Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan perdarahan uterus abnormal merupakan suatu penyakit, dimana salah


satunya adalah Abnormal Uterine Bleeding. Abnormal Uterine Bleeding merupakan
suatu perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organik,
dimana terjadi perdarahan abnormal di dalam atau diluar siklus haid oleh karena
gangguan mekanisme kerja poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium.
Pendarahan abnormal dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan
menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan
masa akhir fungsi ovarium. Klasifikasi jenis endometrium yaitu jenis sekresi atau
nonsekresi sangat penting dalam hal menentukan apakah perdarahan yang terjadi di
jenis ovulatoar atau anovulatoar1.
Adapun gambaran terjadinya perdarahan uterus abnormal antara lain
perdarahan sering terjadi setiap waktu dalam siklus haid. Perdarahan dapat bersifat
sedikit-sedikit, terus-menerus atau banyak dan berulang-ulang dan biasanya tidak
teratur. Penyebab perdarahan uterus abnormal sulit diketahui dengan pasti tapi
biasanya dijumpai pada sindrom polikistik ovarii, obesitas, imaturitas dari poros
hipotalamik-hipofisis-ovarium, misalnya pada masa menarche, serta ganguan stres
bisa mengakibatkan manifestasi penyakit ini2.
Diagnosis perdarahan uterus abnormal memerlukan suatu anamnesis yang
cermat. Karena dari anamnesis yang teliti tentang bagaimana mulainya perdarahan,
apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea amenorea, sifat
perdarahan, lama perdarahan, dan sehagainya. Selain itu perlu juga latar belakang
keluarga serta latar belakang emosionalnya. Pada pemeriksaan umum perlu
diperhatikan tanda-tanda yang menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit
metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain. Pada pemeriksaan

ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik yang


menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Pada
seorang perempuan yang belum menikah biasanya tidak dilakukan kuretase tapi
wanita yang sudah menikah sebaiknya dilakukan kuretase untuk terapi dan
menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan histopatologi biasanya didapatkan
endometrium yang hiperplasia2.
Penanganan atau penatalaksanaan perdarahan uterus abnormal sangat
komplek, jadi sebelum memulai terapi harus disingkirkan kemungkinan kelainan
organik. Adapun tujuan penatalaksaan perdarahan uterus abnormal adalah
menghentikan perdarahan serta memperbaiki keadaan umum penderita. Terapi yang
dapat diberikan antara lain kuretase pada panderita yang sudah menikah. Tetapi pada
penderita yang belum menikah biasanya diberikan terapi hormonal yaitu dengan
pemberian estrogen, progesteron, maupun pil kombinasi. Adapun tujuan pemberian
hormonal progesteron adalah untuk memberikan keseimbangan pengaruh pemberian
estrogen. Dan pemberian pil kombinasi bertujuan merubah endometrium menjad
reaksi pseudodesidual2.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan uterus abnormal meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah
maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus
haid yang memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti
dengan perdarahan haid banyak atau Heavy Menstrual Bleeding (HMB) sedangkan
perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati, gangguan
hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan kelainan yang
sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).
Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan
menstruasi abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain seperti kehamilan,
penyakit sistemik, atau kanker. Diagnosis dan manajemen dari perdarahan uterus
abnormal saat ini menjadi sesuatu yang sulit dalam bidang ginekologi. Pasien
mungkin tidak bisa melokalisir sumber perdarahan berasal dari vagina, uretra, atau
rektum. Pada wanita menyusui, komplikasi kehamilan harus selalu dipikirkan, dan
perlu diingat adanya dua keadaan sangat mungkin tejadi secara bersamaan (misal
mioma uteri dan kanker leher rahim)3.
Pola dari pendarahan uterus abnormal terdapat penggolongan standar dari perdarahan
abnormal yang dibedakan menjadi 7 pola, yaitu:
1. Menoragia (hipermenorea)

perdarahan menstruasi yang banyak dan memanjang. Adanya bekuan-bekuan


darah tidak selalu abnormal, tetapi dapat menandakan adanya perdarahan yang
banyak. Perdarahan yang 'gushing' dan open-faucet selalu menandakan sesuatu
yang tidak lazim. Mioma submukosa, komplikasi kehamilan, hyperplasia

