Anda di halaman 1dari 29

BAB I PENDAHULUAN

Diskusi kami berlangsung 4 jam, dibagi dalam 2 sesi pertemuan diskusi. Diskusi bertempat di Ruang Biologi (201) lantai 2 Kampus B Fakultas Kedokteran Trisakti. Diskusi diikuti oleh 15 orang mahasiswa. Diskusi sesi 1 yang dilaksanakan pada hari Kamis, 1 November 2012 Pkl 08.00 10.00 WIB dengan diketuai oleh Hidris Damanik dengan sekretaris Bayu Adiputro, serta tutor Dr. Suleiman Sutanto, MS. Pada diskusi sesi 1 kami membahas dari keluhan utama pasien (Tn Taufik yang berusia 35 tahun) yaitu bicara kacau dan badan panas tinggi. Dari gejala-gejala yang ada kami mulai menganalisis gejala-gejala tersebut berdasarkan koordinat psikiatri dan mencari informasi-informasi yang penting yang belum terungkap. Lalu dilanjutkan dengan diskusi sesi ke 2 yang jatuh pada hari Rabu, 7 November 2012 Pkl 08.00 10.00 WIB dengan ketua Hidris Damanik dan sekretaris Hani Aqmarina, serta tutor Dr. Hj. Martiem Mawie, MS. Pada sesi 2 kali ini kami membuat status mental dari informasi yang baru didapatkan dan mendiagnosis pasien ini berdasarkan multiaksial. Pada diskusi sesi 1 dan 2, semua peserta diskusi cukup aktif dalam memberikan kontribusinya pada jalannya diskusi.

BAB II LAPORAN KASUS

Skenario ke-1 Tn. Taufik, 35 tahun diantar oleh isteri dan tetangganya ke UGD RSUD dengan bicara kacau dan panas tinggi. Sejak seminggu ia menderita panas yang makin tinggi sejak kemarin, berkeringat banyak, batuk dan diare enam kali sehari. Di samping itu ia menunjukan gejala gaduh gelisah, bicara kacau, sukar tidur, pernah telanjang dan ingin lari dari rumah. Pasien pernah diberikan obat anti panas tiga kali sehari, tapi panas tidak turun dan kemudian tak mau minum obat dan tak mau makan. Skenario ke-2 Pada inspeksi pasien tampak pucat, tidak rapih, kulit keriput, banyak keringat, lemah dan batuk. Rongga mulut terdapat lapisan putih pada lidah dengan tepi merah. Hepar teraba 2 jari dan limpa 1 jari di bawah iga. Pada auskultasi terdapat ronchi basah pada kedua paru bawah. Nadi: 60/menit T: 110/70 t: 39 0C Laboratorium: lekosit= 5.000, Hb= 12,5 gram% Widal: Anti O= 1/160 dan Anti H= 1/320

Pemeriksaan status mental: Gelisah, tidak ada kontak mata, bicara inkoheren, jawaban tak sesuai dengan pertanyaan. Kesadaran biologis menurun, sedangkan kesadaran psikologis dan sosial terganggu. Disorientasi ringan pada waktu, tempat dan orang. Ekspresi afektif: lokal, dangkal, tak dapat diraba-rasakan dan skala diferensiasi sempit. Tilikan derajat 1. Terdapat halusinasi visual dan oditorik serta waham kejar. Menurut alloanamnesis, pasien pada enam bulan yang lalu menabrak seorang pejalan kaki dengan motornya hingga luka parah. Ia dituntut membayar kerugian yang besar nilainya bagi pasien. Pasien bekerja sebagai petugas sekuriti pada perusahaan asing dengan prestasi dan kesejahteraan yang baik. Dalam tugasnya sangat teliti, rapih tetapi mudah iri hati, ragu dan curiga terhadap loyalitas serta kejujuran teman dan anak buahnya serta kalau berdebat tidak mau mengalah.

I.

