Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM DENGAN SC PADA NY.

S
DENGAN DIAGNOSA ABNORMAL UTERUS BLUDING (AUB)

DI RUANG GAYATRI RST. WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO

Disusun oleh:

Suseno
220104082

PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MATERNITAS

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2022/2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi Pengertian

Perdarahan uterus abnormal/ Abnormal Uterine Bleeding (AUB)

adalah perdarahan uterus yang tidak teratur yang terjadi tanpa adanya

patologi pelvis yang dapat dikenali, penyakit medis umum, atau

kehamilan. Hal ini mencerminkan gangguan dalam pola siklik normal

stimulasi hormon ovulasi ke lapisan endometrium. Pendarahan tidak dapat

diprediksi dalam banyak hal, mungkin terlalu berat atau ringan dan

mungkin berkepanjangan, sering, atau acak (Behera, 2018).

Abnormal Uterine Bleeding atau Perdarahan Uterus Abnormal

merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang

dianggap normal. Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh

faktor hormonal, berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik,

kelainan endometrium (polip), masalahmasalah serviks / uterus

(leiomioma) / kanker. Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat

membantu dalam menegakkan diagnosa secara individual (Estephan,

2018).

Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah

perdarahan menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain

seperti kehamilan, penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan

manajemen dari perdarahan uterus abnormal saat ini menjadi sesuatu yang
sulit dalam bidang ginekologi. Pasien mungkin tidak bisa melokalisir

sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau rektum (Taaly, 2005).

2. Etiologi / Faktor Predisposisi

Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal,

berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium

(polip), masalahmasalah serviks/uterus (leiomioma)/kanker. Penyakit

sistemik, termasuk trombositopenia, hipotiroidisme, hipertiroidisme,

penyakit Cushing, penyakit hati, diabetes mellitus, dan gangguan endokrin

adrenal dan lainnya, dapat muncul sebagai perdarahan uterus

abnormal.Kehamilan dan kondisi terkait kehamilan mungkin berhubungan

dengan perdarahan vagina.Trauma ke serviks, vulva, atau vagina dapat

juga menyebabkan pendarahan yang tidak normal.Karsinoma vagina,

serviks, uterus, dan ovarium harus selalu dipertimbangkan pada pasien

dengan riwayat yang sesuai dan temuan pemeriksaan fisik (Behera, 2018).

Selain itu ada beberapa kondisijuga yang dikaitkan dengan perdarahan

uterus abnormal, antara lain:

a. Alat kontrasepsi IUD atau hormonal

Wanita yang menggunakan alat kotrasepsi dalam rahim (IUD)

untuk pengendalian kelahiran, juga mungkin mengalami periode

perdarahan yangberlebihan atau berkepanjangan. Jika Anda

mengalami perdarahanberat saat menggunakan IUD, IUD harus


dihapus dan diganti denganmetode pengendalian kelahiran alternatif.

Biasanya terdeteksi segera setelah menstruasi dimulai.

b. Gangguan trombosit

Gangguan trombosit merupakan kelainan darah yang paling umum

yang menyebabkan perdarahan yang berlebihan, gangguan trombosit

yang paling umum adalah penyakit von Willebrand. Wanita dengan

penyakit vonWillebrand umumnya akan mengalami tidak hanya

perdarahan menstruasi yang berat, tapi mimisan, mudah memar, dan

darah dalam tinja.

c. Hormon

Ketidakseimbangan hormon yang mengganggu ovulasi dapat

menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Beberapa hal yang

dapatmengganggu keseimbangan hormon yang mempengaruhi ovulasi

dan pendarahan, yaitu :

1) Kehamilan: Pada wanita usia subur, kehamilan merupakan

penyebab utama dari periode hormonal yang dilewati.

2) Perimenopause: perubahan hormonal yang terjadi selama

menjelang menopause (berhentinya menstruasi) menyebabkan

kelainan perdarahan.

