Anda di halaman 1dari 18

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cacat bawaan ( Meningokel ) adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir
baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum
kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa perinatal. Cacat ini dapat
akibat penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan (bahan
mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik).
Bila cacat bawaan terutama malformasi multipel disertai dengan retardasi mental
dan kelainan rajah tangan (dermataoglifi) memberikan kecurigaan kelainan genetik
(kromosomal). Penyakit genetik adalah penyakit yang terjadi akibat cacat bahan
keturunan pada saat sebelum dan sedang terjadi pembuahan. Penyakit genetik tidak selalu
akibat pewarisan dan diwariskan, dapat pula terjadi mutasi secara spontan yang
dipengaruhi oleh lingkungan. Penyakit infeksi dalam kandungan, pengaruh lingkungan
seperti radiasi sinar radioaktif dan kekurangan/kelebihan bahan nutrisi juga dapat
menyebabkan cacat bawaan.
Kelainan bawaan pada neonatus dapat terjadi pada berbagai organ tubuh.
Diantaranya meningokel dan ensefalokel. Meningokel dan ensefalokel merupakan
kelainan bawaan di mana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui
lubang pada tengkorak atau tulang belakang.
Meningokel biasanya terdapat pada daerah servikal atau daerah torakal sebelah
atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis
( dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga
tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Meningokel ?
2. Apa etilogi dari Meningokel ?
3. Bagaimana patofisiologi dari Meningokel ?
4. Bagaimana pathway dari Meningokel ?

5. Bagaimana tanda dan gejala Meningokel ?


6. Apa pemeriksaan penunjang dari Meningokel ?
7. Bagiamana penatalaksanaan pada Meningokel ?
8. Apa komplikasi dari Meningokel ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan Meningokel ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Meningokel
2. Untuk mengetahui etilogi dari Meningokel
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Meningokel
4. Untuk mengetahui pathway dari Meningokel
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala Meningokel
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Meningokel
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Meningokel
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Meningokel
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Meningokel

BAB ll

PEMBAHASAN

A. Definisi
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida.
Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan
teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang
belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian

2
dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh (Wafi
Nur, 2010).
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina
bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi
oleh kulit yang sangat tipis. (Prinsip Keperawatan Pediatric, Rosa M. Sachrin, 2008).
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung
vertebra posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada
medulla spinalis, meskipun mungkin terlambat, ada siringomielia, atau diastematomielia.
Massa linea mediana yang berfluktuasi yang dapat bertransiluminasi terjadi sepanjang
kolumna vertebralis, biasanya berada dipunggung bawah. Sebagian meningokel tertutup
dengan baik dengan kulit dan tidak mengancam penderita (Behrman dkk, 2000).

Gambar 1. Meningokel

B. Etiologi
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui. Banyak
faktor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini. Tuba
neural umumnya lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah
ditetapkan sebagai faktor penyebab; kadar vitamin maternalrendah, termasuk asam folat,
mengonsumsi klomifen dan asam valfroat, danhipertermia selama kehamilan.
Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan
meminum vitamin-vitamin prakonsepsitermasuk asam folat.
Kelainan kongenital SSP yang paling sering dan penting ialah defek tabung neural
yang terjadi pada 3-4 per 100.000 lahir hidup. Bermacam-macam penyebab yang berat
menentukan morbiditas dan mortalitas, tetapi banyak dari abnormalitas ini mempunyai

3
makna klinis yang kecil dan hanya dapat dideteksi pada kehidupan lanjut yang ditemukan
secara kebetulan.

C. Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spin alis yaitu
spina bifida okulta dan spina bifida sistika.Spina bifida okulta adalah defek penutupan
dengan meningen tidak terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya
pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan medula
spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari meninges
dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit biasa.
Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena. Hidrosefalus terdapat
pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral
atau sacral. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida
(85% sampai 90%), kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal.Banyak ahli
percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect) merupakan kegagalan
penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio. Akan tetapi, ada bukti bahwa
defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba neural yang sudah menutup karena
peningkatan abnormal tekanan cairan serebrospinal selama trimester pertama.

