PENDAHULUAN
Seorang laki-laki dengan usia 57 tahun datang ke ruang pembedahan dari bangsal
bedah pada tanggal 10 Juli 2014. Dari hasil pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang maka dokter mendiagnosis pasien menderita liposarkoma intraabdomen. Hasil
pemeriksaan didapatkan benjolan yang besar pada bagian abdomen pasien. Pasien
direncanakan untuk dilakukan laparatomi eksplorasi untuk dilakukan pengangkatan tumor
dengan jenis anastesi yang digunakan adalah anastesi umum. Dalam klasifikasi fisik penilaian
anastesi, pasien dikategorikan ASA III. Operasi dijadwalkan pada pukul 08.30 WIB dengan
operator yaitu ahli bedah digestive dr. Aditomo, Sp.BD dan ahli anastesi adalah dr. M. Gusno
Rekozar, Sp. An
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Laki-laki
Umur
: 57 tahun
Tanggal Lahir
: 8 September 1956
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
:-
Status
: Menikah
Tanggal Masuk
: 4 Juli 2014
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang kepoli bedah digestif dengan keluhan adanya
tumor intraabdomen
Riwayat Penyakit Dahulu
d. Status gizi
: Compos mentis
: Tampak sakit berat
: TD : 129/89 mmHg
: Nadi : 78x/menit
: RR : 22 x/menit
: Suhu : 36.5oC
: BB : 165 cm
: TB : 65 kg
: BMI : 65 / (1.65 x 1.65) = 23.9. Status gizi baik.
2. Status Generalis:
a. Pemeriksaan kepala
digerakkan
: terdengar suara pekak
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (tanggal 10 Juli 2014)
Jenis pemeriksaan
Golongan darah
Nilai normal
Hasil pasien
B
3
Hb
Eritrosit
Ht
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
Leukosit
Eosinophil
Basophil
Neutrophil
Limfosit
Monosit
Trombosit
Natrium
Kalium
Chlor
Total protein
Albumin
Globulin
Amylase
Lipase
11.0-16.5 g/dl
3.8-5.8 x 106 /uL
35.0-50.0%
80-97 fl
26.5-33.53 pg
31.5-35.0 g/dl
10-15 %
4-11 x 103 /uL
0-4 %
0-1 %
46-75 %
17-48 %
4-10 %
150-450 x 103 /uL
135-147 meq/l
3.5-5.0 meq/l
94-111 meq/l
6.6-8.7 g/dl
3.4-4.8 g/dl
1.3-2.7 g/dl
28-100 U/L
13-60 U/L
11.4 g/dl
3.67 x 106 /uL
33.7%
91.8 fl
31.1 pg
33.8 g/dl
15.3%
9.49 x 103 /uL
0%
0.1%
92.5%
3.0%
4.4%
196 x 103 /uL
137 meq/l
3.5meq/l
98 meq/l
6.5 g/dl
3.2 g/dl
3.3 g/dl
62 U/L
56 U/L
Kesimpulan
BAB III
LAPORAN ANASTESI
PERENCANAAN ANASTESI
Pasien Tn. Kassa Kaswara (34-88-69), berusia 57 tahun dengan diagnosis tumor intra
abdomen, dating ke kamar pemedahan RS. Otorita Batam untuk menjalankan operasi
laparotomy. Berdasarkan pemeriksaan fisik pre-operatif yang dilakukan maka didapatkan
status fisik pasien adalah ASA III. Pada pasien ini akan direncanakan untuk dilakukan anatesi
umum dengan endotracheal tube. HbsAg (+), sedia PRC 2 labu di blood bank dan 2 FFP
sedia di ruang OK. Ahli bedah yang akan melakukan tindakan adalah dr. Aditomo, Sp.BD
dan ahli anestesi yang melakukan pembiusan ialah dr. M. Gusno Rekozar, Sp. An.