3) Stress: hormon stres seperti kortisol yang diketahui mengganggu

masa ovulasi
4) Polycystic ovary syndrome: suatu kondisi saat ovarium menjadi

penuh dngan kista kecil dan memperbesar masalah yang terjadi

ketika kelenjar pituitary memperoduksi terlalu banyak hormon LH,

ketidakseimbangan hormon yang menciptakan hasil menebalnya

lapisan rahim yang membuat perdarahan tidak teratur.

5) Peenyebab lainnya: masalah yang berasal dari kelenjar tiroid,

kelenjar pituitary atau kelenjar adrenal dapat mengangggu ovulasi.

d. Masalah fisik di dalam rahim juga dapat menyebabkan perdarahan

abnormal yaitu :

1) Fibroid

Pertumbuhan non-kanker yang menyerang dinding rahim di

minimal 20% dari wanita berusia di atas 35 Fibroid dapat muncul

secara tunggal atau dalam kelompok, dan sekecil anggur atau

sebesar jeruk.Mereka terdiri dari otot dan jaringan fibrosa, dan

dapat menyebabkan aliran berlebihan.

2) Polip

Pertumbuhan non-kanker yang dapat menyerangleher rahim atau

uterus. Polip mungkin begitu kecil sehingga mereka tidak

diketahui, atau mungkin cukup besar untuk menyodok ke dalam

rongga rahim atau panggul dan menyebabkan perdarahan

abnormal.
3) Penyakit radang panggul

Suatu kondisi di manasaluran tuba menjadi meradang, biasanya

karena infeksiseksual diperoleh. Perdarahan yang tidak teratur

adalah salahsatu dari banyak gejala PID.

4) Kanker rahim

Pertumbuhan ganas pada rahim.Hal inidapat terjadi pada dinding

rahim (endometrium) atau dalam dinding otot nya (sarkoma

uterus).

5) Kanker endometrium

Kanker yang paling umum darisistem reproduksi wanita, &

hampir selalu menyerang Wanita menopause antara usia 50 - 70.

Setiap perdarahan setelah menopause harus diperiksa segera.

6) Gangguan nutrisi

Wanita dengan lemak tubuh sangat rendah karena gangguan

makan, diet ketat, atau olahraga berlebihan sering dapat berhenti

ovulasi dan menstruasi.

3. Patofisiologi

Pasien dengan perdarahan uterus abnormal (AUB) telah

kehilangan stimulasi endometrium siklik yang timbul dari siklus ovulasi.

Akibatnya, pasienpasien ini memiliki kadar estrogen yang konstan dan


non-daur ulang yang merangsang pertumbuhan endometrium. Proliferasi

tanpa penumpahan periodik menyebabkan endometrium melebihi suplai

darahnya.Jaringan rusak dan mengelupas dari uterus.Penyembuhan

endometrium selanjutnya tidak beraturan dan disinkron. Stimulasi kronis

oleh kadar estrogen yang rendah akan menghasilkan perdarahan uterus

abnormal ringan dan jarang. Stimulasi kronis dari kadar estrogen yang

lebih tinggi akan menyebabkan episode perdarahan berat yang sering

(Behera, 2018).

Siklus menstruasi normal adalah 28 hari dan dimulai pada hari

pertama menstruasi.Selama 14 hari pertama (fase folikuler) dari siklus

menstruasi, endometrium menebal di bawah pengaruh estrogen.

Menanggapi meningkatnya kadar estrogen, kelenjar hipofisis

mengeluarkan hormon FSH dan hormon LH, yang merangsang pelepasan

sel telur di titik tengah siklus. Kapsul folikel residual membentuk corpus

luteum.Setelah ovulasi, fase luteal dimulai dan ditandai oleh produksi

progesteron dari corpus luteum.Progesteron mematangkan lapisan rahim

dan membuatnya lebih mudah menerima implantasi. Jika implantasi tidak

terjadi, dengan tidak adanya hormon HCG, corpus luteum akan mati,

disertai dengan penurunan tajam kadar hormon progesteron dan estrogen.

Penarikan hormon menyebabkan vasokonstriksi pada arteriol spiral

endometrium.Hal ini menyebabkan menstruasi, yang terjadi sekitar 14 hari

setelah ovulasi ketika lapisan endometrium iskemik menjadi nekrotik dan

mengelupas (Estephan, 2018).


