Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2022


UNIVERSITAS KHAIRUN

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

“DELIRIUM (F05)”

Disusun oleh:
NURUL AMIRAH R
NPM. 10119210034

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2022
LAPORAN KASUS

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dibawakan dalam acara Pertemuan


Ilmiah dengan judul “Gangguan Mental Organik, Delirium” pada Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran, yang akan
dilaksanakan pada :

Hari : Rabu, 25 Mei 2022

Waktu : 11.00 - selesai

Tempat : Room Zoom Meeting

Pembimbing,

dr. Yazzit Mahri, Sp.KJ, M.Kes


NIP.198309152011011004
IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. L.B
Tempat, Tanggal Lahir : Ibu, 28-02-1954
Usia : 68 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Desa Tongute Ternate, Halmahera Barat
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Sudah menikah
B. RIWAYAT PSIKIATRI
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada
tanggal 13 Mei 2022 di Rumah Sakit Jiwa Sofifi, pasien merupakan pasien rawat
inap di Rumah Sakit Jiwa Sofifi.
1. KELUHAN UTAMA
Berbica Melantur

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


(Alloanamnesis) : Bertanya kepada anak pasien, yang mengantarkan
pasien
Pasien rujukan dari RSU Jailolo masuk dengan keluhan berbicara
melantur sejak ± 1 minggu SMRSJ. Pasien selalu mengeluarkan kata-kata
yang tidak nyambung. Keluarga mengatakan pasien seperti ini setelah sakit
dan di rawat di RS sebelumnya. Pasien juga sulit tidur 5 hari terakhir
walaupun diberikan obat tidur. Tidur hanya beberapa menit lalu terbangun
lalu sulit tidur kembali. Terkadang menangis sendiri, diam, tatapan kosong,
Pasien selalu menunjuk sesuatu seakan melihat bayangan dan hantu. Makan
hanya saat ditawarkan oleh keluarga. Riwayat hipertensi sejak lama dan
tidak rutin dalam meminum obat.
(Autoanamnesis)
Pasien merasa sakit kepala dan tulang belakang sejak 2 bulan yang
lalu, pasien mengatakan bahwa dia sering melihat bayangan-bayangan dan
hantu.
3. RIWAYAT GANGGUAN SEBELUMNYA
a. Gangguan Psikiatri :
Tidak ada
b. Riwayat Gangguan Medik :
Riwayat Hipertensi yang tidak terkontrol dan Spondilosis Lumbalis
sejak 2 bulan yang lalu
c. Riwayat Penggunaan NAPZA :
Riwayat mengonsumsi alkohol dan merokok sebelumnya, tetapi sudah
berhenti 1 tahun terakhir
4. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal :
Tidak ada informasi
b. Riwayat Masa Kanak-Kanak :
Tidak ada informasi
c. Masa Remaja :
Tidak ada informasi
d. Masa Dewasa :
Pasien adalah seorang yang aktif dalam kegiatan sosial
e. Riwayat Pendidikan :
Pasien tamatan SD. Tidak melanjutkan pendidikan karena masalah
ekonomi.
f. Riwayat Pekerjaan :
Pasien bekerja sebagai petani
g. Riwayat Beragama
Pasien seorang muslim dan menjalankan kewajiban agamanya.
h. Kehidupan Sosial dan Perkawinan
Dalam kehidupan sosialnya pasien memiliki hubungan baik dengan
tetangga-tetangga dan keluarganya. Pasien sudah menikah dan memiliki
4 orang anak.
5. RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)

Keterangan :
: Pria
: Wanita
: Pasien
: Meninggal

6. SITUASI KEHIDUPAN SOSIAL SEKARANG


Pasien tinggal bersama istri dan ketiga anak-anaknya dan untuk kehidupan
sosialnya pasien jarang bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya.
C. STATUS MENTAL

1. DESKRIPSI UMUM
a. Penampilan :
Pasien laki-laki, penampilan tampak sesuai usianya, perawakan tinggi,
warna kulit coklat kehitaman, pasien datang menggunakan baju kaos
lengan pendek, dan menggunakan celana pendek warna hijau.
b. Kesadaran
1) Kesadaran sensorium/neurologik : Apatis, GCS: E3V4M6
2) Kesadaran psikiatri : Tampak terganggu

c. Perilaku dan aktivitas psikomotor :


