Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

FIMOSIS

Oleh
Ridha Rahmatania
I11112027

Pembimbing
dr. Novi Kusuma, Sp. BA

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RUMAH SAKIT KARTIKA HUSADA
PONTIANAK
2016

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul :


Fimosis

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah

Pontianak, 27 Juni 2016


Pembimbing Laporan Kasus Disusun oleh:

dr. Novi Kusuma, Sp. BA Ridha Rahmatania

2
BAB I
PENDAHULUAN

Fimosis adalah ketidakmampuan untuk menarik preputium penis sampai korona


glans.1 Preputium penis merupakan lipatan kulit yang menutupi glans penis. Keluhan
ini sering menyebabkan seorang anak dibawa ke dokter. Kebanyakan orang tua akan
merasa cemas dan merasa khawatir yang berlebihan tentang ketidakmampuan retraksi
preputium pada bayi atau balita mereka. Sebagian besar kasus ini berakhir dengan
intervensi bedah dengan sirkumsisi. Normalnya, kulit preputium selalu melekat erat
pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia dan pertumbuhan terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan
deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya
kulit preputium terpisah dari glans penis.2
Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6 sampai 7 tahun dan 1% pada
laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Di Jepang, fimosis ditemukan pada 88% bayi yang
berusia 1 hingga 3 bulan dan 35% pada balita berusia 3 tahun. Beberapa penelitian
mengatakan kejadian fimosis saat lahir hanya 4% bayi yang preputiumnya sudah bisa
ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh. Selanjutnya secara
perlahan terjadi deskuamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1 tahun,
masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10%
pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang bertahan hingga
umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan secara
persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.1,2

3
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : An. I
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 7 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kubu Raya

2.2 Anamnesis (tanggal 20 Juni 2016)


Keluhan Utama
Buang air kecil sedikit

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien diantar oleh orang tuanya ke poliklinik bedah umum dengan keluhan
buang air kecil sedikit. Keluhan diketahui orang tua pasien sejak 1 tahun SMRS.
Keluhan disertai dengan durasi buang air kecil yang lama, kulit penis tidak dapat
ditarik ke pangkal penis, dan ujung penis menggembung setiap buang air kecil.
Pasien tidak mengeluhkan sakit saat buang air kecil. Warna urin jernih (+), darah (-
), demam (-), BAB (+) dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama di keluarga tidak diketahui oleh pasien

4
Riwayat alergi
Pasien alergi terhadap makanan sosis. Alergi terhadap obat atau minuman
disangkal

Riwayat Operasi
Pasien tidak mempunyai riwayat operasi sebelumnya

Riwayat Perinatal
Riwayat penyakit kehamilan (-), demam (-), trauma (-), riwayat minum jamu (-)

Riwayat Natal
Lahir anak laki-laki dari ibu G2P1A0, aterm, persalinan secara spontan, ditolong
bidan. BBL 3000 gram, panjang badan lahir 49 cm, kelainan kongenital (-), biru (-
), ikterik (-), tampak sehat, lahir langsung menangis.

Riwayat Post natal


Riwayat imunisasi lengkap

2.3 Pemeriksaan Fisik


Tanda Vital
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Compos mentis
Gizi : Baik
Pernafasan : 24 x/menit
Nadi : 104 x/menit
Tekanan Darah : 110/70
Suhu : 36,7ºC
BB : 18 kg
Status Generalis

5
1. Kepala : jejas (-), hematom (-), nyeri tekan (-)
2. Mata : CA (-/-), SI (-/-)
3. THT :Rhinorhea(-/-), Otorheae (-/-), Nyeri tekan (-) Krepitasi (-)
4. Dada
Jantung :
Iktus kordis terlihat di SIC 5 linea midclavicula sinistra
Batas jantung kanan di SIC 4 linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri di SIC 5 linea midclavicula sinistra
Pinggang jantung di SIC 2 linea parasternalis sinistra
S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Paru :
Bentuk dada normal (+), barrel chest (-), pectus eksavatum (-) pectus
ekscarinatum (-)
Pergerakan dada simetris (+) dada tertinggal (-)
Perkusi sonor (+), nyeri ketok (-)
SND : Ves (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
5. Abdomen :
 Inspeksi : datar (+), luka bekas operasi (-), massa (-), spider nervi (-)
 Auskultasi : bising usus (+), bruit (-)
 Palpasi : soepel, nyeri tekan (-)
 Nyeri ketuk CVA (-/-)
 Perkusi : timpani
6. Ekstremitas: akral hangat,CRT < 2”

