Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

”HIPOSPADIA TIPE PENOSCROTAL”

Preseptor:
dr. Hendi Anshori, Sp.B

Disusun Oleh :

Nadhira Nizza Hanifa


130112190656

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUD DR. SLAMET GARUT
2021
KASUS

A. Identitas Pasien

Nomor CM: 01292074

Nama: An. MZ

Umur: 2 tahun 6 bulan

Tanggal lahir: 07/06/2019

Alamat: Jaringao RT/RW 03/03 Sukajaya

Nama Ayah: Tn. H

Umur Ayah: 26 Tahun

Nama Ibu: Ny. R

Umur Ibu: 22 Tahun

Ruang Rawat: Puspa

Tanggal Masuk RS: 10/12/2021

Tanggal Pemeriksaan: 14/12/2021

B. Anamnesis

Keluhan Utama : lubang kencing tidak berada di ujung penis


Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh keluarganya ke Poli Bedah Umum dengan keluhan lubang kencing
yang tidak berada di ujung penis. Keluhan disadari orang tua pasien sejak pasien lahir.
Keluhan disertai dengan bentuk penis yang tidak seperti biasanya dimana penis pasien
melengkung ke arah bawah dan terdapat kulit tebal yang menumpuk di bagian atas
penis pasien. Pancaran kencing pasien menjadi tidak jauh dan mengarah ke bawah
sehingga pasien kesulitan BAK sambil berdiri. BAK 3-4 kali sehari dan tidak nyeri.
Demam disangkal. Keluhan testis yang tidak ada ataupun benjolan di perut disangkal.
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.

1
Riwaayat Penyakit Dahulu
Sejak lahir, pasien sering sakit-sakitan berupa demam selama sekitar 2-3 hari yang akan
langsung sembuh bila diberi obat dari Puskesmas. Riwayat dirawat di rumah sakit dan
operasi sebelumnya disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan disangkal. Riwayat
alergi obat dan makanan disangkal.

Riwayat Kehamilan, Kelahiran, dan Tumbuh Kembang


Pasien lahir dari ibu P1A0 usia kehamilan 29 minggu secara spontan dibantu paraji.
Saat lahir pasien langsung menangis. Berat badan lahir 1800 gram. Pasien sempat
dirawat di RS selama seminggu dan berat badannya kurang dari masa kehamilan.
Pasien diberikan ASI sejak lahir hingga usia 2 tahun. Perkembangan pasien sesuai
dengan anak seusianya. Nafsu makan baik. Pasien belum pernah diimunisasi.
Selama masa kehamilan, ibu pasien rutin kontrol ke Puskesmas dan tidak ada keluhan.
Ibu pasien sempat meminum obat-obatan dari mantri yang tidak diketahui isinya.

C. Pemeriksaan Fisik

● KU: compos mentis, sakit sedang. BB: 8 kg


● Nadi: 115x/mnt
● Suhu: 36,6 °C
● Respirasi: 20x/mnt
● SpO2: 97% room air

Head To Toe:

● Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pernapasan cuping


hidung (-)
● Leher : KGB tidak teraba
● Thorax : bentuk dan gerak simetris, retraksi intercostal (-/-), VBS
kanan=kiri, ronchi (-/-), wheezing (-/-), slem (-/-)
● Abdomen : datar lembut, BU (+) normal, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak
teraba
● Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”
● Status Lokalis (Genitalia)
○ Penis

2
■ Inspeksi: Penis belum disunat, panjang 2,5 cm, OUE terletak di
penoscrotal, preputial hood (+), chordee (+), edema (-),
hematoma (-)
■ Palpasi: Nyeri tekan (-), benjolan (-)
○ Scrotum
■ Inspeksi: Tampak menggantung, warna lebih gelap dari warna
kulit sekitarnya, edema (-) hematoma (-)
■ Palpasi: testis +/+ teraba, nyeri tekan (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium hematologi rutin (08/12/2021)