1) Sebelum wawancara : Pasien tampak sedikit gelisah dan
psikomotornya sesuai.
2) Selama wawancara : Pasien tampak sedikit gelisah dan
psikomotornya sesuai.
3) Sesudah wawancara : Pasien tampak sedikit gelisah dan
psikomotornya sesuai.
d. Sikap terhadap pemeriksa : Kurang kooperatif
e. Pembicaraan ( spontanitas, intonasi dan kecepatan) :
1) Cara berbicara : Kurang spontan, intonasinya pelan dan
kecepatan bicaranya biasa.
2) Gangguan berbicara : Tidak ada gangguan berbicara.
2. ALAM PERASAAN (EMOSI)
a. Mood : Hipotimia
b. Afek : Tumpul
3. GANGGUAN PERSEPSI
a. Halusinasi : Visual (+) melihat bayangan dan hantu, Auditorik (-)
b. Ilusi : Tidak ada
c. Depersonalisasi : Tidak ada

d. Derealisasi : Tidak ada

4. SENSORIUM DAN KOGNITIF (FUNGSI INTELEKTUAL)

a. Taraf pendidikan : Sulit di evaluasi


b. Pengetahuan umum : Sulit di evaluasi
c. Konsentrasi : Terganggu
d. Orientasi
1) Waktu : Tidak terganggu
2) Tempat : Terganggu
3) Orang : Terganggu
e. Daya ingat
1) Jangka panjang : Sulit di evaluasi
2) Jangka pendek : Terganggu
3) Segera : Sulit di evaluasi

f. Pikiran abstraktif : Sulit di evaluasi


g. Bakat kreatif : Tidak ada informasi
h. Kemampuan menolong diri sendiri :Terganggu, harus selalu
diingatkan makan, pasien tidak bisa mandi dan berpakaian sendiri.
5. PROSES PIKIR
a. Arus pikir
1) Produktivitas : Miskin ide pikir
2) Kontinuitas : Kadang irrelevan
3) Hendaya bahasa : Tidak ada
b. Isi pikir
1) Preokupasi : Tidak ada
2) Waham : Tidak ada
3) Obsesi : Tidak ada
4) Fobia : Tidak ada
5) Ide-ide : Tidak ada