PERSIAPAN ALAT DAN OBAT
Alat-alat maupun obat yang perlu disiapkan untuk anestesia pada pasien ini ialah:
Persiapan Alat
1. STATICS
S
: Scope, yaitu stetoskop dan laringoskop
T
: Tubes, yaitu endotrakeal tube kingking no. 7.5
A
: Airway, guedel
5
T
: Tapes (plester)
I
: Introducer, mandren atau stilet (tidak digunakan pada pasien ini)
C
: Connector, penyambung alat pipa dan peralatan anesthesia
S
: Suction, untuk menyedot lendir, darah, dll
2. Mesin anestesi
3. Monitor anestesi
4. Elektroda, EKG
5. Sfigmomanometer digital
6. Oksimeter/saturasi
7. Balon/pump
8. Sungkup muka
9. Forceps Magill
10. Kasa gulung lembab
11. Infus set dan spuit 3 cc, 5 cc, dan 10 cc
Persiapan Obat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Analgesik
Sedativa
Antiemetik
Muscle relaxant
Gas inhalasi
Obat emergency
: Fentanyl
: Recofol, midazolam
: Vomceran
: Tramus
: Sevoflurane, N2O dan O2
: Sulfas atropin, dexametason, ephedrine
KEADAAN PRE-ANESTESI
Pasien datang ke kamar operasi pada pukul 7.40 WIB. Pasien dalam keadaan soporo
koma dan sakit berat, tidak dapat bernapas secara spontan, sudah dipuasakan sejak jam 23.00,
sudah dicukur, tidak menggunakan gigi palsu atau perhiasan, telah mendapatkan pemberian
antibiotik, dan akses intravena sudah terpasang pada tangan kiri pasien. Pasien mengaku tidak
ada alergi terhadap obat-obatan dan menyangkal adanya penyakit lain kecuali hipertensi.
Berikut adalah keadaan pra-anestesi pasien:
1. Tinggi badan
2. Berat badan
3. Golongan darah
4. Saturasi
5. Tekanan darah
6. Nadi
7. Suhu
8. Hb
9. Ht
10. Bleeding time
: 165 cm
: 65 kg
:B
: 100 mmHg
: 85/75 mmHg
: 71x/menit
: afebris
: 11,1 g/dL
: 31,8 %
: 6
: : (+)
: 10 Juli 2014
: 08.00 WIB
: Liposarkoma Intraabdomen
Jenis Pembedahan
: Laparatomi eksplorasi
Ahli Bedah
Anestetish
Lama Operasi
: 74 menit
Lama Anestesi
: > 74 menit
Jenis Anestesi
: GA-OTK
Anestesi dengan
Muscle relaxant
: Tramus
Tekhnik Anestesi
Respirasi
: Kendali
Posisi
: Supine
Infus
: Gelofusin
Premedikasi
Medikasi
: Recofol, tramus
Pasien kemudian dengan keadaan tetap terlentang pada meja operasi dan tangan
disanggah oleh penyangga tangan dan kemudian dokter anestesi berada pada posisi di
belakang kepala pasien, menyungkup pasien dengan O2 dan N2O dengan perbandingan 2:3
sambil melakukan bagging dan menyetel mesin anestesi dengan Vt dan frekuensi pernapasan
yang sesuai dengan berat badan pasien. Berikut penghitungannya:
Vt (volume tidal)
= 6-8 L/kgBB
= 8 x 65
= 520 L, dijadikan pembulatan menjadi 500 L
=1:2
Pada pukul 07.47 posisi pasien terlentang dengan leher diekstensikan di atas meja
operasi dan telah diberi sevofluran 8 vol% dengan sungkup muka yang telah dihubungkan
dengan mesin dan di bagging sekitar 2 menit, lalu diubah menjadi 3 vol% selama 1 menit,
untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas otot sehingga
mempermudah dilakukannya intubasi.
Pemasangan ETT pada pasien ini:
1. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan
tangan kiri
2. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan bibir dan lapangan pandang akan
terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat ke atas
dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring dan epiglotis.
3. Ekstensi kepala dipertahankan menggunakan tangan kanan.
4. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan
berbentuk huruf V.
5. Ambil ETT kingking no. 7.5 dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan
melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara.
6. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan
kiri memfiksasi.
7. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan
8. Lakukan auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri
sama. Pastikan dada mengembang saat diberikan ventilasi
9. Selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
Setelah ETT masuk dengan benar, lalu dialirkan sefofluran 3 vol%, oksigen 500
ml/menit dan N2O 500 ml/menit dan respirasi dikontrol dengan mesin yang volume tidalnya
sudah disesuaikan pada penghitungan sebelumnya diatas. Berikutnya diberikan obat medikasi
berupa tramus sebagai muscle relaxant dan recofol yang merupakan golongan
semua kondisi vital seperti tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen dalam keadaan
yang baik, maka dimulailah pencacatan kondisi pasien dan dosis sevofluran 3%.
