarkan pada radiografi konvensional panggul. Pada beberapa pasien,
magnetic resonance imaging (MRI) memberikan informasi tambahan.
Peran pemindaian computed tomography (CT) terbatas dalam mendeteksi
mioma uteri dengan karakteristik atenuasi yang serupa dari fibroid dan miometrium
yang sehat, meskipun beberapa mioma mungkin mengalami hipoatenuasi. Kalsifikasi
fibroid mungkin lebih terlihat pada CT scan daripada radiografi konvensional karena
diferensiasi kontras superior dicapai dengan CT scan.

• Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah modalitas pencitraan pilihan dalam deteksi dan evaluasi
mioma uteri. Kebanyakan mioma adalah intramural; yaitu terletak di miometrium atau
submukosa dan subserosa. Mioma uteri paling sering muncul pada ultrasonogram
sebagai massa konsentris, padat, hipoekoik. Pencitraan ini dihasilkan dari otot yang
diamati pada pemeriksaan histologis. Massa padat ini menyerap gelombang suara dan
karena itu menyebabkan jumlah bayangan akustik yang bervariasi.
Mioma dapat bervariasi dalam derajat ekogenisitasnya dapat berbentuk
heterogen atau hiperekoik, tergantung pada jumlah jaringan fibrosa dan/atau
kalsifikasi. Mioma mungkin memiliki komponen anekoik akibat nekrosis.

A. B.

Gambar 2. A. Gambaran USG mioma uteri intramural dan B. Gambaran USG mioma
uteri subserosa12

14
• Computed Tomography (CT Scan)
CT scan memiliki peran terbatas dalam diagnosis mioma uteri. Pada CT scan,
mioma biasanya tidak dapat dibedakan dari miometrium yang sehat kecuali jika
mengalami kalsifikasi atau nekrotik. Kalsifikasi mungkin lebih terlihat pada CT scan
daripada radiografi konvensional karena diferensiasi kontras yang unggul pada CT
scan.

Gambar 3. CT Scan mioma uteri subserosa pada fundus kanan uteri8

• Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI memiliki peran penting dalam menentukan anatomi rahim dan ovarium, serta
dalam menilai penyakit pada pasien dengan temuan USG yang tidak pasti. MRI juga
dapat membantu dalam merencanakan miomektomi, atau operasi pengangkatan mioma
secara selektif. Mioma muncul sebagai area berbatas tegas dengan intensitas sinyal
rendah hingga menengah pada pemindaian MRI dengan pembobotan T1 dan T2.

15
Gambar 4. MRI Mioma Uteri
(A) Submucosal type 2 myoma. (B) Large type2–5 myoma (white arrow): submucosal
and subserosal, each with less than half the diameter in the endometrial and peritoneal
cavities respectively. Subserosal type 5 myomas (subserosal, >50% intramural) (black
arrows). (C) Submucosal type 2 myoma (>50% intramural) (white arrow). Intramural
type 4 myoma (arrowhead). Small type 5 myomas (black arrows). (D) Multiple myomas,
three of which are type 0 (intracavitary) (white arrows).

Histologi13
Pemeriksaan histologis dari mioma yang khas menunjukkan fasikula sel otot
polos yang hampir tidak dapat dibedakan dari sel normalnya. Secara khusus, sel-selnya
panjang dan meruncing, memiliki sitoplasma merah muda yang melimpah, dan
mengandung inti berbentuk gelendong dengan ujung tumpul yang memiliki bentuk dan
ukuran yang relatif seragam. Kromatin pucat, bertekstur halus, dan tersebar merata.
Nukleolus dapat dicatat tetapi jika ada, kecil dan tidak mencolok. Gambaran mitosis
dapat muncul pada derajat yang berbeda-beda, khususnya pada fase luteal pada wanita
reproduktif. Angka mitosis atipikal harus dengan pemeriksaan lebih lanjut dan
menyingkirkan keganasan. Dalam mioma, seseorang dapat melihat jumlah sel mast
yang bervariasi dan kadang-kadang bahkan infiltrat sel inflamasi kronis lainnya yang
menonjol. Kadang-kadang, infiltrat limfositik padat jarang dapat menyerupai limfoma.
Ada variasi yang luas dalam jumlah matriks ekstraseluler kolagen dalam mioma. Mirip
dengan penampilan kasarnya, mioma biasa berbatas tegas secara mikroskopis.

