NIM : 22010119130095
KELAS :B
KELOMPOK : 10
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
SKENARIO 3
“TIDAK TAHU JALAN PULANG”
Seorang laki-laki 40 tahun datang ke IGD diantar keluarga karena sering bicara
melantur. Sejak satu minggu lalu, pasien mengalami demam, terutama saat malam hari.
Pasien juga sering sakit perut dan diare. Pasien tampak pucat dan bibir pasien tampak kering.
Sejak dua hari lalu, pasien mulai bicara melantur dan sering terlihat bicara sendiri. Pasien
sering mengatakan orang-orang yang dikenal pasien adalah orang lain. Pasien sering mondar
mandir tanpa tujuan yang jelas. Pasien juga sering marah-marah tanpa sebab dan
membanting-banting barang-barang di sekitar pasien. Satu hari lalu, pasien pergi dari rumah
dan kebingungan saat ingin pulang. Pasien merasa asing dengan lingkungan di sekitar pasien.
Akhirnya pasien diantar oleh orang sekitar yang kebetulan mengetahui alamat pasien.
Pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/ 90 mmHg, nadi 100x/menit dan suhu 40ºC.
STEP 1 : Terminologi
1. Bicara melantur
Gangguan bicara dan gangguan progresif pikiran/arus pikir dimana terdapat
inkoherensi dalam berbicara, terdapat asosiasi longgar, dan terdapat flight of ideas.
2. Demam
Kondisi meningkatnya suhu tubuh di atas suhu normal (37,5 derajat Celcius).
Umumnya terjadi akibat reaksi dari sistem imun tubuh dalam melawan infeksi.
3. Diare
Pengeluaran tinja yang berbentuk lembek sampai cair berkali-kali atau frekuensinya
lebih dari 3 kali dalam sehari. Diare dapat disebabkan oleh karena infeksi
mikroorganisme maupun kondisi psikologis misalnya kecemasan. (irritable bowel
syndrome)
4. Kebingungan
Gejala yang membuat pasien tidak bisa berpikir jernih, biasanya pasien akan merasa
gugup, tidak tahu arah, tidak bisa fokus, dan tidak bisa membuat keputusan.
STEP 2 : Rumusan Masalah
1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan status mentalis?
2. Mengapa pasien menjadi tidak mengenal dengan orang di sekitarnya dan bagaimana
kaitannya dengan gejala lain?
3. Apakah terdapat kaitan antara usia dengan gejala yang dialami pasien?
4. Apakah terdapat hubungan antara riwayat demam, sakit perut, dan muntah dengan
gejala psikologis pasien?
5. Mengapa pasien tampak pucat dan bibir kering dan apakah terdapat hubungan hal
tersebut dengan perilaku dan daya kognitif pasien akhir-akhir ini?
6. Mengapa pasien berbicara melantur?
7. Apakah kondisi mental pasien akan membaik jika kondisi demam dan muntah juga
membaik?
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pasien dan apa hubungannya dengan tanda
dan gejala yang dialami pasien?
2. Mengapa pasien menjadi tidak mengenal dengan orang di sekitarnya dan bagaimana
kaitannya dengan gejala lain?
Pasien mengalami gangguan fungsi kognitif dan gangguan mental organik (ada
penyakit yang mendasarinya). Dengan adanya penyakit ini, adanya gangguan
neurotransmitter dalam otak menyebabkan adanya gangguan mood, afek, dan fungsi
kognitif. Pasien mengalami demam yang menandakan adanya infeksi. Demam ini
mampu mempengaruhi ketidakseimbangan neurotransmitter (terbentuk dari protein
dan dipengaruhi oleh suhu). Kenaikan suhu akan mengganggu neurotransmitter
(protein) dan mempengaruhi kinerja otak.