4
D. Pathway Genetik, Lingkungan,
Kongenital

Gagal menyatukan lumina


vertebrata & Kolumna
spinalis

Penonjolan medula spinalis dan


pembungkusnya

Penurunan/gangguan fungsi pada


bagian tubuh yang dipersarafi

Ketidakmampuan Peningkatan Abnormal Sel


Kelumpuhan/kelemahan pada Orang tua cemas
mengontrol pola
ekstremitas bawah
berkemih
Kurang informasi tentang Teknan
Imobilisasi penyakit intrakranial

Inkotinensia Urine Resiko Kerusakan Kurang Gangguan Perfusi


Integritas Kulit Pengetahuan Jaringan

E. Tanda dan Gejala


Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis
dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda
spinalis atau akar saraf yang terkena.
Gejala pada umumnya
1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
2. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
3. Kelumpuhan / kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
4. Inkontinesia urin maupun inkontinensia tinja.
5. Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
6. Lekukan pada daerah sakrum.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.

5
2. USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
3. CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.

G. Penatalakasanaan
Tujuan dari pengobatan awal meningokel adalah mengurangi kerusakan saraf,
meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam
menghadapi kelainan ini.
Pembedahan dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan
dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan
pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic
profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan
tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai
system tubuh.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat
fungsi otot. Untuk mengobati dn mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan lainnya
diberikan antibiotic. Untuk membantu memperlancar aliran kemih bias dilakukan
penekanan lembut diatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan
pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa
membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskulo skeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur
tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati
sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang
pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus.
Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi kerusakan
neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis.
Penatalaksanaan:
1. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan kedalam incubator dengan kondisi tanpa baju.
2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantungnya besar untuk mencegah infeksi.
3. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah dan ahli ortopedi, dan ahli urologi,
terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed
consent

Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda hidrosefalus


(dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan pembedahan atau juga
kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum, mudah terangsang, kejang

6
dan ubun-ubun akan besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya
gerakan tungkai dan kaki, retensi urin dan kerusakan kulit akibat iritasi urin dan feses.

H. Komplikasi
1. Hedeosefalus
2. Meningitis
3. Hidrosiringomielia
4. Intraspinal tumor
5. Kiposkoliosis
6. Kelemahan permanen atau paralisis pada ekstermitas bawah
7. Serebral palsy disfungsi batang otak
8. Infeksi pada sistem organ lain
9. Sindroma Arnold-Chiari
10. Gangguan pertumbuhan
I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA MENINGOKEL

1. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS BAYI

Nama Bayi : By. P


Tempat / Tgl lahir : Surabaya / 10 Februari 2013 jam 15.25 WIB
Jenis Kelamin : Perempuan

a. IDENTITAS IBU
Nama Ibu : Ny. P
Tempat / Tgl lahir : 25 tahun
Agama / Suku : Islam / Jawa
Warga Negara : WNI
Bahasa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat Rumah : Surabaya

b. IDENTITAS AYAH
Nama Ayah : Tn. A
Tempat / Tgl lahir : 43 tahun
Agama / Suku : Islam / Jawa
Warga Negara : WNI

7
Bahasa : Indonesia
Pendidikan : SLTP
Pekerjaan : Swasta
Alamat Rumah : Surabaya

c. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. A
Alamat : Surabaya
Hubungan : Ayah By. P
d. Diagnosa Medis:

e. Keluhan Utama : lemas,benjolan di bagian okspitalis , muka pucat,

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluarga mengatakan benjolan bagian kepala makin lama makin besar dan bayinya
sering menangis dan susah untuk tidur sehingga merasa takut dan keluarga membawa bayi ke
rumah sakit pada tanggal 19 april 2016 jam 14;00.
Pada saat MRS
TD : 90/70,
N :135 x/ menit,
S : 36,5c,
RR : 26x/mnt

Riwayat penyakit yang lalu :


Kluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga mengalami penyakit seperti yang di
alami anaknya mereka saat ini.

2. Riwayat Kahamilan Dan Persalinan


1) Riwayat Pre Natal
Antenatal Care / ANC : Bidan setiap bulan ( 9 kali)
Imunisasi :-
Tablet Fe : Dapat
Keluhan saat hamil : Gula darah ibu naik (DM) selama hamil

8
Kebiasaan saat hamil : Selama hamil Ibu tidak pernah merasa mual ataupun sakit
hanya saja nafsu makannya semakin meningkat, tidak seperti biasanya. Ibu mengalami PEB
(hipertensi, oedema pada kaki, protein urine), Diabetus mellitus dan obesitas.

