Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KASUS OK

MANAJEMEN SPINAL ANESTESI PADA KASUS BPH

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi

RST Dr. Sudjono Tingkat II Magelang

Disusun Oleh :

Kartikasari Irdan

1310.221.063

Pembimbing :

Letkol CKM dr. Suparno,Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN


JAKARTA

PERIODE 26 MEI 2014 29 JUNI 2014


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS OK

MANAJEMEN SPINAL ANESTESI PADA KASUS BPH

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal : Juni 2014

Disusun Oleh :

Kartikasari Irdan

1310.221.063

Magelang, Juni 2014

Pembimbing :

Letkol CKM dr. Suparno,Sp.An


BAB I

LAPORAN KASUS

a. Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Jenis kelamin : Pria
Umur : 38 tahun
Alamat : Dusun Klumpukan RT 02/ RW 05 Magelang
Diagnosis Pre Op : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Tindakan Op : Transurethral Resection Of The Prostate (TURP)
Tanggal Masuk : 3 Juni 2014
Tanggal Operasi : 4 Juni 2014

b. Pemeriksaan Pre Anestesi

BB : 55 kg TB : 163 cm
IMT : 20.7 (eutropis)

Anamnesa :

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 2 minggu yang lalu.
Pasien merasakan rasa tidak nyaman seperti anyang-anyangan. Pasien harus
menunggu pada permulaan buang air kecil. Saat buang air kecil pasien harus
mengedan, dan aliran nya terputus-putus. Pancaran air kencing lemah dan
menetes pada akhir buang air kecil. Pasien sering merasa tidak puas saat
buang air kecil, terutama ketika malam hari pasien sering terbangun untuk
buang air kecil. Selain itu pasien juga merasakan rasa nyeri di ujung penis saat
buang air kecil. Selama itu buang air kecil pasien tidak bercabang, dan tidak
pernah mengeluarkan batu. Air seni nya tidak pernah dikerubungi semut, serta
tidak mengeluarkan darah saat buang air kecil, tidak ada rasa nyeri di
punggung, tidak ada kelemahan anggota gerak bawah.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Kencing Manis : disangkal
- Riwayat Batu Saluran Kemih : disangkal
- Riwayat Infeksi Sal. Kemih : disangkal
- Riwayat Operasi Sebelumnya : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat Kencing Manis : disangkal
- Riwayat Batu Saluran Kemih : disangkal
- Riwayat Infeksi Sal. Kemih : disangkal
- Riwayat Operasi Sebelumnya : disangkal

Breath
Jalan napas clear, batuk (-) , pilek (-), sesak (-) , asma (-) alergi (-)
RR : 20 x/ menit
Pulmo :SD. Ves +/+ , Rh -/- , Wh -/ -
Teeth : bolong (-), gigi palsu (-)
Tongue : dbn
Tonsil : T1- T1
Mallampati Test : Mallampati 1
Pembukaan mulut sebesar 3 jari
Trakea dalam posisi lurus, dbn
Tiroid : tidak teraba pembesaran, Nyeri tekan (-)

Blood

Riwayat Leher pegal, kaku (-), Riw. Hipertensi (-), Riw. DM (-)
Tekanan Darah : 120/ 70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Cor: S1> S2 , regular, murni, M (-) , G (-)
EKG : sinus rhythm
Hasil Lab :
o WBC : 10.6
o RBC : 5.45
o HCT : 13.8
o HGB : 12.3
o PLT : 286.000
o PCT : 0.203
o SGOT : 17
o SGPT : 15

Brain

GCS : E4 V5 M6 . tampak sakit sedang, kesadaran Compos mentis.


Reflex cahaya +/+, pupil bulat: Isochor +/+ ; 3mm/3mm
Pusing (-), Muntah (-)
Riwayat Trauma (-)

Bladder

Riwayat nyeri pinggang (-) Riw. GGA/GGK (-)


BAK (+) tidak lampias, menetes, warna kuning jernih, nyeri saat
BAK (+)

Bowel

BU (+) , BAB (+)


Hepar : tidak teraba pembesaran
Lien : tidak teraba pembesaran
Abdomen
I : datar
A: Bising Usus (+)
P : Timpani
P : Supel
Mual (-) muntah (-) Riwayat Gastritis (-)

Bone

Deformitas (-)
Edema (-)
Sianosis (-)
Status Lokalis :

Regio Suprapubik :
- Inspeksi : datar, tidak tampak massa
- Palpasi : nyeri tekan(+), tidak teraba massa
- Perkusi : timpani

Regio Genitalia Eksterna :

- Inspeksi : tidak tampak massa, tidak tampak pembesaran


scrotum
- Palpasi : nyeri diujung penis, tidak teraba massa, tidak
teraba adanya tanda pengerasan pada bagian ventral penis.

Regio Anal :

- Inspeksi : tidak tampak massa


- Palpasi : nyeri tekan tidak ada
- Rectal Toucher : tonus sfingter ani cukup, ampula rekti tidak
kolaps, mukosa rectum licin. Prostat : teraba membesar, pole atas
tidak dapat diraba, sulcun medianus mendatar, sulcus lateralis tidak
teraba, kenyal, licin.
- Sarung tangan : feses tidak ada, darah tidak ada, lendir tidak
ada.

Penatalaksanaan :

Penatalaksanaan :
- Infus RL 16 tpm
- Injeksi Ceftriaxon 1 x 1 gram
- Captopril 3 x 25 mg
- Amlodipin 10 mg
- Bisoprolol 1 x 1/2
c. Rencana Anestesi
1. Persiapan pasien :
a. Informed Consent
b. Pasien puasa 6 jam pre op
c. Infuse RL 20 tpm

2. Persiapan alat anestesi :

STATICS :

S : Scope : Stetoskop, Laringoskop

T: Tubes : Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa
balon (cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed)

A: Airway : Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau


pipa hidung- faring (nasotracheal airway)

T: Tape : Plester

I : Introducer : mandarin atau stilet

C : Connector : penyambung pipa dan peralatan anesthesia

S : Suction

- Spinal Set :
o Jarum spinal dengan ujung tajam/ jarum spinal dengan ujung
tumpul dan stilet
o Kassa, betadine dan alcohol
o Spuit 5 cc

3. Persiapan obat- obatan :


a. Lidocain 2 %
b. Bupivacain 0,5 %

4. Jenis Anestesi : Regional Spinal Anestesi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anastesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit selama


melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa
sakit pada tubuh.Tipe anestesi ada 3 macam, yaitu general anestesi (anestesi umum),
regional anestesi dan lokal anestesi. Tindakan anestesi dapat disesuaikan dengan
tindakan operasi yang akan dilakukan. Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai blok spinal intradural
atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat
analgesik lokal ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau
L3-L4 atau L4-L5.
Dalam melakukan pembedahan ada tiga proses yang dilalui, yaitu
preoperatif/prabedah, intraoperatif/intrabedah dan postbedah/spostoperatif yang
disebut perioperatif.