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
3

Nama Jenis kelamin Usia Pekerjaan Status pernikahan

: Taufik : Pria : 35 tahun : Petugas sekuriti perusahaan asing : Menikah

B. KELUHAN UTAMA

Bicara kacau dan panas tinggi. Keluhan tambahan : Berkeringat banyak, batuk dan diare enam kali sehari. Di samping itu ia menunjukkan gejala gaduh gelisah, sukar tidur, pernah telanjang dan ingin lari dari rumah.

C. RIWAYAT GANGGUAN SEKARANG Sejak seminggu menderita panas yang makin tinggi hingga kemarin, berkeringat banyak, batuk, dan diare enam kali sehari. Di samping itu ia menunjukkan gejala gaduh gelisah, bicara kacau, sukar tidur, pernah telanjang dan ingin lari dari rumah. Pada keterangan di atas terdapat kedaruratan psikiatri pada pasien ini karena terdapat keadaan gaduh-gelisah dari anamnesis. Keadaan gaduh-gelisah ini termasuk kedaruratan psikiatri karena dapat membahayakan dirinya, orang lain, maupun barang miliknya, ditandai dengan pernah telanjang dan ingin lari dari rumah (psikomotorik meningkat). Rencana tindakannya adalah dengan melakukan pengamanan diri dengan memanggil petugas yang kompeten, injeksi neuroleptika (haloperidol 5mg) dan diikat bila perlu dipasang IV line.

Kemungkinan-kemungkinan penyakit yang diderita pasien menurut hirarki diagnosis dalam psikiatri : a. . Gangguan mental organik : 1. Hipertiroid. Pada pasien hipertiroid terjadi peningkatan metabolisme sehingga dapat menyebabkan berkeringat banyak dan demam tinggi, yang akan menyebabkan gangguan perilaku. Diare juga dapat terjadi karena hiperperistaltik usus. 2. Infeksi. Demam yang terjadi dapat merupakan gejala dari infeksi sebagai hasil dari respon imun mengeluarkan sitokin-sitokin. Kemungkinan diare dan demam berkepanjangan dapat menjadi gejala dari infeksi gastrointestinal seperti demam tifoid. Pada demam tifoid juga dapat terjadi perubahan perilaku karena terjadi penurunan neurotransmitter asetilkolin. Infeksi pada sistem saraf pusat seperti ensefalitis dapat menyebabkan gangguan fungsi otak sehingga menyebabkan perubahan perilaku. 3. Tumor otak. Tumor yang terjadi pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan efek masa, sehingga tekanan intrakranial meningkat yang menyebabkan fungsi otak terganggu dan dapat menyebabkan perubahan perilaku. b. Gangguan penyalahgunaan obat atau zat : Tidak ada keterangan penyalahgunaan obat. c. Gangguan fungsional (mental emosional) : Gejala gaduh gelisah, bicara kacau, sukar tidur, pernah telanjang dan ingin lari dari rumah kemungkinan pasien menderita skizofrenia paranoid.

D. RIWAYAT GANGGUAN DAHULU Riwayat psikiatri Riwayat medis Riwayat medikasi : Tidak ada. : Tidak ada. : Pasien pernah diberikan obat anti panas tiga kali

sehari, tetapi panas tidak turun, dan kemudian pasien tidak mau minum obat dan tidak mau makan. Kemungkinan terjadi refraktur obat (obat tidak berkhasiat). Penyebab tidak nafsu makan sendiri banyak, antara lain karena pengaruh sitokin (contohnya IL-1) neurotransmitter (contohnya serotonin). dan

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai petugas sekuriti pada perusahaan asing

dengan prestasi dan kesejahteraan yang baik. Dalam tugasnya pasien merupakan orang yang sangat teliti dan rapi. Kemungkinan pasien memiliki sifat yang perfeksionis sehingga apapun yang dikerjakannya harus teliti dan rapi. Sosial : Pasien merupakan orang yang mudah iri hati, ragu, dan curiga

terhadap loyalitas serta kejujuran teman dan anak buahnya serta tidak mau mengalah jika dalam berdebat. Pasien mungkin memiliki sikap yang paranoid sehingga timbul rasa ragu dan curiga. Pasien mungkin juga bersifat keras kepala dilihat dari tidak mau mengalah dalam berdebat. Riwayat forensik : Dari alloanamnesis, diketahui bahwa enam bulan yang lalu pasien menabrak seorang pejalan kaki dengan motornya hingga luka parah dan dituntut membayar kerugian yang besar nilainya bagi pasien.