Status Lokalis
Inspeksi : tampak kulit penis menutupi kepala penis, tidak tampak
edem, tidak tampak kemerahan
Palpasi : teraba gland penis, tidak terasa nyeri tekan, kulit penis tidak
dapat di retraksi ke pangkal penis, terdapat perlengketan
6
propusium dengan glan penis

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan darah lengkap.
WBC : 8.000
RBC : 4,07
Hb : 12,6 gr/dl
Hct : 32,9
PLT : 313
PCT : 0,20

Pemeriksaan Kimia darah.


GDS : 112 mg/dl

Foto Klinis

7
2.5 Resume
Anak laki-laki, 7 tahun, dengan keluhan buang air kecil sedikit. Keluhan
diketahui orang tua pasien sejak 1 tahun SMRS. Keluhan disertai dengan durasi
buang air kecil yang lama, kulit penis tidak dapat ditarik ke pangkal penis, dan
ujung penis menggembung setiap buang air kecil. Pasien tidak mengeluhkan sakit
saat buang air kecil. Warna urin jernih (+), darah (-), demam (-), BAB (+) dalam
batas normal.. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak kulit penis menutupi
kepala penis, tidak tampak edem, tidak tampak kemerahan, teraba gland penis,
tidak terasa nyeri tekan, kulit penis tidak dapat di retraksi ke pangkal penis,
terdapat perlengketan propusium dengan glan penis.

2.6 Diagnosis Kerja


Fimosis

2.7 Penatalaksanaan
 Sirkumsisi

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanactionam : Bonam

2.9 Laporan Operasi


Pasien dalam stadium anestesi posisi supine
Dilakukan disinfektan medan operasi
Preputium diklem pada jam 9-12-3
Dilakukan sirkumsisi dengan metode konvensional
Kontrol perdarahan
Operasi selesai

8
2.10 Follow up (21 Juni 2016)
S : Nyeri di luka post operasi (-), demam (-), mual (-),muntah (-), BAK normal,
BAB normal.
O : KU : sakit sedang, BP 90/70 mmHg, HR 110x/menit, RR 20 x/menit, T
36,5ºC.
Status lokalis a/r penis:
tampak verban (+), rembesan darah (-)
A : POD I Sirkumsisi
P :
 Opimox syrup 3x1 cth
 Ibuprofen syr 4x1 cth

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Penis

Gambar 1. Anatomi penis

Penis terdiri dari corpus penis, glans penis, sulcus coronal glans penis, dan
preputium. Preputium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang menutupi
glans penis. Normalnya, kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan tidak
dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan
epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga
akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.3,4
Bila dilihat dari penampang horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2
batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut
korpus spongiosa. Kedua korpus kara kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang
disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada
jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck.3,4
Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid.
Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk

10
menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina. Seluruh
sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel. Selanjutnya sinusoid berhubungan
dengan venula (sistem pembuluh balik) yang mengumpulkan darah menjadi suatu
pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan darah kembali melalui vena dorsalis profunda
dan kembali ke tubuh.5,6
Penis dipersarafi oleh 2 jenis saraf yakni saraf otonom (para simpatis dan
simpatis) dan saraf somatik (motoris dan sensoris). Saraf-saraf simpatis dan
parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis
(sumsum tulang belakang). Khusus saraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla
spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya saraf
simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan
akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Saraf ini
memasuki penis pada pangkalnya dan mempersarafi otot- otot polos Saraf somatis
terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls (rangsang) dari penis
misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan kepala penis
(glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan saraf-saraf lain yang
membentuk nervus pudendus. Saraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis (sumsum
tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau dari otak
secara sendiri atau bersama sama melalui saraf-saraf di atas akan menghasilkan ereksi
penis.2,3
Vaskularisasi untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi
arteria penis communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke
korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau arteria
penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus spongiosum.
Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi arteriol-arteriol
helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek atau tidak ereksi. Pada
keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau pelebaran pembuluh
darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat kemudian berkumpul di dalam
rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar sehingga terjadilah
ereksi. Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar melalui satu pleksus yang

11
terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan trabekel tadi mengembang
karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa, maka vena-vena di
sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea ini bergabung
membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari Corpora Cavernosa pada rongga
penis ke sistem vena yang besar.7