● Hematologi rutin:
○ Hb : 10,6mg/dL (11,3 – 13,5)
○ Hematokrit : 33% (34-40)
○ Leukosit : 11.840/mm3 (3000-14.500)
○ Trombosit : 299.000/mm3 (150.000-440.000)
○ Masa Pendarahan/BT: 2 menit (1-3)
○ Masa Pembekuan/CT: 9 menit (3-22)

E. Resume
Pasien datang dengan keluhan lubang kencing yang tidak berada di ujung penis.
Keluhan disadari orang tua pasien sejak lahir. Keluhan disertai dengan bentuk penis
yang tidak seperti biasanya dimana penis pasien melengkung ke arah bawah dan
terdapat kulit tebal yang menumpuk di bagian atas penis pasien. Pancaran kencing
pasien menjadi tidak jauh dan mengarah ke bawah sehingga pasien kesulitan BAK
sambil berdiri. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal. Pada pemeriksaan

3
fisik keadaan umum tampak sakit sedang, tanda-tanda vital dalam batas normal, pada
status lokalis ditemukan OUE terletak di penoscrotal, preputial hood (+), chordee (+).

F. Diagnosis Kerja

Hipospadia tipe penoscrotal

G. Tatalaksana
• Edukasi kepada orang tua mengenai penyakit pasien, tahapan operasi yang akan
dilakukan, dan pemasangan kateter urin yang dipertahankan hingga beberapa
hari setelah operasi
• Pro rawat inap
• IVFD Asering, kebutuhan cairan: 800 cc/24 jam
• Puasakan
• Pasang kateter
• Tatalaksana Operatif: release chordee + urethroplasty
• Ceftriaxone 1x2 gram
• Ketorolac 3x15 mg
• Paracetamol syr 3x1 cth

H. Laporan Operasi
Waktu Operasi: 14 Desember 2021 Pukul 09.30-11.00 WIB
Durante Operasi:
• Ditemukan MUE pada dasar penis
• Chordee (+)
Laporan Operasi:
o Dilakukan aseptik dan antiseptik
o Design flap urethra
o Identifikasi DO
o Dilakukan release chordee, selanjutnya urethroplasty
o Operasi selesai

4
I. Diagnosis Post Operatif
Hipospadia tipe penoscrotal

J. Follow Up Post Operasi (14 Desember 2021 17.00 WIB)


KU: Compos mentis, sakit sedang
TTV:
N: 98x/menit
R: 20x/menit
S: 36,4 °C
Abdomen: datar, lembut. BU (+) NT (-)
Genital: Terpasang verban (+), rembesan darah (-)
Terpasang kateter efektif. Produksi urin 150 cc

K. Prognosis
Ad vitam: ad bonam
Ad functionam: dubia ad bonam
Ad sanationam: ad bonam

5
ANATOMI
PENIS

URETRA
Uretra laki-laki terdiri dari 4 bagian, yaitu intramural (preprostatic), prostatic, intermediate,
dan spongy. Bagian intermediate (membranous) dimulai dari apex prostat dan masuk ke
membrane perineal, memasuki bulb of penis kemudian dilanjutkan spongy uretra yang berakhir
di lubang eksternal uretra laki-laki.1