Kejadian ini bisa menjadi suatu stressor terjadinya gangguan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mungkin pasien merasa tertekan dengan kejadian tersebut karena tuntutan membayar kerugian yang besar nilainya bagi pasien.

F. RIWAYAT KELUARGA Tidak ada keterangan.

G. TARAF DAPAT DIPERCAYA Tidak ada keterangan.

II.

STATUS MENTAL Diperiksa pada hari Rabu tanggal 7 November 2012 pukul 08.00-10.00.

A. DESKRIPSI UMUM o Penampilan o Kesadaran Kesadaran biologis Kesadaran psikologis Kesadaran sosial : Menurun : Terganggu : Terganggu : Tidak rapi

o Perilaku/aktivitas motorik : Gaduh gelisah, bicara kacau, sukar tidur, pernah telanjang, dan ingin lari dari rumah o Pembicaraan pertanyaan. : Bicara inkoheren, jawaban tidak sesuai dengan

B. MOOD DAN AFEK o Mood o Ekspresi afektif Lokal Dangkal: intensitasnya kurang1 Tak dapat dirabarasakan: pemeriksa tidak dapat merasakan mood dan afek dari pasien. Skala diferensiasi sempit: Hanya bisa memberikan satu atau dua jenis emosi : Tidak ada keterangan.

C. GANGGUAN PERSEPSI o Halusinasi visual dan auditorik

D. BENTUK PIKIR

Pasien ini bentuk pikirnya terganggu (tidak sistematis, logis, dan informatif) karena didapatkan dari autoanamnesis bahwa jawaban pasien tidak sesuai dengan pertanyaan pemeriksa. E. PROSES PIKIR Pada pasien ini proses pikirnya termasuk inkoherensi yaitu kalimatnya sulit ditangkap atau diikuti maksudnya, serta ditemukan ketidaksesuaian antara pertanyaan yang diberikan dengan jawaban dari pasien.

F. ISI PIKIR Pasien ini memiliki isi pikir berupa waham kejar yaitu waham dengan tema utama pasien diserang, diganggu, ditipu, disiksa atau dilawan komplotan. 2 Pasien memiliki keyakinan bahwa orang atau kelompok tertentu sedang mengancam atau berencana membahayakan dirinya.Waham ini menjadikan pasien selalu curiga akan segala hal dan berada dalam ketakutan karena merasa diperhatikan, diikuti, serta diawasi.

G. FUNGSI INTELEKTUAL Pasien mengalami gangguan atensi karena tidak didapatkan kontak mata saat dilakukan autoanamnesis dan disorientasi ringan pada waktu, tempat, dan orang. Tilikan derajat 1 artinya terdapat penyangkalan pada pasien terhadap penyakitnya.

III.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LANJUT

A. PEMERIKSAAN FISIK Pada inspeksi pasien tampak pucat , tidak rapih, kulit keriput, banyak keringat, lemah dan batuk. Rongga mulut terdapat lapisan putih pada lidah dengan tepi merah. Interpretasi : pasien tampak pucat bisa disebabkan oleh karena gangguan dari oksigenisasi atau dari gangguan vaskularisasi, kulit keriput bisa terjadi karena pada pasien terdapat riwayat diare yang menyebabkan pasien dehidrasi dan terjadi penurunan turgor kulit, banyak keringat karena kompensasi tubuh terhadap demam yang tinggi pada pasien ini, lemah karena diare & dehidrasi, batuk merupakan gejala prodormal dari tifoid, rongga mulut terdapat lapisan putih pada lidah dengan tepi merah merupakan ciri khas dari coated tongue.3 Hepar teraba 2 jari dan limpa 1 jari di bawah iga. Pada auskultasi terdapat ronchi basah pada kedua paru bawah. Interpretasi : Hepar teraba 2 jari dan limpa 1 jari di bawah iga menandakan adanya pembesaran dari hepar dan lien atau yang biasa disebut dengan hepatosplenomegali.3 Pada auskultasi terdapat ronchi menunjukannya adanya cairan yang mengarah kepada pneumonia. Nadi : 60x/menit Tekanan darah = 110/70 suhu =39oC