2.2 Definisi Fimosis


Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis, preputium
melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kencing,
sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan rasa kesakitan pada saat buang air
kecil.1

Gambar 2. Fimosis
2.3 Klasifikasi Fimosis
a. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo fimosis) Terjadi
pada anak laki-laki yang baru lahir. Preputium melekat pada glans dan lama
kelamaan akan dapat dipisahkan seiring bertambahnya usia. Fimosis ini bukan
disebabkan oleh kelainan anatomi melainkan karena adanya faktor perlengketan

12
antara kulit pada penis bagian depan dengan glans penis sehingga muara pada
ujung kulit kemaluan seakan-akan terlihat sempit. Sebenarnya merupakan
kondisi normal pada anak-anak, bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium
selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada
saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan
faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi
antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit
preputium terpisah dari glans penis.4
b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true fimosis)
Timbul kemudian setelah lahir. Fimosis patologis didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya yang dapat
ditarik kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara di ujung kulit
kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) yang
buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis
kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada
fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat
(fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.4
Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis
(preputium) yang kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh Balanitis
Xerotica Obliterans (BXO).5
Upaya untuk melakukan retraksi preputium secara paksa pada fimosis fisiologis
akan menyebabkan microtears, infeksi dan pendarahan yang akan menimbulkan
jaringan parut sekunder dan terjadinya fimosis patologis. Higienistas yang
buruk dan balanitis berulang (infeksi pada glans penis), posthitis (peradangan
preputium), atau keduanya dapat menyebabkan kesulitan dalam retraksi
preputium dan mengakibatkan risiko terjadinya fimosis patologis. Diabetes
mellitus merupakan predisposisi infeksi ini karena kandungan glukosa yang
tinggi pada urin, yang merupakan media yang kondusif untuk proliferasi
bakteri. Fimosis patologis juga bisa terjadi karena balanitis xeroticans obliterans
(BXO), bentuk genital dari lichen sclerosus. Kondisi ini mempengaruhi baik

13
pria dewasa maupun anak laki-laki. Etiologinya tidak diketahui; kemungkinan
karena reaksi inflamasi, infeksi, dan hormonal. Hal tersebut mungkin
merupakan fase premalignant. Kateterisasi berulang juga bisa menyebabkan
fimosis.8

Gambar 3. Fimosis fisiologis dan fimosis patologik

2.4 Patofisiologi
Fimosis yang fisiologis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan epitel
antara preputium bagian dalam dengan glans penis. Adhesi ini secara spontan akan
hilang pada saat ereksi dan retraksi preputium secara intermiten, jadi seiring dengan
bertambahnya usia (masa puber) fimosis fisiologis akan hilang. Higienitas yang buruk
pada daerah sekitar penis dan adanya balanitis atau balanophostitis berulang yang
mengarah terbentuknya scar pada orificium preputium, dapat mengakibatkan fimosis
patologis. Retraksi preputium secara paksa juga dapat mengakibatkan luka kecil pada
orificio preputium yang dapat mengarah ke scar dan berlanjut fimosis. Pada orang
dewasa yang belum berkhitan memiliki resiko fimosis secara sekunder karena
kehilangan elastisitas kulit.3,7
Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak
bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya

14
tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi
fenomena “balloning” dimana preputium mengembang saat berkemih karena desakan
pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila fimosis
menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa urin mudah
terjebak di dalam preputium. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya infeksi.3,4,5
Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis)
yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik kebelakang.6
Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi
smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar ini
di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang membentuk semacam “lembah” di
bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Di
tempat ini terkumpul keringat, debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak
terjadi fimosis, kotoran ini mudah dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis,
pembersihan tersebut sulit dilakukan karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke
belakang. Bila yang terjadi adalah perlekatan prepusium dengan glans penis, debris
dan sel mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.4
Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini terjadi
peradangan pada permukaan preputium dan glans penis. Terjadi pembengkakan
kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan prepusium. 5,6

2.5 Manisfestasi Klinis


1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin (ballooning)
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat
mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal
tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam
ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar melalui
muaranya yang sempit.