PENIS
Penis merupakan organ kopulasi laki-laki yang menjadi tempat keluarnya urin dan cairan
semen. Penis terdiri dari kulit yang tipis, jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfatik,
fascia, corpora cavernosa, dan corpora spongiosum. Pada saat flaccid, bagian dorsumnya
menghadap ke anterior.1
Penis sendiri memiliki 3 bagian, yaitu:
• Root à merupakan bagian yang menempel, terdiri dari crura, bulb, dan otot
ischiocavernosus dan bulbospongiosus. Crura dan bulb terdiri dari jaringan erektil
• Body à merupakan bagian yang tidak menempel dan menggantung di simfisis pubis.
Di dalamnya terdapat corpus cavernosa dan corpus spongiosum.
• Glans à di bagian distal, corpus spongiosum meluas untuk membentuk glans
penis/head of penis. Ujung corpora cavernosa akan membentuk corona glans penis yang
memiliki lekukan yaitu leher glans. Struktur ini memisahkan bagian glans dan bagian
body dari penis. Pada leher glans penis, kulit dan fascia penis memanjang menjadi
lapisan ganda kulit yang disebut preputium (foreskin) yang akan ditemukan pada laki-
laki yang belum disunat.1
Jaringan erektil pada penis terdiri dari 3 cavernous body yang terdiri dari:

6
• sepasang corpora cavernosa di bagian dorsal à dibatasi oleh septum penis dan di
bagian posteriornya berpisah untuk membentuk crura of penis
• 1 corpus spongiosum di bagian ventral à di dalamnya terdapat spongy uretra1
Terdapat pula struktur lainnya yaitu:
• Frenulum of prepuce à merupakan lipatan median dari deep layer prepuce ke
permukaan uretral dari glans
• Suspensory ligament of penis à berasal dari permukaan anterior dari simfisis pubis
• Fundiform ligament of the penis à menurun dari midline linea alba di anterior simfisis
pubis. Ligamen ini berpisah di sekeliling penis dan bersatu di bagian bawah dengan
fascia dartos membentuk scrotal septum.1

Vaskularisasi
A. Arteri
Penis disuplai terutama oleh percabangan dari arteri internal pudendal:
• Dorsal arteries of penis à berada di setiap sisi dari deep dorsal vein di antara corpora
cavernosa, mensuplai jaringan fibrosa di sekeliling corpora cavernosa, corpus
spongiosum, spongy uretra, dan kulit penis
• Deep arteries of penis à masuk ke bagian proksimal crura dan menuju ke distal di
pusat dari corpora cavernosa dan mensuplai jaringan erektil disana. Merupakan
pembuluh arteri utama yang suplai cavernous space di jaringan erektil dari corpora
cavernosa dan berperan dalam proses ereksi penis.
• Arteries of the bulb of the penis à mensuplai bagian posterior (bulbous) dari corpus
spongiosum dan uretra1
B. Vena
Darah di cavernous space disuplai oleh plexus vena yang mengikuti deep dorsal vein of
penis di deep fascia. Vena-vena ini melewati lamina dari suspensory ligament of penis dan
memasuki pelvis menuju prostatic venous plexus. Darah dari kulit dan subkutan menuju ke
superficial dorsal vein yang sebagian besar menuju ke internal pudendal vein.1

7
Inervasi Penis
Saraf yang mempersarafi penis berasal dari segmen spinal cord dan spinal ganglia yang
menuju ke pelvic splanchnic dan pudendal nerves. Inervasi sensori dan simpatik sebagian
besar dipersarafi oleh dorsal nerve of penis yang merupakan cabang terminal dari pudendal
nerve. Cabang-cabang dari nervus ilio-inguinal mensuplai kulit di root of penis sedangkan
parasimpatik disuplai oleh cavernous nerve.1
Limfatik
• Limfatik dari seluruh kulit perineum menuju ke superficial inguinal nodes
• Drainase limfatik dari bagian intermediate dan proksimal uretra dan badan
kavernosa menuju ke internal iliac nodes
• Sebagian besar pembuluh limfatik dari distal spongy uretra dan glans menuju ke
deep inguinal node.1

8
EMBRIOLOGI
PENIS

Pada minggu ketiga perkembangan, sel-sel mesenkim yang berasal dari primitive streak
bermigrasi ke sekitar membran kloaka membentuk sepasang cloacal fold. Di bagian kranial
dari kloakal membrane, cloacal fold akan membentuk genital tubercle sedangkan di bagian
kaudal akan terbagi menjadi urethral folds di bagian anterior dan anal folds di bagian
posterior. 2

