Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN CAD

A. DEFINISI

Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan


arteri koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah
melambat, jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya
mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri
koroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan
pada otot jantung).( Brunner and Sudarth, 2001).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah  penebalan dinding dalam


pembuluh darah jantung (pembuluh koroner). Di dalam kondisi seperti ini, darah
yang mengalir ke otot jantung berkurang, sehingga organ yang berukuran sekitar
sekepalan tangan itu kekurangan darah.

Penyakit jantung koroner / penyakit arteri koroner merupakan suatu


manifestasi khusus dan aterosklerosis pada arteri koroner. Plak terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah arteri kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang
pada arteri sirkumflek. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara
permanen maupun sementara yang disebabkan oleh akumulasi plak atau
penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus
yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium.

1
(Joanne and Gloria. 1995)

Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif adalah


ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.Istilah gagal jantung
kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan
( Brunner & Suddarth, 2002)

Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung


artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada arteri
koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri,
menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi kurang
untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke
arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex.
Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun
sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi
kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat
pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk
menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya
penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen
(angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct)
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.

2
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan suplai oksigen yang
adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan
aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina
preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct).(Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Dep.kes, 1993).

B. ETIOLOGI

Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian
paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya
bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik,
faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah :

1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria).

Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit
jantung koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita
serangan jantung ketimbang pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.

2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat
operasi (bagi wanita).

Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara


fisiologis ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap terkena penyakit
jantung koroner apalagi ketika usia wanita itu telah menginjak usila (usia
lanjut).

3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga

Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat dari


profil kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat kebiasaan yang
"buruk" dalam segi diet keluarga.

4. Diabetes.

3
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya
level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.

5. Merokok.

Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit
jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding
(endotel) pembuluh darah sehingga mendukung terbentuknya timbunan lemak
yang akhirnya terjadi sumbatan pembuluh darah.

6. Tekanan darah tinggi (hipertensi).

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung
terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang merupakan penyebab
penyakit arteri/jantung koroner.

7. Kegemukan (obesitas).

Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari


banyaknya lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang obesitas
lebih menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang merupakan cikal
bakal terjadinya penyakit jantung koroner.

8. Gaya hidup buruk.

Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan yang
rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat seseorang terkena
pneyakit jantung koroner.

9. Stress.

Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi


yang tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan jiwa.

4
C. PATOFISIOLOGI

5
6
D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut Price & Lorraine (2001) seperti:

1. Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau


terbakar;dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung,
atau rahang)

2. Sesak napas

3. Berdebar-debar

4. Denyut jantung lebih cepat

5. Pusing

6. Mual

7. Kelemahan yang luar biasa

E. KOMPLIKASI

1. Aritmia

Merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia yaitu


gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
eloktrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman

7
grafik aktivitas listrik sel. Misalnya perangsangan simpatis akan
meningkatkan kecepatan denyut jantung.

2. Gagal Jantung Kongestif

Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokard. Disfungsi


ventrikel kiri atau gagal jantung kiri akan menimbulkan kongesti pada
vena pulmonalis sedangkan pada disfungsi ventrikel kanan akan
menimbulkan kongesti pada vena sistemik.

3. Syok kardikardiogenik

Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri


sesudah mengalami infark yang massif. Timbulnya lingkaran setan
perubahan hemodinamik progresif hebat yang irreversible yaitu
penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan
kongesti paru yang bisa berakhir dengan kematian.

4. Disfungsi Otot Papillaris

Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan


mengganggu fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup mengakibatkan
aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri sebagai akibat
pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri
dan vena pulmonalis.

5. Ventrikuler Aneurisma

Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan atrium atau apek


jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada
setipa sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.
Aneurisma ventrikel dapat menimbulkan 3 masalah yaitu gagal jantung
kongestif kronik, embolisasi sistemik dari thrombus mural dan aritmia
ventrikel refrakter.

