Disusun Oleh :
Kartikasari Irdan
1310.221.063
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
LAPORAN KASUS OK
Disusun Oleh :
Kartikasari Irdan
1310.221.063
Pembimbing :
LAPORAN KASUS
a. Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Jenis kelamin : Pria
Umur : 38 tahun
Alamat : Dusun Klumpukan RT 02/ RW 05 Magelang
Diagnosis Pre Op : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Tindakan Op : Transurethral Resection Of The Prostate (TURP)
Tanggal Masuk : 3 Juni 2014
Tanggal Operasi : 4 Juni 2014
BB : 55 kg TB : 163 cm
IMT : 20.7 (eutropis)
Anamnesa :
Breath
Jalan napas clear, batuk (-) , pilek (-), sesak (-) , asma (-) alergi (-)
RR : 20 x/ menit
Pulmo :SD. Ves +/+ , Rh -/- , Wh -/ -
Teeth : bolong (-), gigi palsu (-)
Tongue : dbn
Tonsil : T1- T1
Mallampati Test : Mallampati 1
Pembukaan mulut sebesar 3 jari
Trakea dalam posisi lurus, dbn
Tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-)
Blood
Riwayat Leher pegal, kaku (-), Riw. Hipertensi (-), Riw. DM (-)
Tekanan Darah : 120/ 70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Cor: S1> S2 , regular, murni, M (-) , G (-)
EKG : sinus rhythm
Hasil Lab :
o WBC : 10.6
o RBC : 5.45
o HCT : 13.8
o HGB : 12.3
o PLT : 286.000
o PCT : 0.203
o SGOT : 17
o SGPT : 15
Brain
Bladder
Bowel
Bone
Deformitas (-)
Edema (-)
Sianosis (-)
Status Lokalis :
Regio Suprapubik :
- Inspeksi : datar, tidak tampak massa
- Palpasi : nyeri tekan(+), tidak teraba massa
- Perkusi : timpani
Regio Anal :
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan :
- Infus RL 16 tpm
- Injeksi Ceftriaxon 1 x 1 gram
- Captopril 3 x 25 mg
- Amlodipin 10 mg
- Bisoprolol 1 x 1/2
c. Rencana Anestesi
1. Persiapan pasien :
a. Informed Consent
b. Pasien puasa 6 jam pre op
c. Infuse RL 20 tpm
STATICS :
T: Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa
balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed)
T: Tape : Plester
S : Suction
- Spinal Set :
o Jarum spinal dengan ujung tajam/ jarum spinal dengan ujung
tumpul dan stilet
o Kassa, betadine dan alcohol
o Spuit 5 cc
TINJAUAN PUSTAKA
Preoperatif
Preoperatif adalah masa sebelum pembedahan atau anestesi, pasien yang akan
menjalani anestesi dan pembedahan (elektif / darurat) harus dipersiapkan dengan
baik. Kunjungan prabedah pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan
pada bedah darurat dilakukan sesingkat mungkin, dengan tujuan mempersiapkan
mental dan fisik pasien secara optimal, menentukan klasifikasi ASA, merencanakan
dan memilih obat-obatan anestesi yang sesuai. Persiapkan prabedah sangat penting
sekali untuk mengurangi resiko komplikasi yang mungkin terjadi, karena hasil akhir
suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan awal penderita.
Intraoperatif
Postoperatif
Postoperatif adalah suatu keadaan atau masa dimana telah dilakukan tindakan
anestesi maupun pembedahan. Pada umumnya setelah dilakukan pembedahan pasien
diistirahatkan di ruang pemulihan sampai pasien pulih atau sadar penuh.
1. Definisi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani an yang berarti tidak dan esthesia yang
berarti rasa, sehingga dapat berarti hilangnya rasa atau sensasi. Kata anesthesia
diperkenlakan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak
sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat, dengan tujuan untuk
menghilangkan sensasi rasa nyeri pada saat pembedahan. Sedangkan analgesi ialah
pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien.
2. Klasifikasi Anestesi
General Anestesi
Yang kedua bisa melalui Perrectal (peranus), diberikan pada anak untuk
induksi anestesi atau tindakan singkat/ diagnostik pada pemeriksaan mata,
telinga, penyinaran, rontgen foto. Ketiga, dapat melalui inhalasi/ anestesi
inhalasi (valatile agent), yaitu menggunakan gas/cairan anestesi sebagai zat
anestetik yang mudah menguap melalui udara pernafasan.3
Regional Anestesi
Penatalaksaan Perioperatif
Manajemen Perioperatif
Pada tahap ini petugas anestesi melakukan kunjungan kepada pasien
untuk berinteraksi dengan pasien dan keluarganya, tahap ini juga diperlukan
untuk mengurangi tingkat kecemasan serta menanamkan rasa kepercayaan
pasien kepada petugas. Evaluasi dan persiapan pasien dilakukan pada saat
kunjungan.