Selanjutnya, sepasang genital swelling akan mulai terlihat di kedua sisi urethral fold
dimana genital swelling ini akan membentuk scrotal swelling pada laki-laki dan labia
mayora pada perempuan sehingga pada akhir minggu ke 6 sudah dapat dibedakan antara
kedua jenis kelamin. Scrotal swelling yang berada di regio inguinal akan menuju ke kaudal
dan membentuk skrotum yang dipisahkan scrotal septum.2
Perkembangan genitalia eksterna pada laki-laki dipengaruhi oleh androgen yang
disekresikan oleh testis fetal yang dicirikan dengan perpanjangan genital tubercle menjadi
phallus. Pada proses elongasi ini, phallus menarik urethral fold ke depan sehingga
membentuk dinding lateral dari urethral groove. Groove ini akan meluas ke kaudal
membentuk glans. Epitel yang melapisi bagian dalam urethral groove yang berasal dari
endoderm akan membentuk urethral plate. Pada akhir bulan ketiga, kedua urethral fold
akan menutup dan membentuk penile uretra. Bagian distal penis yang berasal dari ektoderm
akan terbentuk di bulan keempat membentuk ujung dari glans penis dan penetrasi ke dalam
membentuk lumen dan menjadi external urethral meatus.2
Hipospadia dapat terjadi apabila pada proses embriogenesis ini terjadi fusi urehtral fold
yang inkomplit sehingga terdapat bukaan abnormal pada uretra yang terletak di permukaan
inferior dari penis sedangkan epispadia terjadi karena ekstrofi bladder dan penutupan
abnormal ventral body wall2

9
CLINICAL SCIENCE
HIPOSPADIA

A. Definisi
Hipospadia merupakan malformasi kongenital pada genitalia eksternal laki-laki berupa
adanya muara urethra yang terletak proksimal dibandingkan lokasi yang seharusnya.
Kelainan ini terbentuk pada masa embrional karena adanya defek pada masa perkembangan
alat kelamin dan sering dikaitkan dengan gangguan pembentukan seks primer ataupun
gangguan aktivitas seksual saat dewasa.3, 4, 5
Kelainan ini dicirikan dengan perkembangan abnormal dari urethral fold dan preputium
ventral penis yang menyebabkan posisi abnormal dari bukaan uretra. Meatus dapat terletak
dimana saja di sepanjang penis dari glans sampai proksimal di perineum. Selainan kelainan
lokasi meatus, pasien mungkin akan memiliki distribusi foreskin yang abnormal dimana
terdapat foreskin yang banyak di bagian dorsal penis sedangkan cenderung jarang atau tidak
ada pada permukaan ventralnya. Dapat juga ditemukan chordee yang seringkali
berhubungan dengan keparahan hipospadia dimana semakin proksimal lokasi meatus
chordee akan semakin jelas.4
Kombinasi 3 anomali anatomi pada penis dengan hipospadia yaitu:
• Meatus uretra abnormal yang terletak di bagian ventral dari penis
• Kurvatur ventral pada penis (chordee)
• Prepuce hood dorsal yang dihubungkan dengan sebuah defisit preputium ventral3

B. Epidemiologi
• Hipospadia merupakan kelainan kongenital pada laki-laki kedua yang paling sering
terjadi setelah cryptorchirdism
• Insidensi kelainan ini berkisar antara 0,8-8,2 dari 1000 kelahiran laki-laki.3
• Prevalensi di Asia sendiri adalah 0,7 dalam 10.000 kelahiran
• Lokasi yang paling sering adalah di subcoronal. Hampir 50% kasus lokasinya di
anterior, 20% kasus di tengah, dan lainnya di posterior.4, 5

C. Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi hipospadia sangat bervariasi dan multifaktorial, namun dipercaya berhubungan
dengan faktor genetik, endokrin, faktor maternal/plasenta, dan lingkungan.

