Dibawakan Oleh:
Firda Amalia
10119210048
Pembimbing :
dr. Peter H.Y. Singal, M.Kes, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2023
BAB I
PENDAHULUAN
aktivitas jantung paru secara mendadak yang mengakibatkan kegagalan sistem sirkulasi. Hal ini
disebabkan oleh malfungsi mekanik jantung paru atau elektrik jantung. Kondisi yang mendadak
tekanan oksigen arteri, menyebabkan hipoksia otot jantung yang menyebabkan henti jantung.
Henti jantung adalah konsekuensi dari aktivitas otot jantung yang tidak terkoordinasi.
Dengan EKG, ditunjukkan dalam bentuk Ventricular Fibrillation (VF). Satu menit dalam
keadaan persisten VF, aliran darah koroner menurun hingga tidak ada sama sekali. Dalam 4
menit, aliran darah karotis tidak ada sehingga menimbulkan kerusakan neurologi secara
permanen.
Henti jantung dapat disebabkan oleh banyak hal diantara nya karena kelainan pada
jantung itu sendiri seperti penyakit jantung koroner, ventrikel fibrilasi, kelainan vaskular, trauma
dada dan penyebab lainnya. Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas,
umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan pembuluh darah
Dari semua kejadian serangan jantung, 80% serangan jantung terjadi di rumah,
sehingga setiap orang seharusnya dapat melakukan resusitasi jantung paru (RJP) atau
erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena bagi penderita yang terkena serangan
jantung, dengan diberikan RJP segera maka akan mempunyai kesempatan yang amat
besar untuk dapat hidup kembali.1 Namun pada beberapa keadaan tindakan resusitasi tidak
efektif antara lain pada keadaan henti jantung yang telah berlangsung lebih dari 5 menit karena
Oleh karena itu penanganan awal yang cepat dan tepat akan memberikan pertolongan
TINJAUAN PUSTAKA
oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel
kanan dan kiri. Jantung memiliki bentuk jantung cenderung berkerucut tumpul. Ukuran
jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar
7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya.
Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa
2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah (Snell, 2006).
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada,
bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus,
terlindungi oleh tulang rusuk. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars
cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada
pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum tepi kiri
cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral
sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea
lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai
pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah
lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana
lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot jantung
yang berperan penting dalam memompa darah melalui pembuluh arteri. Lapisan terakhir
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan
sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel
dikenal dengan bilik. Keempat rongga tersebut terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kanan
dan kiri yang dipisahkan oleh dinding otot yang dikenal dengan istilah septum. Sesuai
dengan etimologis, jantung pada dunia medis memiliki istilah cardio yang berasal dari
Dimana cor dalam bahasa latin memiliki arti : sebuah rongga. Sebagaimana
bentuk dari jantung yang memiliki rongga berotot yang memompa darah lewat pembuluh
darah dalam kontraksi berirama yang berulang dan berkonsistensi. Pun, dalam kedokteran
istilah cardiac memiliki makna segala sesuatu yang berhubungan dengan jantung. Dalam
bahasa Yunani, cardia sendiri digunakan untuk istilah jantung (Snell, 2006).
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa
denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh
disosiasi elektromekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis,
radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu
(gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar
saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu normal
akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat
Henti jantung kebanyakan dialami oleh orang yang telah mempunyai penyakit
jantung sebelumnya.
Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat
tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke
otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan
otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru.
Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung
akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan,
8. Airway Obstruksi
Vomiting, benda asing, darah, sekret, mucus yang bergumpal, laring atau spasme
bronkus,
9. Depresi SSP
anastesi.
suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas
atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian
biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri carotis dan arteri
femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan
otak tak dapat diperbaiki lagi, dapat terjadi dalam 4 menit setelah kematian klinis. Oleh
Karena itu, berhasil atau tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan
a. Indikasi
1) Henti Nafas
Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan oleh banyak hal,
obstruksi jalan napas oleh benda asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan
(Latief, 2007).
Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,
pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa
menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera maka pasien akan
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara
mendadak dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan
menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia
lanjut atau penyakit kronis tentu tidak termasuk henti jantung (Alkatiri, 2007;
Latief, 2007).
takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%)
dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis,
radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau
satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya
(Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit
pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun
setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali (Alkatiri, 2007; Latief,
2007)
b. Fase RJP
darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan
Terdiri dari :
2) Fase 2
untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular
complexes.