16
Gambar 5. Gambaran histologi mioma uteri

2.2.8. DIAGNOSIS BANDING MIOMA UTERI11


Diagnosis banding untuk mioma uteri meliputi penyakit jinak dan ganas yang
menyebabkan pembesaran rahim, perdarahan atau nyeri panggul. Diagnosis yang
paling umum untuk dipertimbangkan adalah adenomiosis, endometriosis, kehamilan,
leiomyosarcoma, karsinoma endometrium dan karsinosarkoma uteri.

2.2.9. TATALAKSANA MIOMA UTERI


FARMAKOLOGIS14
Pilihan farmakologis tersedia untuk penggunaan jangka pendek untuk mengobati
masalah yang terkait dengan fibroid. Opsi ini lebih sering digunakan dalam situasi
berikut:
- pada wanita perimenopause yang masalahnya mungkin teratasi dengan timbulnya
menopause
- pada wanita yang tidak bisa untuk operasi dan pada beberapa wanita yang
menerima perawatan kesuburan
- sebelum operasi untuk mengurangi ukuran fibroid dan untuk mengurangi
perdarahan menstruasi untuk meningkatkan kadar hemoglobin sebelum operasi.
Analog ulipristal acetate (UA) dan gonadotrophin-releasing hormone (GnRH)
dapat digunakan sebelum pembedahan untuk uterus fibroid.

a. Pengobatan nonhormonal untuk periode berat yang berhubungan dengan fibroid


17
Asam traneksamat sering digunakan untuk mengobati perdarahan berat pada wanita
yang memiliki mioma uteri. Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang
mengurangi kehilangan darah.

b. Perawatan hormonal
Mioma memiliki reseptor estrogen dan progesteron dan estrogen dan progesteron
dapat meningkatkan pertumbuhannya. Perawatan hormonal ini juga
dapatmenyebabkan atrofi endometrium, yang dapat menyebabkan berkurangnya
kehilangandarah menstruasi.

• Sistem intrauterin Levonorgestrel


Sistem intrauterin levonorgestrel (LNG-IUS) telah diterima secara luas sebagai
pengobatan yang efektif untuk perdarahan menstruasi yang berat. Ada kesepakatan
umum di antara beberapa ulasan bahwa penggunaan LNG-IUS pada wanita dengan
mioma berhasil mengurangi kehilangan darah, meningkatkan hemoglobin dan
menghilangkan gejala. Ada hasil yang bertentangan mengenai efeknya pada volume
fibroid atau uterus dan tingkat pengeluaran alat.

• Analog gonadothropin releasing hormone


Pengobatan analog GnRH menginduksi keadaan menopause dengan kadar estrogen
rendah yang dapat mengakibatkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi dan
pengeroposan tulang. Efek samping hipoestrogenik dapat diminimalkan dengan
menambahkan estrogen dosis rendah dan progestin atau tibolone setelah fase awal.
Oleh karena itu, pengobatan analog GnRH dibatasi hingga maksimal 6 bulan.
Penggunaan analog GnRH sebelum operasi dapat mengurangi volume fibroid cukup
untuk membuat histerektomi vagina atau sayatan melintang. Perawatan pra operasi
dengan analog GnRH tampaknya membuat histerektomi lebih mudah, dengan waktu
operasi yang berkurang dan masa rawat inap yang lebih pendek.

• Perawatan yang dimediasi progesteron


Progesteron berikatan dengan reseptor progesteron untuk memediasi efeknya pada
jaringan. Telah ditetapkan bahwa progesteron yang bekerja melalui reseptornya
18
meningkatkan aktivitas proliferasi fibroid. Antiprogestin dan agen yang memodulasi
aktivitas reseptor progesteron, secara kolektif disebut modulator reseptor progesteron
selektif (SPRMs), dapat berguna dalam pengobatan mioma. Beberapa
SPRMs,termasuk mifepristone, telapristone, asoprisnil dan UA, telah digunakan
dalam ujiklinis untuk pengobatan fibroid rahim.