Preoperatif

Preoperatif adalah masa sebelum pembedahan atau anestesi, pasien yang akan
menjalani anestesi dan pembedahan (elektif / darurat) harus dipersiapkan dengan
baik. Kunjungan prabedah pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan
pada bedah darurat dilakukan sesingkat mungkin, dengan tujuan mempersiapkan
mental dan fisik pasien secara optimal, menentukan klasifikasi ASA, merencanakan
dan memilih obat-obatan anestesi yang sesuai. Persiapkan prabedah sangat penting
sekali untuk mengurangi resiko komplikasi yang mungkin terjadi, karena hasil akhir
suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan awal penderita.
Intraoperatif

Intraoperatif adalah masa dimana dilakukan pembedahan, sehingga diperlukan


suatu perhatian khusus baik petugas bedah maupun anestesi. Hal terpenting untuk
petugas anestesi adalah melakukan monitoring pada pasien, sehingga operasi dapat
berjalan dengan baik dan juga untuk mengetahui adanya tanda-tanda kegawatan yang
mungkin terjadi.

Postoperatif

Postoperatif adalah suatu keadaan atau masa dimana telah dilakukan tindakan
anestesi maupun pembedahan. Pada umumnya setelah dilakukan pembedahan pasien
diistirahatkan di ruang pemulihan sampai pasien pulih atau sadar penuh.

Tinjauan Umum Anestesi

1. Definisi

Anestesi berasal dari bahasa Yunani an yang berarti tidak dan esthesia yang
berarti rasa, sehingga dapat berarti hilangnya rasa atau sensasi. Kata anesthesia
diperkenlakan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak
sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat, dengan tujuan untuk
menghilangkan sensasi rasa nyeri pada saat pembedahan. Sedangkan analgesi ialah
pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien.

2. Klasifikasi Anestesi

General Anestesi

Anestesi umum atau general anestesi adalah tindakan menghilangkan


rasa nyeri atau sakit secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran dan
dapat putih kembali.2 Hilangnya segala sensasi perasaan panas, dingin,
rabaan, kedudukan tubuh (posture), nyeri dan disertai hilangnya kesadaran.7
Anestesi umumnya terdiri dari tiga komponen yaitu : Hipnotik, analgesi dan
relaksasi. Cara pemberian obat untuk anestesi umum dapat melalui; pertama,
Parentetal (Intramuskural / Intravena), pemberian ini digunakan untuk
tindakan yang singkat atau induksi anestesi.

Yang kedua bisa melalui Perrectal (peranus), diberikan pada anak untuk
induksi anestesi atau tindakan singkat/ diagnostik pada pemeriksaan mata,
telinga, penyinaran, rontgen foto. Ketiga, dapat melalui inhalasi/ anestesi
inhalasi (valatile agent), yaitu menggunakan gas/cairan anestesi sebagai zat
anestetik yang mudah menguap melalui udara pernafasan.3

Teknik ini digunakan untuk pembedahan abdomen yang luas,


intraperitoneum, toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan
operasi dengan posisi tertentu yang memerluakn pengendalian pernafasan.3

Regional Anestesi

Regional anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit


secara regional tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestesi
regional dapat dengan cara, pertama yaitu blok sentral (blok neuroksial), yang
meliputi blok spinal dan epidural dan tindakan ini sering dikerjakan.
Pengertian blok spinal adalah penyuntikan obat anestesi lokal kedalam ruang
subaraknoid. Sedangkan blok epidural adalah penyuntikan obat anestesi lokal
ke dalam ruang epidural. Yang kedua yaitu blok perifer (blok saraf), misalnya
blok pleksus brakialis, aksiler, dll.6

Penatalaksaan Perioperatif

Manajemen Perioperatif
Pada tahap ini petugas anestesi melakukan kunjungan kepada pasien
untuk berinteraksi dengan pasien dan keluarganya, tahap ini juga diperlukan
untuk mengurangi tingkat kecemasan serta menanamkan rasa kepercayaan
pasien kepada petugas. Evaluasi dan persiapan pasien dilakukan pada saat
kunjungan.

Anamnesa

Yang pertama adalah melakukan anamnesa untuk mengetahui


identifikasi penderita yang terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama,
status perkawinan, dll. Menanyakan juga keluhan saat ini dan tindakan operasi
yang akan dihadapi. Adakah riwayat penyakit yang sedang/ pernah diderita
yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti, diabetes melitus, penyakit paru-
paru kronis, (asma bronkial, pneumnia, dan bronkitis), penyakit jantung
(infark miokard, angina pektoris dan gagal jantung), hipertensi, penyakit hati
dan penyakit ginjal.

Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, obat yang sedang


digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestesi seperti,
korsikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, golongan aminoglikosida,
digitalis, dieuretikal, obat anti alergi, obat penenang dan bronkodilator.
Adakah riwayat anestesi/ operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pascaoperatif
untuk menjadi acuhan dalam pertimbangan anestesi.3 Ditanyakan juga
riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi,
seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik, riwayat keluarga
yang mendrita kelainan seperti hipertermia maligna. Ditanyakan pula
berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan,
kardiovaskular, ginjal, gastrointensinal, hematologi, endokrin, psikiatrik,
ortopedi, dan dermatologi.3
Pada anak-anak yang belum bisa bicara dilakukan alloanemnesa, yaitu
komunikasi dilakukan dengan orang tua, atau keluarga yang mengantarnya.
Apabila perlu, konsultasikan dengan pediatri. Bila anak ditemukan demam,
batuk-batuk, kelainan hidung (rhinitis), atau gastroenteritis (diare),
pembedahan sebaiknya diundurkan.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang kedua adalah melakukan pemeriksaan fisik, yang


dapat dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, menimbang berat badan,
yang diperlukan untuk menghitung dosis obat, terapi pemberian cairan, serta
jumlah urin selama dan sesudah pembedahan. Menghitung frekuensi nadi,
tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta suhu tubuh karena dengan
kenaikkan maupun penurunan suhu tubuh dapat mempengaruhi pola dan
frekuensi napas serta nadi.