07.45
Saturasi
99%
Tekanan
Nadi
darah
(x/menit)
(mmHg)
75/38
78
Keterangan
Premedikasi, IV:
vomceran 8 mg
fentanyl 100 mcg
07.50
99%
78/45
78
sedacum 5 mg
Anestesi GA-OTK
Tramus 50 mg
Recofol 100 mg
07.55
08.00
08.05
08.10
08.15
08.20
08.25
08.30
08.35
08.40
08.45
08.50
08.55
09.00
09.05
09.10
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
99%
77/46
76/50
78/55
76/54
76/57
75/54
76/55
75/56
76/58
74/52
78/60
79/62
84/64
85/65
83/68
79/59
80/68
80/64
75/65
74/66
76/68
77
75
76
77
74
73
72
70
68
69
67
64
65
66
65
69
70
78
76
77
75
09.40
09.45
09.50
99%
99%
99%
75/65
75/65
74/66
77
76
77
Operasi berakhir
09.55
10.00
99%
99%
76/65
76/68
76
75
Sefofluran stop
Ekstubasi
-
Jam ke-2
Jam ke-3
Cairan yang telah masuk selama operasi dengan durasi 74 menit : Gelofusin 5 kolf (2500cc)
dan Asering 1 kolf (500cc).
KEADAAN AKHIR PEMBEDAHAN
Tekanan Darah
: 76/68 mmHg
Nadi
: 75x/menit
Saturasi
: 100%
Mual
: (-)
10
Muntah
: (-)
Sianosis
: (-)
Sadar
: (-)
Pasien dibawa ke recovery room pada pukul 10.00 WIB. Selama di recovery room
pasien tidak menggigil dan tidak mengeluh kedinginan, pada perabaan keempat ektremitas
teraba hangat. Dilakukan pemantauan terhadap kelancaran aliran cairan irigasi buli-buli untuk
mencegah adanya sumbatan pada keteter urin akibat bekuan darah.
Pemulihan Kesadaran Aldrete Score :
Nilai
Warna
2
Merah muda (pink) tanpa
1
Pucat atau kehitaman
0
Sianosis dengan O2,
Respirasi
90%
Napas dangkal
Kardiovaskular
batuk
Tekanan darah berubah
Udara adekuat
Berubah 20-50%
Berubah >50%
Kesadaran
<20%
Sadar, Siaga, orientasi baik
Tak dapat
2 ekstremitas bergerak
dibangunkan
Tak ada
Aktivitas
4 ekstremitas bergerak
ekstremitas
bergerak
Total skor
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
ANASTESI UMUM
11
Anastesi umum adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral
disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali. Anastesi memungkinkan
pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan rasa sakit yang tak
tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim, dan menghasilkan ingatan
yang tidak menyenangkan.
Tujuan dari anastesi yaitu:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap rasa sakit
3. Relaksasi otot rangka
Pemilihan cara anastesi dilihat dari beberapa factor yaitu:
rutin terbatas
Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
Masuka oral
Reflex laring mengalami penurunan selama anastesi. Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama pasien-pasien
yang menjalani anastesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang
dijadwalkanuntuk operasi elektf dengan anastesi harus dipuasakan selama periode
13
tertentu sebelum dilakukan induksi anastesi. Pasien dewasa umumnya puasa 6-8
jam, anak-anak puasa 4-6 jam, dan bayi puasa 3-4 jam. Makanan tak berlemak
diperbolehkan 5 jam sebelm induksi anastesi. Minuman bening, air putih, air the
diperbolehkan hingga 3 jam dan untuk keperluan minum obat keperluan air putih
dalam jumlah tertentu diperbolehkan hingga 1 jam sebelum induksi anastesi.
1.2 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anastesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anastesi diberikan dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anastesi diantaranya:
menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, memudahkan atau memperlancar induksi,
mengurangi jumlah obat-obat anastesi, menekan refles-refleks yang tidak diinginkan
(mual-muntah), mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung, mengurangi rasa
sakit.
Waktu dan cara pemberian premedikasi
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara
intramuscular minimum harus tunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti, pemberian obat-obatan dapat
dilakukan secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Semua obat
premedikasi bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi
kecuali atropine dan hoisin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara
perlaha-lahan dan diencerkan.