endometrium, tumor ganas, dan perdarahan disfungsional adalah penyebab


tersering dari menoragia.
2. Hipomenorea (kriptomenorea)

perdarahan menstruasi yang sedikit, dan terkadang hanya berupa bercak darah.
Obstruksi seperti pada stenosis himen atau serviks mungkin sebagai penyebab.
Sinekia uterus (Asherman's syndrome) dapat menjadi penyebab dan diagnosis
ditegakkan dengan histerogram dan hisleroskopi. Pasien yang menjalani
kontrasepsi oral terkadang mengeluh seperti ini, dan dapat dipastikan ini tidak
apa-apa.
3. Metroragia (pendarahan intermenstrual)

perdarahan yang teradi pada waktu-waktu diantara periode menstruasi.


Perdarahan ovulatoar terjadi di tengah-tengah siklus ditandai dengan bercak
darah dan dapat dilacak dengan memantau suhu tubuh basal. Polip endometrium,
karsinoma endometrium, dan karsinoma serviks adalah penyebab yang patologis.
Pada beberapa tahun administrasi estrogen eksogen menjadi penyebab umum
pada perdarahan tipe ini.
4. Polimenorea

periode menstruasi yang terjadi terlalu sering. Hal ini biasanya berhubungan
dengan anovulasi dan pemendekan fase luteal pada siklus menstruasi.
5. Menometroragia

perdarahan yang terjadi pada interval yang iregular. Jumlah dan durasi
perdarahan juga bervariasi.

Kondisi apapun yang menyebabkan perdarahan

intermenstruasi dapat menyebabkan menometroragia. Onset yang tiba-tiba dari


episode perdarahan dapat mengindikasikan adanya keganasan komplikasi dari
kehamilan.

6. Oligomenorea

periode menstruasi yang terjadi lebih dari 35 hari. Amenorea didiagnosis bila
tidak ada menstruasi selama lebih dari 6 bulan. Volume perdarahan biasanya
berkurang dan biasanya berhubungan dengan anovulasi, baik itu dari faktor
endokrin (kehamilan, pituitary-hipotalamus) ataupun faktor sistemik (penurunan
berat badan yang terlalu banyak). Tumor yang mengekskresikan estrogen
menyebabkan oligomenorea terlebih dahulu, sebelum menjadi pola yang lain.
7. Pendarahan kontak (pendarahan post-koitus)

harus dianggap sebagai tanda dari kanker leher rahim sebelum dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut. Penyebab lain dari perdarahan kontak yang lebih sering
yaitu polip serviks, infeksi serviks atau vagina (Tichomonas)

atau atropik

vaginitis. Hapusan sitologi negatif tidak menyingkirkan diagnosis kanker serviks


invasi, kolposkopi dan biopsi sangat dianjurkan untuk dilakukan3.
Pendarahan bukan haid yang dimaksud disini adalah perdarahan yang terjadi dalam

masa antara 2 haid. Perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid,
atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia, yang
kedua menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh
kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional1.
2.2 Epidemiologi
Perdarahan uterus disfungsional sering terjadi pada usia reproduktif. Prevalensi tinggi
pada adolesen dan premenopause. Prevalensi perdarahan uterus disfungsional 5 %
dari seluruh wanita menstruasi dilaporkan Wren tahun 1998. Dari semua kasus
ginekologi 15 20 % dengan perdarahan uterus disfungsional , 11 % berusia < 20
tahun, 50 % antara 20 40 tahun dan 39 % diatas 40 tahun1.
Penelitian WHO tahun 1998, mendapatkan wanita dengan keluhan menoragia
1.011 dari 5.322 ( 19 % ) berdasarkan survey yang dilakukan di 14 negara yang
berbeda.