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
ANATOMI
Tulang Belakang.
ANESTESI SPINAL
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-
L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang
dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan
gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung
ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali
orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol.
Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan
resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.
Indikasi:
Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi
infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine
kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty
pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.
1. Factor utama:
a) Berat jenis anestetik local(barisitas)
b) Posisi pasien
c) Dosis dan volume anestetik local
2. Faktor tambahan :
a) Ketinggian suntikan
b) Kecepatan suntikan/barbotase
c) Ukuran jarum
d) Keadaan fisik pasien
e) Tekanan intra abdominal
TEKNIK ANESTESI
Saat lahir medulla spinalis berkembang sampai L4, setelah umur 1 tahun
medulla spinalis berakhir pada L1-L2. Jadi blok spinal dibuat dibawah L2 untuk
menghindari resiko kerusakan medulla spinalis. Garis penghubung yang
menghubungkan Krista iliaca memotong daerah interspace L4-5 atau procesus
spinosus L4.
Pendekatan median lebih sering digunakan. Jari tengah tangan operator non
dominan menetukan titik interspace yang dipilih, kulit yang menutupi interspace
diinfiltrasi dengan anestesi local menggunakan jarum halus. Jarum spinal ditusukkan
pada garis tengah secara sagital, mengarah ke cranial menghadap ruang interlamina.
Penusukan keruang sub arachnoid melewati kulit, jaringan sub cutan, ligamentum
supraspinosus, ligamentum interspinosus dan ligamentum flavum. Ketika ujung
jarum mendekati ligamentum flavum terdapat peningkatan tahanan disertai perasaan
poping, saat itu jarum menembus duramater dengan kedalaman 4-7 cm. Jika ujung
jarum menyentuh tulang harus ditarik kembali secukupnya untuk membebaskan dari
ligametum, sebelumnya diarahkan kearah cranial atau kaudal.
Setelah itu stylet ditarik, CSS mengalir dari jarum secara bebas. Jika CSS
bercampur darah hendaknya dibersihkan secepatnya; kemungkinan ini jarum
mengenai vena epidural. Setelah yakin aliran CSS ahli anestesi memegang jarum
dengan tangan yang bebas , dengan menahan belakang pasien, ibu jari dan telunjuk
memegang pangkal jarum, dan menghubungkan dengan spoit yang telah berisi larutan
anestetik. Aspirasi CSS untuk meyakinkan ujung jarung tetap dalam CSS. Injeksi
dengan cepat menggunakan jarum kecil memudahkan bercampurnya anestesi dengan
CSS, ini memudahkan penyebaran larutan dengan CSS dan menurunkan perbedaan
densitas antara larutan dengan CSS. Injeksi yang sangat lambat (2 atau 3 ml dalam
semenit atau lebih) mengurangi efeknya . setelah injeksi obat aspiarasi lagi CSS
untuk lebih menyakinkan posisi jarum.
Bila pendekatan midline tidak berhasil seperti orang tua dengan kalsifikasi
ligamentum atau pasien kesulitan posisi karena keterbatasan fleksi lumbal. Jarum
ditusukkan kira-kira 1-1,5 cm dilateral garis tengah pada bagian bawah procesus
spinosus dari interspace yang diperlukan. Jarum ditusukkan kearah median dan ke
cephal menembus otot-otot paraspinosus. Jika jarum mengenai tulang berarti
mengenai lamina ipsilateral dan jarum diposisikan kembali ke arah superior atau
inferior masuk ruang sub arachnoid.
JARUM SPINAL
Tidak seperti jarum dengan bevel tajam, jarum bentuk pensil mempunyai
ujung berbentuk tapering dengan lubang disamping. Untuk insersi dibutuhkan tenaga
yang lebih. Contoh jarum bentuk pensil adalah Sprotte, Whitacre dan Gertie Marx.
Perbedaan antara kedua jarum tersebut adalah ukuran dan letak lubang dilateral.
Meskipun lebih mahal dari pada bevel tajam, jarum ini kurang menyebabkan
kerusakan pada duramater dan lebih sedikit mengakibatkan sakit kepala post
anesthesia spinal.
Penentuan jenis jarum lebih banyak ditentukan oleh usia. Walaupun harga
yang lebih mahal jarum pensil point, lebih bagus bagi penderita yang mempunyai
resiko yang besar terhadap sakit kepala post anesthesia spinal.
Anestetik local.
Semua anestetik local efektif untuk anesthesia spinal. Criteria yang digunakan
untuk memilih obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan buvipakain biasanya
dipilih untuk operasi yang lebih lama dari 1 jam dan lidokain untuk operasi-operasi
yang kurang dari 1 jam, walaupun durasi anestesi spinal tergantung pula pada
penggunaan vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.