Interpretasi : Nadi normal (60-100x/menit), tekanan darah normal (120/80), suhu febris (36,5-37,2oC).3 B. PEMERIKSAAN NEUROLOGI Tidak ada keterangan. C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
10

Laboratorium : leukosit = 5.000, Hb = 12,5 gram% Widal : Anti O = 1/160 dan Anti H = 1/320 Interpretasi : leukosit normal masih dalam batas bawah, Hb menurun (N:13-18 gr%)4 Tes Widal : Anti O 1/160 menggambarkan positif infeksi akut oleh kuman S. Typhi. Anti H 1/320 menandakan bahwa pasien pernah mengalami tifoid. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada keterangan.

IV.

DIAGNOSIS Diagnosis Multiaksial, terdiri dari 5 aksis :5

Aksis I F00-09

: Gangguan Klinis dan Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis : Gangguan mental organik (simptomatik). Pada pasien ini, ditemukan adanya

gangguan organik, yaitu demam tifoid dengan gejala demam yang sangat tinggi, berkeringat banyak dan diare, serta didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang yang ada. Selain itu, terdapat pula batuk dan temuan ronkhi basah di basal paru, yang diduga sebagai gejala dari pneumonia. F05.0 : Tak betumpang-tindih dengan demensia. Kesadarannya delirium akibat dari

tingginya suhu badan pasien yaitu 39oC, tapi tidak ada gejala demensia. Kesadaran biologis pasien juga disebutkan mengalami penurunan. Aksis II F60.0 : Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental : Gangguan kepribadian paranoid. Pada pasien ini ditemukan sejumlah gejala

paranoid, yaitu jika berdebat ia tidak mau mengalah, mudah curiga terhadap rekan kerja dan bawahannya. Kemungkinan, pasien memiliki memori atau kenangan tidak menyenangkan pada kasus di mana ia harus membayar mahal akibat kecelakaan yang terjadi.

11

Aksis III A00-B99

: Kondisi Medik Umum : Penyakit infeksi dan parasit tertentu. Pasien diduga menderita penyakit

sistem pencernaan yaitu demam tifoid (tifoid abdominalis) dan penyakit sistem pernapasan berupa pneumonia, yang ditemukan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan : Dari alloanamnesis diketahui pasien enam bulan lalu

Psikososial dan Ekonomi

menabrak seorang pejalan kaki hingga luka parah sehingga menyebabkan pasien dituntut membayar kerugian yang besar nilainya bagi pasien yang hanya memiliki pekerjaan sebagai sekuriti di perusahaan asing. Aksis V : Penilaian fungsi secara global

GAF 45 (mutakhir) : Gejala berat dengan disability berat, gejala berat dilihat dari pasien ini tilikan 1 dimana terdapat juga halusinasi auditorik serta waham kejar, serta disability beratnya dilihat dari pasien yang pernah telanjang dan ingin keluar rumah, yang itu berarti menunjukkan pasien tidak mampu mengkoordinir dirinya lagi.

V.