2.3 Patofisiologi
Pada menstruasi normal terjadi pelepasan, pembentukan dan perbaikan lapisan
fungsional endometrium. Destruksi dan regenerasi endometrium dikendalikan oleh
faktor lokal yang tergantung pada estrogen dan progesteron. Prostaglandin dan
endotelin adalah substansi vasoaktif yang mengatur kehilangan darah menstruasi.
Konsentrasi endotelin jaringan bekerja sama dengan relaxing factor, seperti
nitricoxide, meningkatkan dan memperpanjang kehilangan darah menstruasi6.

Gambar 1. Siklus Menstruasi Manusia


Endometrium normal kaya akan fosfolipase yang dibutuhkan pada konversi
asam lemak prekursor asam arachidonat. Pada fase luteal akhir cyclooxygenase
berperan pada konversi asam arachidonat menjadi endoperoksidase, yang dibawah
sintetase spesifik berubah menjadi prostaglandin F2 (vasokontriktor dan aggregator

trombosit lemah), prostaglandin E2 (vasodilator dan antiagregasi platelet),


prostaglandin D2 (aglutinasi inhibitor, prostaglandin I2 (vasodilator dan antiagregasi
platelet) dan tromboxan A2 (vasokontriktor dan platelet aggregator). Pada menstruasi
normal, rasio prostaglandin F2 : prostaglandin E2 dalam cairan menstuasi 2 : 14,6,7.
Ecosanoid yang diproduksi leukosit melalui kerja lipooxygenase pada asam
arachidonat. Jumlah perdarahan menstruasi sesuai dengan derajat infiltrasi leukosit.
(27).

Progesteron

withdrawal

bleeding

perdarahan

sinambung

progesteron

menyebabkan hancurnya lysosom dan pelepasan fosfolipase A2. Ditandai dengan


meningkatnya plasminogen aktivator dan aktivitas fibrinolitik dalam darah
menstruasi pada perdarahan uterus disfungsional5.
Perdarahan uterus abnormal primer terjadi karena gangguan metabolisme
ecosanoid dalam sistem fibrinolitik dan enzim lisosomal endometrium3,6. Pada
perdarahan uterus abnormal dengan siklus ovulatorik, produksi prostaglandin yang
disekresi endometrium dengan perbandingan terbesar dari prostaglandin F 2 /
prostaglandin E2 / prostaglandin D2 menjadi prostaglandin E2 / prostaglandin D2 /
prostaglandin F2. Terjadi peningkatan sintesa prostaglandin I2 miometrium yang
menmyebabkan dilatasi arteri radialis dan meningkatnya perdarahan6,8,9.
Pada perdarahan abnormal anovulatorik, kurangnya progesteron menyebabkan
berkurangnya rasio
relatif

prostaglandin F2 : prostaglandin E2 dan terjadi peningkatan

prostaglandin E2, yang merupakan vasodilator dan anti agregasi platelet,

menyebabkan bertambahnya perdarahan6,9.


Etiologi perdarahan uterus abnormal yang paling sering adalah perdarahan
karena sinambung estrogen / estrogen withdrawal bleeding atau perdarahan lucut
estrogen / estrogen break through bleeding pada pasien dengan siklus anovulatorik6.
Pada kasus progesteron negatif menyebabkan inhibisi sintesa DNA dan
mitosis, respon proliferatif estrogen menyebabkan pertumbuhan endometrium dengan
integritas matrik stroma yang lemah sehingga terjadi pelepasan spontan. Pada
keadaan normal terjadi mekanisme kontrol yang membatasi menstruasi, perdarahan
dapat berkepanjangan dan eksesif pada keadaan tanpa progesteron6,8.

