Anda di halaman 1dari 10

MANFAAT AIR SUSU IBU (ASI)

Sugeng harianto1, Sudirman2, Ahmad yani3

1
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Palu
2
Dosen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Palu

3
Dosen Promosi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Palu

Email : leesugeng97@gmail.com
Sudirman@unismuhpalu.ac.id

Ahmadyani@unismuhpalu.ac.id

ABSTRAK

Air Susu Ibu (ASI) adalah susu yang diproduksi oleh ibu untuk dikonsumsi bayi dan
merupakan sumber gizi utama bagi bayi tersebut pada masa pertumbuhannya. Di
dalam ASI terkandung semua zat gizi yang dibutuhkan sang bayi. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa pemberian ASI eksklusif secara optimal dapat
menghindarkan bayi dari berbagai masalah kesehatan utamanya masalah gizi.
Peranan seorang ibu dalam memberikan ASI sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak seperti halnya kecerdasan sang anak. Jadi dapat dikatakan bahwa
ASI merupakan harta bagi sang bayi.

Kata kunci : Manfaat ASI, rendahnya pemberian ASI, dampak tidak diberikannya
ASI.

PENDAHULUAN
Sekitar 10 juta bayi di negara berkembang mengalami kematian, dan 60 %
nya dari kematian tersebut harusnya bisa ditekan dengan cara salah satunya yaitu
menyusui, sehingga 1,3 juta bayi bisa diselamatkan karena sudah terbukti bahwa Air
Susu Ibu (ASI) bisa meningkatkan status kesehatan bayi (Heryanto, 2018). Air Susu
Ibu (ASI) adalah kata-kata yang sudah sering kita dengar dan baca. Sebagai kodrat
seorang ibu tentulah ibu ingin memberikan yang terbaik kepada anaknya, seperti
halnya memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Tetapi seringkali tidak semua
seorang ibu bisa melakukan hal tersebut (Okawary, 2015). ASI merupakan makanan
terbaik untuk bayi pada masa awal kehidupannya. Hal tersebut tentunya tidak hanya
karena ASI memiliki zat gizi lengkap yang dibutukan sang bayi namun di dalam ASI
juga mengandung zat yang disebut imunologik yang dapat melindungi banyi daari
berbagai macam infeksi. Namun pada kenyataannya pemanfaatan ASI belum
sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat, dan bahkan sebagian kelompok
masyarakat justru lebih menggunakan susu formula (Aziezah and Adriani, 2013).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menyebutkan bahwa bayi di
indonesia yang mendapat ASI eksklusif adalah sebesar 15,3 %. Maraknya promosi
susu formula, pemberian makanan serta minuman yang terlalu dini, rendahnya
dukungan keluarga dan petugas kesehatan, serta rendahnya pengetahuan ibu menjadi
beberapa faktor dalam rendahnya pemberian ASI eksklusif untuk bayi (Mariane,
2013). Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) juga menyebutkan bahwa
tingkat ibu menyusui dari tahun 2006 sampai 2008 terbilang cukup rendah. Dimana
hanya 64,1 % ibu yang memberikan ASI eksklusif pada tahun 2006, 62,2 % pada
tahun 2007, dan 56,2 % pada tahun 2008 (Budiman and Agus, 2013). ASI
mempunyai seribu manfaat untuk bayi. Pemberian ASI secara cukup dan optimal
sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan bayi karena didalam ASI
mengandung berbagai sumber zat gizi yang dibutuhkan bayi sehingga nantinya bisa
menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas (Susanti, 2011).
Upaya pemberian ASI eksklusif salah satunya adalah untuk mendapatkan
tumbuh dan kembang bayi secara optimal (Anggrita, 2010). Berbagai upaya
pemerintah telah dilakukan seperti promosi tentang pemberian ASI eksklusif guna
meningkatkan pemberian ASI eksklusif untuk bayi namun jumlah ibu yang
memberikan ASI eksklusif di indonesia masih rendah, sedangkan target nasional
pemberian ASI eksklusif adalah 80 % (Madjidi and Adiningsih, 2013). Pentingnya
pemberdayaan masyarakat harus dimulai dalam rumah tangga atau keluarga. Seperti
halnya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS), karena didalam 10 perolaku PHBS
terdapat indikator untuk memberikan bayi ASI eksklusif dimana hal tersebut nantinya
dapat mendorong munculnya niat ibu untuk memberikan bayinya ASI eksklusif (Dra.
NUNUN NURHAJATI, 2011).
Beberapa alasan mengapa sang ibu memberikan susu formula kepada bayinya
adalah karena banyak sang ibu yang mengeluh ASInya tidak keluar, puting susu ibu
tidak muncul, ASI kurang, serta rasa sakit pasca operasi yang membuat nyeri saat
menyusui (susanto hery, wilar rocky, 2015). Salfinah dalam penelitiannya juga
mengungkapkan bahwa ada 75,6 % ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Hal tersebut karena kebanyakan sang ibu yang hanya berpendidikan tamatan
SD serta ibu yang berstatus sebagai buruh atau pekerja lepas (Umboh, Wilar and
Mantik, 2011). Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan suami
sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif, dimana ibu yang mendapat
dukungan dari suami memiliki kecenderungan 2 kali untuk memberikan ASI
eksklusif dibandingkan ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari suaminya
(Ramadani and Hadi, 2010).