Pemeriksaan jalan napas (airway), diperiksa juga pada daerah kepala


dan leher untuk mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, apakah ada
gigi palsu, atau gangguan fleksi, ekstensi leher, devisiasi trakea, dan massa
untuk menilai apakah ada kesulitan intubasi.3 Lakukan pemeriksaan jantung,
untuk mengevaluasi kondisi jantung, apakah ada kelainan jantung yang
didapat pada orang dewasa dan pada anak-anak sebagai penyakit bawaan
(congenital). Pemeriksaan pada Paru-paru, untuk mengetahui adanya dispnu,
ronki, dan mengi yang dapat menggangu frekuensi dan pola pernapasan. Pada
abdomen lakukan palpasi untuk mengetahui adanya distensi, massa, asites,
atau hernia.

Pemeriksaan daerah ekstremitas terutama untuk melihat perpusi distal, adanya


jari tumbuh, sianosis, atau infeksi kulit, dan juga untuk melihat tempat-tempat
fungsi vena atau daerah blok saraf regional. Daerah punggung juga diperiksa
bila ditemukan adanya deformitas, memar atau infeksi terutama dengan
pemilihan anestesi regional. Neurologis, misalnya status mental, fungsi saraf
kranial, kesadaran dan fungsi sensasi motorik, yang diperlukan untuk
menentukan status fisik pasien.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Laboratium, ada yang dilakukan pemeriksaan rutin


seperti, darah (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah,
masa perdarahan,dan masa pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen),
foto dada terutama (untuk bedah mayor), elektrokardiografi (untuk pasien
berusia diatas 40 tahun). Ada juga yang dilakukan secara khusus, yang
dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi, Elektrokardiohrafi pada anak,
bronkospirometri pada pasien tumor paru, fungsi hati pada pasien ikterus,
fungsi ginjal pada pasien hipertensi atau pasien yang mengalami gangguan
miksi.

Konsultasi dengan bagian medis lain

Lakukan konsultasi kepada bagian medis lain bila di temukan adanya


kelainan atau gangguan dari sistem tubuh, selain penyakit bedah yang dapat
mempengaruhi keselamatan penderita. Misalnya, penyakit dalam, neurologi,
psikiatri, dll.

Klasifikasi Status Fisik (ASA)

Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik


pasien, American Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi
pasien menjadi kelas-kelas :

a. Kelas / ASA I Pasien normal sehat fisik dan mental


b. Kelas / ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada
keterbatasan fungsional.
c. Kelas / ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat
yang menyebabkan keterbatasan fungsi.
d. Kelas / ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang
mengancam hidup dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi.
e. Kelas / ASA V Pasien yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam
dengan atau tanpa operasi.
f. Kelas / ASA VI Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat
diambil.
g. E, Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan
ASA di ikuti huruf E (misalnya I E atau 2 E).

Pemilihan tehnik anestesi

Pemilihan anestesi berdasarkan atas usia penderita, status fisik


penderita (adakah penyakit sistemik yang diderita, bentuk fisik penderita),
jenis pembedahan (kecil atau besar, terncana atau darurat, lokasi pembedahan
serta posisi penderita).

Indikasi anestesi umum

Anestesi umum digunakan untuk bayi dan anak-anak, dewasa yang


ingin dianestesi umum, prosedur operasi yang lama dan rumit seperti,
pembedahan abdomen yang luas, intraperitoneum, toraks, intrakranial,
pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang
memerlukan pengendalian pernafasan, serta penderita dengan gangguan
mental.

Bila pemilihan anestesi umum dengan tindakan laringoskopi dan intubasi


trakea, maka dapat menimbulkan komplikasi. Laringoskopi adalah alat yang
digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Intubasi trakea adalah
tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira di pertengahan trakea antara pita
suara dan bifurkasio trakea. Komplikasi yang timbul selama intubasi antara
lain, trauma gigi-geligi, laserasi pada bibir, gusi, laring, dapat merangsang
saraf simpatis sehingga terjadi hipertensi atau takikardi, aspirasi, dan spasme
bronkus. Komplikasi yang timbul setelah ekstubasi adalah, spasme laring,
aspirasi, gangguan fonasi, edema gotis-subglotis, dapat juga menimbulkan
infeksi pada laring, faring dan trakea.

Indikasi anestesi regional

Anestesi regional digunakan untuk orang dewasa, dengan indikasi


bedah ekstremitas bawah, operasi kebidanan, bedah urologi, tindakan sekitar
rektum perineum. Kontra indikasi absolut regional anestesi yaitu tidak
boleh diberikan apabila pasien menolak, infeksi pada tempat suntikan,
hipovolemia berat, syok, koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan,
fasilitas resusitasi yang minim, kurang pengalaman atau tanpa didampingi
konsultan anestesia.

ANATOMI

Tulang Belakang.

Tulang belakang terdiri dari 7 servikal, 12 torakal, 5 lumbal dan 5 tulang


sacrum yang bersatu. Vertebra terdiri dari columna dan arkus vertebra. Arkus
vertebra terdiri dari dua pedikel dianterior dan dua lamina diposterior. Pada
pertemuan lamina dan pedikel terdapat procesus transversus, dan dari
pertemuan kedua lamina pada garis tengah tubuh diposterior terdapat procesus
spinosus . Lekukan pada permukaan pedikel akan membentuk foramen
intervertebralis dengan lekukan pada permukaan pedikel vertebra diatas atau
dibawahnya sebagai tempat keluar nervus spinalis.
Gambar 1. Anatomi Vertebrae Lumbal

ANESTESI SPINAL

Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan
menyuntikkan sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal
(CSF). Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-
L3 atau L3-L4 atau L4-L5.

Spinal anestesi mudah untuk dilakukan dan memiliki potensi untuk


memberikan kondisi operasi yang sangat baik untuk operasi di bawah umbilikus.
Spinal anestesi dianjurkan untuk operasi di bawah umbilikus misalnya hernia,
ginekologi dan operasi urologis dan setiap operasi pada perineum atau alat
kelamin. Semua operasi pada kaki, tapi amputasi meskipun tidak sakit, mungkin
merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan untuk pasien yang dalam
kondisi terjaga. Dalam situasi ini dapat menggabungkan tehnik spinal anestesi
dengan anestesi umum.
Teknik anestesi secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu anestesi
umum dan anestesi regional. Anestesi umum bekerja untuk menekan aksis
hipotalamus-pituitari adrenal, sementara anestesi regional berfungsi untuk
menekan transmisi impuls nyeri dan menekan saraf otonom eferen ke adrenal.
Teknik anestesia yang lazim digunakan dalam seksio sesarea adalah anestesi
regional, tapi tidak selalu dapat dilakukan berhubung dengan sikap mental pasien.