Obat-obatan yang sering digunakan
Analgetik narkotik: petidin (dosis 1-2 mg/kgBB), morfin/MO (dosis 0,1
0,1 mg/kgBB)
Propofol/recofol (dosis 2,5 mg/kgBB), DBP (dosis 0,1 mg/kgBB)
Antimimetik: sulfas atropine (dosis 0,001 mg/kgBB), DBP, narfoz, rantin,
primperan, vomceran (dosis 4 mg/ 8 mg), granon (dosis 3 mg)
2.
Induksi Anastesi
Suatu tindakan membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anastesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara
intravena, inhalasi, IM, atau rectal. Setelah pasien tertidur akibat induksi anastesi, maka
dilanjutkan dengan pemeliharaan anastesi sampai tindakan pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anastesi diperlukan STATICS
S
: Scope, yaitu stetoskop dan laringoskop
14
T
: Tubes, yaitu endotrakeal tube kingking no. 7.5
A
: Airway, guedel
T
: Tapes (plester)
I
: Introducer, mandren atau stilet (tidak digunakan pada pasien ini)
C
: Connector, penyambung alat pipa dan peralatan anesthesia
S
: Suction, untuk menyedot lendir, darah, dll
2.1 Induksi intravena
Paling banyak diklakukan. Induksi intravena dikerjakan dengan hati-hati,
perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam
kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anastesi, pernapasan pasien, nadi dan
tekanan darah harus diawasi dan berikan oksigen.
Obat-obat induksi intravena
Thiopental (pentotal, tiopenton amp 500 mg atau 1000 mg. sebelum digunakan
harus dilarutkan dalam aquabides steril sampai kepekatan 2,5% (1 ml=25 mg), hanya
boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kgBB disuntikkan perlahanlahan dan dihabiskan dalam waktu 30-60 detik. Penyuntikan thiopental menyebabkan
pasien dalam kondisi sedasi, hypnosis, anastesia atau depresi napas. Thiopental
menurunkan aliran darah ke otak, tekanan liquor, tekanan intracranial dan dapatkan
15
kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg
dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
2.2 Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
2.3 Induksi inhalasi
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk
gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat
udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah,
analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi
koroner.
Desfluran (suprane) Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%),
bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi
napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak
3.
dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu
tidur rinan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama
dibedah tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena
biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid
menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi
pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien
ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total
intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi
dengan udara + O2 atau N2O + O2. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O
dan O2 dengan perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau
isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu
atau dikendalikan.
4.
17
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga
gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulut-faring
lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-pharyngeal
airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan
napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke
trakea lewat mulut atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan
seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil
atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal
tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan alat
yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat memasukkan
pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam
laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan
maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi:
Gradasi
1
2
3
4
Pilar faring
+
-
Uvula
+
+
-
Palatum Molle
+
+
+
-
Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima
glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan
bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:
1.
2.
3.
Kesulitan Intubasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Komplikasi Intubasi
1.
Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1.
2.
3.
19
BAB V
KESIMPULAN
Pasien bernama Tn. Kassa didiagnosis Liposarkoma Intraabdomen, setelah
dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan status ASA III sehingga penyakit
yang dideritanya merupakan penyakit sistemik berat yang mengakibatkan keterbatasan
aktivitas fisik dan jika dibiarkan akan berdampak buruk terhadap kondisi pasien. Selama
proses pembedahan berlangsung tidak ditemukan adanya permasalahan berarti baik dari
pemedahan maupun dari anastesi, namun pada saat pengangkatan akan dilakukan ternyata
20
tumor yang berada pada intraabdomen pasien menempel pada bagian tulang belakangnya.
Kondisi tersebut membuat dokter ahli bedah digestive memutuskan untuk tidak melanjutkan
operasi dan menutup kembali abdomen yang sudah disayat. Selama proses pembedahan,
keseimbangan cairan pasien tidak ada masalah, cairan tubuh tidak mengalami gangguan.
Pada saat proses operasi telah selesai, pasien dipindahkan ke ruang recovery, namun
kondisi pasien masih dalam pengawasan. Setelah itu pasien dibawa ke ruang ICU untuk
dipantau lebih lanjut. Karena kondisi yang semakin memburuk maka pasien dibawa ke
ruangan HCU. Dari hasil penilaian dari anastesi dapat disimpulkan bahwa proses anastesi
berlangsung baik tanpa adanya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis anastesiologi, edisi kedua.
2.
3.
4.
2010.p.24-36.
De WJ, Sessler DI. Perioperative shivering: physiology and pharmacology.
Anesthesiology 2002; 96(2): 467-84.
21
5.
22