Selective Progesterone Receptor Modulator (SPRM)


Mifepristone
Mifepristone, steroid sintetis, bekerja dengan memodulasi reseptor progesteron
dan telah digunakan untuk meringankan gejala mioma. Pengurangan kehilangan darah
dan perbaikan gejala pada wanita yang diobati dengan mifepristone tampaknya
merupakan temuan yang konsisten.

Ulipristal asetat
UA adalah SPRM baru yang dianggap efektif dalam pengobatan fibroid rahim.
Ini menginduksi apoptosis pada sel fibroid rahim dan menghambat proliferasi sel.
Progesteron memainkan peran penting dalam fungsi fisiologis normal organ
reproduksi, kelenjar susu, dan tulang, otak dan sel-sel endotel di pembuluh dan sistem
saraf pusat. Studi diperlukan untuk mengevaluasi efek SPRM pada sistem tubuh
lainnya, terutama setelah penggunaan jangka panjang.

• Selective Esterogen Receptor Modulator (SERM)


Estrogen diketahui dapat mendorong pertumbuhan fibroid. Antiestrogen,
seperti tamoxifen atau raloxifene yang menghambat aktivitas estrogen, memiliki
potensi aktivitas terapeutik melawan fibroid.

• Inhibitor aromatase
Aromatase adalah enzim yang mengubah androgen menjadi estrogen. Beberapa
penelitian kecil telah menyelidiki penggunaan inhibitor aromatase untuk mengurangi
ukuran fibroid rahim. Penggunaan inhibitor aromatase dalam pengobatan fibroid masih

19
dalam tahap percobaan dan tidak direkomendasikan untuk penggunaan klinis yang
lebih luas sampai tersedia lebih banyak informasi tentang efektivitas dan keamanannya.

NON FARMAKOLOGIS14
a. Embolisasi arteri uterina
Embolisasi arteri uterine dianggap sebagai alternatif yang efektif untuk
histerektomi. Tinjauan Cochrane yang diperbarui pada tahun 2014 yang melaporkan
pada 793 wanita menunjukkan bahwa kepuasan pasien dengan embolisasi serupa
dengan pembedahan (miomektomi dan histerektomi) dengan pemulihan yang lebih
cepat dan kembali bekerja lebih awal. Namun, embolisasi dikaitkan dengan komplikasi
yang lebih kecil dan hampir lima kali lipat peningkatan kemungkinan intervensi lebih
lanjut dalam 2-5 tahun. Tindak lanjut jangka panjang menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam tingkat kegagalan ovarium.

Gambar 5. Embolisasi arteri uterina5

b. MRI-guided Focused Ultrasonography (MRgFUS)


MRgFUS untuk fibroid rahim simptomatik adalah pilihan pengobatan rawat jalan,
aman dan efektif dengan keuntungan mempertahankan rahim. Gelombang ultrasound

20
frekuensi tinggi menghasilkan panas untuk mendenaturasi protein yang menyebabkan
kematian sel dan penyusutan fibroid. MRI digunakan untuk menargetkan fibroid dan
pengobatan dipantau dengan menilai suhu jaringan yang dirawat. Keuntungan utama
MRgFUS adalah pemulihan yang cepat dan morbiditas yang sangat rendah. Perawatan
ini belum direkomendasikan untuk wanita yang ingin mempertahankan kesuburan.

Gambar 6. MRI-guided Focused Ultrasonography (MRgFUS)

c. Perawatan bedah
Penatalaksanaan bedah mioma uteri mungkin diperlukan pada wanita dengan
gejala berat, tidak responsif terhadap terapi lain atau pada mioma subserosa atau
submukosa bertangkai besar. Perawatan bedah dapat berupa histerektomi atau
miomektomi. Ukuran dan lokasi mioma di dalam rahim dan keinginan untuk kesuburan
di masa depan mempengaruhi pilihan prosedur pembedahan. Rute histeroskopi,
laparoskopi, vagina atau laparotomi dapat digunakan untuk menghilangkan fibroid.
Miomektomi dapat meringankan gejala pada sebagian besar wanita dengan fibroid
rahim tetapi komplikasi (misalnya perdarahan parah yang sulit dikendalikan), dapat
menyebabkan histerektomi.