10
A. Faktor Genetik
Faktor genetik dipercaya berhubungan pada laki-laki dengan riwayat keluarga
dengan hipospadia. Estimasi heritabilitas adalah 57-77%. Beberapa mutasi genetik
telah ditemukan yang memungkinkan menjadi penyebab terjadinya hipospadia.6
B. Faktor Endokrin
Ketika pembentukan uretra dan genitalia eksterna laki-laki selama trimester
pertama usia kehamilan, kecukupan androgen sangat dibutuhkan. Penutupan uretra
terjadi selama minggu ke 8-14 usia kehamilan, proses tersebut membutuhkan sintesis
tesosteron menjadi dihydrotestosterone (DHT) yang akan terikat pada androgen
receptor. Hipospadia sering ditemui pada laki-laki dengan berkurangnya kadar
androgen akibat berkurangnya produksi androgen atau sensitivitas terhadap androgen.6
C. Faktor Maternal/Fetal
Studi epidemiologis menemukan adanya peningkatan insidensi hipospadia pada
bayi kecil masa kehamilan dan kembar monochorionic. Hipospadia yang parah juga
berkaitan dengan hipertensi maternal, oligohidramnion, dan kelahiran prematur yang
menunjukkan bahwa kemungkinan delivery plasenta adalah faktor penting yang
kemungkinan berkaitan dengan penyediaan hCG untuk fetus.6
D. Faktor Lingkungan
Studi sebelumnya menyebutkan bahwa faktor lingkungan berperan penting
terhadap kejadian hipospadia. Penggunaan pestisida, kontrasepsi oral, dan obat-obatan
seperti valproate, loperamide, paroxetine, dan obat-obatan anti-androgen oleh ibu hamil
berhubungan dengan terjadinya hipospadia. Zat kimia yang banyak terdapat di
lingkungan telah dipelajari mengandung bahan yang dapat mengganggu fungsi
endokrin (endocrine disruptors) yang dapat mengintervensi jalur androgen dan estrogen
selama diferensiasi seksual sehingga menyebabkan terjadinya hipospadia.
Adanya paparan estrogen atau progestin ibu hamil di awal kehamilan dicurigai
dapat meningkatkan risiko terjadinya hipospadia. Lingkungan yang tinggi estrogen
sering ditemukan pada pestisida di sayu dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan
obat-obatan.6

D. Klasifikasi
Klasifikasi hipospadia terbagi berdasarkan lokasinya. Klasifikasi yang paling sering
digunakan adalah klasifikasi Duckett yang membagi hipospadia menjadi 3 lokasi yaitu:
• anterior (glandular, coronal, dan distal penile)

11
• middle (midshaft dan proximal penile)
• posterior (penoscrotal, scrotal, dan perineal).4

E. Manifestasi Klinis
Pada hipospadia ringan mungkin pancaran tidak terpengaruh namun pada bentuk
yang lebih parah, meatus dapat menyempit dan pancaran urin akan mengarah ke bawah.
Pasien dengan angulasi penis abnormal akan mengalami ereksi yang nyeri, gangguan
fertilitas dengan ejakulasi abnormal, dan pada beberapa kasus kesulitan untuk penetrasi
saat coitus.5
Hipospadia pada sebagian besar pasien timbul sebagai malformasi yang terisolasi,
namun pada beberapa kasus dapat disertai malformasi genitourinari yang lain. Beberapa
kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan hipospadia adalah kelainan
kromosom dan ambigu genitalia seperti hemafrodit maupun psudohemafrodit.
Malformasi yang paling sering berkaitan dengan hipospadia adalah cryptorchirdism (8-
10% kasus), dan hernia inguinal (9%-15% kasus). Bayi yang hipospadia sebaiknya tidak
disunat. Kulit depan penis diiarkan untuk digunakan pada pembedahan.3, 4

