Anda di halaman 1dari 13

DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar .................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan .................................................................................... 1
BAB 2 Laporan Kasus .................................................................................... 2
BAB 3 Tinjauan Pustaka .................................................................................... 7
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan
Gangguan ansietas menyeluruh merupakan gangguan dengan gejala yang
menonjol berupa kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan serta tidak logis,
bahkan tidak realistik. Kekhawatiran ini sulit dikendalikan dan berkaitan dengan
gejala somatik seperti otot tegang, iritabilitas, sulit tidur dan gelisah. Ansietas tidak
berfokus pada gambaran gangguan aksis 1 lain, tidak disebabkan oleh penggunaan
zat atau keadaan medis umum, serta tidak hanya terjadi selama gangguan mood
atau psikiatri. Ansietas ini sulit dikendalikan, secara subjektif menimbulkan
penderitaan, dan mengakibatkan hendaya pada kehidupan seseorang (Sadock &
Sadock, 2017).
Gangguan ansietas menyeluruh adalah suatu keadaan yang lazim. Perkiraan
kejadian GAM dalam setahun berkisar 3-8%. Rasio perempuan banding laki-laki
pada gangguan ini sekitar 2:1 tetapi rasio pasien yang dirawat inap di rumah sakit
sekitar 1:1. Prevalensi seumur hidupnya adalah 45% (Sadock & Sadock, 2017)
Perhitungan beban penyakit di Indonesia pada tahun 2017 menyatakan bahwa
dalam masa tiga dekade (1990-2017), gangguan depresi tetap menduduki peringkat
pertama dan cemas berada di peringkat kedua (Institute for Health Metrics and
Evaluation (IHME), 2017). Menurut Riset Kesehatan Dasar (2007), jumlah pasien
yang datang dengan keluhan gangguan ansietas menyeluruh diperkirakan mencapai
12% dari seluruh gangguan ansietas di Indonesia.
Dari data epidemiologi di atas dan sebagaimana tercantum dalam Standar
Kompetensi Dokter Indonesia 2012 (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012), dan
Standar Nasional Pendidikan Profesi Dokter Indonesia 2019 (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2019), seorang dokter setidaknya harus mampu mengetahui, mengenali,
menjelaskan, mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal dan merujuk pasien
gangguan ansietas menyeluruh.
1.2. Tujuan
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai gangguan ansietas
menyeluruh, meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinik,
penegakkan diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosisnya.
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. IDENTITAS PASIEN :


1. Nama :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 50 tahun
4. Pekerjaan : Pelaut
5. Agama : Islam
6. Status Pernikahan : Menikah
7. Pendidikan : D3
8. Alamat :
9. Tanggal Pemeriksaan :
2.2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB :
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Hubungan dengan Pasien : Istri
2.3. KETERANGAN DIPEROLEH DARI :
1. Nama :
2. Hubungan dengan pasien : Pasien dan teman kerja
3. Alamat :
2.4. RIWAYAT PSIKIATRI :
1. Keluhan Utama :
Sulit tidur dan cemas 1 bulan. Dada terasa seperti terbakar
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a. Autoanamnesis :
Pasien mengaku merasa cemas dan sulit tidur selama 1 bulan. Cemas dirasakan karena
mengkhawatirkan penyakit yang diderita takut bertambah parah, yaitu hipertensi dan
maag. Dada rasanya seperti terbakar. Pasien sering memikirkan penyakitnya hingga
menjadi sulit tidur dan sulit mempertahankan tidur di malam hari. Pasien merasa
aktivitasnya terganggu dan sulit konsentrasi karena gangguan tidur tersebut. Pasien
mengonsumsi alkohol, tetapi selama mengalami kecemasan ini pasien tidak
mengonsumsi lagi, karena takut penyakit bertambah buruk lagi. Pasien juga mengaku
tidak mengonsumsi narkoba.
b. Heteroanamnesis :
Pasien suka gelisah, mondar mandir, terlihat banyak pikiran dan sulit berkonsentrasi saat
bekerja.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit seperti pasien
5. Genogram:
6.