8
6. Perikarditis

Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung


berkontak dengan pericardium menjadi kasar, sehingga merangsang
permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.

7. Emboli Paru

Emboli paru bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau kematian


mendadak. Trombosis vena profunda lebih lazim pada pasien payah
jantung kongestif yang parah

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


PENUNJANG

1. Analisa gas darah (AGD)

2. Pemeriksaan darah lengkap

3. Hb, Ht

4. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran elektrokardiogram


(EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya
PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada
tanda-tandanya. Dapat berupa serangan jantung terdahulu,
penyempitan atau serangan jantung yang baru terjadi, yang masing-
masing memberikan gambaran yang berbeda.

5. Foto Rontgen Dada

Dari foto rontgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-tidaknya


pembesaran (Kardomegali). Di samping itu dapat juga dilihat
gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto

9
rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita
sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah
berlanjut pada payah jantung.

6. Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor resiko


meningkat. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-tidaknya
serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung

7. Treadmill

Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun
dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah
merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa
gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal
ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada
keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat
gambaran EKG tampak normal.

8. Kateterisasi Jantung

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam


selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke
pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatanlengan atau
melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong dengan
tuntunan alar rontgen langsung ke muara pembuluh koroner. Setelah
tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga
mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat
adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada penyumbatan.
Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai beberapa
tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus mengenai
beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil kateterisasi jantung ini
akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah apsien cukup
hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan

10
factor resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal
dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah ditiup atau
balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang stent,
semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna
untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila tidak mungkin dengan
obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan
melakukan bedah pintas koroner.

G. PENATALAKSANAAN
Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung.
Yang paling umum diantaranya: 

1. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin.

Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan


gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri jantung menyempit, maka
dari itu mengurangi resiko serangan jantung.

2. Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol).

Obatan-obatan ini membantu untuk mengurangi detak jantung dan


tekanan darah, sehingga menurunkan gejala angina juga melindungi
jantung.

3. Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate).

Obatan-obatan ini bekerja membuka arteri jantung, dan kemudian


meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan mengurangi gejala
nyeri dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril Trinitrat, umumnya
diberikan berupa tablet atau semprot di bawah lidah, biasa digunakan
untuk penghilang nyeri dada secara cepat.

11
4. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril,
Perindopril) and Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan,
Valsartan).

Obatan-obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih


mudah, dan juga membantu menurunkan tekanan darah.

5. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin,


Atorvastatin, Rosuvastatin).

Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein


Densitas-Rendah), yang merupakan salah satu penyebab umum untuk
penyakit jantung koroner dini atau lanjut. Obat-obatan tersebut
merupakan andalan terapi penyakit jantung koroner.

6. Intervensi Jantung Perkutan.

Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang
menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik
selangkang atau pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung
yang menyempit, dimana itu kemudian dikembangkan untuk membuka
penyempitan.Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin) disebarkan
untuk membantu menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam
sederhana) atau memiliki selubung obat (berlapis obat). Metode ini
seringkali menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan jantung akut.
Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini dapat
meringankan gejala angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien
dengan penyakit pembuluh darah single atau double mendapat
keuntungan dari metode ini. Dengan penyakit pembuluh darah triple,
atau keadaan fungsi jantung buruk, prosedur bedah dikenal dengan
Bedah Bypass Arteri Jantung sering merupakan alternatif yang baik
atau pilihan pengobatan yang lebih baik.

7. Operasi.

12
a. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG).