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul bervariasi sesuai dengan derajat kelainan. Keluhan yang paling
sering terjadi adalah pancaran urin yang melemah ketika berkemih, nyeri ketika ereksi,
dan gangguan dalam berhubungan seksual.4
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan muara uretra pada bagian ventral penis.
Biasanya kulit luar di bagian ventral lebih tipis atau bahkan tidak ada dimana kulit luar
di bagian dorsal menebal bahkan terkadang membentuk seperti tudung. Pada
hipospadia ditemukan chorda. Chorda adalah adanya pembengkokan menuju arah

12
ventral dari penis. Hal ini disebabkan oleh adanya atrofi corpus spongiosum, fibrosis
tunika albuginea dan fascia diatas tunica, pengencangan kulit ventral dan fasia Buck,
perlengketan antara kulit penis ke struktur sekitarnya atau perlengketan antara urethral
plate ke corpus cavernosa.4
Diagnosis hipospadia perlu ditegakkan segera setelah bayi lahir. pada uretra
biasanya terlihat pada pemeriksaan fisik. Pada sebagian besar kasus, meatus uretra
terletak di 1/3 distal penile shaft. Secara umum, semakin proksimal lokasi meatus
uretra, semakin parah derajat kurvatur. Apabila bayi dengan hipospadia juga memiliki
UDT (undesensus testis) dan memiliki hipospadia tipe severe penoscrotal, evaluasi
DSD (differences in sex development) diperlukan. Hipospadia yang ditemukan saat
sirkumsisi perlu segera dirujuk dan sirkumsisi perlu ditunda.7
3. Pemeriksaan Penunjang
Midshaft dan distal hipospadia seringkali tidak membutuhkan pencitraan atau
pemeriksaan penunjang lainnya karena risiko anomali renal sama seperti populasi
normal. Pada kasus-kasus hipospadia dengan UDT unilateral maupun bilateral, waspadai
terdapat DSD (disorder of sex development) dimana insiden DSD akan meningkat pada
hipospadia letak proksimal atau kompleks. Pada kasus-kasus ini dapat dilakukan evaluasi
lanjutan seperti: 3
• Evaluasi endokrin
• Pemeriksaan karyotype
Sebagian besar hipospadia jarang berkaitan dengan DSD namun apabila hipospadia
disertai kelainan seperti UDT, mikropenis, transposisi penoscrotal, bifid scrotum
perlu dipertimbangkan evaluasi DSD dengan pemeriksaan karyotipe.
• USG
Pada hipospadia di proksimal atau yang kompleks, dibutuhkan evaluasi diagnostik
lebih jauh untuk mengetahui adanya anomali lainnya pada saluran kemih. Mullerian
remnant (utricular or dilated utriculus) ditemukan pada 50% perineal hipospadia.
pasien perlu melakukan pemerisaan USG renal, bladder, dan abdomen, dan voiding
cystourethrogram (VCUG) untuk mengetahui apakah ada malformasi lainnya. (pada
penscrotal, perineal).3, 4, 6

13
G. Tatalaksana
Alasan pengobatan hipospadia adalah untung mengatasi gangguan pancaran urin, kesulitan
buang air kecil sambil berdiri, gangguan kurvatur penis yang menyulitkan saat coitus,
gangguan fertilitas karena sulitnya deposisi sperma, dan berkurangnya kepuasan pada
penampilan genital. Pasien yang terdiagnosis hipospadia perlu dirujuk untuk evaluasi
operasi pada minggu-minggu pertama kehidupan.5 Tujuan dari tatalaksana adalah:
• Membuat penis tegak lurus kembali sehingga dapat digunakan untuk coitus
• Reposisi muara urethra ke ujung penis agak memungkinkan pasien berkemih
sambil berdiri
• Membuat neourethra yang adekuat dan lurus
• Merekonstruksi penis menjadi terlihat normal
• Menurunkan risiko terjadinya komplikasi seminimal mungkin4
Operasi untuk koreksi hipospadia idealnya dilakukan diantara umur 6-12 bulan.
Semakin dini dilakukan operasi, semakin mudah perawatan paska operasinya,
termasuk dalam masalah higienitas, pemakaian kateter, kebutuhan analgesik, dan
perubahan emosi pasca operasi. Tujuan dari operasi adalah untuk tujuan kosmetik
dan normalitas fungsional.