Pendarahan uterus abnormal adalah diagnosis eksklusi.Perdarahan

uterus abnormal adalah perdarahan ovulasi atau anovulasi, yang

didiagnosis setelah kehamilan, obat-obatan, penyebab iatrogenik, patologi

saluran genital, keganasan, dan penyakit sistemik telah dikesampingkan

dengan penyelidikan yang tepat.Sekitar 90% kasus perdarahan uterus

abnormal terjadi akibat anovulasi, dan 10% kasus terjadi dengan siklus

ovulasi (Estephan, 2018).Perdarahan uterus abnormal anovulatori

merupakan akibat dari gangguan aksis hipotalamushipofisis-ovarium

normal dan khususnya umum pada ekstrem pada tahun-tahun

reproduksi.Ketika ovulasi tidak terjadi, tidak ada progesteron yang

diproduksi untuk menstabilkan endometrium; dengan demikian,

endometrium proliferatif bertahan.Episode berdarah menjadi tidak teratur,

dan amenore, metrorrhagia, dan menometrorrhagia sering terjadi (Behera,

2018).Pendarahan akibat perdarahan uterus abnormal anovulasi diduga

merupakan hasil dari perubahan konsentrasi prostaglandin, peningkatan

respons endometrium terhadap vasodilatasi prostaglandin, dan perubahan

struktur pembuluh darah endometrium.Pada perdarahan uterus

disfungsional ovulasi, perdarahan terjadi secara siklikal, dan menoragia

diduga berasal dari defek pada mekanisme kontrol

menstruasi.Diperkirakan bahwa, pada wanita dengan perdarahan uterus

disfungsional ovulasi, ada peningkatan tingkat kehilangan darah akibat

vasodilatasi pembuluh darah yang memasok endometrium karena

penurunan tonus pembuluh darah, dan prostaglandin sangat terlibat.Oleh


karena itu, para wanita ini kehilangan darah dengan laju sekitar 3 kali

lebih cepat daripada wanita dengan menstruasi normal (Estephan, 2018).


4. Pathway
5. Klasifikasi

Dalam pertemuan FIGO, ahli sepakat klasifikasi perdarahan

uterusabnormal berdasarkan jumlah perdarahannya yaitu :

a. Perdarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai perdarahan

yangbanyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat

untukmencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut

dapatterjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.

b. Perdarahan uterus abnormal kronik merupakan perdarahan dari

korpusuterus yang abnormal dalam volume, keteraturan, dan atau

waktu.perdarahan ini merupakan terminologi untuk perdarahan uterus

abnormalyang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya

tidakmemerlukan penanganan yang cepat dibandingkan dengan PUA

akut.

c. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan

yangterjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat

terjadi kapansaja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap

siklus. Istilah iniditujukan untuk menggantikan terminologi

metroragia.

6. Gejala Klinis

a. Perdarahan Ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan

disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang


(oligomenorea).Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar,

perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid.Jika karena

perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,

maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong.

Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe

sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai

etiologinya:

1) Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan

kadangkadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini

harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit

dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak

persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula

menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular

shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan

yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari

ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium

dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.

2) Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual

spotting, menoragia, atau polimenore. Dasarnya ialah kurangnya

produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing

factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam

fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang

seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.


3) Apopleksia uteri : pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi

pecahnya pembuluh darah dalam uterus.

4) Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan

gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.

b. Perdarahan anovulatoar

Perdarahan tidak terjadi bersamaan.Permukaan dinding rahim

disatu bagian baru sembuh lantas diikuti perdarahan di permukaan

lainnya.Perdarahan uterus abnormal dianggap sebagai diagnosis

eksklusi, ada atau tidak adanya tanda dan gejala penyebab perdarahan

anovulasi lainnya harus ditentukan.Pasien yang melaporkan

menstruasi tidak teratur sejak menarche mungkin memiliki sindrom

ovarium polikistik (PCOS).PCOS ditandai oleh anovulasi atau oligo-

ovulasi dan hiperandrogenisme.Pasien-pasien ini sering datang dengan

siklus yang tidak terduga dan atau infertilitas, hirsutisme dengan atau

tanpa hiperinsulinemia, dan obesitas (Hebera, 2018).

c. Berdasarkan jenis perdarahan yang muncul yaitu :

Batasan Pola Abnromalitas Perdarahan

Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval >

35 hari dandisebabkan oleh fase folikuler yang

memanjang.