Anestesi spinal sangat cocok untuk pasien yang berusia tua dan orang-orang
dengan penyakit sistemik seperti penyakit pernapasan kronis, hati, ginjal dan
gangguan endokrin seperti diabetes. Banyak pasien dengan penyakit jantung
ringan mendapat manfaat dari vasodilatasi yang menyertai anestesi spinal kecuali
orang-orang dengan penyakit katub pulmonalis atau hipertensi tidak terkontrol.
Sangat cocok untuk menangani pasien dengan trauma yang telah mendapatkan
resusitasi yang adekuat dan tidak mengalami hipovolemik.

Indikasi:

Bedah ekstremitas bawah


Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anesthesia umum ringan.

Kontra indikasi absolut:


Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
Tekanan intrakranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif:


Infeksi sistemik
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronik
Persiapan analgesia spinal :
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan
menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung
atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus.
Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
Informed consent : tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui
anesthesia spinal
Pemeriksaan fisik : tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan
tulang punggung
Pemeriksaan laboratorium anjuran : Hb, ht,pt,ptt
Peralatan analgesia spinal :
o Peralatan monitor: tekanan darah, pulse oximetri, ekg
o Peralatan resusitasi
Jarum spinal
o Jarum spinal dengan ujung tajam(ujung bamboo runcing,
quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point
whitecare).

Teknik analgesia spinal :


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang
stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah
teraba. Posisi lain adalah duduk.
Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
Beri anastesi lokal pada tempat tusukan (Bupivacain 20 mg)
Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar
arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa
6cm. Posisi:
Posisi Duduk
Pasien duduk di atas meja operasi
Dagu di dada
Tangan istirahat di lutut
Posisi Lateral:
Bahu sejajar dengan meja operasi
Posisikan pinggul di pinggir meja operasi
Memeluk bantal/knee chest position

Tinggi blok analgesia spinal :


Faktor yang mempengaruhi:
Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah
analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi.
Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.
Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal
dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.
Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipo barik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas
analgesia yang lebih tinggi.
Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar
dosis yang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik
sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi
pasien.

Anastesi Lokal untuk Anastesi Spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik
local dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik local
dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik local yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur
anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan
tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

Anestetik local yang paling sering digunakan:


Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis 20-
100 mg (2-5ml)
Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003,
sifat hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml)
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobaric, dosis
5-20 mg
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)
Bupivacaine

Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain,


lidokain, atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat
lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat
ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari
area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang
sama di tempat penyuntikan.

Bupivacaine adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivacaine di indikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi
infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupiivacaine
kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty
pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.

Bupivacaine dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk


memperpanjang durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil
untuk analgesi epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivacaine adalah
anestesi regional IV (IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan
adanya absorpsi sistemik dari obat tersebut.

Bupivacaine bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium


dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya
depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri
mempunyai serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka
bupivacaine dapat berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri
dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang
mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.
Penyebaran anastetik local tergantung:

1. Factor utama:
a) Berat jenis anestetik local(barisitas)
b) Posisi pasien
c) Dosis dan volume anestetik local

2. Faktor tambahan :
a) Ketinggian suntikan
b) Kecepatan suntikan/barbotase
c) Ukuran jarum
d) Keadaan fisik pasien
e) Tekanan intra abdominal

Lama kerja anestetik local tergantung:


Jenis anestetia local
Besarnya dosis
Ada tidaknya vasokonstriktor
Besarnya penyebaran anestetik local

TEKNIK ANESTESI

Posisi lumbal punksi ditentukan sesuai dengan kesukaan penderita, letak


daerah operasi dan densitas larutan anestetik local. Vertebra lumbal difleksikan
untuk melebarkan ruang procesus spinosus dan memperluas rongga interlamina.
Pada posisi prone, menempatkan bantal dibawah panggul untuk membantu fleksi
vertebra lumbal.

Saat lahir medulla spinalis berkembang sampai L4, setelah umur 1 tahun
medulla spinalis berakhir pada L1-L2. Jadi blok spinal dibuat dibawah L2 untuk
menghindari resiko kerusakan medulla spinalis. Garis penghubung yang
menghubungkan Krista iliaca memotong daerah interspace L4-5 atau procesus
spinosus L4.

Pendekatan median lebih sering digunakan. Jari tengah tangan operator non
dominan menetukan titik interspace yang dipilih, kulit yang menutupi interspace
diinfiltrasi dengan anestesi local menggunakan jarum halus. Jarum spinal ditusukkan
pada garis tengah secara sagital, mengarah ke cranial menghadap ruang interlamina.
Penusukan keruang sub arachnoid melewati kulit, jaringan sub cutan, ligamentum
supraspinosus, ligamentum interspinosus dan ligamentum flavum. Ketika ujung
jarum mendekati ligamentum flavum terdapat peningkatan tahanan disertai perasaan
poping, saat itu jarum menembus duramater dengan kedalaman 4-7 cm. Jika ujung
jarum menyentuh tulang harus ditarik kembali secukupnya untuk membebaskan dari
ligametum, sebelumnya diarahkan kearah cranial atau kaudal.

Setelah itu stylet ditarik, CSS mengalir dari jarum secara bebas. Jika CSS
bercampur darah hendaknya dibersihkan secepatnya; kemungkinan ini jarum
mengenai vena epidural. Setelah yakin aliran CSS ahli anestesi memegang jarum
dengan tangan yang bebas , dengan menahan belakang pasien, ibu jari dan telunjuk
memegang pangkal jarum, dan menghubungkan dengan spoit yang telah berisi larutan
anestetik. Aspirasi CSS untuk meyakinkan ujung jarung tetap dalam CSS. Injeksi
dengan cepat menggunakan jarum kecil memudahkan bercampurnya anestesi dengan
CSS, ini memudahkan penyebaran larutan dengan CSS dan menurunkan perbedaan
densitas antara larutan dengan CSS. Injeksi yang sangat lambat (2 atau 3 ml dalam
semenit atau lebih) mengurangi efeknya . setelah injeksi obat aspiarasi lagi CSS
untuk lebih menyakinkan posisi jarum.

Bila pendekatan midline tidak berhasil seperti orang tua dengan kalsifikasi
ligamentum atau pasien kesulitan posisi karena keterbatasan fleksi lumbal. Jarum
ditusukkan kira-kira 1-1,5 cm dilateral garis tengah pada bagian bawah procesus
spinosus dari interspace yang diperlukan. Jarum ditusukkan kearah median dan ke
cephal menembus otot-otot paraspinosus. Jika jarum mengenai tulang berarti
mengenai lamina ipsilateral dan jarum diposisikan kembali ke arah superior atau
inferior masuk ruang sub arachnoid.