Anak yang tidak diberikan ASI secara eksklusif nantinya akan lebih berisiko
terkena berbagai jenis penyakit, seperti diare, diabetes, kanker anak, pneumonia,
kegemukan, alergi, asma, dan penyakit jantung dan pembuluh darah (Tarigan and
Aryastami, 2012). Selain masalah-masalah penyakit yang dapat dialami sang anak
karena kurangnya mengkonsumsi ASI eksklusif, anak juga bias mengalami masalah
gizi ganda yaitu gizi kurang dan gizi lebih (Diana, 2012). Selain masalah pemberian
ASI eksklusif, masalah pemberian pola makan yang tidak memenuhi syarat gizi dan
kesehatan juga menjadi faktor penting mengapa anak mengalami gangguan masalah
kesehatan utamanya masalah gizi sehingga hal-hal tersebut harus benar-benar
diperhatikan oleh kedua orang tua utamanya sang ibu (Indonesia and Pedes, 2016).

METODE

Makalah ini dibuat dengan mengumpulkan beberapa literatur artikel ilmiah


yang telah ada, pihak penulis hanya mereview jurnal yang telah diambil pada
beberapa jurnal dan dijadikan sebagai reverensi. Pada review ini penulis mengambil
masalah dari beberapa jurnal mengenai manfaat Air Susu Ibu (ASI).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Temuan pada makalah ini adalah dengan membandingkan hasil dari jurnal
yang penulis dapatkan. Di Indonesia sendiri cakupan pemberian ASI secara eksklusif
belum dapat dilaksanakan secara sepenuhnya dan jauh dari target yang sudah
ditetapkan pemerintah Indonesia. Beberapa masalah utama yang sering dihadapi
dalam pemberian ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat
ASI, faktor social budaya, usia ibu yang terlalu muda, minimnya dukungan petugas
kesehatan, gencarnya promosi susu formula, serta ibu yang bekerja dan sikap ibu
yang kurang mendukung (Mamonto, 2015). Beberapa program pemerintah seperti
program ASI eksklusif yang merupakan program promosi pemberian ASI pada bayi
yang mana bayi hanya diberikan ASI saja tanpa pemberian makanan atau minuman
lain (GAY, 2011). Dalam melaksanakan pembangunan bangsa, peningkatan kualitas
sumber daya manusia harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak masih didalam
kandungan atau 1000 hari pertama kehidupan. Pemberian ASI merupakan salah satu
faktor yang memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas manusia dan
pemeliharaan anak dalam persiapan sebagai generasi penerus bangsa (Siregar, 2014).
Di Negara Indonesia sendiri, angka kematian bayi terbilang cukup tinggi yaitu
35/1000 kelahiran hidup dan berada pada posisi keenam di Negara Asean (Helda,
2009). Di Indonesia sendiri penyebab kematian utama bayi yaitu penyakit infeksi
saluran nafas dan diare yang dapat dicegah. Pencegahan yang dapat dilakukan antara
lain dengan memberikan ASI kepada bayi secara benar termasuk inisiasi pemberian
ASI dalam 30 menit pertama setelah kelahiran bayi (Amalia and Yovsyah, 2009). Di
dalam ASI sendiri terkandung lebih dari unsur-unsur pokok yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh sang bayi, antara lain karbohidrat, lemak, hormon, enzim, zat putih telur,
vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, dan zat kekebalan serta sel darah putih. Semua
zat tersebut tersedia secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya.
Bayi yang baru lahir tentunya belum mampu membentuk sistem kekebalan tubuhnya
dengan sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan kepada bayi secara aktif
maupun pasif. ASI juga tidak hanya menyediakan perlindungan terhadap infeksi dan
alergi, namun ASI juga dapat merangsang sistem imunitas bayi itu sendiri (Satino and
Setyorini, 2014).
Status gizi ibu sendiri sebelum dan selama masa kehamilan sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Bila status gizi ibu normal
sebelum dan selama masa kehamilan, maka kemungkinan besar sang ibu akan
melahirkan bayi yang sehat dan normal. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
kualitas bayi yang akan dilahirkan sang ibu sangat bergantung kepada status gizi ibu
sebelum dan selama masa kehamilan (Lubis, 2003). Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian stunting (Fitri
Lidia, 2018). Sementara dari penelitian lain juga menyebutkan bahwa kejadian Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) yang dialami anak di indonesia juga merupakan faktor
resiko terjadinya stunting, sehingga asupan gizi ibu selama masa kehamilan sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan sang bayi (Bentian, Mayulu and Rattu, 2015).
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) merupakan suatu kondisi dimana bayi
yang dilahirkan hanya memiliki berat badan kurang dari 250 g. BBLR merupakan
penyebab utama angka kesakitan dan kematian bayi di Indonesia (Mahayana,
Chundrayeti and Yulistini, 2015). Sedangkan stunting merupakan suatu kondisi
dimana tinggi badan anak berada dibawah standar anak seusianya. Stunting adalah
salah satu masalah kesehatan terkait gizi yang ada di Indonesia. Dampak dari stunting
tidak hanya dirasakan oleh yang mengalaminya saja tetapi juga sangat berdampak
terhadap kualitas sumber daya manusia yang ada (Oktarina and Sudiarti, 2014).
Pemberian ASI eksklusif secara optimal sangat berperan dalam proses mendukung
proses pertumbuhan dan perkembangan sang anak, utamanya dalam mencegah
masalah gizi seperti halnya BBLR (Sabati and Nuryanto, 2015).