2.4 Etiologi
AUB dapat terjadi pada siklus haid yang ovulatorik, anovulatorik, maupun dalam
keadaan folikel persisten.1,5
a. Pendarahan pada siklus ovulatorik
Perdarahan yang terjadi berbeda dengan perdarahan pada suatu haid yang
normal, dibedakan menjadi 3 yaitu:
Perdarahan pada pertengahan siklus; perdarahan yang terjadi
biasanya sedikit, singkat, dan dijumpai pada pertengahan siklus.
Penyebabnya adalah kadar estrogen (E2) yang rendah.
Perdarahan akibat gangguan pelepasan endometrium; perdarahan
yang terjadi biasanya banyak dan memanjang. Penyebabnya adalah
korpus luteum persisten dan kadar estrogen yang rendah dengan
diikuti oleh pembentukan progesteron yang terus-menerus.
Perdarahan bercak (spoting) prahaid dan pasca haid; pada masa
prahaid disebabkan oleh insufisiensi korpus luteum sedangkan pada
masa pasca haid disebabkan oleh defisiensi estrogen sehingga
regenerasi endometrium terganggu.(5)
b. Pendarahan pada siklus anovulatorik
Perdarahan jenis ini sering dijumpai pada awal reproduksi dan masa
perimenopause. Periode anovulasi biasanya terjadi pada 2 atau 3 tahun
setelah menars atau selama beberapa tahun menjelang menopause. Wanita
yang memakai kontrasepsi oral dan mereka yang menggunakan terapi
estrogen pengganti juga dapat memiliki siklus anovulasi ini. Selain itu
stres dan penyakit lainnya juga dapat menjadi pencetus. Dasar terjadinya
perdarahan pada siklus ini adalah tidak adanya ovulasi karena korpus
luteum tidak terbentuk sehingga siklus ini disebabkan oleh keadaan
defisiensi progesteron dan kelebihan estrogen. Perdarahan yang terjadi
dapat normal, sedikit, atau banyak dengan siklus yang teratur atau tidak

teratur. Penyebabnya diduga adalah gangguan regulasi sentral akibat


faktor psikis.(5)
c. Pendarahan pada keadaan folikel persisten
Sering dijumpai pada masa perimenopause. Endometrium secara menetap
dipengaruhi oleh estrogen, sehingga terjadi hiperplasia endometrium baik
jenis adenomatosa ataupun atipik. Keganasan endometrium sering berawal
pada keadaan ini. Oleh karena itu perdarahan ini memerlukan penanganan
ynag serius dan seksama. Setelah folikel tidak mampu lagi membentuk
estrogen maka akan terjadi perdarahan lucut estrogen. Secara klinis
didapatkan mula-mula haid biasa kemudian terjadi perdarahan bercak
yang selanjutnya diikuti perdarahan yang makin banyak terus menerus dan
disertai gumpalan.(5)
2.5 Gambaran Klinik
Perdarahan uterus disfungsional dievaluasi berdasarkan kelompok umur dan
gambaran perdarahan / menogram.
Kelompok Umur:
1.

Perimenar :
Penyakit organik dan keganasan sangat jarang dan perdarahan abnormal
sebagian besar karena disfungsional. Perdarahan uterus disfungsional pada
perimenar karena imaturitas hipotalamus dan umpan balik positif yang tidak
adekuat dan sering disertai menstruasi irregular karena kegagalan ovulasi atau
ovulasi terhambat, 40-50% kasus terselesaikan setelah 2 tahun. Prognosis
lebih baik dibandingkan dengan perdarahan uterus disfungsional yang terjadi
pada periode menstruasi normal dibandingkan

dengan perdarahan uterus

disfungsional pada menar. Gangguan perdarahan harus disingkirkan dan


sebagian besar kasus ditangani dengan medikamentosa.
2. Dewasa
Sebagian besar perdarahan uterus disfungsional pada wanita usia reproduktif
dengan siklus ovulasi dan masalah dapat diatasi dengan spontan.