Pendekatan selain midline atau paramedian adalah pendekatan lumbosakral


(taylor), yang digunakan interspace columna vertebralis pada L5-S1. identifikasi
spina iliaca posterior superior dan kulit, dimulai 1 cm kemedian dan 1 cm inferior
ketitik tersebut. Jarum diarahkan kemedial dan ke superior sampai masuk ke kanalis
spinalis pada midline L5-S1.

JARUM SPINAL

Pemilihan jarum spinal tergantung usia pasien, kebiasaan ahli anestesiologi


dan biaya. Ujung jarum quincle umumnya mempunayi bevel yang panjang yang
menyatu dengan lubang. Dapat dibagi dalam ukuran: 20G-29G; ukuran 22G dan 25G
yang sering digunakan. Ujung jarum quincle yang runcing menebus dengan mudah .
untuk menjamin posisi yang tepat mengalirnya CSS dilihat pada 4 kwadran dengan
memutar jarum.

Tidak seperti jarum dengan bevel tajam, jarum bentuk pensil mempunyai
ujung berbentuk tapering dengan lubang disamping. Untuk insersi dibutuhkan tenaga
yang lebih. Contoh jarum bentuk pensil adalah Sprotte, Whitacre dan Gertie Marx.
Perbedaan antara kedua jarum tersebut adalah ukuran dan letak lubang dilateral.
Meskipun lebih mahal dari pada bevel tajam, jarum ini kurang menyebabkan
kerusakan pada duramater dan lebih sedikit mengakibatkan sakit kepala post
anesthesia spinal.

Penentuan jenis jarum lebih banyak ditentukan oleh usia. Walaupun harga
yang lebih mahal jarum pensil point, lebih bagus bagi penderita yang mempunyai
resiko yang besar terhadap sakit kepala post anesthesia spinal.

OBAT-OBAT SPINAL ANESTESI

Anestesi spinal yang memuaskan membutuhkan blok sepanjang dermatom


daerah operasi. Keterbatasan memperluas anestesi yang diperlukan untuk memblok
dermatom sangat penting untuk mengurangi beratnya efek menjadi minimum. Obat
yang digunakan untuk anestesi spinal termasuk anestesi local, opioid dan
vasokonstriktor, dektrosa kadang-kadang ditambahkan untuk meningkatkan berat
jenis larutan.

Anestetik local.

Semua anestetik local efektif untuk anesthesia spinal. Criteria yang digunakan
untuk memilih obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan buvipakain biasanya
dipilih untuk operasi yang lebih lama dari 1 jam dan lidokain untuk operasi-operasi
yang kurang dari 1 jam, walaupun durasi anestesi spinal tergantung pula pada
penggunaan vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.

Dalam menentukan dosis yang digunakan untuk anesthesia spinal, variable


individual pasien tidak merupakan kepentingan yang besar. Pada umumnya lebih
banyak anestetik local akan menghasilkan anestesi yang lebih luas.
Vasokonstriktor.

Lamanya blok dapat ditingkatkan 1-2 jam dengan penambahan larutan


vasokonstriktor kelautan yang diinjeksikan kedalam CSS. Baik epinefrin (0,1-0,2 mg)
maupun phenyleprine (1,0-4,0 mg) memperpanjang durasi anestesi spinal. Obat-
obatan tersebut menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mensuplay dura
dan medulla spinalis, mengurangi absorbsi vascular dan eliminasi anestetik local.
Penambahan untuk mengurangi aliran darah, vasokonstriktor menekan secara
langsung efek antinoceftif terhadap medulla spinalis.

Opioid.

Dalam decade terakhir ini, ahli anestesi telah menggunakan opioid


subarachnoid untuk memperbaiki kwalitas dari blok sensomotoris dan untuk
analgesia postoperative. Kerja narkotik subarachnoid adalah pada reseptor opiod
didalam medulla spinalis. Morpin (0,1-0,2 mg) menghasilkan analgesia signifikan
yang baik pada periode postoperative, sebagaimana Fentanyl (25-37,5 mikrogram)
dan subfentanyl (10 mikrogram) . efek samping narkotik subarachnoid termasuk
pruritus, nausea, dan depresi pernapasan.
Dextrose, Barisitas, Distribusi.

Densitas larutan anestesi local adalah fungsi konsenrasi dan cairan dimana
obat tersebut dilarutkan. Densitas dari CSS 37 oC adalah 1,001 1,005 g/ml.
Barisitas larutan anestesi local adalah perbandingan pada suhu dari densitas laritan
anestetik terhadap densitas CSS pada tempratur yang sama. Larutan anestesi local
dengan densitas lebih dari 1,008 g/ml pada suhu 37 o C disebut hiperbarik, densitas
antara 0,998 dan 1,007 g/ml digolongkan isobaric, dan densitas kurang dari 0,997
g/ml termasuk hipobarik. Preparat anestetik local 5% sampai 8% dalam dextrose
adalah hiperbarik; dalam CSS atau garam saline, isobaric; dan dilarutkan dalam air ,
hipobarik.

Dosis obat, densitas larutan anestetik local dan posisi pasien selama dan
setelah injeksi lebih banyak menentukan distribusi anestesi local dan tingkat
anesthesia. Factor lain seperti ; umur, berat badan dan panjang columna vertebralis
adalah kurang penting. Pada posisi supine, lordosis lumbal menunjukkan titik
terendah spinal pada L3-4, dan kiposis torak menunjukkan titik terendah pada T5-6.
jadi jika pasien diberikan larutan anestesi local hiperbarik pada L4 pada posisi supine
, larutan tersebut bergerak oleh karena grafitasi dari titik tertinggi sampai dua regio
yang lebih rendah yaitu sacrum dan T5-6, menghasilkan blok yang baikpada
dermatom toraks tetapi itu termasuk suplai yang relatif jarang dari anestesi local pada
akar saraf pertengahan lumbal. Sadel blokuntuk anesthesia perineum , ini dihasilkan
jika lautan hiperbarik di injeksikan pada pasien dengan posisi duduk dan
mempertahankan posisi tersebut untuk beberapa menit setelah injeksi.

Larutan isobaric cenderung untuk tinggal pada tempat injeksi dan


menghasilkan blok yang lebih terlokalisir dan menyebar hanya kebawah dan
dermatom toraks. Larutan ini cocok untuk prosedur pada ektremitas bawah dan
prosedur urology.