MIOMEKTOMI14
• Histeroskopi miomektomi
Miomektomi histeroskopi untuk fibroid submukosa dan intrakavitas adalah
21
prosedur yang ditetapkan untuk perdarahan menstruasi berat, keguguran berulang, dan
infertilitas. Ada keterbatasan dalam menggunakan klasifikasi ini untuk memprediksi
hasil operasi; oleh karena itu, klasifikasi lain diperkenalkan untuk meningkatkan hasil
pada miomektomi histeroskopi. Ini disebut STEPW (size, topography, extension,
penetration dan wall lateral). Fibroid Derajat 0 dan Derajat 1 dapat dengan mudah
diangkat secara histeroskopi, tetapi kesulitan mungkin ditemui pada fibroid Derajat 2
karena sebagian besar fibroid berada di miometrium. Ketebalan miometrium antara
fibroid dan serosa merupakan faktor penting dalam menentukan keamanan reseksi
histeroskopi pada kasus Grade 2.

• Laparotomi/miomektomi laparoskopi
Miomektomi dapat dilakukan baik dengan rute laparoskopi atau laparotomi
terbuka. Miomektomi dapat mengurangi kehilangan darah menstruasi dan dapat
dipertimbangkan untuk wanita yang ingin mempertahankan rahim.
Wanita yang menjalani laparotomi untuk histerektomi atau miomektomi
menunjukkan komplikasi bedah serupa, seperti perdarahan, operasi berulang yang
tidak diinginkan, dan rawat inap ulang, sementara cedera kandung kemih dan usus lebih
sering terjadi dengan histerektomi.
Teknik untuk mengurangi kehilangan darah selama miomektomi termasuk
pemberian analog GnRH atau SPRM sebelum operasi, penggunaan agen
vasokonstriksi (vasopresin) dan torniket selama operasi. Miomektomi laparoskopi
dianggap sebagai pilihan pengobatan terbaik untuk fibroid rahim simptomatik pada
wanita yang ingin mempertahankan kapasitas melahirkan anak. Ukuran dan jumlah
fibroid dapat membuat miomektomi laparoskopi tidak tepat. Miomektomi terbuka

konvensional memiliki keuntungan dengan adanya fibroid multipel yang besar di mana
pendekatan laparoskopi tidak memungkinkan.

HISTEREKTOMI
Histerektomi tetap menjadi intervensi bedah definitif untuk mioma.
Histerektomi adalah pengobatan permanen yang menunjukkan kepuasan tertinggi
mengenai gejala perdarahan menstruasi yang berat. Histerektomi adalah prosedur
bedah utama yang terkait dengan masa tinggal yang lebih lama di rumah sakit dan
22
peningkatan waktu istirahat kerja. Histerektomi konvensional terbuka, histerektomi
vaginal, dan histerektomi laparoskopi total dapat dilakukan bila terdapat mioma uteri.

Follow Up6
Pemantauan Pasien: Perhatikan perkembangan gejala. Pantau ukuran rahim.
Pencegahan/Penghindaran: Tidak ada.
Kemungkinan Komplikasi: Kemungkinan keropos tulang dengan terapi hormon
pelepas gonadotropin atau terapi progestin yang berkepanjangan. Leiomyomata dapat
mengalami degenerasi (hialin, 65%; myxomatous, 15%; kalsifikasi, 10%), jarang
menyebabkan gejala nyeri akut.
Hasil yang Diharapkan: Leiomyomata umumnya berhenti tumbuh setelah menopause
(bahkan dengan penggantian estrogen). Kekambuhan setelah miomektomi adalah
umum (25%).

2.2.10. KOMPLIKASI MIOMA UTERI7


• Nyeri panggul kronis
• Pendarahan menstruasi yang berat, yang dapat menyebabkan anemia
• Hasil kehamilan yang buruk
• Infertilitas
• Infeksi saluran kemih atau inkontinensia urin

• Torsi fibroid bertangkai


• Degenerasi dengan atau tanpa infeksi

2.2.11. PROGNOSIS MIOMA UTERI7


Prognosis mioma uteri sangat bervariasi untuk masing-masing pasien. Banyak
pasien memiliki prognosis yang sangat baik dan tetap asimtomatik selama bertahun-
tahun atau tanpa batas. Sedangkan, yang lain akan gagal dalam manajemen medis dan
tergantung pada keinginan mereka untuk kesuburan di masa depan, mungkin
mengalami mioma berulang yang membutuhkan beberapa operasi.