6. PENGENDALIAN IMPULS : Terganggu


7. DAYA NILAI
a. Daya nilai sosial : Sulit di evaluasi
b. Uji daya nilai : Sulit di evaluasi
c. Daya nilai realitas : Sulit di evaluasi
8. TILIKAN
Derajat 4, menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namun tidak
memahami penyebab sakitnya
9. RELIABILITAS
Dapat dipercaya.
D. PEMERIKSAAN INTERNUS
1. STATUS INTERNUS
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Apatis, GCS E3V4M6
c. Tekanan darah : 138/80 mmhg
d. Frekuensi nadi : 88x/menit
e. Frekuensi napas : 20x/menit
f. Suhu badan : 36,3ºC
g. Bentuk tubuh : Perawakan Kurus dan Tinggi
h. Sistem kardiovaskular : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
i. Sistem respiratorius : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
j. Sistem gastrointestinal : Bising Usus (+) dalam batas normal, Nyeri
tekan (-)
k. Sistem Muskulokeletal : Tidak dilakukan pemeriksaan karena tidak ada
indikasi
l. Sistem Urogenital : Tidak dilakukan pemeriksaan karena tidak ada
indikasi
2. STATUS NEUROLOGIK
a. Saraf kranialis (I-XII) : Sulit di evaluasi
b. Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-) kernig sign (-)
c. Pupil (reflex) : Isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+)
d. Motorik : Kekuatan EB (4/4), Tonus EA (↓/↓) EB
(↓/↓), Pergerakan EA (↓/↓) EB (↓/↓), Rf : (↓/↓), Rp : (↓/↓)
e. Sensibilitas : Tidak dilakukan pemeriksaan
f. Fungsi luhur : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Gangguan khusus : Tidak ada
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang disarankan : GDS, CBC, Asam Urat, Kolesterol,
Elektrolit, EEG, CT-Scan, dan Foto Lumbosacral
F. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang laki-laki berusia 68 tahun, penampilan tampak sesuai usianya,
perawakan tinggi, warna kulit coklat kehitaman, pasien datang menggunakan
baju kaos lengan pendek, dan menggunakan celana pendek warna hijau. Pada
alloanamnesis, keluarga mengeluhkan pasien berbicara melantur sejak ± 1
minggu terakhir. Pasien selalu mengeluarkan kata-kata yang tidak nyambung,
terkadang lupa orang sekitar. Keluarga mengatakan pasien seperti ini setelah
sakit sebelumnya Pasien juga sulit tidur 5 hari terakhir walaupun diberikan obat
tidur. Tidur hanya beberapa menit lalu terbangun lalu sulit tidur kembali.
Terkadang menangis sendiri, diam, tatapan kosong, kadang tampak seperti
tertidur tapi tidak tidur. Selalu menunjuk sesuatu seakan melihat bayangan dan
hantu. Makan hanya saat ditawarkan makanan. Riwayat hipertensi sejak lama
dan tidak rutin dalam meminum obat. Pada Autoanamnesis di dapatkan informasi
bahwa pasien merasa sakit kepala dan tulang belakang sejak 2 bulan yang lalu,
pasien mengatakan bahwa dia sering melihat bayangan-bayangan dan hantu.
Pasien tinggal bersama istri dan keempat anak-anaknya dan untuk kehidupan
sosialnya pasien sering bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Pasien
memiliki riwayat penyakit lain seperti hipertensi.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan. Kesadaran apatis dan
terganggu, Perilaku dan aktivitas psikomotor tampak sedikit gelisah. Sikap
terhadap pemeriksa kurang kooperatif, pembicaraan kurang spontan dengan