Larutan hypobarik dapat digunakan ketika pasien pada posisi supine, pada
posisi jack-knife untuk operasi rectum, perineum, dan anus, atau pada posisi lateral
dekubitus. Kenutungan larutan hypobarik bahwa kemiringan meja operasi dengan
kepala dibawah mengurangi pengumpulan darah ditungkai, juga membantu mencegah
pemyebaran anestesi local kearah kepala.

KONDUKSI ANESTESI SPINAL

Pengelolaan setelah injeksi anestesi local kedalam CSS meliputi pengamatan


dan pengobatan efek samping dan penilaian distribusi dari anestesi local. Pemberian
oksigen dan pemasangan pulse oksimetri untuk mencegah hipoksemia.
Memperhatikan terus-menerus denyut jantung untuk mendeteksi bradikardia, dan
mengulangi pengukuran tekanan darah untuk menilai adanya hipotensi.

Distribusi dari blok dapat diukur dengan beberapa tes. Kehilangan rasa
persepsi dingin (kapas alcohol atau es pada kulit) berhubungan dengan tingkat blok
simpatis, yang dilayani oleh dua modalitas saraf yang hampir mirip diameter dan
kecepatan konduksinya. Level sensoris diketahui dengan adanya respon terhadap
goresan peniti atau garukan jari. Fungsi motorik dilakukan dengan menyuruh pasien
melakukan fleksi plantar jari kaki (S1-2), dorsofleksi kaki (L4-5 ) , mengangkat lutut
(L2-3) atau tegangan muskulus rektus abdominalis dengan mengangkat kepala (T6-
12).

Selama anestesi spinal tingkat blok simpatis meluas lebih tinggi dari blok
sensoris dimana dalam perluasannya lebih tinggi dari blok motoris. Besarnya derajat
blok tidak berhubungan dengan perbedaan dari snesitivitas dari berbagai macam
serabut saraf , sebagai suatu pemikiran , tetapi dibedakan oleh konsentrasi anestatik
local diantara berbagai akar saraf dan terhadap derajat konsentrasi di dalam masing-
masing akar saraf. Serbut saraf sensoris dan simpatis yang lebih perifer lebih mudah
diblok karena lebih banyak terekspose oleh keonsetrasi anestesi local dari pada
serabut saraf motorik yang lebih dalam.

KOMPLIKASI ANESTESI SPINAL

Komplikasi dini / intraoperatif :

Hipotensi
Anestesi spinal tinggi / total.
Henti jantung
Mual dan muntah
Penurunan panas tubuh
Parestesia.

Komplikasi lanjut

o Post dural Puncture Headache (PDPH)


o Nyeri punggung (Backache)
o Cauda equine sindrom
o Meningitis
o Retensi urine
o Spinal hematom.
o Kehilangan penglihatan pasca operasi
Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di
sebelahinferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk
seperti pyramid terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang
mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar
dari buli-buli. Prostat merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya
2 cm dan panjangnya 3 cm dengan lebarnya 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat
mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian posterior oleh dua
buah duktus ejakulatorius.3

Gambar 1. Anatomi Prostat

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam
dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan
ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh
kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli
kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan
tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar,
lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis
atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada
status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang
berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan
biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil. 3

Gambar 2. Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Batas-batas prostat 3
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum
puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan
merupakan kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator
ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagian atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars
prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :

a. Lobus medius
b. Lobus lateralis (2 lobus)
c. Lobus anterior
d. Lobus posterior

5 zona pada kelenjar prostat:


a. Zona Anterior atau Ventral .
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat.Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
terbanyak.
c. Zona Sentralis.
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat.Zona ini resisten terhadap inflamasi.
Peripheral zone

Transition zone

Urethra

Gambar 3. Posisi Zona Perifer dan Transisional

d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat
melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).

e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.

Aliran darah prostat


Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis
inferior dan arteri rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula
dan stroma, dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam
lamina propria. Pembuluh vena mengikuti jalannya arteri dan bermuara ke pleksus
sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke vena iliaca interna.
Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh
darah dan mengikuti pembuluh darah. Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka
interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal dari pleksus hipogastrikus
inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat persarafan
terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma. Serabut motoris, mungkin
terutama simpatis, tampak mempersarafi sel- sel otot polos di stroma dan kapsula
sama seperti dinding pembuluh darah. 3

1. Fisiologi Kelenjar Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama


sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen.
Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu
dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase
asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi
melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma
seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula
seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh
Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol. 3

2. Definisi Hiperplasia Prostat Jinak


BPH merupakan pembesaran kelenjar prostat yang bersifat jinak yang
hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia pertengahan atau lanjut. 4

Gambar 4. Normal Prostat dan Prostat yang membesar


3. Etiologi Hiperplasia Prostat Jinak
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel
stroma dan sel epitel prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5)
Teori Stem sel.5

Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk
kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth
factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga
replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. 5

Ketidakseimbangan antara estrogen testosterone


Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosterone
relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan
dalam terjadinya proliferasi sel- sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas sel- sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan
jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel
sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat jadi lebih besar. 5

Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma mendapatkan stimulasi
dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor yang
selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan
autokrin, serta mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5

4. Faktor Predisposisi Hiperplasia Prostat Jinak


Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena BPH sebesar
25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi 50%. Dan pada usia
diatas 70 tahun, akan menjadi 90%.4

5. Patofisiologi Hiperplasia Prostat Jinak


Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,
sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.
Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang di
dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel
kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat. 5
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada
buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatimus. 5
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi refluks
vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan
hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal. 5

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesika meningkat

Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Bagan1. Pengaruh Hiperplasia prostat Pada Saluran Kemih

Hidrone
frosis

Hidr
ouret
er
Hipertofi otot
detrusor
Benigna prostat
hiperplasi
Gambar 5. Penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

6. Gambaran klinis
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) 5
Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi
Obstruksi Iritasi
Hesitansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuria
Menetes setelah miksi
Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat Hiperplasia

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli


untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami
kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang
diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara
lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan
yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/
infeksi prostat)
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot
detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic )
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19), berat ( 20)

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas5


Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi antara lain
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam (infeksi/
urosepsis)

7. Pemeriksaan fisik5,6,7:
a. Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes
yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.
b. Pada colok dubur yang harus diperhatikan
1) tonus sfingter ani/reflex bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan buli-
bulineurogenik
2) mukosa rectum
3) keadaan prostat antara lain :
Kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simetris antar
lobus dan batas prostat. Pada colok dubur pembesaran prostat benigna
menunjukan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung hidung, lobus
kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Volume yang normal pada
dewasa adalah 20-30 g. Pengukuran lebih tepat dapat menggunakan
transrektal ultrasonografi (TRUS). Raba apakah terdapat fluktuansi (abses
prostat)/ nyeri tekan (prostatitis). Konsistensi prostat keras/teraba nodul dan
mungkin diantara lobus prostat tidak simetris.