23
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 48 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Sudah Menikah
Golongan Darah : B (+)
Alamat : Tambun, Bekasi
No. RM : 02XXXX
Tanggal Masuk RS: 4 September 2022

IDENTITAS SUAMI PASIEN


Nama Suami : Tn. A
Umur : 56 tahun
Pendidikan : STM
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Suku : Betawi
Alamat : Tambun, Bekasi

24
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 5 September 2022 pukul
09.00 WIB di Bangsal Camelia RSUD Kabupaten Bekasi

• Keluhan Utama
Keluar darah dari kemaluan

• Keluhan Tambahan
Nyeri di bagian perut bawah

• Riwayat Penyakit Sekarang:


Ny. N datang ke RSUD Kabupaten Bekasi dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga merasakan nyeri dibagian perut
bawah, keluhan dirasakan hilang timbul dan tiba- tiba. Darah keluar satu sampai
dua kali dalam sebulan selama 3 – 5 hari. Keluhan saat ini sudah menetap
selama kurang lebih satu minggu. Pasien mengganti pembalut 2-3 kali dalam
sehari setelah penuh oleh darah. Keluhan tersebut disertai dengan nyeri perut
yang dirasakan seperti nyeri pada saat haid. Contac bleeding (+) . Keluhan lain
seperti mual, muntah, pusing, sulit BAB dan BAK disangkal.

• Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat perdarahan (-)
Riwayat tumor atau keganasan (-)
Riwayat penyakit lainnya (-)

25
• Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (+) ibu pasien
Riwayat perdarahan (-)
Riwayat perdarahan (-)
Riwayat tumor atau keganasan (-)

• Riwayat Kebiasaan
Kegiatan sehari-hari pasien sebagai ibu rumah tangga seperti mencuci,
memasak, dan membersihkan rumah. Pasien tidak suka mengonsumsi makanan
berlemak seperti jeroan dan makanan cepat saji, serta rutin makan sayur dan
buah.

• Riwayat Menstruasi
Pertama kali haid sekitar usia 11 tahun dengan siklus 28 hari dan teratur setiap
bulannya. Pasien tidak dapat mengira jumlah darah yang keluar tetapi kira-kira
pasien mengganti pembalut 3 kali sehari. Tidak ada keluhan saat haid.

• Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada tahun 1995 menikah pada umur 21

• Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan alat kontrasepsi berupa suntik 3 bulan sekali.

• Riwayat Obstetri
Paritas : P3A0
AH :3
HPHT : -

26
• Riwayat Persalinan
Usia Tempat Jenis Anak Keadaan
No Tahun Penolong Penyulit Nifas
Kehamilan Partus Persalinan JK BB Anak

1. 1996 9 bulan Bidan Normal Bidan - LK 3,6 TAK Sehat


2. 1998 9 bulan Bidan Normal Bidan - PR 3,7 TAK Sehat
3. 2007 9 bulan Bidan Normal Bidan - PR 3,6 TAK Sehat

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis
Tekanan darah : 107/89 mmHg
Nadi : 100x/mnt
Suhu : 36,4oC
Pernafasan : 20x/mnt
SpO2 : 99%
Kepala : Normocephal
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Wajah : Tidak pucat
Leher : Pembesaran KGB (-)
Paru : SN Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ I-II normal regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, bising usus (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Pembesaran KGB Inguinal (-), Akral hangat, CRT
<2", Edema (-)

2. Status Ginekologi
Pemeriksaan Luar
Abdomen datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (+),
tanda cairan bebas (-), pembesaran KGB inguinal (-).

27
V/V : Terlihat darah keluar darah dari vagina

3. Pemeriksaan Dalam

Pada pemeriksaan dalam dengan in speculo didapatkan tampak massa bulat sebesar
telur ayam keluar dari serviks uteri, tampak perdarahan keluar dari kanalis servikalis,
dinding vagina tidak terdapat kelainan. Pemeriksaan vaginal toucher teraba massa
bertangkai (pedunculated) sebesar telur ayam, perabaan padat, permukaan rata,
bergerak bersamaan saat fundus uteri digerakan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (5 September 2022)
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 10,8 L g/dL 12.0 – 16.0
Hematokrit 36 L % 38.0 – 47.0