7. Riwayat hidup pasien :


 Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Dalam batas normal
 Masa Kanak Pertengahan (3-5 tahun)
Dalam batas normal
 Masa Kanak Akhir (5-13 tahun)
Dalam batas normal
 Masa Remaja (13-21 tahun)
Dalam batas normal
 Masa dewasa
Hubungan dengan keluarga baik, hubungan dengan rekan kerja baik
 Riwayat pekerjaan
Bekerja sebagai pelaut
 Riwayat pernikahan
Sudah menikah
2.5. STATUS FISIK
1. Tanda Vital : TD : 165/95 mmHg, N : 87x/mnt
2. Keadaan Gizi : Dalam batas normal
3. Kepala : Dalam batas normal
4. Toraks : Tidak diperiksa
5. Jantung : Tidak diperiksa
6. Paru : Tidak diperiksa
7. Abdomen : Tidak diperiksa
8. Ekstremitas : Tidak diperiksa
2.6. STATUS NEUROLOGIS :
1. GCS : E4V5M6 (15)
2. Refleks fisiologis : Tidak diperiksa
3. Refleks patologis : Tidak diperiksa
2.7. STATUS PSIKIATRI :
1. Keadaan Umum : Tampak rapi, wajah sesuai dengan usia
2. Sikap/tingkah laku : Pasien kooperatif
3. Kesadaran : Komposmentis
4. Kontak/rapport : Kontak verbal (+), kontak visual (+)
5. Atensi/Konsentrasi : Tidak terganggu
6. Orientasi : Waktu, orang, tempat baik
7. Mood/afek : Afek cemas
8. Proses berpikir : Linear, koheren
9. Persepsi : Halusinasi (-)
10. Intelegensi : Cukup, sesuai pendidikan
11. Psikomotor : Dalam batas normal
12. Kemauan : Mandiri
2.8. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
1. Aksis I : Gangguan Ansietas Menyeluruh (F41.1)
2. Aksis II :-
3. Aksis III :-
4. Aksis IV :-
5. Aksis V : GAF 80-71
2.9. DIAGNOSIS BANDING
1. Gangguan Panik
2. Gangguan Somatisasi
3. Gangguan Penyesuaian dengan Kecemasan
2.10. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmaka
Sertralin 50 mg
Clobazam 10 mg
2. Psikoterapi
Terapi kognitif-perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang
digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback
Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum
tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya
2.11. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI

Gangguan ansietas menyeluruh (GAM) adalah gangguan ansietas kronik yang ditandai
dengan kekhawatiran yang berlebihan,sulit dikendalikan, dan menetap, yang disertai dengan
gejala somatik dan psikis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Menurut
Redayani (2015), gangguan ansietas menyeluruh merupakan kondisi gangguan yang ditandai
dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak
realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari.

Kecemasan bersifat menyeluruh dan menetap yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada
keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free-floating” atau mengambang). Gejala
dominan bervariasi, termasuk keluhan kecemasan yang menetap, gemetar, ketegangan otot,
berkeringat, pusing, palpitasi kepala terasa ringan dan keluhan lambung. Sering diungkapkan
rasa takut bahwa pasien atau keluarga akan menderita penyakit atau mengalami kecelakaan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

3.2. EPIDEMIOLOGI

Gangguan ansietas menyeluruh adalah suatu keadaan yang lazim. Perkiraan kejadian GAM
dalam setahun berkisar 3-8%. Rasio perempuan banding laki-laki pada gangguan ini sekitar 2:1
tetapi rasio pasien yang dirawat inap di rumah sakit sekitar 1:1. Prevalensi seumur hidupnya
adalah 45% (Sadock & Sadock, 2017)