10

3. Perimenopause:
Perdarahan sebagian besar disfungsional. Singkirkan kelainan organik seperti
fibromioma, karsinoma endometrium sebelum diagnosa perdarahan uterus
disfungsional ditegakkan. Perdarahan diluar siklus dan lebih dari 50 % kasus
disertai hiperplasia endometrium2,3.
Gambaran perdarahan / menogram
1. Perdarahan siklik berulang
Menoragia mungkin berhubungan dengan mioma atau penyakit radang
panggul mungkin juga perdarahan disfungsi ovulasi prognosis favorable.
2. Perdarahan irregular / diluar siklus
Mungkin disertai kelainan organik traktus genitalia bisa suatu perdarahan
anovulasi.
Prognosis kurang baik, pada perimenopause harus diambil sampling
endometrium.
3. Perdarahan diantara siklus mentruasi
Polip serviks dan endometrium, mioma sub mukus dan karsinoma serviks,
dapat menyebabkan perdarahan banyak.
Perdarahan pertengahan siklus, regular terjadi pada perdarahan uterus
disfungsional ovulasi kerena turunnya sekresi estrogen3,6.
2.6 Diagnosis
Diagnosa perdarahan uterus abnormal adalah diagnosa eksklusi. Kesulitan utama
diagnosis adalah memutuskan pemeriksaan apa yang dibutuhkan untuk
menyingkirkan kelainan organik di uterus3,4.
Anamnesa
Umur, paritas, fertilitas, jumlah, durasi dan gambaran perdarahan. Gejala
menstruasi yang menyertai, gejala berkaitan dengan penyakit organik dan
endokrin.
Kontrasepsi, hamil, stres emosional, gangguan psikiatri, latar belakang sosial dan
personal5,10.
Pemeriksaan
Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi umum pasien dan pemeriksaan
abdominal dan pelvis. Tujuan pemeriksaan untuk mengetahui kelainan yang

11

menyebabkan perdarahan uterus disfungsional, eksklusi penyakit intra uterin dan


kelainan yang berhubungan dengan perdarahan.
1. Hematologi : darah lengkap, blood smear, profil koagulasi seperti bleeding
time, cloting time, trombosit count, protrombin time, APTT (activated partial
thromboplastin time).
2. Transvaginal sonografi untuk menyingkirkan massa pelvis dan komplikasinya.
Endometrium bersifat dinamis, respon cepat terhadap stimulasi ovarium
sesuai dengan stimulasi hormonal endogen dan eksogen. Respon itu tampak
dari ketebalan, echogenitas, tekstur endometrium. Transvaginal sonografi
tidak bisa membedakan kelainan intracavitas
3. Saline infusion sonography, infus salin dalam cavum uteri, jarak cavum uteri
diukur dan untuk melihat lesi cavum uteri, sangat nyeri pada pasien syok.
4. Dilatasi dan kuretasi, umum dikerjakan dan menggantikan pemeriksaan
histeroskopi. Dilatasi dan kuretasi, pengambilan sampel untuk pemeriksaan
histologi, untuk mengetahui kelainan organik intrauterin seperti hiperplasia
endometrium, carcinoma endometrium, tuberkulosis. Dilatasi dan kuretasi
merupakan prosedur diagnostik tetapi tidak banyak membantu pada
perdarahan banyak dan tidak mengurangi perdarahan pada siklus berikutnya.
5. Histeroskopi, untuk mengevaluasi area yang mengalami kelainan. Untuk
rencana terapi dan mengurangi pembedahan yang tidak diperlukan.
Sensitivitasnya 98 % sehingga menggantikan dilatasi dan kuretasi.
6. Pap smear, FSH dan LH, T3/T4, dan TSH1,8,10
2.7 Penanganan
Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan abnormal sangat banyak, dalam
hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah. Setelah pemeriksaan
ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus
inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon
steroid8. Dapat diberikan:
1. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan
perdarahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuskulus dipropionas

12

estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1,5 mg, atau valeras estradiol 20 mg.
Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan. perdarahan
timbul lagi.
2. Progesteron pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan
fungsional bersifat anovulator, sehingga pemberian progesteron mengimbangi
pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksiprogesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat diberikan per os sehari
norethidrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang
dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas7,10.
Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia
endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya
virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosteron 50 mg intramuskulus yang dapat
diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron per os kurang cepat efeknya7,8.
Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi
dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun diagnosis. Dengan
terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit
metabolic, penyakit endokrin, penyakit darah dan lain-lain yang menjadi sebab
perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani4,6. Apabila setelah dilakukan
kerokan perdarahan abnormal timbul lagi,

dapat diusahakan terapi hormonal.

Pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar perdarahan


abnormal disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesteron saja berguna
apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal
tersebu diatas, pemberian estrogen dan progesterone dalam kombinasi dapat
dianjurkan: untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat
dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan terus untuk 2 hari. Dapat pula diberikan
progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke-21 siklus haid10.
Androgen dapat berguna pula dalam terapi terhadap perdarahan abnormal yang
berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat

13

diberikan metiltestosteron 5 mg sehari; dalil dalam terapi androgen ialah pemberian


dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin8.
Terapi dengan klomifen yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada
perdarahan anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih
tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab5,6.
Sebagai tindakan yang terakhir pada wanita dengan perdarahan abnormal terusmenerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali dan yang sudah
mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.

14

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama

: KDM

Umur

: 39 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Hindu

Alamat

: BR. Tegteg Antiga Karangasem

Pendidikan

: Tamat SMA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Menikah


Tanggal MRS

: 2 September 2014

3.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama: Nyeri pada simpisis, keluar darah pervaginam sejak 18 Agustus
2014 (5X ganti pembalut dalam sehari). HTA : 18-8-2014
Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dari Poliklinik Kebidanan dengan keluhan nyeri pada simpisis dan
keluar darah pervaginam sejak 18 agustus 2014 (5x ganti pembalut dalam sehari)
Riwayat trauma dan panas badan disangkal oleh pasien. Keluhan sakit kepala dan
mual muntah dikatakan tidak ada. BAK dan BAB juga dikatakan normal.
Riwayat Menstruasi:

Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 6-7 hari
dengan volume berkisar antara 40-60 cc tiap kali menstruasi

Keluhan saat haid dikatakan tidak ada


Riwayat Perkawinan:
Pasien menikah satu kali saat berusia 30 tahun dengan suami pertama dan usia
pernikahannya sudah memasuki usia 8 tahun

15

Riwayat Kehamilan:
Pasien memiliki seorang anak perempuan berumur 8 tahun, dengan berat badan lahir
3600gr, dan lahir dengan persalinan normal.
Riwayat Penggunaan KB:
Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat menderita hipertensi dikatakan sejak kehamilan anak pertama sedangkan
riwayat asma, penyakit jantung, dan diabetes melitus disangkal pasien. Riwayat
alergi obat disangkal oleh pasien dan pasien mengatakan alergi papaya dengan reaksi
alergi gatal-gatal di wajah.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit hipertensi ada pada ayah pasien dan asma, penyakit jantung, dan
diabetes melitus dalam keluarga disangkal pasien.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan umum : Baik

Kesadaran

: E4V5M6(CM)

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Nadi

: 84 kali/menit

Respirasi

Suhu aksila

: 36,5 C

: 18 kali/menit

2. Status General
Kepala

: Mata : anemia -/-, ikterus -/-, isokor

Mamae

: Simetris, pengeluaran: tidak ada, kebersihan: cukup

Jantung

: S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Pulmo

: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: ~ status ginekologi

Ekstremitas

: Simetris dan tidak ada edema pada keempat ekstremitas

3. Status Ginekologi
Inspeksi

: tidak didapatkan tanda kelebihan androgen.

16

Abdomen : tinggi fundus uteri tidak teraba, distensi (-), Bising usus (+)
Normal, nyeri tekan (-), tidak teraba massa.
Inspekulo: fluksus (+), fluor (-), nyeri tekan (+), stolsel (+), perdarahan
aktif (-), luka (-), erosi dan peradangan (-), polip (-).
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: - Darah Lengkap : WBC

: 8.53 x 103/L (4.60-10.2 x 103/L)

HGB : 13.2 g/dL

(11.5-18.0 g/dL)

HCT : 40.8%

(37,0-54,0 %)

PLT

:340 x 103/L

(150-400 x 103/L)

3.5 DIAGNOSIS
Abnormal Uterus Bleeding
3.6 PENATALAKSANAAN
IVFD
Rencana D & C
3.7 PERJALANAN PENGOBATAN
Tanggal 2 September 2014
S : Badan lemah, nyeri simpisis (+), keluar darah (+)
O:-