2) Riwayat Natal
Jenis Persalinan : Operasi Sectio Sesaria
Pertolongan Persalinan : Dokter
Usia Kehamilan : 32 minggu
Anak ke : 1 (Pertama)
Waktu Pecah Ketuban : Spontan sebelum lahir (warna jernih) KPP (-)
Bayi lahir 30 detik : Menangis
Resusitasi Neonatus : Dilakukan
IMD : Tidak dilakukan
APGAR SCORE :-
Lain – lain : Bayi lahir Jenis kelamin Perempuan BB 2000 gr, PB 48 cm,
LK 34 cm, Gerak tangis kuat, Anus (+)

3) Riwayat Post Natal


Setelah lahir bayi dirawat di ruang intermediet selama 4 hari karena hipoglikemia.

4). Riwayat Kesehatan


Ibu bayi mengatakan bapak dan ibunya juga menderita penyakit kencing manis.

C. Riwayat Psikososial
Ibu / Ayah dan keluarga bayi berharap agar bayinya lekas sembuh dan bisa segera pulang ke
rumah.

D . POLA NUTRISI
Bayi minum ASI diberikan 2 jam sekali

E . POLA ISTIRAHAT
Bayi tidur kurang dari 10 jam perhari

9
H. Pola Aktifitas
Bayi sering menangis
Bayi tidur miring (tidak menonjol benjolan) benjolan diberi kasa steril.

J. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum
Kadaan Umum : lemah
Kesadaran : komposmetis
Nadi : > 125x/menit
RR : > 26x/menit
Suhu : >36,5 C

2. kepala leher
a. Kepala :
Inpeksi :
- Bentuk bulat
- terdapat benjolan/ odema pada area okspitalis berupa selaput,
- warna rambut hitam
- rambut lurus
- odema

b. Muka :
inpspeksi :
- bentuk bulat,
- tidak chianosis dan ikterus
- pucat,
- tidak ada odema

c. Mata :
inpeksi :
- bentuk simetris,

10
- tidak ada kelainan
- tidak adan odema
- konjungtiva : tidak anemis
- sklera: tidak ikterik

d. Telinga :
inspeksi :
- Bentuk simetris
- Bersih
- Tidak ada serumen
- Fungsi pendengaran baik

e. Hidung :
inpeksi :
- bentuk simetris,
- tidak ada sekret ,
- tidak ada kelainan ,
- tidak ada penapasan cuping hidung

f. Mulut :
inspeksi :
- bentuk simetris
- warna merah
- mukosa bibir kering
3. Dada Dan Thoraks
a. Jantung
Inspeksi:
- Bentuk simetris
- Tidak odem,tidak ada kelainan
- RR 26x/mnt
Palpasi :
- Tidak ada nyeri,
Auskultasi :
- Tidak ada bunyi tambahan ,suara jantung normal

11
Prekusi:
- Tidak ada pembesaran jantung

b. Paru
Inpeksi : simetris kiri kanan
Palpasi : tidak ada luka atau lesi
Prekusi : suara sonor
Askultasi : tidak ada bunyi tambahan whezing

2. Abdomen
Inspeksi : simetris kiri kanan ,tidak ada pembengkakan /odem
Palpasi : tidak ada massa
Prekusi : tidak ada hiper tampani
Askultasi pristastik usus normal 23x/menit

3. Genetalia dan anus


Inpeksi : Labia mayora sudah menutupi labia minor
Palpasi : ada lubang pada anus

4. Ekstermitas
Atas : bayi dapat menggerakan tangannya ,tidak ada polidalitili
Bawa : tidak ada varises

5. Sistem neurologi :
Reflek bayi normal

6. Kulit dan kuku :


Kulit : turgor kulit baik, warna kulit mengkilat

12
Kuku : tidak ada kekuningan

1. Analisa data
Nama :P

Data fokus Etelogi Masalah


Ds : keluarga pasien SB meningokel Resiko teruma injuri
mkengatakan bayinya sering
menangis dan ada benjolan di
Tonjolan
kepala bagian belakang,
mirip kantong pada
meninges dan cairan
cerebro spina
Do :odema/benjolan bagian
okspitalis,lemas,
TTV :
Resiko terum ainjuri
Td : 100/60 mmHg
N : 125x/ment
RR : 26 x/menit
S : 36,5 C