PATOFISIOLOGI Adapun mekanisme terjadinya gangguan pada pasien ini adalah diawali dengan

infeksi Salmonella typhi (S. typhi). Infeksi dapat terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik sehingga kuman dapat menembus sel-sel epitel (terutama

12

sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria, kuman berkembang dan difagositosis oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.6 Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag, karena sifatnya yang fakultatif intraseluler, dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya, melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag tersebut masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.6 Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermitten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman S. typhi, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik, seperti yang ditemukan pada pasien ini, yakni demam , sakit perut dan gangguan mental.6 Bakteri S. thypi memiliki endotoksin yang dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatri. Gangguan neuropsikiatri yang ditemukan pada pasien ini, antara lain kesadaran fluktuatif dan psikosis. Diduga faktor ekonomi yang buruk mempermudah terjadinya hal tersebut..6

VI.

PENATALAKSANAAN

1. Istirahat dan perawatan Pasien dianjurkan rawat inap dan diisolasi tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
13

Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga. 2. Diet dan terapi penunjang Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan semakin lama. Pemberian bubur atau makanan rendah serat bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. 3. Infus Nacl fisiologis 0,9 % Hal ini bertujuan untuk mengurangi gejala dehidrasi pada pasien, dimana pasien mengalami pengeluaran keringat yang berlebihan, diare 6x sehari dan pada pemeriksaan fisik diketahui kulit tampak keriput. Infus diharapkan juga dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien. 4. Terapi kombinasi Diberikan terapi kombinasi 2 antimikroba dan steroid karena memiliki manifestasi neuropsikiatrik atau disebut pula tifoid toksik, yaitu kloramfenikol 4 x 400 mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.7 5. Clozapine Adalah golongan dibenzodiazepine. Diberikan atas indikasi psikosis yang berhubungan dengan sindrom otak organik misalnya delirium dan memiliki efek sedasi yang kuat karena pasien mengalami kesulitan tidur. Pemberian tidak dianjurkan lebih dari 4 minggu karena mempunyai efek samping agranulositosis. Initial dose 12,5 mg 1-2 x sehari.8 6. Haloperidol Merupakan antipsikosis yang kuat, indikasi psikosis paranoid dalam keadaan gaduh gelisah (kedaruratan psikiatri). Di injeksi 5 mg tiap 30 menit.

14

7. Konseling dan edukasi keluarga pasien. VII. PROGNOSIS

a. Prognosis Gangguan Organik - Ad Vitam : dubia ad Bonam

Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. -Ad Functionam : ad Bonam

Fungsi organ yang terkena pada pasien ini menunjukan prognosis ke arah baik. -Ad Sanationam : dubia ad Bonam

Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat terapi anti mikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyata sekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek.

b. Prognosis Gangguan Jiwa Prognosis pada pasien ini adalah ad bonam di karenakan beberapa faktor berikut : Faktor-faktor yang mendukung ke arah yang lebih baik : 1. Umur pertama kali menderita gangguan jiwa. Umur pasien pada saat ini adalah 35 tahun semakin dewasa seseorang terkena gejala-gejala seperti ini, semakin baik prognosisnya.
15

2. Kepribadian premorbid Kepribadian pasien dan peranannya sebelum onset penyakitnya adalah baik, sehingga mendukung prognosis ke arah yang lebih baik pula. 3. Perhatian keluarga Pasien masih memiliki dukungan keluarga yang baik, sehingga kami menyimpulkan bahwa prognosisnya baik 4. Lamanya gangguan jiwa Gejala pasien ini terjadi selama seminggu, sehingga mendukung prognosis ke arah yang lebih baik. 5. Herediter Pada pasien ini tidak diketahui terdapatnya riwayat herediter gangguan jiwa.