St. Present
TD : 100/80 mmHg, N : 80x/mnt, R : 20x/mnt, Tax : 37oC

St. General
Mata
: anemi -/-, ikterus -/Thorax : cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
Po: ves +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen ~ St. Ginekologi
Ext
: hangat (+) 4 ekstremitas

St. Ginekologi
Abdomen : fut ttb, nyeri tekan (-), distensi (-), BU(+) N
Vagina : pendarahan aktif (+)

17

A : AUB
P:
- Tx : Curretase
Amoxicilin
Asam Mefenamat
Ergometrin
Mx : Observasi keluhan, Vital sign, Tanda-tanda pendarahan
KIE : pasien dan keluarga tentang tindakan kuretase yang akan dilakukan
Tanggal 3 September 2014
S : Badan lemah, nyeri simpisis (+) sudah berkurang, keluar darah (-)
O:-

St. Present
TD : 110/78 mmHg, N : 80x/mnt, R : 20x/mnt, Tax : 37oC

St. General
Mata
: anemi -/-, ikterus -/Thorax : cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
Po: ves +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen ~ St. Ginekologi
Ext
: hangat (+) 4 ekstremitas
St. Ginekologi
Abdomen : fut ttb, nyeri tekan (-), distensi (-), BU(+) N
Vagina : pendarahan aktif (-)

A : AUB Post Curretase Hari Ke 0


P:
- Tx : Amoxicilin
Asam Mefenamat
Metil Ergometri
Sulfas Ferrosus
Mx : Observasi keluhan, Vital sign, Tanda pendarahan
KIE : pasien dan keluarga
Tanggal 4 September 2014
S : nyeri simpisis (-), keluar darah (-)
O:-

St. Present

18

TD : 120/80 mmHg, N : 80x/mnt, R : 20x/mnt, Tax : 37oC


-

St. General
Mata
: anemi -/-, ikterus -/Thorax : cor: S1 S2 tunggal regular, murmur (-)
Po: ves +/+, Rh -/-, Wh -/Abdomen ~ St. Ginekologi
Ext
: hangat (+) 4 ekstremitas
St. Ginekologi
Abdomen : fut ttb, nyeri tekan (-), distensi (-), BU(+) N
Vagina : pendarahan aktif (-)

A : AUB Post Curretase Hari Ke 1


P:
- Tx : Amoxicilin
Asam Mefenamat
Metil Ergometri
Sulfas Ferrosus
BPL
Mx : Vital sign
KIE : pasien dan keluarga unruk kontrol kembali ke poli kebidanan tanggal 11
September 2014

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini akan dibahas beberapa masalah terkait diagnosis, etiologi, dan
penatalaksanaan dari Abnormal Uterine Bleeding.
4.1 MASALAH DIAGNOSIS

19

Diagnosis AUB dapat diarahkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan keluar darah
sejak 18 Agustus 2014 sampai sekarang (2 September 2014). HPHT pasien tanggal
18/08/2014. Pasien mengatakan dalam sehari bisa sampai 5 kali dalam sehari. Keluar
darah di mulai saat siklus haid terjadi, pasien mengatakan jika biasanya siklus haid
berlangsung 6-7 hari. Pasien mengatakan saat ini keluhan keluar darah sudah
berlangsung 16 hari secara terus menerus dan volumenya banyak.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya anemia, tanda-tanda vital dalam batas
normal, tidak ada tanda kelebihan androgen.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien kemudian
didiagnosis dengan abnormal uterine bleeding.
4.2 MASALAH ETIOLOGI
Abnormal Uterine Bledding (AUB) merupakan pendarahan abnormal dari uterus yang
terjadi di dalam atau diluar siklus haid karena gangguan mekanisme kerja poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium

tanpa

dijumpai

kelainan

organik,

sistemik, dan pengaruh obat-obatan.


Pada pasien ini, didapatkan pendarahan abnormal selama 16 hari dengan durasi terus
menerus dan volume yang banyak tanpa adanya kelainan organic dan kelainan
sistemik.