Eritrosit 4,19 L 106/ µL 4.20 – 5.40

MCV 81 fL 80 – 96
MCH 25 L pg/mL 28 – 33
MCHC 34 g/dL 33 – 36

Trombosit 275 103/ µL 150 – 450

Leukosit 10,0 103/ µL 5.0 – 10.0

Hitung Jenis

Basofil 0 % 0.0 – 1.0

Eosinofil 1 % 1.0 – 6.0

Neutrofil 70 % 50–70

Limfosit 23 % 20–40

NLR 3.04 ≤ 5.80

Monosit 6 % 2–9

Laju Endap Darah (LED) 20 H mm/jam <15

28
Golongan darah + Rhesus

Golongan darah B

Rhesus (+) Positif

Hemostasis

PT 9.7 L Detik 10.3 – 12.9

APTT 30.6 Detik 25.8 – 38.4

Kimia Klinik

SGOT (AST) 13 U/L <32

SGPT (ALT) 9 U/L <31

Ureum Kreatinin

Ureum 25 mg/dL 15-40

Kreatinin 0,6 mg/dL 0.51-0.95

eGFR 108.9 mL/min/1.73 m2 >60 mL/min/1.73 m2

Glukosa sewaktu 137 mg/dL 80-170

E. RESUME
Telah diperiksa Ny.N 48 tahun dengan Keluhan dirasakan hilang timbul dan
tiba-tiba. Keluhan saat ini sudah menetap selama kurang lebih satu minggu. Pasien
mengganti pembalut 2-3 kali dalam sehari setelah penuh oleh darah. Keluhantersebut
disertai dengan nyeri perut yang dirasakan seperti nyeri pada saat haid dan Contac
bleeding (+).
Pemeriksaan Luar Abdomen datar, lemas, simetris, fundus uteri tidak teraba,
nyeri tekan (-), tandacairan bebas (-), pembesaran KGB inguinal (-). Terlihat darah
keluar darah dari vagina. Pemeriksaan Dalam Pada pemeriksaan dalam dengan in
speculo didapatkan tampak massa bulat sebesar telur ayam keluar dari serviks uteri,
tampak perdarahan keluar dari kanalis servikalis, dinding vagina tidak terdapat
kelainan. Pemeriksaan vaginal toucher teraba massa bertangkai (pedunculated)
29
sebesar telur ayam, perabaan padat, permukaan rata, bergerak bersamaan saat
fundus uteri digerakan.
Pada pemeriksaan penunjang terjadi penurunan kadar hemoglobin 10,8 g/dL,
hematokrit 36%, eritosit 4,19 106/ µL, MCH 25 pg/mL dan PT 9.7 detik disertai
penignkatan LED.

F. DIAGNOSIS KERJA
Suspek Mioma geburt

G. DIAGNOSIS BANDING
Polip serviks

H. RENCANA PENATALAKSANAAN
IVFD Ringer Laktat 500 ml 8 tpm
Asam Traneksamat 3 x 500 mg IV
Asam Mefenamat 3 x 500 mg prn
Histerektomi

I. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN

USG
Histologi jaringan

J. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam

30
K. FOLLOW UP PASIEN
6/09/2022
S Pasien mengatakan sudah tidak ada darah yang keluar dari kemaluan sejak 1 hari yang
lalu. Nyeri perut sudah tidak ada.

O Keadaan umum: TSR


Kesadaran: komposmentis
Suhu : 36,7oC
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82x/menit
Mata : CA-/-

Abdomen:
Inspeksi : perut cembung, simetris
Palpasi : supel, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+)
Ekstremitas : Pembesaran KGBInguinal (-)

Pemeriksaan Ginekologi Pemeriksaan vaginal toucher teraba massa bertangkai


(pedunculated) sebesar telur ayam, perabaan kenyal, permukaan rata, bergerak
bersamaan saat fundus uteri digerakan.
Pemeriksaan Luar Fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (-), tanda cairan bebas (-),
massa (-)
V/V: darah (-)

