Anda di halaman 1dari 29

Abnormal uterine bleeding

& Dysfunctional uterine bleeding


Oleh:
Asri Cahyaningrum

Pembimbing:
dr. Hj. Erva Dharmawanti, Sp.OG 

Laboratorium Ilmu Obstetri dan Ginekologi


RSUD Blambangan Banyuwangi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang
2017
 Durasi fase folikuler sangat bervariasi, mulai 10,3
hingga 16,3 hari,
 sedangkan fase luteal tetap cukup konstan pada rata-
rata 14,13 hari (± 1,41 hari).3
Abnormal  The Society of Obstetricians and Gynaecologist of Canada
uterine mendefinisikan PUA sebagai setiap variasi dari siklus menstruasi
yang normal, dan termasuk perubahan keteraturan dan frekuensi
bleeding menstruasi, dalam durasi aliran, atau dalam jumlah kehilangan
daraH.5
 The American College of Obstetricians and Gynecologists
dysfunctional mendefinisikan PUA sebagai perdarahan dari korpus uterus yang
tidak normal pada keteraturannya, volume, frekuensi atau durasi
uterine dan terjadi pada kondisi tidak adanya kehamilan
bleeding
PUA

A. Akut B. Kronik C. Perdarahan tengah


(Intermenstrual
bleeding)

 Perdarahan uterus abnormal akut adalah perdarahan haid yang banyak


sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat untuk mencegah
kehilangan darah.
 Perdarahan uterus abnormal kronik perdarahan uterus abnormal yang
telah terjadi lebih dari 3 bulan.
 Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan perdarahan haid
yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan dapat
terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus.
 Diperkirakan ada sekitar lebih dari 70% dari seluruh
konsultasi ginekologis berada pada usia
perimenopause dan postmenopause
 Multipara merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
AUB (lotha dan Borah, 2016).
Epidemiologi  Di RSUD Dr.Soetomo Surabaya pada tahun 2007 dan
2008 didapatkan angka kejadian perdarahan uterus
abnormal sebanyak 12,48% dan 8,8% dari seluruh
kunjungan poli kandungan.8
Etiologi PUA
berdasarkan
FIGO
Polip (PUA-P)
 Biasanya polip bersifat asimptomatik, namun pada umumnya
dapat pula menyebabkan PUA
PALM-COEIN  Lesi umumnya jinak, namun sebagian kecil atipik atau ganas
 Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan
atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi
Adenomiosis (PUA-A)
 Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalaman jaringan
endometrium pada hasil histopatologi
 Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan
pemeriksaan MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI,
pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis
 Hasil USG menunjukkan jaringan endometrium heterotopik pada
miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi
miometrium
Leiomioma uteri (PUA-L)
 Mioma uteri umumnya tidak memberikan gejala dan biasanya
bukan penyebab tunggal PUA
 Pertimbangan dalam membuat sistem klasifikasi mioma uteri:
 hubungan mioma uteri dengan endometrium dan serosa
 lokasi, ukuran, serta jumlah mioma uteri
 Klasifikasi
 primer: ada atau tidaknya satu atau lebih mioma uteri
 sekunder: membedakan mioma uteri yang melibatkan endometrium
(mioma uteri submukosum) dengan jenis mioma uteri lainnya
 tersier: klasifikasi untuk mioma uteri submukosum, intramural dan
subserosum
Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
 Meskipun jarang ditemukan, namun hiperplasia atipik dan
keganasan merupakan penyebab penting PUA
 Klasifikasi keganasan dan hiperplasia menggunakan sistem
klasifikasi FIGO dan WHO
Coagulopathy (PUA-C)
 Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostasis
sistemik yang terkait dengan PUA
 Tiga belas persen perempuan dengan perdarahan haid banyak
memiliki kelainan hemostasis sistemik, dan yang paling sering
ditemukan adalah penyakit von Willebrand
 Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna
anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C
Ovulatory dysfunction (PUA-O)
 Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah
yang bervariasi
 Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan
jarang, hingga perdarahan haid banyak
Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik
(SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas, penurunan berat
badan, anoreksia atau olahraga berat yang berlebihan
Endometrial (PUA-E)
 Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan
dengan siklus haid teratur
 Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostasis lokal endometrium
 Terdapat penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi
seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2 serta peningkatan
aktifitas fibrinolisis
 Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengah atau
perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostasis lokal
endometrium
 Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan
lain pada siklus haid yang berovulasi
Iatrogenik (PUA-I)
 Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan
penggunaan estrogen, progestin, atau AKDR
 Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan
estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela
atau breakthrough bleeding (BTB). Perdarahan sela terjadi karena
rendahnya konsentrasi estrogen;
 Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi
 Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
Not yet classified (PUA-N)
 Kategori not yet classified dibuat untuk penyebab lain yang jarang
atau sulit dimasukkan dalam klasifikasi
 Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis
kronik atau malformasi arteri-vena
Kemungkinan penyebab PUA pada individu bisa lebih dari satu
karena itu dibuat sistem penulisan
 Angka 0: tidak ada kelainan pada pasien
Sistem  Angka 1: terdapat kelainan pada pasien

penulisan  Tanda tanya (?): belum dilakukan penilaian

PUA Sistem penulisan pada pasien yang mengalami PUA karena


gangguan ovulasi dan mioma uteri submukosum adalah PUA
P0 A0 L1(SM) M0 – C0 O1 E0 I0 N0.
Sistem
penulisan
PUA
Klasifikasi
mioma uteri
sebagai SM
-Submukosum
0
1
Intrakavum yang bertangkai
< 50% intramural
penyebab 2  50% intramural

PUA O- Other 3 100% intramural; mencapai


endometrium
4 Intramural
5 Subserosum  50%
6 Subserosum <50%
7 Subserosum yang bertangkai
8 Lain-lain
 BATASAN POLA ABNORMALITAS PERDARAHAN
Oligomenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval > 35 hari
dan disebabkan oleh fase folikuler yang memanjang.
Polimenorea Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval < 21 hari
dan disebabkan oleh defek fase luteal.
Menoragia Perdarahan uterus yang terjadi dengan interval normal   
( 21 – 35 hari) namun jumlah darah haid > 80 ml atau   >
7 hari.
Pola Menometroragia Perdarahan uterus yang tidak teratur, interval non-siklik
abnormalitas dan dengan darah yang berlebihan (>80 ml) dan atau
dengan durasi yang panjang ( > 7 hari).
perdarahan Amenorea Tidak terjadi haid selama 6 bulan berturut-turut pada
wanita yang belum masuk usia menopause.
Metroragia atau Perdarahan uterus yang tidak teratur diantara siklus
perdarahan ovulatoir dengan penyebab a.l penyakit servik, AKDR,
antara haid endometritis, polip, mioma submukosa, hiperplasia
endometrium, dan keganasan.
Bercak Bercak perdarahan yang terjadi sesaat sebelum ovulasi
intermenstrual yang umumnya disebabkan oleh penurunan kadar
estrogen.
Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause
pasca menopause yang sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid
selama 12 bulan.
Perdarahan Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah
uterus abnormal yang sangat banyak dan menyebabkan gangguan
akut hemostasisis (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau
uterus disfungsi anovulatoir yang tidak berkaitan dengan kehamilan,
pengobatan, penyebab iatrogenik, patologi traktus
genitalis yang nyata dan atau gangguan kondisi sistemik.
Perdarahan ovulatoar
 Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea).
 Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan
kerokan pada masa mendekati haid.
 Apabila perdarahan telah lama dan siklus sulit dikenali  ditunjang
patofisiologi dg kurva suhu tubuh basal
 Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium
tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya;
 Korpus luteum persistens
 Insufisiensi korpus luteum
 Apopleksia uteri
 Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik, dan
gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulatoar
 Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya
endometrium
 Fluktuasi kadar estrogen berkaitan dengan jumlah folikel yang
pada suatu waktu fungsional aktif.
 Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami
patofisiologi atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru.
 Endometrium dibawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari
endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi
endometrium bersifat hiperplasia kistik
 Perdarahan anovulatoar jug dapat dijumpai pada penderita-
penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin,
penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor
ovarium, dan sebagainya
Anamnesis Pemeriksaan fisik
• Karakteristik perdarahan • mengevaluasi saluran reproduksi
• bagaimana mulainya perdarahan, bawah dan panggul untuk
apakah didahului siklus yang mengkonfirmasi sumber
Penegakan pendek atau oleh
oligomenorea/amenorea,
perdarahan
• mencari penyebab anatomi seperti
diagnosis • sifat perdarahan (banyak atau
sedikit-sedikit, sakit atau tidak),
fibroid atau polip serviks.

• lama perdarahan
• Riwayat coitus
Pemeriksaan
penunjang
 Pemeriksaan USG
USG transvaginal memungkinkan penilaian yang rinci dari kelainan
anatomi uterus dan endometrium. Selain itu, patologi dari miometrium,
serviks, tuba falopii, dan ovarium dapat dinilai
 Saline infusion sonohysterography (SIS)
Dilakukan dengan cara memberikan 5 sampai 15 mL cairan salin ke
dalam rongga uterus selama sonografi transvaginal, SIS memungkinkan
untuk penentuan yang lebih baik dari lokasi dan hubungannya dengan
kavum uteri
Pemeriksaan  MRI
penunjang membantu untuk menentukan lokasi fibroid yang tepat dalam
perencanaan operasi dan sebelum terapi embolisasi untuk fibroid
 Histeroskopi
Histeroskopik untuk perdarahan uterus abnormal adalah pilihan yang
dapat memberikan visualisasi langsung dari patologi kavitas dan
memfasilitasi biopsi secara langsung
 Biopsi endometrium
Dilakukan pada wanita yang berisiko mengalami keganasan.
Estrogen dalam dosis tinggi:
 supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti.
 Dapat diberikan secara intramuskulus:
 dipropionas estradiol 2,5 mg
 benzoas estradiol 1,5 mg
 valeras estradiol 20 mg.

Terapi  Keberatan terapi ini ialah bahwa setelah suntikan dihentikan, perdarahan
timbul lagi.
farmakologis Progesteron:
hormonal  pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional
bersifat anovulatoar
 Dapat diberikan
 kaproas hidroksi-progesteron 125 mg, secara intramuskulus,
 norethindrone 15 mg
 asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi.
 Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas.
 Perdarahan uterus abnormal banyak terjadi pada usia reproduktif. Penyebab PUA
dapat diklasifikasikan menjadi PALM-COEIN (Polip, Adenomiosis, Leiomyoma,
Maligancy and Hyperplasia, Coagulopathy, Ovulatory dysfunction, Endometrial,
Iatrogenik, dan Not yet classified).
 Perdarahan abnormal terjadi saat periode menstruasi tidak teratur, perdarahan
berlangsung lebih lama dan lebih banyak dibandingkan normal, atau saat
terjadinya perubahan pola haid.
Kesimpulan  Abnormal uterine bleeding meliputi dysfunctional uterine bleeding dan perdarahan
akibat kelainan struktural.
 Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan dari uterus yang tidak ada
hubungannya dengan sebab organik.
 Penyebab struktural meliputi fibroid, polip, ca endometrium, dan komplikasi
kehamilan, dapat pula karena metode kontrasepsi.
 Pengobatan harus diarahkan pada diagnosis yang spesifik.

Anda mungkin juga menyukai