16

BAB III PEMBAHASAN KASUS

A. ANAMNESIS TAMBAHAN Karena informasi yang kami dapatkan belum lengkap, maka untuk menegakan sebuah diagnosis, kami memerlukan anamnesis tambahan, yaitu : 1. Melengkapi identitas pasien Contohnya menanyakan tentang tempat tinggal. Karena kami memiliki hipotesis demam tifoid yang merupakan penyakit yang menular secara fecal oral, maka tempat tinggal pasien sangat penting ditanyakan untuk memperkuat diagnosis. Sebagai ilustrasi : seseorang yang tinggal di bantaran sungai dan melakukan aktifitas sehari hari seperti mencuci bahan makanan, buang air besar,dsb yang dilakukan di sungai akan memiliki risiko tertular demam tifoid lebih besar 2. Sudah berapa lama gejala- gejala gangguan prilaku yang dialami oleh pasien?
17

Hal ini untuk menentukan prognosis pasien, apabila semakin cepat onset timbul, maka prognosis semakin buruk 3. Apakah ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa seperti pasien? Hal ini bertujuan apakah pasien memiliki faktor herediter terhadap gangguan yang sedang dialaminya. 4. Sudah pernah timbul gejala seperti ini sebelumnya? Hal ini juga untuk menentukan prognosis, apabila penyakitnya bersifat berulang, maka prognosisnya semakin buruk 5. Riwayat kebiasaan ( pola makan, rokok, alkohol, obat obatan terlarang) Ini untuk mencari kaitan antara pola makan dengan gangguan jiwa yang dialami oleh pasien, contohnya : ada gangguan jiwa yang diakibatkan oleh penyalahgunaan obat obatan.

B. PEMERIKSAAN TAMBAHAN Menurut kami, pada pasien ini diperlukan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan penunjang foto rontgen thorax untuk memastikan penyebab ronkhi basah dan mengulang tes Widal

C. DEMAM TIFOID Latar Belakang Demam Tifoid, juga dikenal sebagai demam enterik, adalah penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Presentasi klinis meliputi demam, malaise, sakit perut, dan sembelit. Bila tidak diobati, demam tifoid dapat berkembang menjadi delirium, obtundation, perdarahan usus, perforasi usus, dan kematian dalam waktu satu bulan onset. Komplikasi lainnya seperti neuropsikiatri jangka panjang atau permanen.

18

Transmisi Bakteri ini akan menyebar melalui pola penularan yang: 1. Fecal-oral Melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi langsung atau oleh carrier asimptomatik kronik. 2. Hand-to-mouth Jika tidak mencuci tangan sebelum makan dengan tangan yang terkontaminasi oleh bakteri ini. 3. Oral Jika memakan buah atau sayuran mentah yang dipupuki dengan pupuk yang terkontaminasi oleh bakteri ini. 4. Seksual Jika berhubungan seksual dengan orang yang merupakan carrier atau dengan yang berpenyakit aktif atau yang tidak mencuci tangan sebelum berhubungan setelah kontak dengan orang yang menderita penyakit ini.

Epidemiologi Demam tifoid terjadi di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang yang kondisi sanitasi miskin. Demam tifoid adalah endemik di Asia, Afrika, Amerika Latin, Karibia, dan Oceania, tetapi 80% kasus berasal dari Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan, atau Vietnam. Di negara-negara tersebut, demam tifoid paling sering terjadi pada daerah tertinggal. Demam Tifoid menginfeksi sekitar 21,6 juta orang (kejadian 3,6 per 1.000 penduduk) dan membunuh 200.000 orang setiap tahun.

19

Di Amerika Serikat, sebagian besar kasus demam tifoid muncul dalam wisatawan internasional. Insiden tahunan rata-rata dari demam tifoid per juta wisatawan dari 1999-2006 oleh daerah atau wilayah keberangkatan adalah sebagai berikut: Kanada - 0 Belahan Barat di luar Kanada / Amerika Serikat - 1,3 Afrika - 7,6 Asia - 10,5 India - 89 (122 tahun 2006) Total (untuk semua negara kecuali Kanada / Amerika Serikat) - 2,2

Mortalitas / Morbiditas Dengan terapi antibiotik cepat dan tepat, demam tifoid adalah demam jangka pendek yang membutuhkan rata-rata 6 hari rawat inap. Bila diobati, korban memiliki beberapa gejala sisa jangka panjang dan risiko kematian 0,2%. Demam tifoid yang tidak diobati adalah penyakit yang mengancam jiwa dalam beberapa minggu, dengan morbiditas jangka panjang sering melibatkan sistem saraf pusat. Angka kematian di Amerika Serikat di era pra-antibiotik adalah 9% -13%. Ras Demam Tifoid tidak memiliki predileksi ras. Seks