Opioid.
Densitas larutan anestesi local adalah fungsi konsenrasi dan cairan dimana
obat tersebut dilarutkan. Densitas dari CSS 37 oC adalah 1,001 1,005 g/ml.
Barisitas larutan anestesi local adalah perbandingan pada suhu dari densitas laritan
anestetik terhadap densitas CSS pada tempratur yang sama. Larutan anestesi local
dengan densitas lebih dari 1,008 g/ml pada suhu 37 o C disebut hiperbarik, densitas
antara 0,998 dan 1,007 g/ml digolongkan isobaric, dan densitas kurang dari 0,997
g/ml termasuk hipobarik. Preparat anestetik local 5% sampai 8% dalam dextrose
adalah hiperbarik; dalam CSS atau garam saline, isobaric; dan dilarutkan dalam air ,
hipobarik.
Dosis obat, densitas larutan anestetik local dan posisi pasien selama dan
setelah injeksi lebih banyak menentukan distribusi anestesi local dan tingkat
anesthesia. Factor lain seperti ; umur, berat badan dan panjang columna vertebralis
adalah kurang penting. Pada posisi supine, lordosis lumbal menunjukkan titik
terendah spinal pada L3-4, dan kiposis torak menunjukkan titik terendah pada T5-6.
jadi jika pasien diberikan larutan anestesi local hiperbarik pada L4 pada posisi supine
, larutan tersebut bergerak oleh karena grafitasi dari titik tertinggi sampai dua regio
yang lebih rendah yaitu sacrum dan T5-6, menghasilkan blok yang baikpada
dermatom toraks tetapi itu termasuk suplai yang relatif jarang dari anestesi local pada
akar saraf pertengahan lumbal. Sadel blokuntuk anesthesia perineum , ini dihasilkan
jika lautan hiperbarik di injeksikan pada pasien dengan posisi duduk dan
mempertahankan posisi tersebut untuk beberapa menit setelah injeksi.
Larutan hypobarik dapat digunakan ketika pasien pada posisi supine, pada
posisi jack-knife untuk operasi rectum, perineum, dan anus, atau pada posisi lateral
dekubitus. Kenutungan larutan hypobarik bahwa kemiringan meja operasi dengan
kepala dibawah mengurangi pengumpulan darah ditungkai, juga membantu mencegah
pemyebaran anestesi local kearah kepala.
Distribusi dari blok dapat diukur dengan beberapa tes. Kehilangan rasa
persepsi dingin (kapas alcohol atau es pada kulit) berhubungan dengan tingkat blok
simpatis, yang dilayani oleh dua modalitas saraf yang hampir mirip diameter dan
kecepatan konduksinya. Level sensoris diketahui dengan adanya respon terhadap
goresan peniti atau garukan jari. Fungsi motorik dilakukan dengan menyuruh pasien
melakukan fleksi plantar jari kaki (S1-2), dorsofleksi kaki (L4-5 ) , mengangkat lutut
(L2-3) atau tegangan muskulus rektus abdominalis dengan mengangkat kepala (T6-
12).
Selama anestesi spinal tingkat blok simpatis meluas lebih tinggi dari blok
sensoris dimana dalam perluasannya lebih tinggi dari blok motoris. Besarnya derajat
blok tidak berhubungan dengan perbedaan dari snesitivitas dari berbagai macam
serabut saraf , sebagai suatu pemikiran , tetapi dibedakan oleh konsentrasi anestatik
local diantara berbagai akar saraf dan terhadap derajat konsentrasi di dalam masing-
masing akar saraf. Serbut saraf sensoris dan simpatis yang lebih perifer lebih mudah
diblok karena lebih banyak terekspose oleh keonsetrasi anestesi local dari pada
serabut saraf motorik yang lebih dalam.
Hipotensi
Anestesi spinal tinggi / total.
Henti jantung
Mual dan muntah
Penurunan panas tubuh
Parestesia.
Komplikasi lanjut
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelahinferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya
2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat
mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua
buah duktus ejakulatorius.3
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam
dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan
ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh
kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli
kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan
tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar,
lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis
atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada
status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang
berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan
biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil. 3
Batas-batas prostat 3
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan
merupakan kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator
ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars
prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior
Transition zone
Urethra
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5
Hiperplasia Prostat
Penyempitan lumen uretra posterior
Tekanan intravesika meningkat
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih
Hidrone
frosis
Hidr
ouret
er
Hipertofi otot
detrusor
Benigna prostat
hiperplasi
Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih
6. Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Obstruksi Iritasi
Hesitansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuria
Menetes setelah miksi
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia
7. Pemeriksaan fisik5,6,7:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes
yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar
lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna
menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus
kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang normal pada
dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan
transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses
prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan
mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.