intonasi pelan dan tidak ada gangguan bicara. Mood hipotimia dan afek tumpul.
Halusinasi visual (+),
Pada pemeriksaan status internus tekanan darah 138/80 mmhg, nadi
88x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu badan 36,3’C. Pada pemeriksaan status
neurologi didapatkan pada pemeriksaan motoric didapatkan penilaian pada
kekuatan, tonus, pergerakan otot menurun.
G. FORMULASI DIAGNOSTIK
1. Diagnosis Aksis I
Berdasarkan autoanamnesis dan alloanamnesis, didapatkan adanya
gejala klinis yang bermakna yaitu sulit tidur dan melihat bayangan dan hantu.
Keadaan ini menimbulkan penderitaan atau distress dan menimbulkan
disabilitas atau disability pada dirinya dan keluarga serta lingkungan,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa. Pada
pemeriksaan status mental gejala yang didapatkan yaitu halusinasi visual
sehingga dikategorikan ke dalam gangguan jiwa psikotik. Berdasarkan
riwayat penyakit pasien yaitu hipertensi yang tidak terkontrol dan penyakit
spondilosis lumbal, serta pada pemeriksaan fisik dan neurologis serta
wawancara dengan keluarga pasien, ditemukan adanya kelainan yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyakit pada pasien saat ini. Sehingga
disimpulkan adanya suatu gangguan mental organik (F00-09).
Berdasarkan pemeriksaan status mentalis didapatkan kesadaran
kuantitatif apatis, kualitatif terganggu, perilaku dan psikomotor tampak
sedikit gelisah, mood hipotimia, afek tumpul, keserasian: serasi, ditemukan
halusinasi visual, arus pikir : produktivitas berupa miskin ide pikir,
kontinuitas irrelevan, penilaian reliatas terganggu, tilikan derajat 4. Pada
pemeriksaan status interna didapatkan adanya peningkatan tekanan darah dan
pada pemeriksaan neurologi didapatkan pada pemeriksaan motorik penilaian
pada kekuatan, tonus, pergerakan otot menurun. Berdasarkan data-data
tersebut maka sesuai dengan kriteria PPDGJ-III axis I dapat ditegakkan
diagnosis Delirium (F05).
2. Diagnosis Aksis II
Ciri Kepribadiaan tidak khas, tidak ada gangguan kepribadian dan tidak ada
retradasi mental
3. Diagnosis Aksis III
G00 – G99 Penyakit Susunan Saraf Pusat
4. Diagnosis Aksis IV
Belum jelas
5. Diagnosis Aksis V
GAF Scale : 40 – 31 (Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita
dengan komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi)
H. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : dubia ad bonam
Quo Ad functionam : dubia ad bonam
Quo Ad sanationam : dubia ad bonam
I. DAFTAR MASALAH
Organobiologik : Pada pemeriksaan status interna didapatkan adanya
tekanan darah yang relatif tinggi dan diduga adanya
gangguan keseimbangan neurologis, sehingga
membutuhkan farmakoterapi
Psikologis : Perilaku dan aktivitas psikomotor tampak agak
gelisah, afek hipotimia, daya ingat jangka pendek
terganggu, halusinasi auditorik (-) dan visual (+),
tilikan derajat 4, sehingga membutuhkan psikoterapi
Sosial/Keluarga : Tidak didapatkan stressor psikososial
J. TERAPI
1) Farmakoterapi :
 Captopril 25 mg 2x1
 Haloperidol 5 mg 3x1
 Lorazepam 1 mg 1x1
2) Psikoterapi
- Konseling : Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien
dan keluarga agar memahami penyakitnya dan bagaimana cara
menghadapinya.
PEMBAHASAN