15
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa
sakit.
4. Kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan
5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang
memancar dengan arah yang tidakdapat diduga
6. Bisa juga disertai demam
7. Iritasi pada penis.1,2,7

2.6 Diagnosis
Diagnosis fimosis terutama berdasarkan pemeriksaan klinis dan anamnesis.
Tidak ada tes laboratorium atau pencitraan yang diperlukan. Pemeriksaan penunjang
mungkin diperlukan pada kasus infeksi saluran kemih atau infeksi kulit pada genital.
Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai
buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih dan Biasanya bayi
menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.8
Pada pemeriksaan fisik kasus fimosis, dapat ditemukan kulit yang tidak dapat
diretraksi melewati gland penis. Pada fimosis fisiologis, bagian preputial orifice tidak
ada luka dan terlihat sehat, sedangkan pada fimosis patologis terdapat jaringan fibrus
berwana putih yang melingkar.5,6

2.7 Penatalaksanaan
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%)
dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anak-
anak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga
tahun.

Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada


penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung
prepusium sebagai fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya tindakan
sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan komplikasi,

16
seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi,
sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien.

Prosedur teknik dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong


preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang penis ke arah
proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus
coronarius.

1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi


2. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril
3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar. Bila
perlu tambahkan juga pada daerah preputium yang akan dipotong dan daerah
ventral
4. Tunggu 3 – 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan
mencubitkan pinset
5. Bila didapati fimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang preputium,
lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau klem sampai
seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan.
6. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal dengan
2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral. (Prepusium
dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal)

7. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem) kira-kira ½
sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius (dorsumsisi),buat tali kendali. kulit
Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher
8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12’).
Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di
distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali
kendali )
9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan
17
10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak ada di
frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan dimulai dari dorsal (jam 12), dengan
patokan klem yang terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral (jam 6).
Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya jahitan dibuat
melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya
11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester. Lubang uretra
harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.

2.7 Komplikasi
 Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih
 Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi
sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
 Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
 Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
 Infeksi saluran kemih5

2.8 Diagnosis Banding

Parafimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium penis yang diretraksi sampai
di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan menimbulkan
jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. Warna gland penis akan semakin
berwarna pucat dan bengkak. Seiring perjalanan waktu keadaan ini akan
mengakibatkan nekrosis sel di gland penis, warnanya akan menjadi biru atau hitam
dan gland penis akan terasa keras saat di palpasi.4,5,6

18
Gambar 4. Parafimosis

2.9 Prognosis
Prognosis dari fimosis akan semakin baik bila cepat didiagnosis dan ditangani.

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Anak laki-laki, 7 tahun, diantar oleh orang tuanya ke poliklinik bedah umum
dengan keluhan kulit penis tidak dapat ditarik ke pangkal penis. Keluhan diketahui
orang tua pasien sejak 1 tahun SMRS. Keluhan disertai dengan pancaran urin yang
sedikit, durasi buang air kecil yang lama, dan ujung penis menggembung setiap
buang air kecil. Pasien tidak mengeluhkan sakit saat buang air kecil. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tampak kulit penis menutupi kepala penis, tidak
tampak edem, tidak tampak kemerahan, teraba gland penis, tidak terasa nyeri
tekan, kulit penis tidak dapat di retraksi ke pangkal penis, terdapat perlengketan
propusium dengan glan penis.
Keluhan yang dirasakan pasien merupakan gejala dari fimosis. Preputium yang
tidak dapat ditarik ke pangkal penis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan
epitel antara preputium bagian dalam dengan glans penis. Hal ini membuat penis
menggelembung saat buang air kecil sehingga urin yang keluar lebih sedikit.
Tatalaksana yang dilakukan untuk kasus ini adalah sirkumsisi agar tidak terjadi
infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto;


2009.
2. Santoso A. Fimosis dan Parafimosis. Tim Penyusun Panduan Penatalaksanaan
Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia; 2005.
3. Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki.
Buku-Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC, 2004. p 801
4. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smith’s General Urology. Sixteen edition.
USA: Appleton and Lange; 2004.
5. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision for
fimosis and other medical indications in Western Australian boys". Med. J.
Aust. 178 (4): 155–8; 2003.
6. Hina Z, Ghory MD. Fimosis and Parafimosis. Diunduh dari URL:
(http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview)
7. Brunicardi FC, et al. Schwartz’s Principle of Surgery Eight Edition Volume 2.
USA: Mc Graw Hill.
8. Shahid, Sukhbir Kaur, “Fimosis in Children,” International Scholarly Research
Network, ISRN Urology, vol, 2012, Article ID 707329, 2012.

21

Anda mungkin juga menyukai