4.3 MASALAH PENATALAKSANAAN


Penatalaksanaan pada pasien ini adalah segera dilakukan dilatasi dan kuretase.
Dilatasi dan Kuretase dilakukan pada tanggal 3 September 2014. Tindakan ini
dilakukan berdasarkan atas indikasi pasien yang mengalami Abnormal Uterine
Bleeding (AUB). Pasien dipulangkan dengan keadaan umum baik, vital sign normal,

20

tidak ada tanda perdarahan. Diberikan KIE pada pasien untuk melakukan control 7
hari kemudian dan apabila ada perdarahan berulang segera berobat ke rumah sakit.

BAB V
RINGKASAN
Pasien KDM, 39 tahun, datang dengan keluhan keluar darah sejak 18 Agustus 2014
sampai sekarang (2 September 2014). HPHT pasien tanggal 18/08/2014. Pasien

21

mengatakan dalam sehari bisa sampai 5 kali dalam sehari. Keluar darah di mulai saat
siklus haid terjadi dan sudah berlangsung 16 hari secara terus menerus dan
volumenya banyak. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya anemia, tandatanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda kelebihan androgen. Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien kemudian didiagnosis
dengan abnormal uterine bleeding.
Abnormal Uterine Bledding (AUB) merupakan pendarahan abnormal dari
uterus yang terjadi di dalam atau diluar siklus haid karena gangguan mekanisme kerja
poros hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa dijumpai kelainan organik,
sistemik, dan pengaruh obat-obatan. Pada pasien ini, didapatkan pendarahan
abnormal selama 16 hari dengan durasi terus menerus dan volume yang banyak tanpa
adanya kelainan organic dan kelainan sistemik.
Penangan untuk kasus-kasus AUB adalah Dilatasi dan Kuretase untuk terapi
dan menegakkan diagnosis. Dari follow up,

keadaan pasien semakin membaik,

sehingga pasien dipulangkan pada hari pertama post kuret. Saat pasien pulang
diberikan KIE untuk kontrol ke poliklinik 7 hari kemudian atau jika terdapat keluhan
lain

DAFTAR PUSTAKA
1. Simanjuntak Pandapotan. Gangguan Haid dan Siklusnya. Dalam : Wiknjosastro
GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Edisi 5. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2005 ; pp. 223-228

22

2. Karkata Kornia Made, et al, Pendarahan Uterus Disfungsional, dalam : Pedoman


Diagnosis- Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien, 2003 : pp 68-71
3. Silberstein Taaly, Complications of Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding.
Dalam : DeCherney Alan H; Nathan Lauren, Current Obstetric & Gynecologic
Diagnosis

and

Treatment,

9th

Edition,

Los

Angeles:Lenge

Medical

Books/McGraw-Hill;2003: pp 623-630
4. Bulun E Serdar, et al, The Physiology and Pathology of the Female Reproductive
Axis, dalam William Textbook of Endocrinology, 10th Edition, Elsevier 2003 : pp
587-599
5. Chou Betty, Vlahos Nikos, Abnormal Uterine Bleeding, dalam : The John
Hopkins Manual of Gynecology and Obtetrivs, 2nd Edition, 2002 : p.42
6. Desai P. dan Bhatt JK., Dysfunctional Uterine Bleeding in Clinical and Advance
Endocrinology in Reproductive Endocrinology, 2nd ed., 331-342, Jaypee Brothers
Medical Publishers (P) Ltd, New Delhi , 2001
7. Tod C.A. dkk., Dysfunctional Uterine Bleeding, e Medicine, Last Update : July
21, 2003.
8. Alicia M.W., Gynecology : Abnormal Vaginal Bleeding, Menstrual Problems and
Secondary Amenorhea, University of Iowa Family Practice Handbook, Fourth
Ed., Chapter 13, Departement of Family Medicine, Univ. Iowa College of
Medicine and Hospitals and Clinics, 2002
9. Barbara W. dkk., V.T.S. Swaansea Bay, SA 28QA, www. Primarycarewales.org.uk/vt/schemes/swensea, July 2004
10. Bongers M. dkk., Current Treatment of Dysfunctional Uterine Bleeding ,
Maturitas, Mar 15 ; 47 (3) 159-74, 2004

Anda mungkin juga menyukai