A. DEFINISI
1
(Joanne and Gloria. 1995)
2
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan suplai oksigen yang
adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan
aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina
preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct).(Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Dep.kes, 1993).
B. ETIOLOGI
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian
paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya
bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik,
faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah :
Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit
jantung koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita
serangan jantung ketimbang pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.
2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat
operasi (bagi wanita).
4. Diabetes.
3
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya
level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.
5. Merokok.
Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit
jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding
(endotel) pembuluh darah sehingga mendukung terbentuknya timbunan lemak
yang akhirnya terjadi sumbatan pembuluh darah.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung
terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang merupakan penyebab
penyakit arteri/jantung koroner.
7. Kegemukan (obesitas).
Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan yang
rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat seseorang terkena
pneyakit jantung koroner.
9. Stress.
4
C. PATOFISIOLOGI
5
6
D. MANIFESTASI KLINIS
2. Sesak napas
3. Berdebar-debar
5. Pusing
6. Mual
E. KOMPLIKASI
1. Aritmia
7
grafik aktivitas listrik sel. Misalnya perangsangan simpatis akan
meningkatkan kecepatan denyut jantung.
3. Syok kardikardiogenik
5. Ventrikuler Aneurisma
8
6. Perikarditis
7. Emboli Paru
3. Hb, Ht
4. Elektrokardiogram (EKG)
9
rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang penderita
sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah
berlanjut pada payah jantung.
6. Pemeriksaan laboratorium
7. Treadmill
Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya, namun
dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG. Prinsipnya adalah
merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat terjadi berupa
gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK. Hal
ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada
keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat
gambaran EKG tampak normal.
8. Kateterisasi Jantung
10
factor resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal
dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah ditiup atau
balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula dipasang stent,
semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong yang berguna
untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila tidak mungkin dengan
obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan
melakukan bedah pintas koroner.
G. PENATALAKSANAAN
Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung.
Yang paling umum diantaranya:
11
4. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril,
Perindopril) and Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan,
Valsartan).
Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang
menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik
selangkang atau pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung
yang menyempit, dimana itu kemudian dikembangkan untuk membuka
penyempitan.Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin) disebarkan
untuk membantu menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam
sederhana) atau memiliki selubung obat (berlapis obat). Metode ini
seringkali menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan jantung akut.
Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini dapat
meringankan gejala angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien
dengan penyakit pembuluh darah single atau double mendapat
keuntungan dari metode ini. Dengan penyakit pembuluh darah triple,
atau keadaan fungsi jantung buruk, prosedur bedah dikenal dengan
Bedah Bypass Arteri Jantung sering merupakan alternatif yang baik
atau pilihan pengobatan yang lebih baik.
7. Operasi.
12
a. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG).
b. Revaskularisasi Transmiokardia
Diagnosa Keperawatan
13
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema,
penurunan perfusi jaringan.
Intervensi Keperawatan
Intervensi
14
5. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau
konsentrasi urine.
Rasional : Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke
ginjal yang juga mempengaruhi pengeluaran hormone aldosteron yang
berfungsi pada proses pengeluaran urine.
6. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi,
cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung.
7. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
Rasional : Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan kebutuhan oksigen dan penurunan venous return.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat
diuretic dan cairan.
Rasional : Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.
Intervensi
15
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan atau pengaruh fungsi
jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung.
3. Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker,
traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh stress juga memerlukan
energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan istirahat
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi stress miokard.
16
Intervensi
1. Pantau keluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis
terjadi
Rasional : Keluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama
sehari) karena penurunan perfusi ginjal
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba atau berlebih (hipovolemia) meskipun edema atau asites
masih ada
3. Berikan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
Rasional : Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan
pemasukan nutrisidan imobilisasi dan tirah baring yang lama
4. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan atau bunyi napas
tambahan contoh krekels, mengi atau batuk.
5. Kelebihan cairan sering menimbulkan kongersti paru.
Rasional : Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri
akut.
6. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada
digestif.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuetik, cairan dan
elektrolit.
Rasional : Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat
menghambat reabsorbsi.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi b.d Perubahan membrane kapiler-
alveolus, contoh pengumpulan atau perpindahan cairan ke dalam area
interstitial ataualveoli.
Intervensi:
17
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels.
Rasional : Menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan secret
2. Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen
3. Dorong perubahan posisi
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan tirah baring 20-300 posisi semi fowler.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan dan
meningkatkan inspaksi paru maksimal
5. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2 dan laksanakan sesuai
indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang dapat
memperbaiki atau menurunkan hipoksia jaringan.
6. Laksanakan program dokter dalam pemberian obat seperti diuretic dan
bronkodilator.
Rasional : Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran
gas, meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk menurunkan kongestif paru.
Intervensi
1. Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area
sirkulasinya terganggua atau pigmentasi atau kegemukan.
Rasional : Kerana gangguan sirkulasi perifer kulit beresiko imobilisasi
fisik dan gangguan status nutrisi.
2. Pijat area kemerahan
Rasional : Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
3. Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan latihan
rentang gerak pasif/aktif.
18
Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area
yang mengganggu aliran darah.
4. Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban
Rasional : Kulit terlalu kering dan lembab dapat merusak kulit dan
mempercepat kerusakan.
5. Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai kebutuhan
Rasional : Sepatu terlalu sempit dapat menyebabkan edema dependen.,
meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
6. Hindarai obat intramuscular.
Rasional : Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit atau terjadinya
infeksi.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Kurniastuti, Y. (2009). Faktor Resiko Penyakit Janting Koroner di Indonesia.
Mika Kivimäki, (2013). Associations of job strain and lifestyle risk factors with
risk of coronary artery disease: a meta-analysis of individual participant data.
Sivaramakrishna, R., Nancy A., William, A., Gilda, C., dan Kimerly, A.
2000. Powell American Journal of Roentgenology, 175, 45-51
21
Disusun Oleh :KARTINI
31940038
JAKARTA
2021
22
23