Delirium merupakan salah satu jenis Gangguan Mental Organik yang


penting dan sering dijumpai dalam klinik. Gejala klinis delirium terdiri atas adanya
gangguan kesadaran dan kognisi, harus diingat bahwa delirium bukan merupakan
penyakit tetapi merupakan gejala, sehingga dalam menentukan adanya delirium
harus berdasarkan penyebabnya.1

Epidemiologi

Menurut DSM-IV-TR, usia lanjut adalah faktor risiko utama timbulnya


delirium. Sekitar 30%- 40% pasien rawat inap yang berusia di atas 65 tahun
mengalami satu episode delirium, dan 10%-15% lansia lainnya mengalami delirium
saat masuk rumah sakit. Faktor predisposisi lain timbulnya delirium adalah usia
muda (yaitu anak), kerusakan otak yang telah ada sebelumnya (contohnya demensia,
penyakit serebrovaskular, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alkohol,
diabetes, kanker, gangguan sensorik (contohnya kebutaan), dan malnutrisi. Jenis
kelamin pria merupakan faktor risiko independen untuk delirium menurut DSM-IV-
TR.2
Etiologi
Kausa utama delirium adalah penyakit susunan saraf pusat (seperti epilepsi),
penyakit sistemik (seperti gagal jantung), serta baik intoksikasi maupun keadaan
putus obat dari zat farmakologis atau toksis. Kondisi seperti kurang gizi,
multipatologi dan faktor lingkungan dapat memudahkan usia lanjut terkena infeksi
yang erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun. Pada kondisi infeksi
tersebut terdapat peningkatan sitokin proinflamasi, ditambah dengan adanya
defisiensi neurotransmitter akibat hipoksemia, akan menyebabkan terjadinya
gangguan transduksi sinyal dan menimbulkan manifestasi klinis sindrom delirium
akut.3,4
Hipotesis neurotransmitter utama yang terlibat dalam delirium adalah
acetylcholine dan daerah utama neuroanatomi yang terkena adalah formatio
reticularis. Beberapa laporan menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya
delirium adalah karena terjadi penurunan aktivitas acetylcholine dalam otak.1
Salah satu penyebab lain timbulnya delirium adalah toksisitas penggunaan
obat dengan aktivitas antikolinergik antara lain amitryptiline, doxepin, imipramine,
thioridazine dan chlorpromazine yang merupakan obat-obat yang sering digunakan
dalam psikiatri. Neurotransmiter lain yang juga berperan adalah serotonin dan
glutamat.1
Gambaran Klinis
Delirium biasanya ditandai oleh awitan gejala yang mendadak. Gejala
prodromal (seperti kegelisahan dan rasa takut) dapat terjadi berhari-hari sebelum
awitan gejala yang utuh. Pemeriksaan status mental –contohnya Mini-Mental State
Examination (MMSE)- dapat digunakan untuk mendokumentasikan hendaya
kognitif serta untuk memberikan landasan untuk mengukur perjalanan klinis pasien.
Adanya penyakit fisik yang telah diketahui atau riwayat trauma kepala atau
ketergantungan alkohol atau zat lain membantu menegakkan diagnosis.2
Gambaran inti delirium meliputi terganggunya kesadaran, seperti penurunan
tingkat kesadaran; terganggunya atensi, yang dapat mencakup berkurangnya
kemampuan memfokuskan, mempertahankan, atau mengalihkan atensi; hendaya
dalam bidang fungsi kognitif lain, yang dapat bermanifestasi sebagai disorientasi
(khususnya terhadap waktu dan setempat) dan penurunan memori; awitan yang
relatif cepat (biasanya dalam hitungan jam atau hari); durasi singkat (biasanya
selama beberapa hari atau minggu); dan seringkali fluktuasi keparahan serta
manifestasi klinis lain yang nyata dan tak dapat diramalkan terjadi sepanjang hari,
kadang memburuk di malam hari (senja), dengan kisaran dari periode yang jelas
hingga hendaya kognitif serta disorganisasi yang cukup parah.2
Gambaran klinis terkait sering muncul dan dapat menjadi prominem.
Gambaran tersebut meliputi disorganisasi proses pikir (berkisar dari tangensialitas
ringan hingga inkoherensi nyata), gangguan persepsi seperti ilusi dan halusinasi
(visual dan auditorik), hiperaktivitas dan hipoaktivitas psikomotor, gangguan siklus
tidur-bangun (manifestasi yang sering berupa tidur yang terfragmentasi di malam
hari, dengan atau tanpa rasa kantuk di siang hari, mimpi buruk yang sering muncul),
perubahan mood (dari iritabilitas halus sampai disforia, ansietas, atau bahkan euforia
yang nyata), serta manifestasi lain dari fungsi neurologi yang terganggu (cth.
Hiperaktivitas atau instablitas otonom, hentakan mioklonik, dan disartria).
Elektroensefalogram (EEG) biasanya menunjukkan perlambatan difus aktivitas
latar, meski pasie dengan delirium akibat putus alkohol atau hipnotiksedatif
memiliki aktivitas voltase-rendah yang cepat.1,2
Diagnosis
Berikut pembagian Delirium menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis
Gangguan Kejiwaan (PPDGJ):5
F05 Delirium, bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
Pedoman Diagnostik

• Gangguan kesadaran dan perhatian :


- dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma;
- menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian;
• Gangguan kognitif secara umum :
- distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi-seringkali visual;
- hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang
bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan;
- hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka
panjang relatif masih utuh;
- disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi
tempat dan orang;
• Gangguan psikomotor :
- hipo- atau hiper-aktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari
satu ke yang lain;
- waktu bereaksi yang lebih panjang;
- arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang;
- reaksi terperanjat meningkat;
• Gangguan siklus tidur-bangun :
- insomnia atau, pada kasus yang berat, tidak dapat tidur sama sekali atau
terbaliknya siklus tidur-bangun; mengantuk pada siang hari;
- gejala yang memburuk pada malam hari;
- mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut menjadi
halusinasi setelah bangun tidur;
• Gangguan emosional :
- misalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau
rasa kehilangan akal.
• Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitya hilang-timbul sepanjang hari, dan
keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan
F05.0 Delirium, tak bertumpang-tindih dengan demensia
Delirium yang tidak bertumpang tindih dengan demensia yang sudah ada
sebelumnya.
F05.1 Delirium, bertumpang-tindih dengan demensia
Kondisi yang memenuhi kriteria delirium di atas tetapi terjadi pada saat sudah
ada demensia.
F05.8 Delirium lainnya
F05.0 Delirium YTT
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan delirium adalah mengatasi penyebab yang
mendasari. Tujuan pengobatan lain yang juga penting adalah memberikan dukungan
fisik, sensorik, dan lingkungan.
Farmakoterapi
Dua gejala utama delirium yang memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia. Obat pilihan untuk psikosis adalah haloperidol, yaitu obat
antipsikotik golongan butirofenon. Total dosis harian haloperidol yang efektif dapat
berkisar 5 sampai 100 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Golongan fenotiazin
sebaiknya dihindari pada pasien delirium, obat tersebut dikaitkan dengan aktivitas
antikolinergik yang signifikan.2
Namun haloperidol menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang
tinggi hingga 40 sampai 50%. Jika sedasi ingin dihindari, haloperidol atau
antipsikotik atipikal akan lebih sesuai. Efek samping yang lain dan paling sering pada
haloperidol antara lain sakit kepala, mulut kering, peningkatan prolaktin, galaktorea,
amenorea.3,6
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepin yang memiliki
waktu paruh pendek atau menengah seperti lorazepam 1 sampai 2 mg sebelum saat
tidur. Benzodiazepin tidak dianjurkan dalam pengobatan delirium pada orang tua,
namun dapat dipertimbangkan dalam kasus alcohol withdrawal yang menjadi
penyebab delirium atau dosis yang digunakan lebih rendah. Dan untuk menghindari
risiko oversedasi benzodiazepin short-acting dapat dipertimbangkan seperti
lorazepam atau oxazepam (30 sampai 60 mg oral setiap 4 jam pada hari pertama dan
di tappering off dosisnya sebesasr 50% pada hari ke-2 dan ke-3). Benzodiazepin
dengan paruh waktu panjang dan barbiturat sebaiknya dihindari kecuali bila
digunakan sebagai bagian pengobatan penyakit yang mendasari (cth., keadaan putus
alkohol). Efek samping yang sering muncul yaitu somnolen, pusing, ataxia.1,2,6,7
Prognosis
Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor kausatif yang relevan
tetap ada meski delirium umumnya berlangsung kurang dari seminggu. Setelah
identifikasi dilakukan dan faktor kausatif dihilangkan, gejala delirium biasanya akan
surut dalam periode 3 sampai 7 hari meski beberapa gejala mungkin akan memakan
waktu 2 minggu sebelum benar-benar menghilang. Semakin tua pasien dan semakin
lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang dibutuhkan delirium
untuk mereda.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman R. 2013. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
2. Sadock, Benjamin James, and Virginia Alcott Sadock. 2018. Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Edited by Husny Muttaqin and Retna Neary Elseria Sihombing.Edisi ke-
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Pauzantian T, Carlat DJ. 2020. Medication Fact Book for Psychiatric Practice.
Fifth Edition. Carlat Publishing, United States of America
4. Angryni N, Mulyana R. 2020. Sindrom Delirium Akut. Jurnal Human Care.
2020;5(3): 762-770.
5. Maslim, R 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Cetakan kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK –
Unika Atmajaya. Jakarta: PT Nuh Jaya
6. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. 12th
ed. Versi Indonesia. The McGraw-Hill Companies, Inc
7. Inouye SK, vanDyck CH, Alessi CA, Balkin S, Siegal AP, Horwitz RI.
Clarifying confusion: The Confusion Assessment Method. A new method for
detection of delirium. Ann Intern Med. 1990; 113: 941-948.
Lampiran

1. Budiman R. 2013. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
2. Sadock, Benjamin James, and Virginia Alcott Sadock. 2018. Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Edited by Husny Muttaqin and Retna Neary Elseria Sihombing.Edisi ke-
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Pauzantian T, Carlat DJ. 2020. Medication Fact Book for Psychiatric Practice.
Fifth Edition. Carlat Publishing, United States of America
4. Angryni N, Mulyana R. 2020. Sindrom Delirium Akut. Jurnal Human Care.
2020;5(3): 762-770.
5. Maslim, R 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III dan DSM-5. Cetakan kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK –
Unika Atmajaya. Jakarta: PT Nuh Jaya
6. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. 12th
ed. Versi Indonesia. The McGraw-Hill Companies, Inc
7. Inouye SK, vanDyck CH, Alessi CA, Balkin S, Siegal AP, Horwitz RI.
Clarifying confusion: The Confusion Assessment Method. A new method for
detection of delirium. Ann Intern Med. 1990; 113: 941-948.

Anda mungkin juga menyukai