CABG melibatkan penanaman arteri atau vena lain dari dinding


dada, lengan, atau kaki untuk membangun rute baru untuk aliran
darah langsung ke otot jantung. Ini menyerupai membangun jalan
tol parallel ke jalan yang kecil dan sempit. Ini adalah operasi yang
aman, dengan rata-rata resiko kematian sekitar 2%. Pasien tanpa
serangan jantung sebelumnya dan melakukan CABG sebagai
prosedur elektif, resiko dapat serendah 1 persen.

b. Revaskularisasi Transmiokardia

Untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk


melakukan CABG, prosedur disebut Revaskularisasi
Transmiokardia juga tersedia di NHCS. Pada prodesur ini, laser
digunakan untuk membakar banyak lubang kecil pada otot jantung.
Beberapa lubang ini berkembang ke pembuluh darah baru, dan ini
membantu mengurangi angina

Diagnosa Keperawatan

 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahahan kontraktilitas,


perubahan struktual (kelainan katup,aneurisme ventrikular).

 Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelalahan dan dispnue akibat


turunnya curah jantung.

 Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium dan air

 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler paru, contoh pengumpalan cairan didalam area interstial/alveoli.

13
 Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema,
penurunan perfusi jaringan.

Intervensi Keperawatan

 Curah jantung menurun b.d Perubahan kontraktilitas miokardial atau


perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi jantung,
perubahan struktural. (mis: kelainan katup, aneurisma ventrikel)

Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan


adanya penurunan curah jantung.
Kriteria Hasil:
 Frekuensi jantung meningkat
 Status Hemodinamik stabil
 Haluaran Urin adekuat
 Tidak terjadi dispnu
 Akral Hangat

Intervensi

1. Auskultasi nadi apical,kaji frekuensi,irama jantung.


Rasional : Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitasjantung.
2. Catatbunyijantung.
Rasional : S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3
sebagai aliran ke dalam serambi yaitu distensi. S4 menunjukkan
inkopetensi atau stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer.
Rasional : Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat
dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
4. Pantau tekanan darah.
Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh
CO dan pengisisanjantung.

14
5. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau
konsentrasi urine.
Rasional : Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke
ginjal yang juga mempengaruhi pengeluaran hormone aldosteron yang
berfungsi pada proses pengeluaran urine.
6. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi,
cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung.
7. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
Rasional : Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan kebutuhan oksigen dan penurunan venous return.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat
diuretic dan cairan.
Rasional : Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.

 Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda vital,


adanya dysritmia, dyspnea, pucat, berkeringat.

Tujuan dan kriteria hasil:

 Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan


 Memenuhi perawatan diri sendiri
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi

1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila


pasien menggunakan vasodilator, diuretic

15
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan atau pengaruh fungsi
jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung.
3. Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker,
traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh stress juga memerlukan
energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan istirahat
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi stress miokard.

6. Implementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas.


Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai kerja
jantung atau konsumsi oksigen berlebih. Penguatan dan perbaikan
fungsi jantung dibawah stress, : bila disfungsi jantung tidak dapat baik
kembali.

 Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium dan air.

16
Intervensi

1. Pantau keluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi
Rasional : Keluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama
sehari) karena penurunan perfusi ginjal
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba atau berlebih (hipovolemia) meskipun edema atau asites
masih ada
3. Berikan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
Rasional : Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan
pemasukan nutrisidan imobilisasi dan tirah baring yang lama
4. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan atau bunyi napas
tambahan contoh krekels, mengi atau batuk.
5. Kelebihan cairan sering menimbulkan kongersti paru.
Rasional : Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri
akut.
6. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada
digestif.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuetik, cairan dan
elektrolit.
Rasional : Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat
menghambat reabsorbsi.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
 Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi b.d Perubahan membrane kapiler-
alveolus, contoh pengumpulan atau perpindahan cairan ke dalam area
interstitial ataualveoli.

Intervensi:

17
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels.
Rasional : Menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan secret
2. Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen
3. Dorong perubahan posisi
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan tirah baring 20-300 posisi semi fowler.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan dan
meningkatkan inspaksi paru maksimal
5. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2 dan laksanakan sesuai
indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang dapat
memperbaiki atau menurunkan hipoksia jaringan.
6. Laksanakan program dokter dalam pemberian obat seperti diuretic dan
bronkodilator.
Rasional : Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran
gas, meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongestif paru.

 Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema,


penurunan perfusijaringan.