Polimenorea Perdarahan uterus yg trjadi dgn interval

<21 hari & disebabkandefek fase luteal.


Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval

normal ( 21 – 35hari) namun jumlah darah haid >

80 ml atau > 7 hari.

Menometroragi Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-

a siklik dan dengandarah yang berlebihan (>80 ml)

dan atau dengan durasi yangpanjang ( > 7 hari).

Metroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara

siklus ovulatoir dengan penyebab antara

lainpenyakit servik, AKDR, endometritis,

polip,mioma submukosa, hiperplasia

endometrium, dan keganasan.

Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum

intermenstrual ovulasi yangumumnya disebabkan oleh

penurunan kadar estrogen.

Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita

pasca menopause yangsekurang-kurangnya sudah tidak

menopause mendapatkan haid selama 12 bulan.

Perdarahan Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya

uterus abnormal darah yangsangat banyak dan menyebabkan

akut gangguan hemostasisis

(hipotensi, takikardia atau renjatan).

Perdarahan Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau

uterus anovulatoir yang tidak berkaitan dengan


disfungsional kehamilan, pengobatan, penyebab iatrogenik,

patologi traktus genitalis yang nyata dan atau

gangguan kondisi sistemik.

7. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Pemeriksaan Fisik

Adapun pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien perdarahan

uterus abnormal:

a. Sistem integumen

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormaltidak ada peruahan

pada sistem integumennya.

b. Kepala

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormaltidak terdapat

perubahan pada sisi kepalanya bentuk ataupun luka pada kepala

c. Wajah

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormalpada umumnya wajah

pasien terlihat meringis arena nyeri yang dialami

d. Mata

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal tidak terdapat

kelainan pada mata

e. Leher
Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormalbentuk leher simetris,

kelenjar limfa tidak terdapat pembesaran kecuali adanya metastate

kanker

f. Thorak

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormalbiasanya tidak

terdapat kelainan pada thorak.

g. Sistem neurologi

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormaltida terdapat kelainan

pada neurologinya.

h. Abdomen

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormalsering merasa adomen

tegang atau nyeri (sedang/berat) dan terasa tertekan pada perut.

Biasanya terdapat massa abdominopelvic.

i. Pelvis

Dengan menggunaan spekulum dilakukan inspeksi servik yaitu

warna,bentuk, dilatasi servik, erosi, perdarahan, cairan pervagina, luka

atau lesi. Setelah spekulum dilepas dapat dilakukan pemeriksaan

bimanual yaitu, memasukkan dua jari kedalam vagina untuk

pemeriksaan dinding posterior vagina (adanya massa,ukuran bentuk,

konsistensi, mobilitas uterus, mobilitas ovarium, adneksa).

j. Genetalia eksterna
Inspeksi dan palpasi dengan posisi litotomi bertujuan untuk mengkaji

kesesuaian umur dengan perembangan sistem reproduksi kondisi

rambut pada simpisis pubis dan vulva, kulit dan mukosa vulva, tanda-

tanda peradangan, bengkak dan pengeluaran cairan vagina.

k. Vagina

Pada pasien dengan perdarahan uterus abnormalsering mengalami

haid yang tidak teratur dan pendarahan pervaginam.

8. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang

Adapun beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada

pasien dengan perdarahan uterus abnormal adalah sebagai berikut

(Behera, 2018): a. Pemeriksaan pelvis

b. Pemeriksaan lab ; meliputi hitung darah lengkap, fungsi hati, fungsi

tiroid dan prolaktin, HCG, FSH, LH, dan androgen serum jika ada

indikasi

c. Biopsi endometrium atau kuretase dan dilatasi yang dapat memberikan

suatu diagnosis histologi yang lebih spesifik.

d. Laparoskopi,bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji

coba terapeutik

e. Pap smear

f. Tes koagulasi

g. Ultrasonografi (USG): untuk mengetahui gambaran awal keadaan

uterus pasien.
9. Penatalaksanaan

a. Perawatan farmakologis

1) Kontrasepsi oral

Menekan perkembangan endometrium, membangun kembali pola

perdarahan yang dapat diprediksi, mengurangi aliran menstruasi,

dan menurunkan risiko anemia defisiensi besi

2) Estrogen

Perdarahan uterus yang berkepanjangan menunjukkan bahwa

lapisan epitel rongga telah menjadi gundul seiring waktu; estrogen

yang diberikan sendiri akan dengan cepat menginduksi

kembalinya pertumbuhan endometrium yang normal

3) Progestin

Penatalaksanaan kronis perdarahan uterus abnormal membutuhkan

paparan progestin secara episodik atau terus menerus

4) Desmopresin

Analog sintetik arginin vasopresin, desmopresin telah digunakan

sebagai upaya terakhir untuk mengobati perdarahan uterus yang

abnormal pada pasien dengan gangguan koagulasi yang

didokumentasikan.

b. Perawatan non farmakologis

a) Histerektomi
Histerektomi abdominal atau vaginal mungkin diperlukan pada

pasien yang gagal atau menolak terapi hormonal, yang memiliki

anemia simptomatik, dan yang mengalami gangguan dalam

kualitas hidup mereka dari perdarahan persisten yang tidak

terjadwal.

b) Ablasi endometrium

Ablasi endometrium adalah alternatif untuk pasien yang ingin

menghindari histerektomi atau yang bukan kandidat untuk operasi

besar.

c. Penatalaksanaan Bedah

Peran pembedahan dalam penatalaksanaan perdarahan uterusabnormal

membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi yang mendasariserta

faktor pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan

perdarahanuterus abnormal adalah:

• Gagal merespon tatalaksana non-bedah

• Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah

(efek samping,kontraindikasi)

• Anemia yang signifikan

• Dampak pada kualitas hidup

• Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar,

hyperplasia endometrium).
10. Komplikasi

Komplikasi yang kemungkinan muncul pada pasien dengan perdarahan

uterus abnormal dapat meliputi:

a. Adenokarsinoma uterus (jika stimulasi estrogen berkepanjangan)

b. Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi

c. Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama

d. Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat ketikseimbangan

hormonal merupakan faktor penyebab kanker endometrium.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Keluhan Utama

Perdarahan yang massif.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien datang dengan keluhan perdarahan yang banyak.Kaji pada

pasien atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk

mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya

keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke

rumah sakit dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Kaji pada pasien dan keluarga, pasien pernah mengalami hal yang

demikian dan perlu ditanyakan juga pasien pernah menderita penyakit

infeksi atau tidak.

d. Riwayat Keluarga

Kaji pada pasien dan di dalam keluarga ada yang menderitapenyakit

seperti ini atau penyakit menular lain.

2. Pemeriksaan Fisik Fokus

1) Kepala

• Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok

• Wajah : tidak ada oedema, ekspresi wajah menahan nyeri

(meringis), raut wajah pucat.

• Mata : konjungtiva tidak anemis

• Hidung : simetris, tidak ada lesi atau kotoran

• Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen

• Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab,

tidak terdapat lesi

2) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada pembesaran

kelenjer getah bening

3) Dada

• Inspeksi : simetris

• Perkusi : sonor seluruh lapang paru


• Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri

• Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas

tambahan

4) Cardiac

• Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

• Palpasi : ictus cordis teraba, perubahan denyut nadi

• Perkusi : pekak

• Auskultasi : tidak ada bising

5) Abdomen

• Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa

nyeri di daerah abdomen.

• Palpasi : ada nyeri tekan

• Perkusi : timpani

• Auskultasi : bising usus normal

6) Genetalia

• Inspeksi : ada lesi, pendarahan yang terjadi, volume darah yang

keluar.