A Suspek Mioma geburt

P IVFD RL 500 ml 8 tpm


Asam Traneksamat 3 x 500 mg IV
Asam Mefenamat 3 x 500 mg prn

31
BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah tepat?


Penegakkan diagnosis ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan pasien terdapat perdarahan
pervaginam yang abnormal serta nyeri pada perut bawah sesuai. Pada pemeriksaan fisik
ginekologi didapatkan tidak teraba fundus uteri dan tidak ada nyeri tekan. Terdapat
keluar darah dari vagina. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan mioma
uteri yang bergejala 30-40% pasien mengalami menoragia dan nyeri pada perut. Serta
pada pemeriksaan fisik terdapat pembesaran uterus. 7,11
Pada pemeriksaan dalam dengan in speculo didapatkan tampak massa bulat sebesar
telur ayam keluar dari serviks uteri, tampak perdarahan keluar dari kanalis servikalis,
dinding vagina tidak terdapat kelainan. Pemeriksaan vaginal toucher teraba massa
bertangkai (pedunculated) sebesar telur ayam, perabaan kenyal, permukaan rata,
bergerak bersamaan saat fundus uteri digerakan.

2. Apakah faktor resiko pada pasien ini?

• Teori: 70% kasus terjadi pada usia 50 tahun, di mana 30- 40% kasus pada masa
perimenopause dan 20- 25% kasus pada wanita usia reproduksi. Factor resiko
untuk mioma uteri yaitu usia, Usia, Faktor Hormonal Endogen, Riwayat keluarga,
Berat Badan, Diet, Aktivitas Fisik, Kontrasepsi Oral, Kehamilan, Merokok,
Cedera Jaringan.8
• Kasus: Berdasarkan kasus pasien berusia 48 tahun yang dapat menigkaatkan
factor resiko terjadinya mioma, serta Riwayat keluarga yaitu ibu pasien yang
memiliki Riwayat serupa dapat meingkatkan juga faktor resiko sekitar 2,5% untuk
terjadinya mioma.

3. Apakah pengelolaan pada kasus ini sudah tepat?

§ Teori: Diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor, dan


sebagai prosedur pre-operatif. 21
§ Kasus: Pada kasus ini pasien akan diberikan asam traneksamat untuk gejala
perdarahan pervaginam yang abnormal. Asam traneksamat sering digunakan
32
untuk mengobati perdarahan berat pada wanita yang memiliki mioma uteri.
Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang mengurangi kehilangan
darah. Untuk mengurangi nyeri, pasien diberikan OAINS yaitu asam mefenamat.
Pada kasus ini dianjurkan untuk melakukan histerektomi karena histerektomi
merupakan terapi definitive untuk wanita yang sudah menopause atau tidak
menginginkan keturunan.14,15

4. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?


Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad vitam pada Quo ad vitam maupun Quo
ad sanactionam karena pengobatan akibat perdarahan berespon baik pada pasien dan
gejala berkurang. Untuk rekurensi gejala kemungkinan akan jarang terjadi ditinjau
dari usia pasien yang sudah memasuki usia menopause dimana akan terjadi
penurunan dari hormone esterogen dan progesterone. Pada Quo ad Functionam
adalah dubia ad malam karena pasien akan memasuki fase menopause sehingga
fungsi reproduksi sudah menurun.9

33
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan:

Mioma merupakan neoplasma jinak paling umum yang terjadi pada 70% wanita di dunia. Pada
kasus ini penegakkan diagnosis sudah tepat, anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan sudah
sesuai dengan teori mioma. Mioma dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
tepat. Etiologi pada kasus ini belum diketahui secara pasti namun beberapa faktor risiko seperti usia dan
riwayat keluarga mungkin berpengaruh dalam terjadinya mioma pada pasien didalam kasus ini.
Untuk tatalaksana jika dibandingkan dengan teori terdapat sedikit perbedaan pemberian terapi
pada pasien ini, adanya perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh tingkat fasilitas kesehatan,
keterampilan klinis operator, ketersediaan alat, perlengkapan, dan obat serta kondisi klinis pasien dan
preferensi atau pilihan pasien.
Secara umum prognosis mioma uteri sangat bervariasi untuk masing-masing pasien. Banyak pasien
memiliki prognosis yang sangat baik dan tetap asimtomatik selama bertahun- tahun.

Saran:
1. Dilakukan pemeriksaan USG sebagai modalitas pencitraan pilihan dalam deteksi dan evaluasi
mioma uteri.
2. Dapat diberikan obat gonadotropin-releasing hormone agonist sebagai pengobatan preoperatif
untuk menurunkan ukuran tumor dan dapat mengurangi perdarahan dan mempercepat masa
recovery saat setelah operasi.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Casanova R, Chuang A, Goepfert A, Hueppchen N, Weiss P, Beckmann C, et al.