3) Fase 3
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari
kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah
perikemanusiaan.
(Alkatiri, 2007)
Beberapa perubahan yang telah dilakukan adalah seperti berikut (Hazinski et al,
2015)
1) Mengenali sudden cardiac arrest (SCA) dari menganalisa respon dan pernafasan.
3) Hands-only chest compression CPR digalakkan pada sesiapa yang tidak terlatih
5) Health care providers memberi chest compression yang efektif sehingga terdapat
sirkulasi spontan.
Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah
korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon dengan
setelah korban tidak menunjukkan reaksi. Akan lebih baik bila penolong juga
memeriksa pernapasan dan denyut nadi korban seiring pemeriksaan respon pasien
Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit dan
maksimal 120 kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit,
kompresi dada.
kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi minimal sepertiga dari diameter
anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2
inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas (remaja), kedalam
hal yang perlu diperhatikan selama melakukan kompresi dada dan pemberian
ventilasi:
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien Dewasa
penuh dinding dada setelah setiap kompresi; dan untuk melakukan hal
tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada pasien setelah setiap
kompresi.
bebaskan jalan nafas melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban dicurigai
cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali.
kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
napas buatan setiap 6 detik (10 napas buatan per menit) untuk pasien dewasa,
Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2
menit.
bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12
nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun,
atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya
tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi
AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia. Bila AED belum
tiba, lakukan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2. Defibrilasi / shock
diberikan bila ada indikasi / instruksi setelah pemasangan AED. Pergunakan
program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi
shock atau tidak, jika iya lakukan terapi shock sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP
selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi
shock lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus
langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support) datang,
Pada pasien anak dan bayi, pada prinsipnya RJP dilakukan sama
Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu orang penolong atau dua
(atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4). Bila ada satu orang penolong, rasio kompresi dada
dan ventilasi seperti pasien dewasa yaitu 30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka rasio
kompresi dada dan ventilasi menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai denyut nadi namun
membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 3-5 detik/nafas atau
sekitar 12-20 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus
perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 untuk satu orang penolong dan 15 : 2 untuk
1) Penting
a) adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang
diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu
dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah
spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi
yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama (Alkatiri,
2007).
c) Sulfat Atropin: Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi
Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder
karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg,
diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai
denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok
diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari
denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel.
Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila
perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih
(Alkatiri, 2007).
2) Berguna
hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2
b) Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti
ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine.
Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan
untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila
monitoring.
F: (Fibrilation Treatment)
Gambaran EKG pada Ventrikel Fibrilasi ini menunjukan gelombang listrik tidak
definitifnya adalah syok electric (DC-Shock) dan belum ada satu obatpun yang dapat
menghilangkan fibrilasi.
Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah
H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari
kerusakan lebih lanjut, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang
permanen.
H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat
H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang
perikemanusiaan.
Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis,
penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil,
tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks. Keadaan tidak sadar
yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya
menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-
sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas
KESIMPULAN
sistem sirkulasi. Hal ini disebabkan oleh malfungsi mekanik jantung paru atau elektrik jantung.
Kondisi yang mendadak dan berat ini mengakibatkan kerusakan organ. Henti napas dapat
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa
denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi
elektromekanik (+5%).
saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu normal
akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung
berdenyut kembali.
airway, breathing, dan circulationnya (A-B-C). Pedoman pelaksanaan RJP yang dipakai adalah
pedoman yang dikeluarkan oleh Amerikan Heart Assosiation. Amerikan Heart Assosiation
merevisi pedoman RJP setiap lima tahun, dengan revisi terbaru pada tahun 2015. AHA merevisi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23513/6/Chapter%20II.pdf Repository
USU
2. Alkatiri J (2007). Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu
3. Torpy JM (2006). Cardiac arrest. The Journal of the American Medical Assosiation,
4. Latief SA (2007). Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit FKUI.
American Heart association, Guidelines for CPR and ECC Comparison Chart of Key
Guidelines-for-CPR-and-ECC-Comparison-Chart-of-Key-Changes-2010