• Palpasi : pmbengkakan di daerah uterus yang abnormal

7) Ekstremitas dan Kulit

• Tidak oedema, Kelemahan pada pasien, Keringat dingin


3. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

a. Resiko syok berhubungan dengan kekurangan volume cairan dan

pendarahan.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,

ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (leukopenia,penurunan

hemoglobin, imunosupresi)

c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi, penyakit

akut, hospitalisasi ditandai dengan gejala dan tanda mayor (Subjektif:

merasa bingung, merasa khawatir; objektif: tampak gelisah, tampak

tegang, sulit tidur) serta tanda dan gejala minor (subjektif: mengeluh

pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya; objektif: frekuensi

nafas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat,

diaphorsis, muka tampak pucat)

d. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai

dengan gejala dan tanda mayor (subjektif: mengeluh nyeri; objektif:

tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur) serta

gejala dan tanda minor (objektif: tekanan darah meningkat, pola napas

berubah, napsu makan berubah, diaphoresis)


4. Rencana Asuhan Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

1. Resiko Syok Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x Manajemen Perdarahan Pervaginam (I 02044)
Pendarahan 24 jam, diharapkan perdarahan pasien dapat teratasi, 1. Identifikasi keluhan pasien (misal: keluar darah banyak,
dengan kriteria hasil : pusing, pandangan tidak jelas)
Tingkat Perdarahan (L 02017) 2. Monitor keadaan uterus dan abdomen (misal: TFU di atas
umbilikus, teraba lembek, dan terdapat benjolan)
1. Membran mukosa lembab
3. Monitor kesadaran dan tanda-tanda vital
2. Kemampuan kognitif masih normal
4. Monitor kehilangan darah
3. Tidak ada perdarahan pervaginam
4. Kadar hemoglobin normal (13,5-17,5 g/dL) 5. Monitor kadar Hemoglobin
5. Kadar hematokrit normal (41,0-53,0 %) 6. Posisikan supinasi Trendelenburg
6. Tekanan darah normal (Sistolik 120-140 dan 7. Pasang oksimetri nadi
diastolic 80-90 mmHg) 8. Berikan oksigen vial kanul nasal 3 lpm
7. Nadi normal (8-100 x/menit)
9. Pasang IV line dengan selang set transfusi
8. Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,50C)
10. Pasang kateter untuk mengosongkan kandung kemih
Tingkat Syok (L 03032) 11. Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap
1. Saturasi oksigen normal (>95%) 12. Kolaborasi pemberian antikoagulan
2. Akral hangat
3. Tidak tampak pucat
4. Kesadaran compos mentis
Pencegahan Perdarahan (I 02067)
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan
2. Monitor nilai Hematokrit, Hemoglobin sebelum dan
setelah kehilangan darah
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor koagulasi (misal: PT, PTT, fibrinogen, degradasi
fibrin dan atau platelet)
5. Pertahankan bed rest selama perdarahan
6. Batasi tindakan invasif jika perlu
7. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
8. Anjurkan meningkatkan asupan cairan, makanan, dan
vitamin K
9. Kolaborasi pembeian obat pengontrol perdarahan
11. Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
No SDKI SLKI SIKI

2. Resiko Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x Pencegahan Infeksi (I 14539)


Infeksi 24 jam,diharapkan pasien tidak mengalami tanda- 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
tanda infeksi, dengan krteria hasil : 2. Berikan perawatan pada area perdarahan
Tingkat Infeksi (L14137) 3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi
1. Tidak ada demam (suhu tubuh 36-37,5 C)
0 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Tidak ada kemerahan area perineum
3. Tidak ada nyeri area perineum
Perawatan Perineum (I 07226)
4. Tidak ada pembengkan area perineum
1. Inspeksi adanya robekan perineum (pada ibu post
5. Tidak ada pengeluaran cairan yang berbau dari
partum normal)
perineum
2. Fasilitasi dalam membersihkan perineum
3. Pertahankan kondisi perineum tetap kering
Kontrol Risiko (L 14126) 4. Berikan posisi nyaman
1. Pasien dan keluarga mampu memonitor faktor 5. Bersihkan area perineum secara teratur
resiko 6. Berikan pembalut yang menyerap cairan
2. Pasien dan keluarga mampu menggunakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan 7. Ajarkan pasien dan keluarga mengobservasi tanda
kebutuhan abnormal pada perineum (missal: infeksi,
3. Pasien dan keluarga mampu mengenali kemerahan, pengeluaran cairan yang abnormal)
perubahan dalam 8. Kolaborasi pemberian antiinflamasi dan nalgetic jika
5. status kesehatan perlu
No SDKI SLKI SIKI