Intervensi
1. Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area
sirkulasinya terganggua atau pigmentasi atau kegemukan.
Rasional : Kerana gangguan sirkulasi perifer kulit beresiko imobilisasi
fisik dan gangguan status nutrisi.
2. Pijat area kemerahan
Rasional : Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
3. Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan latihan
rentang gerak pasif/aktif.

18
Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area
yang mengganggu aliran darah.
4. Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban
Rasional : Kulit terlalu kering dan lembab dapat merusak kulit dan
mempercepat kerusakan.
5. Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai kebutuhan
Rasional : Sepatu terlalu sempit dapat menyebabkan edema dependen.,
meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
6. Hindarai obat intramuscular.
Rasional : Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit atau terjadinya
infeksi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adam Sagan, 2009. Coronary Heart Disease Risk Factors and Cardiovascular


Risk in Physical Workers and Managers.

Anwar, B. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung


Koroner. www.library.usu.ac.id [diakses 18 Mei 2014].

Christian Sandi, Saryono, Dian Ramawati. (2013). Penelitian Tentang Perbedaan


Kadar Kolesterol Darah Pada Pekerja Kantoran dan Pekerja Kasar.

Corwin J. Elizabeth, ( 2009 ), Buku Saku Patofisiologi, Edisi Revisi 3, Penerbit :


Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi : Sistem kardiovaskular. Edisi 1.


Jakarta : EGC, 2009.

Davidson Christopher. (2003), Penyakit Jantung Koroner. Penerbit Dian Rakyat,


Jakarta.

Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. (1999). Panduan Mencegah & Mengobati

Penyakit Jantung. Jakarta: Pustaka Swara

Hendriantika, H. (2012), Penelitian Tentang Studi Komparatif Aktivitas Fisik


dengan Faktor Resiko Terjadinya Penyakit jantung Koroner.

Hermansyah, Citrakesumasari, Aminuddin. (2009). Aktifitas Fisik dan Kesehatan


Mental Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner.

Hariadi, Ali Arsad Rahim, (2005). Hubungan Obesitas dengan Beberapa Faktor


Risiko Penyakit Jantung Koroner.

20
Kurniastuti, Y. (2009). Faktor Resiko Penyakit Janting Koroner di Indonesia.

Marianna Virtanen, (2012). Long Working Hours and Coronary Heart Disease: A


Systematic Review and Meta-Analysis.

Marianna Virtanen, (2010). Overtime Work and Incident Coronary Heart


Disease:The Whitehall II Prospective Cohort Study.

Mika Kivimäki, (2013). Associations of job strain and lifestyle risk factors with
risk of coronary artery disease: a meta-analysis of individual participant data.

Tracey C. C. W. Rompas, A. Lucia Panda, Starry H. Rampengan.


(2012), Hubungan Obesitas Umum dan Obesitas Sentral dengan Penyakit
Jantung Koroner

Sallim Annisa Yuliana, (2013), Hubungan Olahraga dengan Kejadian Penyakit


Jantung Koroner.

Sivaramakrishna, R., Nancy A., William, A., Gilda, C., dan Kimerly, A.
2000. Powell American Journal of Roentgenology, 175, 45-51

Sulistiani, W. (2005). Analisis factor Resiko Yang Berkaitan Dengan Penyakit


Jantung. Universitas Diponegoro.

Kuswadji, S. 2009. Kadar Lemak Darah pada Pekerja Bergilir di Suatu Instalasi


Pengeboran Minyak dan Gas Bumi.www.cerminduniakedokteran.com [diakses 18
Mei 2014]

Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated viral vector-mediated vascular

www.digilib.unimus.ac.id Diakses tanggal 15 Mei 2014

www.americanhearth.org. (2009). Aktivitas Penderita Kardiovaskular. Diakses


tanggal 15 Mei 2014  

 LAPORAN PENDAHULUAN CAD

DI RUANG HCU DI RS POLRI

21
Disusun Oleh :KARTINI

31940038

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

JAKARTA

2021

22
23

Anda mungkin juga menyukai