Gambar 6. Pemeriksaan Rektal Digital (DRE)

8. Diagnosa banding 8
Diagnosa banding BPH
Kondisi Gejala
Diabetes mellitus Frekuansi, aliran dan volume urin
normal
Sistitis , kanker buli, batu buli Gejala iritasi
Prostatitits Gejala iritasi dan obstruksi
Divertikulum buli
Kondisi neurologis (injuri medulla spinalis,
kelainan medulla spinalis dsb)
Riwayat minum obat (antikolinergik,
antidepresan, dekongestan, tranquilezer)
Kanker prostat Gejala obstruksi
Striktur uretra
Kontraktur/striktur buli
Tabel 2. Diagnosa Banding Benigna Prostat Hiperplasia

9. Pemeriksaan laboratorium 5,7,9:


a. Sedimen urin
Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit, bakteri, protein atau
glukosa.
b. Kultur urin
Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan
c. Faal ginjal
Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian
atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk insufisiensi ginjal kronis
pada pasien yang memiliki postvoid residu (PVR) yang tinggi.
d. Gula darah
Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang dapat
menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik)
e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)
Jika curiga adanya keganasan prostat
10. Pemeriksaan Patologi Anatomi 9
BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan stroma di
prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot hampir murni,
meskipun kebanyakan menunjukkan pola fibroadenomyomatous hyperplasia
Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat Hiperplasia

11. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:


a. Foto polos5
Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-buli yang
penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi urine
b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)5,7,10
Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe dimasukkan ke
dalam rektum mengarahkan gelombang suara di prostat. Gema pola
gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar prostat pada layar tampilan.
Untuk menentukan apakah suatu daerah yang abnormal tampak memang
tumor, digunakan probe dan gambar USG untuk memandu jarum biopsi untuk
tumor yang dicurigai. Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat
untuk pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk
pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.
Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk pengukur
volume prostat, caranya antara lain :
Metode step planimetry. Yang menghitung volume rata-rata area
horizontal diukur dari dasar sampai puncak.
Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi (H/height)
,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan rumus : (H x W x L).
c. Sistoskopi 7,11
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan
urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian
dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung, disebut sebuah
cystoscope , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu dokter melihat
bagian dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk
menentukan ukuran kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat
obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi trans abdominal 10,11


Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan pembesaran
bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic dibanding zona perifer.
Zona transisi hipoekoik cenderung menekan zona central dan perifer.
Batas yang memisahkan hyperplasia dengan zona perifer adalah surgical
capsule.
USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.

Gambar 9. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 10. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia


e.Sistografi buli11
Gambar 11.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan Benigna Prostat
Hiperplasia

12. Pemeriksaan lain5,12 :


Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG
setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung
(ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik
pancaran urin. Aliran yang berkurang sering pada BPH. Pada aliran urin yang
lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan residu urin.
Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung
kemih setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan
pengosongan kandung kemih yang memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml
atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta untuk buang air kecil
segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
Gambar 12. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH

Keterangan :

Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari
15mL/s, urin residu 9 mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat,
terlihat waktu berkemih memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s,
pasien ini urin residunya 100 mL.

13. Komplikasi 13
Retensi urine akut ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi
kandung kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak
nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter
Hidronefrosis - gangguan pada fungsi ginjal
14. Penatalaksanaan5
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.
Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula
yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena
keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat
dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang
kurang invasif.

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal


Watc Penghambat Prostatektomi terbuka TUMT
hful adrenergik TUBD
Penghambat Endourologi Stent uretra
waiti
reduktese TUNA
ng Fisioterapi 1. TURP
Hormonal 2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi

Tabel 3. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna5


Bagan 2. Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia14

Penatalaksanaan Nilai indeks Efek samping


gejala BPH
Wactfull waiting Gejala Risiko kecil , dapat
hilang/timbul terjadi retensi urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
inhibitors Kehilangan hasrat sex-
5%
Berkurangnya semen-
4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 kombinasi
Terapi invasi minimal
Transuretral Sedang-berat 9- Urgensi/frekuensi-28-
microwave heat 11 74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua
dibutuhkan-10-16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua
dibutuhkan-23%
Operasi
TURP, laser & Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
operasi sejenis Urgensi&frekuensi-6-
99%
Gangguan ereksi-3-
13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

Tabel 4. Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna


Prostat Hiperplasia15

a. Watchful waiting 5
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak
mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin
dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau
alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang
mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang
mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan
menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu
dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi
bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi resistansi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan
obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker dan (2) mengurangi
volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar hormone
testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
Penghambat reseptor adrenergik
Penghambat 5 reduktase
Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik . 5,11
mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di
BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin)
atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin
dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak
berpengaruh pada ukuran prostat.

Gambar 13. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari
Gambar 14. Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

2) Penghambat 5 reduktase 5,13


Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel
prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi
sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung
tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25%
perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.

OH OH

5 -reductase type 1 and 2

O O
NADPH NADP H
Testosterone Dihydrotestosterone

Gambar 15. Model Aksi Penghambat 5 reduktase

Contoh obat penghambat 5 reduktase berdasarkan tipenya :


Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

c. Terapi Invasif Minimal


Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap
pembedahan
1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang
menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan
jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave
thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro
melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya
111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih
selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara
rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan
disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak
menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi,
tegang, dan intermitensi.

Gambar 16. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui


transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan
BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi tingkat rendah
melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar. Shields
melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA meningkatkan
aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit jika
dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Gambar 17. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk


menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter
mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon
pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu air,
yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem
ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam
uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui
urin

Gambar 18. Thermotherapy dengan Air


4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi
obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara
leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat
leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang selama 6-
36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan
reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan logam
super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini,
pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan
uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Gambar 19. Intra-Prostatic Stent

d. Bedah
1) Operasi transurethral. 5,11,13,16,17
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui
uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan
untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan
TURP, alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The
resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi
lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang
memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah
sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan
menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal
dengan sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen
dan tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera
diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk
mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri
untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang
sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi
penyerapan air ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope
untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu.
Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan
kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang
traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan
lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi
retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke
dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.
Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

Tabel 4. Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan


(a)

(b)

(c)
Gambar 20. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca
TURP
Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur
ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher
kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan
pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus
medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.
Gambar 21. Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

2) Open surgery. 5,12


Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat
digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar
(>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak
dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui pendekatan
suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Penyulit
yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%), impotensia (5-10%),
ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (305%).
Perbaikan gejala klinis 85-100%.
3) Operasi laser 5, 7,11

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan


pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser
menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan
terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat diperoleh
jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG coagulation),
sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi dan peak
flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra ke
dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa
semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser
menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Gambar 22. Operasi Laser pada Prostat


a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi
laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke jaringan
prostat untuk menghancurkannya.