Ds: keluarga pasien Kelainan sistem saraf Gaguan mobilisasi fisik


mkengatakan bainya
menangis terus , susa tidur
Kelainan pada
estermitas bawah
Do : setela melakukan palpasi
( pinggul ,kaki)
di kepala bayi meringis
kesakitan dan menangis
,terasa nyeri di kepala.
Kelumpuhan
TTV :
Td : 90/70 mmHg
N : 125x/ment Gangguan mobilisasi
RR : 26 x/menit fisik
S : 36,5 C

13
2. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko teruma injuri b/d Tonjolan mirip kantong pada meninges dan cairan cerebro spina
2. Gaguan mobilisasi fisik b/d Kelainan sistem saraf

3. Intervensi

Dx keprawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasonal


Dx 1 Tujuan: BHSP Membina hubungan
Setelah di lakukan saling percaya
tindakan
keprawatan 2 x 24 Kaji benjolan Mengkaji
jam bayinya bisa pembesaran benjolan
tidur dan tidak
menangis monitor Ttv Mengetahui keadaan
KH : umum pasien
Pasien mampu
beristrahat Kolaborasi dengan Untuk melakukan
tim medis dalam pemberian obat atau
memberikan mengurangi nyeri
antibiotik

14
Dx 2 Tujuan BHSP membina hubungan
Setelah di lakukan saling percaya
Dx keprawatan Implementasi
tindakan
Tgl/jm
keprawatan 2 x 24 Kaji nyeri di kepala Mengkaji nyeri di
benjolan
19/04/20161. Resiko teruma injuri b/d pada Membina hubungan saling percaya
Pk : 14:00 okspitalis
Tonjolan mirip kantong padamengecil Monitor TTV Mengetahui keadaan
danjcerebro
meninges dan cairan bayinya tidak Memberikan tindakan kenyamanan
umum
spina menagis lagi Masase kulit dengan Untuk meningkatkan
perlahan selama sirkulasi.
KH : Mengkaji pembesaran benjolan
pembersihan dan
Px terlihat tenang pemberian lotion
Monitor TTV
Menggabarkan
Observasi warna
adanya kegagalan
kulit kepala
Pemberian trapi
pada kulit yang

2. Gaguan mobilisasi fisik b/d memerlukan


Membina hubungan saling percaya
Kelainan sistem saraf tindakan segera

Mengkaji keadaan pasien memberi lapisan


pelindung agar tidak
Pemberian alat terjadi iritasi serta
Mengobservasi infeksi
warna kuli bagian
pelindung kepala
Memberikan terapi
okspitalis
Kolaborasi dengan
Pemberian alatdalam
tim medis pelindung kepala
pemberian antibiotik
Pemberian trapi

15
4. IMPLEMENTASI

5. Evaluasi
Tgl/jm
1. Resiko teruma injuri b/d S : keluarga pasien mengatakan bainya
Tonjolan mirip kantong pada masi menangis ,benjolan masi terlihat di
meninges dan cairan cerebro bagian okspitalis
spina
O :odema/benjolan bagian
okspitalis,lemas,
TTV :
Td : 100/60 mmHg
N : 125x/ment
RR : 26 x/menit
S : 36,5 C

A : masalah belum teratasi

P : lanjut intervensi

16
BAB lII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang


timbul sejak kehidupan hasiI konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah lahir. Kematian
bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering diakibatkan oleh kelainan
kongenital yang cukup berat. Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang
paling seringterjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat
didaerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaputotak,
sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak
terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi.

B. Saran

Deteksi dini dan pencegahan pada awal kehamilan dianjurkan untuk semua ibu yang
telah melahirkan anak dengan gangguan ini dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua
wanita hamil.

17
DAFTAR PUSTAKA

Elizabet J. Corwin. 2000. Buku saku patofisiologi . EGC: Jakarta

Marliynn E. Doengoes, Dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai