PENDAHULUAN
Gangguan ini dapat ada pada semua usia dan lebih sering pada remaja.1
1
2
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 35 tahun
Alamat : Banyuwangi
2.1.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama : Pasien dicabuli oleh kerabat dekatnya
2. Hetero Anamnesa
Pasien datang diantar suaminya membawa surat pengantar agar dilakukan
pemeriksaan kejiwaan terhadap pasien karena diduga menjadi korban
perbuatan cabul
Ketika ditanyakan tentang apa yang terjadi, pasien menjelaskan dengan
suara terbata-bata sambil menangis. Pasien adalah seorang berkebangsaan
Jepang, yang tidak begitu lancar berbicara Bahasa Indonesia, sehingga saat
dilakukan wawancara didapatkan kendala komunikasi. Akhirnya suami
pasien menjelaskan lebih lanjut tentang kejadian tersebut.
Suami pasien mengatakan bahwa saat itu ia bersama keluarga bertamu ke
rumah pelaku pada tanggal 27 Juni 2018. Sebelumnya mereka memang
sering bertandang ke rumah pelaku karena masih ada hubungan saudara.
Awalnya pasien bersama tujuh orang termasuk suaminya berbincang-
3
bincang di ruang tamu luar. Kemudian pasien bersama adik ipar dan anak
bayinya masuk ke ruang tamu dalam. Ketika bayi dari adik ipar menangis,
pasien ditinggal seorang diri di ruang tamu dalam dan dihampiri oleh
pelaku. Kemudian pasien mengatakan bahwa ia disuruh masuk ke dalam
kamar yang ada di ruang tamu dalam, di dalam kamar tersebut pasien diraba
lehernya kemudian dicium pipi dan keningnya. Pelaku kemudian meraba
dada dan kemaluan pasien dan memasukkan jarinya ke dalam kemaluan
pasien. Pelaku juga mengambil tangan pasien dan memasukkannya ke
dalam celana pelaku serta meminta pasien untuk meraba kemaluan pelaku.
Pasien mengatakan saat itu ia tidak dapat berteriak karena tidak ingin
suaminya naik darah, sedangkan saat itu keluarga sedang berkumpul karena
masih dalam suasana Lebaran.
Setelah kejadian itu, mereka pergi ke Jember. Selama perjalanan, pasien
tampak lebih diam dari biasanya. Setelah pulang ke rumah, pasien juga
tampak sering termenung. Dua hari kemudian, suami pasien menanyakan
alasan mengapa pasien tampak lebih diam dan sering termenung. Akhirnya
pasien menceritakan kejadiannya sambil menangis. Setelah mendengar
cerita pasien, sang suami langsung mendatangi kantor polisi untuk
melaporkan kejadian tersebut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Psikiatrik: Pasien tidak pernah memiliki gangguan jiwa
Riwayat Penggunaan Napza Psikoaktif: Pasien tidak pernah
mengkonsumsi napza psikoaktif
Riwayat gangguan medis: Tidak didapatkan riwayat diabetes mellitus,
tekanan darah tinggi, kejang atau penyakit infeksi lainnya, dan riwayat
trauma kepala.
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
Riwayat sosial dan riwayat pekerjaan
Pasien merupakan wanita berkebangsaan Jepang sehingga tidak lancar
berbicara dalam bahasa, namun pasien mengerti apabila diajak berbicara
menggunakan Bahasa. Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan
sehari-hari menghabiskan waktu di rumah mengurus suami dan anaknya
4
5. Faktor Keturunan
Tidak ada
6. Faktor Organik
Riwayat trauma atau kecelakaan dan cidera kepala disangkal, riwayat
kejang disangkal, pemakaian zat atau obat.
5
3) Pembicaraan
Pasien menjawab langsung pertanyaan pemeriksa dalam bahasa Jepang, yang
kemudian diterjemahkan oleh suaminya ke dalam Bahasa.
4) Persepsi
Tidak adanya halusinasi.
5. Pikiran
a. Bentuk pikir : realistik
b. Arus pikir
• Produktivitas : pasien dapat menjawab spontan saat
diajukan pertanyaan.
• Kontinuitas : koheren, mampu memberikan jawaban
sesuai pertanyaan.
c. Isi pikiran : waham (-), fobia (-)
6. Sensorium dan kognisi
Kesadaran: Compos mentis
Orientasi dan daya ingat: W/T/O +/+/+ baik dan tidak terganggu daya
ingatnya
Konsentrasi dan perhatian : tidak terganggu
Kemampuan membaca dan menulis : tidak terganggu
4. Pengendalian impuls
Dapat mengendalikan impuls
5. Daya nilai dan tilikan
Daya nilai sosial : baik
Uji Daya nilai : baik
Tilikan : Tilikan 5 (pasien menyadari bahwa dirinya
sakit dan tahu faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakitnya
namun tidak menerapkan dalam praktisnya)
6. Taraf dapat dipercaya
Pasien dapat dipercaya
6
2.1.5 Diagnosis Multiaksial
Axis I : F 43.20 (Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan
Penyesuaian dengan Reaksi Depresi)
Axis II : Tidak ditemukan
Axis III : Tidak ditemukan
Axis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Axis V : GAF 80-71
2.1.6 Penatalaksanaan
Psikoterapi; terapi keluarga
Pasien dan suami dimotivasi oleh pemeriksa untuk tetap saling mendukung
dan terbuka satu sama lain
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Gangguan penyesuaian merupakan gangguan non-psikotik terkait stres yang
berlangsung singkat. Ketidaknyamanan, penderitaan, kekacauan pasien signifikan,
dan konsekuensinya (misalnya potensi bunuh diri) sangat penting.1
Gangguan penyesuaian (Adjustment disorder) merupakan gangguan jiwa
yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit untuk
penyakit medik ataupun operasi, namun jarang ada penelitiannya.2
Gangguan penyesuaian didefinisikan sebagai gejala-gejala emosional atau
perilaku yang bermakna secara klinis dan terjadi sebagai respon terhadap satu atau
lebih stresor yang nyata.2
Gejala-gejala timbul dalam tiga bulan terjadinya stresor dan menghilang
dalam waktu 6 (enam) bulan setelah tak ada stresor.2
Gangguan ini dapat dijumpai pada semua usia dan lebih sering pada remaja.2
Prevalensi diperkirakan 2 – 8% dari populasi umum. Suatu penelitian di
Amerika, mendapatkan 5 – 20% pasien dewasa yang berobat di poliklinik jiwa
menderita gangguan penyesuaian, sedangkan 70% anak yang dirawat di klinik jiwa
menderita gangguan penyesuaian. Pada rumah sakit umum prevalensinya bisa
mencapai 20% dengan penyakit fisik merupakan stresor primer pada 70% kasus.2,3
Pada orang dewasa, perempuan dengan gangguan penyesuaian jumlahnya
dua kali daripada laki-laki. Berbeda dengan pada anak dan remaja, baik pada
perempuan maupun laki-laki, prevalensi gangguan tersebut adalah sama.2
3.2 PREVALENSI
Menurut DSM-IV-TR, prevalensi gangguan ini diperkirakan dari 2 sampai 8
persen dari populasi umum. Perempuan didiagnosis dengan gangguan ini dua kali
daripada laki-laki, dan perempuan secara pribadi umumnya sangat dipresentasikan
sebagai yang paling rentan berisiko. Pada anak-anak dan remaja, laki-laki dan
perempuan secara seimbang didiagnosis dengan gangguan penyesuaian. Gangguan
ini dapat terjadi pada berbagai umur, tapi paling sering didiagnosis pada remaja. Di
antara remaja dari salah satu jenis kelamin, umumnya stres adalah masalah di
8
sekolah, penolakan dan perceraian orang tua, dan penyalahgunaan zat. Di antara
orang dewasa, pemicu stres adalah masalah pernikahan, perceraian, pindah pada
lingkungan yang baru, dan masalah keuangan.4
Gangguan penyesuaian merupakan diagnosis gangguan jiwa yang paling
umum untuk gangguan pasien yang dirawat di rumah sakit dan dengan masalah
bedah. Dalam suatu penelitian, 5 persen dari orang yang terdaftar di rumah sakit
lebih dari 3 tahun diklasifikasikan sebagai penyandang gangguan penyesuaian. Di
atas 50 persen dari orang dengan masalah kesehatan spesifik atau dengan stresor
telah didiagnosis dengan gangguan penyesuaian. Selanjutnya, 10 sampai 30 persen
kesehatan mental pasien rawat jalan dan di atas 12 persen pasien rawat inap yang
diarahkan untuk konsultasi kesehatan mental telah didiagnosis dengan gangguan
penyesuaian.4
3.3 ETIOPATOMEKANISME
Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya
stressor. Walaupun adanya stressor merupakan komponen esensial dari gangguan
penyesuaian, namun stress adalah salah satu dari banyak faktor yang menentukan
berkembangnya, jenis dan luasnya psikopatologi. Hingga sekarang, etiologi belum
pasti dan dapat dibagi atas beberapa faktor sebagai berikut: (1)
1. Genetik
Temperamen yang tinggi ansietas cenderung lebih bereaksi terhadap suatu
peristiwa stress dan kemudian mengalami gangguan penyesuaian. Ada
penelitian menyatakan bahwa berbagai peristiwa kehidupan dan stressor ada
kolerasi pada anak kembar.(1)
2. Biologik
Kerentanan yang besar dengan riwayat penyakit medis yang serius atau
disabilitas. (1)
3. Psikososial
Kerentanan yang besar pada individu yang kehilangan orang tua pada masa bayi
atau mereka yang ada pengalaman buruk dengan ibu, kemampuan mentolerir
frustasi dalam hidup individu dewasa berhubungan dengan kepuasan dari
kebutuhan dasar hidup masa bayi. (1)
9
Diagnosis gangguan penyesuaian membutuhkan identifikasi dari kejadian
yang penuh tekanan. Masih terjadi perdebatan apakah pasien dengan gangguan
penyesuaian memiliki vulnerabilitas yang tinggi terhadap stressor yang umum atau
vulnerabilitas yang umum terhadapp stressor yang besar.
Peran stress
Seseorang harus mengalami kejadian yang penuh tekanan untuk
dianggap mengalami gangguan penyesuaian. Stressor yang menyebabkan
gangguan penyesuaian bisa jadi berbeda tipe dan bobot. Paykel et al
mengklasifikasikan kejadian hidup menjadi desirable/undesirable (seperti
kemajuan karir.penyakit), penerimaan/kehilangan (seperti
pernikahan/kematian seseorang yang dicintai).
10
Vulnerabilitas individu
Masing-masing individu memiliki vulnerabilitas yang berbeda terhadap
gangguan penyesuaian, tergantung dari karakteristik kepribadian dan latar
belakang masing-masing. Tidak semua orang yang mengalami stress akan
memiliki gangguan penyesuaian. Berikut adalah hal-hal yang
mempengaruhi vulnerabilitas seseorang terhadap stress:
11
pada orang dewasa. Berikut adalah gabungan dari beberapa gejala gangguan
penyesuaian:
12
Seseorang yang menderita gangguan penyesuaian akan memiliki kesulitan
dalam fungsi sosial dan pekerjaan; kerja dan hubungan antara sesama akan
terganggu akibat stress yang berlangsung atau kurangnya konsentrasi.
Bagaimanapun juga kesulitan yang terjadi tidak akan mengganggu kehidupan
sehari-hari seseorang sampai level yang signifikan. Gejala tidak selalu
menghilang segera setelah stressor menghilang dan jika stressor berlanjut,
gangguan mungkin akan menjadi kronik.2,4,7
DSM-IV-TR
13
E. Jika stressor (atau sequence-nya) telah berhenti, gejala tidak muncul lagi
untuk tambahan 6 bulan ke depan.
Tentukan jika:
Kronik: Jika gangguan terjadi selama 6 bulan atau lebih lama adjusment disorder
dikode berdasarkan pada sub tipenya, yang dipilih berdasarkan gejala yang
predominan.
309.9 Unspecified
ICD-10
14
Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan sejak terjadinya kejadian yang penuh
dengan tekanan atau mengubah kehidupan, dan biasanya durasi dari gejala tersebut
tidak melebihi 6 bulan, kecuali masuk ke dalam kasus reaksi depresi
berkepanjangan (F 43.21). Jika gejala yang muncul berlangsung lama, maka
diagnosis sebaiknya diubah sesuai dengan gambaran klinis yang muncul.
Pedoman Diagnosis
- Culture shock
- Grief reaction
- Hospitalism in children
15
Excludes:
Jika kriteria untuk gangguan penyesuaian sudah tepat, bentuk klinis atau fitur-
fitur yang dominan dapat dispesifikan ke dalam 5 karakter:
Suatu keadaan depresi yang ringan dan sementara dengan durasi tidak melebihi
1 bulan.
Suatu keadaan depresi ringan yang terjadi sebagai respon dari pajanan situasi
penuh tekanan yang berkepanjangan, namun durasi tidak melebihi 2 tahun.
Baik gejala depresi maupun cemas cukup banyak, namun pada level yang tidak
lebih tinggi dari mixed anxiety and depressive disorder (F41,2) atau gangguan
cemas campuran lainnya (F41.3).
Gejalanya biasanya berupa emosi yang parah, seperti cemas, khawatir, tegang,
dan marah. Kategori ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang memiliki
perilaku regresif, seperti mengompol atau menghisap ibu jari.
Gangguan paling utama adalah yang meliputi perilaku, seperti reaksi kehilangan
orang dewasa yang mengakibatkan terjadinya perilaku agresif atau disosial.
16
PPDGJ-III:
3.6 PENATALAKSANAAN
a. Psikoterapi:1,2,3
Adalah pilihan utama; intervensi ini dapat dengan psikoterapi psikodinamik,
kognitif, perilaku, suportif, konseling. Secara individual ada kesempatan
untuk mengeksplorasi makna stresor bagi pasien sehingga trauma masa kecil
dapat diselesaikan dan akan membantu memperbaiki distorsi kognitif, perlu
memberikan dukungan yang cukup, terutama pertolongan praktis seperti
bantuan pengasuhan anak, dukungan keuangan, pekerjaan, dan kontak
17
dengan kelompok dukungan tertentu agar adaptasi bisa maksimal, berbagai
alternatif untuk mengatasi (coping) dan empati.
Ventilasi atau verbalisasi perasaan dapat berguna dalam mencegah perilaku
maladaptif seperti isolasi sosial, perilaku destruktif, atau bunuh diri.
Adakalanya setelah melewati psikoterapi yang berhasil, pasien sembuh
menjadi orang yang lebih kuat dibandingkan premorbid.
Terapis perlu memperhatikan kemungkinan timbulnya keuntungan sekunder
yang dapat menyulitkan terapi. Adapun peran sakit dari orang normal dapat
diartikan sebagai kesempatan terbebas dari tanggung jawab misalnya dari
segi hukum, petugas berwenang atau sekolah.
Perhatian terapis, empati dan pengertian yang merupakan syarat suksesnya
terapi dapat merupakan reward bagi pasien sehingga gejala semakin kuat. Hal
ini harus menjadi bahan pertimbangan sebelum melakukan psikoterapi yang
intensif, karena apabila pasien telah merasakan keuntungan sekunder, terapi
selanjutnya akan sulit.
Terapi kelompok bermanfaat bagi kelompok pasien yang mengalami
peristiwa yang sama misalnya para pensiunan, atau pasien yang mengalami
dialisis karena kegagalan fungsi ginjal. Terapi lainnya dapat berupa terapi
keluarga, biofeedback, teknik relaksasi, hipnosis.
Intervensi krisis, suatu terapi singkat bertujuan untuk membantu pasien
mengatasi situasi dengan cepat secara suportif, sugestif, reassurance,
manipulasi lingkungan dan hospitalisasi bila diperlukan.
Usaha yang harus dilakukan untuk membantu pasien dan keluarga mereka
memahami bahwa gangguan penyesuaian terjadi ketika stresor psikologis
menantang kemampuan individu untuk mengatasinya. Stresor bisa apa saja di
mana penting bagi pasien.
Setiap individu bereaksi berbeda terhadap situasi, tergantung tingkat
kepentingan dan intensitas peristiwa, kepribadian dan temperamen, usia, dan
kesejahteraan orang. Dengan demikian, gangguan penyesuaian bisa terjadi
akibat satu peristiwa atau mungkin akibat dari serangkaian peristiwa yang
menguras sumber daya individu. Pasien harus didorong untuk mengakui
kepentingan keperibadian dari peristiwa stres.
18
Pasien dan keluarga harus diyakinkan bahwa efek emosional dan fisik dari
peristiwa stres bersifat alami, sering merupakan reaksi yang sembuh sendiri.
Gejala terkait stres biasanya berlangsung hanya beberapa hari atau pekan.