14
Beberapa tahap operasi perlu dilakukan, yaitu:
1. Orthoplasty (Chordectomy) yaitu melakukan koreksi chorde sehingga penis tegak lurus
kembali. Hal ini dikarenakan pada pasien hipospadia biasanya terdapat suatu chorda
yang merupakan jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis pasien bengkok
2. Urethroplasty à membuat uretra baru yang sesuai dengan lokasi yang seharusnya.
Urethroplasty membuat fossa navicularis baru pada glans penis yang nantinya akan
dihubungkan dengan canalus urethra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap
pertama.
3. Meatoplasty
4. Glansplasty à pembentukan glans penis kembali. Glansplasty sering diikuti dengan
prepucioplasty.8
Teknik operasi yang paling sering dilakukan adalah urethroplasty seperti Meatal
Advancement-Glanuloplasty (MAGPI), Glans Approximation Proceduse (GAP), dan
Tubularization Incision of the Urethral Plate (TIP). Preputium terkadang digunakan untuk
operasi sehingga sirkumsisi pada neonatus sebaiknya tidak dilakukan.Teknik operasi yang
paling sering digunakan untuk hipospadia distal adalah Tubularization Incised of urethral
Plate (TIP) dan pada hipospadia proksimal adalah teknik 2 stage graft. Apabila pasien ingin
disirkumsisi maka kulit preputium akan digunakan untuk bahan flap sedangkan bila tidak
ingin disirkumsisi maka dapat dilakukan prepucioplasty dan bahan flap didapatkan dari
mukosa mulut.
Beberapa pasien menjalani terapi sistemik dengan derivat testosteron untuk
meningkatkan ukuran penis spaya tubularization lebih baik dan menghindari dehiscence
meskipun tidak ada guideline khusus.3
Berikut adalah komplikasi pasca operasi yang dapat terjadi:4

15
H. Prognosis
Anak-anak dengan hipospadia memiliki masa pubertas dan pertumbuhan seks sekunder
yang normal dengan fungsi testis dan androgen yang normal. Aktivitas seksual cukup
memuaskan dan fertilitas tidak terpengaruh kecuali penderita memiliki kelainan lain yang
berkaitan.5

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically Oriented Anatomy. 7th ed. Lippincott
Williams & Wilkins. John Wiley & Sons, Ltd; 2014. 1134 p.
2. Sadler TW, Langman J. Langman’s medical embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer; 2015. 407 p.
3. III GWH, Murphy JP, Peter SD St. Holcomb and Ashcraft’s Pediatric Surgery. 7th ed.
Elsevier; 2020. 1317 p.
4. Krisna DM, Maulana A. Hipospadia: Bagaimana Karakteristiknya di Indonesia. Berk
Ilm Kedokt Duta Wacana. 2017;02(02):325–33.
5. Donaire AE, Mendez MD. Hypospadias. StatPearls. 2021.
6. van der Horst HJR, de Wall LL. Hypospadias, all there is to know. Eur J Pediatr.
2017;176(4):435–41.
7. Gomella TL, Eyal FG, Bany-Mohammed F. Gomella’s Neonatology. 8th ed. McGraw-
Hill Education; 2020. 1472 p.
8. Djakovic N, Nyarangi-Dix J, Özturk A, M.Hohenfellner. Hypospadias. Adv Urol.
2008;7.

17

Anda mungkin juga menyukai