3.3. ETIOLOGI
3.3.1. Teori Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAM adalah lobus oksipitalis
yang mempunyai reseptor benzodiazepin paling banyak di otak. Basal ganglia, sistem
limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada etiologi timbulnya GAM.
Pada pasien GAD juga ditemukan sistem serotonergik yang abnormal.
Neurotransmiter yang berkaitan dengan GAD adalah GABA, serotonin, norepinefrin,
glutamat, dan kolesistokinin.Pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography) pada
pasien GAM ditemukan metabolisme di ganglia basal dan substansia alba lebih
rendah daripada objek kontrol normal (Redayani, 2015; Sadock & Sadock, 2017)
3.3.2. Teori Genetik
Sebuah studi didapatkan hubungan genetik pasien GAM dan gangguan depresi
mayor pada wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga
menderita gangguan yang sama. Penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka
50% pada kembar monozigot dan 15% pada kembar dizigot (Redayani, 2015; Sadock
& Sadock, 2017)
3.3.3. Teori Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa ansietas adalah gejala dari konflik
bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif, ansietas
dihubungkan dengan perpisaan dengan objek cinta. Pada tingkat yang lebih matang
lagi, ansietas dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting. Ansietas
kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan ansietas superego merupakan
ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya sendiri
(merupakan ansietas yang paling matang) (Redayani, 2015).
3.3.4. Teori Kognitif-perilaku
Penderita GAM berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan,
adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negatif
terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman (Redayani, 2015).
3.4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama gangguan ansietas menyeluruh adalah ansietas, ketegangan motorik,
hiperaktivitas otonom, dan kesiagaan kognitif. Ansietasnya berlebihan dan mengganggu
aspek kehidupan lain. Ketegangan motorik paling sering tampak sebagai gemetaran, gelisah,
dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom seing bermanifestasi sebagai napas pendek, keringan
berlebihan, palpitasi, dan berbagai gejala gastrointestinal. Kesiagaan kognitif terlihat dengan
adanya iritabilitas dan mudahnya pasien merasa terkejut (Sadock & Sadock, 2017).
Pasien dengan gangguan ansietas menyeluruh biasanya mencari dokter umum atau dokter
penyakit dalam untuk membantu gejala somatik mereka. Selain itu, pasien pergi ke dokter
spesialis untuk gejala spesifik, seperti diare kronis. Pasien biasanya memperlihatkan perilaku
mencari perhatian (seeking behavior). Gangguan medis spesifik nonpsikiatri jarang
ditemukan dan perilaku pasien bervariasi saat mencari dokter. Sejumlah pasien menerima
diagnosis gangguan ansietas menyeluruh dan terapi yang sesuai. Lainnya mencari konsultasi
medis tambahan untuk masalah mereka (Redayani, 2015; Sadock & Sadock, 2017)
3.5. DIAGNOSIS
Pedoman diagnostik gangguan ansietas menyeluruh menurut PPDGJ-III :
 Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating” atau “mengambang”)
 Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk,
sulit berkonsentrasi, dsb)
 Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai),
dan
 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb)
 Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol.
 Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Ansietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan ansietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0) atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-) (Maslim, 2001).
3.6. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis
umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan
pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi
harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus
zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif, dan anxiolitik. Gangguan psikiatri lain yang
merupakan diagnosis banding GAM adalah gangguan panik, fobia, gangguan obsesif
kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan,
dan gangguan kepribadian (Redayani, 2015)
3.7. TERAPI
Farmakoterapi :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015) merekomendasikan farmakoterapi untuk
gangguan ansietas menyeluruh, yaitu :

Psikoterapi :
Terapi kognitif-perilaku
Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang
digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback
Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum
tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya
Psikoterapi berorientasi tilikan
Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik
egostrengts, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponen
tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah
untuk menjadi lebih matur; bila tidak terapai, minimal kita bisa memfasilitasi agar pasien
dapat beradaptas dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

3.8. PROGNOSIS
Secara umum prognosis GAM adalah baik bila mendapat penatalaksanaan yang sesuai.
Sekitar 50% pasien akan mengalami perbaikan dalam tiga minggu pertama setelah
pengobatan, dan 77% akan membaik dalam sembilan bulan pengobatan. (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


(2007). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) : Laporan Nasional 2007.

Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME). (2017). https://vizhub.healthdata.org/gbd-


compare/

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015 TENTANG PEDOMAN
NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN JIWA.

Maslim, R. (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III (R.
Maslim (Ed.)). Airlangga University Press.

Redayani, P. (2015). Buku Ajar Psikiatri (S. D. Elvira & G. Hadisukanto (Ed.); 2 ed., hal. 253–
257). Badan Penerbit FKUI, Jakarta.

Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2017). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis (2 ed.).

Anda mungkin juga menyukai