3. Apakah terdapat kaitan antara usia dengan gejala yang dialami pasien?
Semakin bertambahnya usia, fungsi otak juga akan semakin menurun. Pada kasus usia
40 tahun, belum memasuki masa lanjut usia, yang berarti dapat menyingkirkan
kecurigaan demensia yang biasanya terjadi pada usia di atas 60 tahun. Delirium,
banyak terjadi pada usia 65 tahun ke atas. Pada pasien dalam kasus, penyebab
delirium dicurigakan bukan karena faktor usia, tapi karena terjadinya infeksi dilihat
dari tanda dan gejala pasien dalam kasus. Kemungkinan usia pasien berhubungan
dengan penurunan sistem imun, seiring bertambahnya usia sehingga pasien lebih
rentan terkena infeksi dan mengalami efek infeksi yang lebih besar. Penurunan
imunitas pasien terjadi akibat pembentukan antibodi yang semakin melambat yang
mengakibatkan berkurangnya sel T CD-8 dan adanya perubahan fenotipe pada profil
sel T.
4. Apakah terdapat hubungan antara riwayat demam, sakit perut, dan muntah dengan
gejala psikologis pasien?
Berdasarkan gejala yang dikeluhkan, kemungkinan terdapat infeksi pada pasien.
Faktor inflamasi dalam infeksi ini dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga
terjadi gangguan. Salah satunya pada sistem limbik. Pada sistem saraf, terdapat
neurotransmitter seperti glutamat dan GABA yang dapat dipengaruhi juga oleh
inflamasi yang menyebabkan ketidakseimbangan dan perubahan status mental pasien.
5. Mengapa pasien tampak pucat dan bibir kering dan apakah terdapat hubungan hal
tersebut dengan perilaku dan daya kognitif pasien akhir-akhir ini?
Bibir tampak pucat dan kering adalah tanda adanya dehidrasi, yang mungkin
disebabkan oleh diare. Hal tersebut menyebabkan adanya ketidakseimbangan
elektrolit tubuh. Hal ini berdampak pada terganggunya fungsi saraf. Hipokalemia dan
hiponatremia yang terjadi menyebabkan kondisi alkalosis metabolik dan gangguan
mikrosirkulasi dalam otak sehingga menimbulkan berbagai gejala seperti: fatigue,
depresi, apatis, kebingungan, hingga koma. Selain itu, diare yang dialami pasien dapat
menyebabkan hipoglikemia yang menyebabkan disfungsi otak langsung pada multiple
regio dalam otak sehingga berimbas dalam gangguan atensi dan kognisi.
6. Mengapa pasien berbicara melantur?
Berbicara melantur pada pasien kemungkinan besar adalah tanda gangguan
psikomotor. Gangguan psikomotor adalah gangguan pada perilaku berupa motorik,
gerakan, dan aktivitas fisik yang dipengaruhi oleh kondisi psikologis dan kejiwaan
pasien. Pasien diduga mengalami gangguan kejiwaan yang menyebabkan gangguan
psikomotor (berbicara melantur, mondar-mandir tanpa tujuan, dan membanting
barang). Gangguan kejiwaan dapat mempengaruhi modulasi sirkuit motor pada jaras,
korteks, hingga neurotransmitter. Semua tindakan motorik juga dipengaruhi oleh
proses kognitif yang di mana juga proses ini terganggu pada pasien dengan gangguan
kejiwaan. Ketidakseimbangan tersebut dapat menyebabkan gangguan psikomotor
pasien.
7. Apakah kondisi mental pasien akan membaik jika kondisi demam dan muntah juga
membaik?
Kondisi mental pasien dapat membaik bila pemicu awal delirium dapat dituntaskan.
Adapun perbaikan kondisi demam dan muntah ini dapat menandakan membaiknya
respon tubuh (namun tetap perlu adanya evaluasi berkala sampai dinyatakan sembuh).
Pada saat penyembuhan ini, kondisi mental pasien akan beriringan membaik/menjadi
normal. Pada kebanyakan kasus, pasien dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau
kurang. Namun, pada delirium fluktuasi yang menetap bisa terjadi lebih dari 6 bulan,
sangat jarang terjadi, dan dapat menjadi progresif ke arah demensia.