Gambar 23. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).


PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara
sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang
spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu
membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak
menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya
diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan
membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Gambar 24. Potoselectif vaporisasi prostat


e. Kontrol berkala 5

Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah
terdapat perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian
skor miksi, juga diperiksa kultur urin
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan
penyulit.
BAB III

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis BPH, akan dilakukan TURP dengan
status fisik ASA II

1. Pre Operatif
a. Informed consent
Memberitahu dan meminta persetujuan pasien bahwa akan
dilakukanh tindakan anestesi spinal untuk menghilangkan rasa
sakit saat operasi berlangsung dan juga member tahu pasien kalau
tidak dapat menggerakan kakinya selama 2-3 jam saetelah dibius.
Penggunaan regional anestesi adalah untuk kenyamanan pasien
pada saat dilakukan apendektomi.
b. Pasien duduk di meja operasi dengan kepala menunduk sambil
memeluk bantal agar prosesus spinosus L4-L5 mudah teraba
c. Mempersiapkan dan pasang alat monitoring tekanan darah, nadi
dan oksimetri denyut (pulse oximeter) untuk monitoring selama
operasi berlangsung.
d. Persiapan jarum spinal 27G, spuit 3cc dan BupivacaineHCl
5mg/ml : 3ml untuk memblok saraf spinal . sebelumnya dilakukan
aseptic pada region L4-L5 dengan betadine untuk mencegah
infeksi
e. Setelah dilakukan anestesi spinal , baringkan pasien dan kepala
diberi bantalan. Kemudian dilanjutkan pemberian oksigen
3L/menit menggunakan nasal kanul sebagai pemeliharaan anestesi
2. Durante op. pasien diberikan :
a. Lama operasi 30 menit . monitoring vital sign yaitu denyut
jantung, tekanan darah dan SpO2 selama operasi.
b. Pethidine/ fentanyl sebagai analgesic untuk mengurangi rasa nyeri
c. Ondansetrone 4mg sebagai penanggulangan mual dan muntah
pasca operasi
d. Midazolam 2mg sebagai sedativa
e. Ketorolac 30 mg sebagai analgetik untuk mengurangi rasa nyeri
pada pasien post operatif
f. Cairan yang diberikan yaitu RL 2 kolf
i. Maintenance : 45 kgx 2ml/kgBB/jam = 90 ml/jam
ii. Puasa : 6 jam x 90ml/jam = 540 ml
iii. IWL : 6 jam/kg x 45 kg = 270 ml
iv. 1 jam awal = (1/2xP)+M+IWL
=(1/2x540ml)+90+270
= 630 ml

2 & 3 jam selanjutnya = (1/4xP)+M+IWL

=(1/4x540)+90ml+270ml

= 495 ml

Total cairan = 630 ml + (1/2 jam x 495ml)

= 877.5 ml = 2 kolf

3. Post operatif
a. Pasien dibawa ke ruangan pemulihan dimana layaknya pasien
dilakukan monitoring terhadap Bromage skor, berupa gerakan
ekstermitas bawah.
b. Bila pasien mampu menggerakan tungkai bawah secara penuh,
nilainya 0, bila pasien mampu menekuk lutut dan tak bisa
mengangkat kaki nilainya 1, bila pasien tidak mampu menekuk
lututdan hanya mampu menekuk pergelangan kaki nilainya 2, bila
pasien tidak mampu menggerakan kakiknya secara penuh nilainya
3
c. Pasien diperbolehkan untuk keluar dari ruang pemulihan dan
dirawat di bangsal.
BAB IV

PENUTUP

I. Kesimpulan
Anestesi spinal adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik local kedalam ruang sub arachnoid.
Anestesi spinal/ subarachnoid disebut juga blok spinal intradural atau
blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikan obat
analgesic local kedalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra
L2-L3 atau L3-L4, atau L4-L5.

Pasien dengan kasus BPH dapat dilakukan Transurethral Resection Of


Prostate (TURP) dengan tipe anestesi secara regional lewat spinal
tanpa penyulit. Setelah TURP selesai, pasien pindah ke recovery room
dan pindah ke ruangan setelah aldrette score 10.

II. Saran
1. Persiapan preoperatif pada pasien perlu dilakukan agar proses
anestesi dapat berjalan dengan baik
2. Perhatikan kebutuhan cairan pasien saat berlangsungnya operasi
3. Pemantauan tanda vital selama operasi terus menerus agar dapat
melihat keadaan pasien selama pasien dalam keadaan anesthesia.
DAFTAR PUSTAKA

Besrnards CM, Epidural and Spinal Anesthesia. In : Handbook of Clinical


Anesthesia, editor : Barrash PG, Gullen BF, Stoelting RK, Philadelpia,
Lippincott Williams and Wilkins, 2001.

Brown DL, Spinal, Epidural and Caudal anesthesia. In : Anesthesia, editor :


Miller RD, ed 5 th, Volume 1, California, Churchill Livingstone, 2000.

Gaiser RR. Spinal, Epidural, and caudal anesthesia. In : Introduction to


anesthesia, editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed 9 th, WB Saunders
Company, 1997.

Grace, Pierce. A., Neil R. Borley., At a Glance, Edisi 3. Erlangga, Jakarta,


2007, hlm.106-107.

Mittal, V.K., Goliath, J., Sabir, M., Patel, R., Richards, B.F., Alkalay, I.,
ReMine, S., Edwards,M., Advantages of Focused Helical Computed
Tomographic Scanning With Rectal Contrast Only vs Triple Contrast
Archives of Surgery, http://archsurg.ama-assn.org/cgi/content/full/139/5/495,
Mei 2004, 139(5): 495-500

Molnar R, Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia, In : Clinical Anesthesia


Prosedures of the Massachusetts General Hospital, editor : Davison JK,
Eukhardt WF, Perese DA, ed 4 th, London, Little brown and Company, 1993.

Anda mungkin juga menyukai