3. Ansietas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x Reduksi Ansietas (I 09314)
24 jam diharapkan kecemasan klien berkurang 1. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
dengan kriteria hasil :
Tingkat Ansietas (L 09093) 2. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (missal: kondisi,
waktu, stressor)
1. Tidak menyatakan bingung 3. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
2. Tidak ada prilaku gelisah 4. Ciptakan suasana terapeutik untuk
3. Tidak ada ketegangan menumbuhkan kepercayaan
4. Frekuensi nafas normal (18-24 kali/menit) 5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan jika
memungkinkan
5. Frekuensi nadi normal (80-100 x/menit)
6. Pahami situasi yang membuat ansietas
6. Tekanan darah normal (Sistolik 120-140 dan
distolik 80-90 mmHg) 7. Dengarkan dengan penih perhatian
7. Tidak ada kesulitan tidur 8. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
8. Oientasi pasien baik 9. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
10. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
11. Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
akan dating
12. Kolaborasi pemberian anti ansietas jika perlu
Terapi Relaksasi (I 09326)
1. Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu
kemampuan konitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah,
dan suhu sebelum dan sesudah relaksasi
5. Monitor respon terapi relaksasi
6. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dengan suhu ruangan yang nyaman jika
memungkinkan
7. Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
8. Gunangan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain, jika sesuai.

No SDKI SLKI SIKI


4. Nyeri Akut Setelah diberikan tindakan keperawatan selama Manajemen nyeri ( I 08238)
…..x…. jam diharapkan nyeri pasien dapat
berkurang dengan kriteria hasil : Tingkat Nyeri (L 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
08066) kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri berkurang 2. Identifikasi skala nyeri
2. Tidak ada ekspresi meringis 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
3. Tidak tempak gelisah 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
4. Tidak ada kesulitan tidur nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
5. Pola nafas teratur
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6. Tekanan darah dalam batas normal (sistolik
120-140 mmHg dan distolik 80-90 mmHg) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Kontrol Nyeri (L 08053) 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
1. Melaporkan nyeri berkurang diberikan
9. Monitor efek samping kegunaan analgetik
2. Kemampuan mengenali onset nyeri
3. Kemampuan menggunakan teknik non Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
farmakologis apabila nyeri timbul rasa nyeri (misa: TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi, kompres hangat atau dingin)
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(missal: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
12. Fasilitasi istirahat dan tidur
13. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
14. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian Analgesik (I 08243)

1. Identifikasi karakteristik nyeri (misal: pencetus, pereda,


kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
(missal:
narkotika, non narkotik atau NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
6. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
7. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai
indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Behera, M.A. (2018). Abnormal (Dysfunctional)

Uterine Bleeding.Retrieved

from:https://emedicine.medscape.com/article/257007-

overview#a1.Diakses pada 2 November 2019.

Bulechek, G.M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M. M., & Wagner, C.

(2013).Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Edition.USA:

Mosby an Affiliate of Elsevier.

Estephan, A. (2018). Abnormal (Dysfunctional) Uterine Bleeding in Emergency

Medicine.Retrieved from:

https://emedicine.medscape.com/article/795587overview#showall.Diakses

pada 2 November 2019.

Herdman, T. (2018).NANDA-I Diagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi

2018-2020. Jakarta : EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L, & Swanson, E. (2012).Nursing

Outcomes Classification (NOC), 5th Edition Measurement of Health

Outcomes. USA: Mosby an Affiliate of Elsevier.

Silberstein, Taaly.(2003). Complications of Menstruation; Abnormal Uterine

Bleeding.Diagnosis and Treatment, 9th Edition. Los Angeles:Lange Medical

Books/McGraw-Hill; pp 623-630.

Anda mungkin juga menyukai