Uterine Leiomyama And Neoplasia in Beckmann and Ling’s Obstetrics and
Gynecology 8th Edition. Wolters Kluwer. 2019.P 937 – 982
2. Tumaji, Rukmini, Oktarina, Izza N. Pengaruh Riwayat Kesehatan Reproduksi
Terhadap Kejadian Mioma Uteri Pada Perempuan di Perkotaan Indonesia. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2020. Vol.23 No.2 April 2020.
3. Brown J, Farquhar C. Abnormal Menstrual Bleeding in Evidence Based Obstetrics
and Gynecology. John Wiley and Sons Ltd. 2019. P 13 – 20
4. Munro G, Critchley H, Fraser I. The two FIGO systems for normal and abnormal
uterine bleeding symptoms and classification of causes of abnormal uterine
bleeding in the reproductive years: 2018 revisions. International Federation of
Gynecology and Obstetrics. Wiley Library. 2018. DOI:10.1002/ijgo.12666.
5. Solone M, Hillard P. Abnormal Bleeding in Berek & Novak’s Gynecology 16th
Edition. Wolters Kluwer. 2019. P 469 – 482
6. Davis E, Sparzak PB. Abnormal Uterine Bleeding. [Updated 2021 Feb 10]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. [cited
September 18, 2021] Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532913/
7. Parker W. Uterine Fibroids in Berek & Novak’s Gynecology 16th Edition. Wolters
Kluwer. 2020. P 532 – 585
8. Kulak D, Segars J. Uterine Fibroids in Evidence Based Obstetrics and
Gynecology. John Wiley and Sons Ltd. 2019. P 63 – 70
9. Hoffman B, Schorge J, Bradshaw K, Halvorson L, Schaffer J, Corton M. Pelvic
Mass in William Gynecology 3rd Edition. Mc-Graw Hill Education. 2016. P 202 –
212
10. Smith R. Uterine Leiomyomata in Netter’s Obstetrics & Gynecology 3rd Edition.

Elsevier. 2018. P 283 – 284

11. Florence AM, Fatehi M. Leiomyoma. [Updated 2021 Jul 20]. In: StatPearls

35
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. [cited
September 18, 2021] Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538273/
12. Thomason P. Uterine Leiomyoma (Fibroid) Imaging [Updated Oct 8, 2017. In:
Medscape [Internet]. [cited September 18, 2021] Source:
https://emedicine.medscape.com/article/405676-overview#a1
13. Zheng W, Fadare O, Quick C, Shen D, Guo D. Gynecolocic and Obstetric
Pathology, Volume 2. Science Press & Springer Nature Singapore. 2019. P 16 –
26
14. Younas K, Hadoura E, Majoko F, Bukheila A. A review of evidence-based
management of uterine fibroids. Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists. 2016. DOI: 10.1111/tog.12223
15. Bakta, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. 2017. Penerbit Buku Kedokteran:
EGC
16. Giuliani, E., As‐Sanie, S. and Marsh, E., 2020. Epidemiology and management of
uterine fibroids. International Journal of Gynecology &amp; Obstetrics, 149(1),
pp.3-9.
17. Novriani Lubis, P., 2020. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDK, 47(3),
pp.196-200.
18. Manuel, V.H., María, T.R., Rodríguez, A., Blas, & Manuel, V.H. (2015). Uterine
Myoma , Epidemiology , Pathophysiologic , Reproductive , Clinical and
Therapeutic.
19. Donnez, J. and Dolmans, M., 2016. Uterine fibroid management: from the present
to the future. Human Reproduction Update, 22(6), pp.665-686.
20. Samanta, S., Dutta, S., Samanta, S. and Mullick, A., 2019. An Observational Study
on Uterine Myoma in Search of Factors Contributing to its
Symptoms. International Journal of Contemporary Medical Research [IJCMR],
6(1).
21. Florence AM, Fatehi M. Leiomyoma. [Updated 2022 Jul 18]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538273/
22. cdk, 2020. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. 47(3), pp.196-200.

36

Anda mungkin juga menyukai