20

Lima puluh empat persen dari kasus demam tifoid di Amerika Serikat dilaporkan antara tahun 1999 dan 2006 adalah laki-laki. Usia Kasus tifoid yang paling didokumentasikan melibatkan anak-anak usia sekolah dan dewasa muda. Namun, kejadian yang sebenarnya antara anak-anak yang sangat muda dan bayi dianggap lebih tinggi. Presentasi dalam kelompok usia mungkin atipikal, mulai dari penyakit demam ringan sampai kejang-kejang yang parah, dan infeksi S typhi mungkin tidak dikenali. Hal ini mungkin menjelaskan laporan yang saling bertentangan dalam literatur bahwa kelompok ini memiliki tingkat yang sangat tinggi atau sangat rendah morbiditas dan mortalitas. Faktor resiko Faktor-faktor yang dapat mempermudah seseorang tertular penyakit ini adalah: Kerja atau bepergian di/ke daerah endemik atau pekerjaannya berhubungan langsung dengan bakteri tersebut, seperti dokter, pekerja lab yang menangani langsung Salmonella typhi, atau turis yang bepergian kenegara-negara endemik. Kontak langsung dengan penderita atau orang yang baru sembuh Sistem imunitas yang lebih Tidak tersedianya sanitasi dan air bersih yang layak Banjir Pernah terkena infeksi Helicobacter pylori. Infeksi bakteri ini dan pengobatannya akan meningkatkan pH asam lambung, sehingga tidak adekuat untuk membunuh bakteri yang masuk kedalam lambung

21

Gejala
Incubation Systemic Stepladder fever pattern or insidious onset fever Acute high fever Chills Rigors Anorexia Diaphoresis Neurologic Malaise Insomnia Almost all Almost all Very common Confusion/delirium Common Very common Psychosis Catatonia Frontal (usually mild) Meningeal signs Parkinsonism Ear, nose, and throat Coated tongue Very common Sore throatf Pulmonary Mild cough Bronchitic cough Rales Pneumonia Common Common Common Rare (lobar) Rare Common (basal) Cardiovascular 22 headache Very rare Very rare Very common Rare Very rare Rare gallbladder cancer (RR=167; carriers) Common Typhoid state (common) Very common Very rare Almost all Uncommon Almost all Very common long-term neurologic sequelae (extremely rare); Very common Week 1 Week 2 Week 3 Week 4 Recovery Post 10%-20%

phase or death relapse; 3%-4% (15% untreated cases) of chronic carriers;

Dicrotic pulse Myocarditis Pericarditis

Rare Rare Extremely rare

Common

Thrombophlebitis Gastrointestinal Constipation Very common Diarrhea Bloating with tympany Rare Very common (84%) Diffuse mild abdominal pain Sharp right lower Very common Rare Common

Very rare

Common (pea soup)

quadrant pain Gastrointestinal hemorrhage intestinal perforation Hepatosplenomegaly Jaundice Gallbladder pain Urogenital Urinary retention Hematuria Renal pain Musculoskeletal Myalgias Arthralgias Rheumatologic Arthritis (large joint) Dermatologic Rose spots Rare Extremely rare Very rare Very rare Common Rare Rare Common Common Very rare Very rare; Very common

usually trace Rare

Miscellaneous

23

Abscess (anywhere)

Extremely rare

Extremely Extremely rare rare

Very common: Symptoms terdapat lebih dari setengah kasus (antara 65%-95%). Very rare: Symptoms terdapat kurang dari 5% kasus. Almost all: Symptoms terdapat hampir di semua kasus. Common: Symptoms terdapat di 35%-65% kasus. Rare: Symptoms terdapat di 5%-35% kasus. Blank cells: Symptoms tidak diketahui Extremely rare: Symptoms hanya terdapat di beberapa kasus.