Pasien umumnya berharap untuk kembali ke tingkat fungsi sebelumnya.
Bahkan jika gejala awal mereka parah. Pasien harus didorong untuk
mengidentifikasi kerabat, teman, dan sumber daya masyarakat yang dapat
memberikan dukungan selama periode akut.
b. Farmakoterapi2,6
Medikasi dengan obat-obatan harus diberikan untuk waktu yang singkat,
tergantung dari tipe gangguan penyesuaian, dapat diberikan pengobatan
efektif.
Pemberian antiansietas berguna untuk pasien dengan kecemasan, tetapi
hindarilah ketergantungan obat seperti benzodiazepine.
Antidepresi dapat diberikan bila dijumpai adanya depresi, misalnya SSRI.
Antidepresan sangat efektif dalam pengobatan depresi dalam perawatan
primer dan dapat menjadi terapi yang efektif dan efisien untuk gangguan
penyesuaian dengan mood depresif.
Bila ada psikosis dapat diberikan antipsikotika.
Perlu diketahui bahwa intervensi farmakologik adalah sebagai augment
psikoterapi dan bukan sebagai terapi primer.
3.7 PROGNOSIS
Dengan terapi yang efektif, prognosis pada umumnya adalah baik.
Kebanyakan pasien kembali ke fungsi semula dalam waktu 3 (tiga) bulan.1
Ada gangguan penyesuaian yang berlangsung sementara dan dapat sembuh
sendiri atau setelah mendapat terapi.2
Remaja membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih kembali dibandingkan
dengan orang dewasa. Terdapat penelitian follow-up setelah 5 tahun mendapatkan
71% pasien dewasa dan 40 % remaja sembuh tanpa gejala residual, 21% dewasa
dan 45% remaja berkembang menjadi gangguan depresi mayor, gangguan
kecemasa atau alkoholisme.2,7
19
Pada remaja prognosis kurang baik, karena 43% menderita Gangguan
Skizofrenia dengan Gangguan Skizoafektif, Depresi Mayor. Gangguan
Penyalahgunaan zat, serta Gangguan kepribadian. Adapun risiko bunuh diri cukup
tinggi.2
20
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
21
4.2 Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang mengarah sesuai dengan anamnesis yang dilakukan
yaitu gangguan stres pasca trauma. Gejala yang memenuhi kriteria gangguan ini
adalah
1) Gangguan timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik
berat
2) Adanya ingatan-ingatan kembali (flash back) akan peristiwa-peristiwa
traumatik yang pernah dialami
3) Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya
dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.1,2
4.3 Terapi
Pada kasus ini pasien dan suami dimotivasi oleh pemeriksa agar tetap saling
mendukung dan terbuka satu sama lain, dan tidak diberikan intervensi
farmakoterapi. Psikoterapi merupakan terapi pilihan untuk gangguan penyesuaian.
Psikoterapi dapat membantu pasien untuk beradaptasi terhadap stresor ireversibel
atau dibatasi waktu dan dapat berfungsi sebagai intervesi preventif jika stresor
pulih. Terdapat beberapa jenis psikoterapi yang dianjurkan, yakni:
a) Terapi kelompok; terutama dapat berguna untuk pasien yang menjalani stres
yang sama
b) Psikoterapi individual; menawarkan kesempatan untuk menggali arti stresor
bagi pasien sehingga trauma yang lebih dini dapat diatasi
c) Terapi keluarga; membantu pada kasus pasien dengan gangguan
penyesuaian yang mencakup gangguan tingkah laku yang memiliki
kesulitan dengan hukum, pihak berwenang, atau sekolah. Pasien didukung
pertumbuhan emosional selanjutnya dan perolehan tilikan dengan
sendirinya.
Hingga saat ini belum ada studi yang mengkaji efektivitas intervensi farmakologis
pada seseorang dengan gangguan penyesuaian. Penggunaan terapi farmakologis
yang bijak dan singkat dianjurkan sehingga dapat membantu pasien dengan
gangguan penyesuaian. Pemberian terapi farmakologis bergantung pada jenis
gangguan penyesuaian. Agen yang dapat diberikan adalah anti ansietas atau anti
22
depresan. Namun hal yang perlu diingat intervensi farmakologis pada kasus ini
digunakan sebagai pendukung strategi psikososial, bukan sebagai modalitas utama.
23
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25