8. Diagnosa banding 8
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin
normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi
Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Kanker prostat Gejala obstruksi
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia
Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL.
13. Komplikasi 13
Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak
nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
14. Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula
yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.
a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin
dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau
alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang
mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan
obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi
volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
Penghambat reseptor adrenergik
Penghambat 5 reduktase
Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik . 5,11
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di
BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin)
atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin
dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak
berpengaruh pada ukuran prostat.
Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari
Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)
OH OH
O O
NADPH NADP H
Testosterone Dihydrotestosterone
d. Bedah
1) Operasi transurethral. 5,11,13,16,17
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui
uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan
untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan
TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi
lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang
memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen
dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera
diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk
mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang
sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi
penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.
Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan
kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang
traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan
lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi
retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke
dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra
(b)
(c)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur
ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher
kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan
pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus
medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.
Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian
skor miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis BPH, akan dilakukan TURP dengan
status fisik ASA II
1. Pre Operatif
a. Informed consent
Memberitahu dan meminta persetujuan pasien bahwa akan
dilakukanh tindakan anestesi spinal untuk menghilangkan rasa
sakit saat operasi berlangsung dan juga member tahu pasien kalau
tidak dapat menggerakan kakinya selama 2-3 jam saetelah dibius.
Penggunaan regional anestesi adalah untuk kenyamanan pasien
pada saat dilakukan apendektomi.
b. Pasien duduk di meja operasi dengan kepala menunduk sambil
memeluk bantal agar prosesus spinosus L4-L5 mudah teraba
c. Mempersiapkan dan pasang alat monitoring tekanan darah, nadi
dan oksimetri denyut (pulse oximeter) untuk monitoring selama
operasi berlangsung.
d. Persiapan jarum spinal 27G, spuit 3cc dan BupivacaineHCl
5mg/ml : 3ml untuk memblok saraf spinal . sebelumnya dilakukan
aseptic pada region L4-L5 dengan betadine untuk mencegah
infeksi
e. Setelah dilakukan anestesi spinal , baringkan pasien dan kepala
diberi bantalan. Kemudian dilanjutkan pemberian oksigen
3L/menit menggunakan nasal kanul sebagai pemeliharaan anestesi
2. Durante op. pasien diberikan :
a. Lama operasi 30 menit . monitoring vital sign yaitu denyut
jantung, tekanan darah dan SpO2 selama operasi.
b. Pethidine/ fentanyl sebagai analgesic untuk mengurangi rasa nyeri
c. Ondansetrone 4mg sebagai penanggulangan mual dan muntah
pasca operasi
d. Midazolam 2mg sebagai sedativa
e. Ketorolac 30 mg sebagai analgetik untuk mengurangi rasa nyeri
pada pasien post operatif
f. Cairan yang diberikan yaitu RL 2 kolf
i. Maintenance : 45 kgx 2ml/kgBB/jam = 90 ml/jam
ii. Puasa : 6 jam x 90ml/jam = 540 ml
iii. IWL : 6 jam/kg x 45 kg = 270 ml
iv. 1 jam awal = (1/2xP)+M+IWL
=(1/2x540ml)+90+270
= 630 ml
=(1/4x540)+90ml+270ml
= 495 ml
= 877.5 ml = 2 kolf
3. Post operatif
a. Pasien dibawa ke ruangan pemulihan dimana layaknya pasien
dilakukan monitoring terhadap Bromage skor, berupa gerakan
ekstermitas bawah.
b. Bila pasien mampu menggerakan tungkai bawah secara penuh,
nilainya 0, bila pasien mampu menekuk lutut dan tak bisa
mengangkat kaki nilainya 1, bila pasien tidak mampu menekuk
lututdan hanya mampu menekuk pergelangan kaki nilainya 2, bila
pasien tidak mampu menggerakan kakiknya secara penuh nilainya
3
c. Pasien diperbolehkan untuk keluar dari ruang pemulihan dan
dirawat di bangsal.
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik local kedalam ruang sub arachnoid.
Anestesi spinal/ subarachnoid disebut juga blok spinal intradural atau
blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikan obat
analgesic local kedalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra
L2-L3 atau L3-L4, atau L4-L5.
II. Saran
1. Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses
anestesi dapat berjalan dengan baik
2. Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi
3. Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat
melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.
DAFTAR PUSTAKA
Mittal, V.K., Goliath, J., Sabir, M., Patel, R., Richards, B.F., Alkalay, I.,
ReMine, S., Edwards,M., Advantages of Focused Helical Computed
Tomographic Scanning With Rectal Contrast Only vs Triple Contrast
Archives of Surgery, http://archsurg.ama-assn.org/cgi/content/full/139/5/495,
Mei 2004, 139(5): 495-500