Komplikasi Komplikasi yang mungkin muncul (dari yang paling sering ke yang paling jarang) adalah: Pendarahan gastrointestinal (10-20%), Perforasi usus (1-3%), yang paling sering muncul pada minggu ketiga dan keempat. Gejala neurologis seperti meningitis,Guillain-Barre syndrome, neuritis, gejala-gejala neuropsikiatrik (delirium dengan mengigau, coma vigil) dengan menjumput seprei atau selimut dan benda-benda khayalan. Disseminated Intravascular Coagulation, sindrom hematofagositik, pancreatitis, abses dan granuloma hepatik dan splenik, endocarditis, pericarditid, myocarditid, orchitis, hepatitis,glomerulonefritis, pyelonefritis, hemolytic uremic syndrome, pneumonia, arthritis, osteomyelitis,dan parotitis

24

Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran atau tertular penyakit ini adalah: 1. Vaksinasi ada dua tipe vaksin yang saat ini beredar untuk masyarakat, yaitu: a. Vaksin Ty21a, yang diberikan pada hari 1, 3, 5, 7, dengan booster tiap 5 tahun. Usia minimum adalah 6 tahun karena vaksin ini merupakan yang tipe oral live attenuated, yang jika diberikan pada anak yang sistem pertahanan tubuhnya belum baik, malah akan menyebabkan penyakit. b. Vaksin ViCPS, yang diberikan per IV dalam satu kali suntikan, dengan booster tiap 2 tahun sekali. Vaksin ini merupakan purified Vi polisaccharides dari kapsul bakteri. Dan usia minimum pemberian adalah dua tahun. 2. Untuk mencegah diri sendiri tidak tertular anda harus mencuci tangan dengan baik dan benar, jangan meminum air mentah, dan jika harus membeli makanan matang, pilihlah makanan yang panas, serta bersihkan rumah anda tiap hari. 3. Untuk mencegah penularan ke orang lain, pasien jangan menyentuh atau mengolah makanan atau minuman, pisahkan barang-barang yang dipakai pasien, selalu cuci tangan, dan bersihkan rumah tiap hari.9

25

BAB IV KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien kami yang bernama Tn. Taufik berusia 35 tahun datang dengan keluhan utama bicara kacau dan badan panas tinggi. Berdasarkan hasil anamnesis baik autoanamnesis dan alloanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium kami

26

dapat membuat suatu diagnosis. Diagnosis yang kami tegakkan menggunakan kriteria diagnosis secara multiaksial sesuai dengan PPDGJ-III. Penatalaksanaan yang kami lakukan adalah penanganan eklektik-holistik yaitu meliputi bidang organobiologik, psikoedukatif dan sosiokultural serta mengikuti kaedah-kaedah ilmu kedokteran yang mutakhir.

DAFTAR PUSTAKA

27

1. Sadock BJ, Sadock VA. Laporan Psikiatri. In: Muttaqin H, Sihombing RNE, editors. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2010.p.14. 2. Yager J, Gitlin MJ. Clinical Manifestations of Psychiatric. In: Sadock BJ, Sadock VA, editors. Kaplan & Sadockss Comprehensive Textbook of Psyhiatry. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2000.p.797. 3. Natadidjaja H. Pemeriksaan Fisik. In: Saputra L, editor. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Dalam. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2012.p.30, 97. 4. Priyana A. Patologi Klinik. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti; 2010.p.7, 17. 5.Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya. 2001.p.11-9. 6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Ed 6 th. Jakarta: EGC; 2005. 7.Widodo D. Demam Tifoid. In: Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.2803. 8.Drug.com. Clozapine. Available from : http://www.drugs.com/clozapine.html. Accesed at : 7 November 2012. 9.John LB. Typhoid Fever. Update at: 21 September 2011. Available at: at: 7

http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview#a0199. November 2012.

Accessed

28

29

Anda mungkin juga menyukai