Setiap anak yang lahir berhak untuk mendapatkan ASI secara eksklusif
sampai usia 6 bulan. ASI adalah makanan terbaik untuk bayi yang tuhan ciptakan dan
tidak dapat digantikan dengan makanan dan minuman apapun. Pengadaan pekan ASI
sedunia setiap minggu pertama bulan agustus yang dilakukan oleh pemerintah guna
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya ASI bagi tumbuh dan
kembang anak (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Pada dasarnya
penentuan kualitas sumber daya manusia yang memadai untuk masa yang akan
datang ditentukan dengan kualitas anak masa kini atau saat anak masih di dalam
kandungan (Ida, 2012). Status gizi merupakan suatu ekspresi dari keadaan tubuh
sebagai akibat dari konsumsi makanan. Sehingga Peran orang tua, masyarakat,
petugas kesehatan serta pemerintah menjadi faktor penting dalam menciptakan
generasi muda yang unggul dan berkualitas (Yogi, 2014).

KESIMPULAN

Makalah ini menyimpulkan bahwa Air Susu Ibu (ASI) memiliki segudang manfaat
yang luar biasa. Didalam ASI terdapat berbagai zat gizi yang sangat dibutuhkan untuk
tumbuh kembang anak terutama selama masa pertumbuhannya. Pemberian ASI
eksklusif pada anak secara optimal dapat mencegah anak mengalami masalah
gangguan gizi seperti stunting atau masalah gizi kurang dan gizi lebih. Kesadaran
orang tua khususnya sang ibu dalam pemberian ASI eksklusif di Indonesia juga perlu
ditingkatkan, hal itu tentunya untuk menciptakan kualitas sumber daya manusia yang
memadai nantinya di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, L. and Yovsyah, Y. (2009) ‘Pemberian ASI Segera pada Bayi Baru Lahir’,
Kesmas: National Public Health Journal. doi: 10.21109/kesmas.v3i4.220.

Anggrita, K. (2010) ‘Hubungan Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian ASI


Ekslusif di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Amplas Tahun 2009’, Skripsi.

Aziezah, N. and Adriani, M. (2013) ‘Perbedaan Tngkat Konsumsi dan Status Gizi
Antara Bayi Dengan Pemberian Asi Eksklusif dan Non Asi Aksklusif’, Media Gizi
Indonesia.

Bentian, I., Mayulu, N. and Rattu, A. J. M. (2015) ‘Faktor Resiko Terjadinya


Stunting pada Anak TK di Wilayah Kerja Puskesmas Siloam Tamako Kabupaten
Sangihe Propinsi Sulawesi Utara’, Jikmu.

Budiman and Agus, R. (2013) Pengetahuan dan Sikap Dalam Penelitian Kesehatan.,
Salemba Medika. doi: 10.22435/bpsk.v15i4 Okt.3050.