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik pasien dan apa hubungannya dengan tanda
dan gejala yang dialami pasien?
Interpretasi : suhu tinggi (pasien demam); Tekanan darah - hipertensi stage I; dan nadi
meningkat (tergolong normal). Pasien terdapat demam, dapat dicurigai adanya infeksi.
Untuk peningkatan tekanan darah tidak dapat dihubungkan langsung dengan pasien
karena banyak faktor lain yang menyebabkan peningkatan tekanan darah (menahan
nyeri, umur, obesitas, merokok, dan lainnya). Hipertensi stage I adalah bentuk
kompensasi tubuh untuk mengurangi cairan yang terbuang. Pada pasien, bisa jadi
terdapat riwayat hipertensi atau faktor kebiasaan seperti merokok, kurang olahraga,
dan lain-lain. Jika terjadi peningkatan, banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti
demam dan hipertensi. Untuk tanda dan gejala pasien lainnya adalah tanda dan gejala
gangguan mental organik yang disebabkan oleh gangguan patologis/neurokognitif.
STEP 4 : Peta Konsep
b. Klasifikasi
i. Delirium Akibat Kondisi Medis Umum
Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap
lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan
memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian. Adanya
perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan
demensia. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek,
cenderung berfluktuasi dalam sehari. Ada bukti dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, laboratorium bahwa gangguan disebabkan oleh
konsekuensi fisiologik langsung suatu KMU.
ii. Delirium Akibat Intoksikasi Zat
Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap
lingkungan) yang ditandai dengan berkurangnya kemampuan
memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian. Adanya
perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa) atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan
demensia. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek,
cenderung berfluktuasi dalam sehari.
Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium,
sebagai berikut:
a) Gangguan kesadaran dan kognisi terjadi selama intoksikasi zat atau
penggunaan medikasi
b) Intoksikasi zat adalah etiologi terkait dengan delirium
b. Faktor Risiko
i. Usia
ii. Kerusakan otak
iii. Riwayat delirium
iv. Ketergantungan alkohol
v. Diabetes
vi. Kanker
vii. Gangguan panca indera
viii. Malnutrisi
ix. Alkohol, obat-obatan dan bahan beracun
x. Efek toksik dari pengobatan
xi. Kadar elektrolit, garam dan mineral (misalnya kalsium, natrium atau
magnesium) yang tidak normal akibat pengobatan, dehidrasi atau
penyakit tertentu
xii. Infeksi Akut disertai demam
xiii. Hidrosefalus bertekanan normal, yaitu suatu keadaan dimana cairan
yang membantali otak tidak diserap sebagaimana mestinya dan
menekan otak
xiv. Hematoma subdural, yaitu pengumpulan darah di bawah tengkorak
yang dapat menekan otak.
xv. Meningitis, ensefalitis, sifilis (penyakit infeksi yang menyerang otak)
xvi. Kekurangan tiamin dan vitamin B12
xvii. Hipotiroidisme maupun hipotiroidisme
xviii. Tumor otak (beberapa diantaranya kadang menyebabkan linglung dan
gangguan ingatan)
xix. Patah tulang panggul dan tulang-tulang panjang
xx. Fungsi jantung atau paru-paru yang buruk dan menyebabkan
rendahnya kadar oksigen atau tingginya kadar karbon dioksida di
dalam darah
xxi. Stroke
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa. Jakarta: Kemenkes RI; 2015
2. Maldonado J. Neuropathogenesis of Delirium: Review of Current Etiologic Theories
and Common Pathways. Am J Geriatr Psychiatry. 2013;21(12):1190-1222.
3. Alagiakrishnan K. What education about delirium should patients and families
receive. 2019.
4. Gustada H, Diatri H. Gangguan Mental Organik dalam Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid II. Edisi V. Jakarta : Media Aesculapius; 2020. 1104 p.
5. Alagiakrishnan K. What education about delirium should patients and families
receive?. 2019.
6. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Jiwa. Jakarta ; 2015.