Diana, F. M. (2012) ‘OMEGA3’, Jurnal Kesehatan Masyaraka.

Dra. NUNUN NURHAJATI, M. S. (2011) ‘Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Masyarakat Desa Samir Dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat’, Nurhajati.
doi: 10.1007/s10494-014-9531-y.

Fitri Lidia (2018) ‘Hubungan BBLR dan ASI Ekslusif dengan Kejadian stunting di
Puskesmas lima puluh, pekan baru riau’, Jurnal Endurance. doi:
10.22216/jen.v3i1.1767.
GAY (2011) ‘Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif di
Kelurahan Tamamaung Kecamatan Panakkukang Kota Makassar’, Repository
Universitas Hasanuddin.

Helda, H. (2009) ‘Kebijakan Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif’, Kesmas:


National Public Health Journal. doi: 10.21109/kesmas.v3i5.209.

Heryanto, E. (2018) ‘Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Makanan


Pendamping ASI Dini’, Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan. doi:
10.30604/jika.v2i2.56.

Ida (2012) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi Eksklusif 6


Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kemiri Muka Kota Depok Tahun 2011’, Tesis.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Indonesia, G. and Pedes, D. (2016) ‘Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang


makanan pendamping ASI ( MP-ASI ) anak umur 6-24 bulan di’, Gizi.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2017) ‘Pedoman Penyelenggaraan


Pekan ASI Sedunia (PAS)’, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Lubis, Z. (2003) Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi yang
Dilahirkan, Zulhaida@ telkom. net.

Madjidi, A. and Adiningsih, S. (2013) ‘Hubungan karakteristik ibu, dukungan


keluarga, dukungan layanan kesehatan dengan pola pemberian ASI’, Media Gizi
Indonesia.

Mahayana, S. A. S., Chundrayeti, E. and Yulistini (2015) ‘Faktor Risiko Yang


Berpengaruh Terhadap Kejadian Badan Lahir Rendah di RSUP Dr. M. Djamil
Padang’, Jurnal Kesehatan Andalas.

Mamonto, T. (2015) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Asi


Eksklusif Pada Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotobangon Kecamatan
Kotamobagu Timur Kota Kotamobagu’, kesmas Univ. Sam Ratulangi.

Mariane, W. (2013) ‘Hubungan pengetahuan dan sikap dengan pemberian asi


eksklusif pada ibu menyusui di puskesmas bahu kota manado’, Ejurnal
Keperawataan (e-Kp).

Okawary, O. (2015) ‘Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI


Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sayegan Sleman Yogyakarta’, Naskah
Publikasi.

Oktarina, Z. and Sudiarti, T. (2014) ‘FAKTOR RISIKO STUNTING PADA


BALITA (24—59 BULAN) DI SUMATERA’, Jurnal Gizi dan Pangan. doi:
10.25182/jgp.2013.8.3.177-180.

Ramadani, M. and Hadi, E. N. (2010) ‘Dukungan Suami dalam Pemberian ASI


Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Air Tawar Kota Padang, Sumatera Barat’,
Kesmas: National Public Health Journal. doi: 10.21109/kesmas.v4i6.166.

Sabati, M. R. and Nuryanto, N. (2015) ‘PERAN PETUGAS KESEHATAN


TERHADAP KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF’, Journal of
Nutrition College.

Satino and Setyorini, Y. (2014) ‘Analisis faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif pada ibu primipara di Kota Surakarta’, Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan.

Siregar, M. A. (2014) ‘Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang


Mempengaruhinya’, Gizi.

Susanti, N. (2011) ‘Peran Ibu Menyusui Yang Bekerja Dalam Pemberian ASI
Ekslusif Bagi Bayinya’, EGALITA Jurnal Kesetaraan dan Keadilan Gender.

susanto hery, wilar rocky, lestari hesti (2015) ‘Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemberian susu formula pada bayi yang dirawat di ruang nifas RSUP’, Jurnal e-
clinic.

Tarigan, I. U. and Aryastami, N. (2012) ‘Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu Bayi
terhadap Pemberian ASI Ekslusif’, Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. doi:
10.22435/bpsk.v15i4 Okt.3050.

Umboh, E., Wilar, R. and Mantik, M. F. J. (2011) ‘Pengetahuan ibu mengenai


manfaat asi pada bayi’, Jurnal e-Biomedik.

Yogi, E. D. (2014) ‘Pengaruh Pola Pemberian ASI dan Pola Makanan Pendamping
ASI Terhadap Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan’, Jurnal Delima Harapan Februari-
Juli.

Anda mungkin juga menyukai