Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respons marah yang diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau stresor (Keliat,
2011).
Menurut Berkowits 2000, Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap
stresor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukan dengan perilaku aktual
melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan,
secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis (Yosep, 2009).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. perilaku kekerasan dapat
terjadi dalam dua bnetuk yaitu perilaku kekerasan saat sedang berlangsung atau
perilaku kekerasan terdahulu (Riwayat Perilaku Kekerasan) (Keliat, 2009)

2. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan


Keterangan :
Asertif : individu yang dapat mengatakan kemarahan tanpa mengalahkan
orang lain dan memberikan ketenangan.
Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah klien tidak
dapat menemukan alternatif
Pasif : individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
Agresif : perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk
menuntut tetapi masih terkontrol.
Kekerasaan : perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya
kontrol.

1
3. Faktor Predisposisi
Menurut Yusuf, dkk (2015), faktor predisposisi pada klien dengan resiko
perilaku kekerasan adalah :
1) Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari
dorongan insting (instinctual drives).
2) Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan
frustasi berkepanjangan.
3) Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas
sebagai berikut :
a) Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi
serta perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual. Selain itu,
mengatur sistem informasi dan memori.
b) Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan
interpretasi pendengaran.
c) Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta
pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
d) Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas adalah
serotonin (5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.

4) Perilaku (behavioral)
a) Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespons positif
terhadap frustasi.

2
b) Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau
godaan (seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan
percaya diri (self esteem) individu.
c) Perilaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak
(child abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga
memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai koping.
Teori belajar sosial mengatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil
belajar dari proses sosialisasi dari internal dan eksternal, yakni sebagai
berikut :
(1) Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.
(2) Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua,
kelompok, saudara, figur olahragawan atau artis, serta media elektronik
(berita kekerasan, perang, olahraga keras).
5) Sosial kultural
a) Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak
diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat
ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan
menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif lainnya.
b) Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons
terhadap marah yang sehat.
Menurut Yusuf, dkk (2015), faktor sosial yang dapat menyebabkan
timbulnya agresivitas atau perilaku kekerasan yang maladaptif antara lain
sebagai berikut.
1) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
2) Status dalam perkawinan.
3) Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
4) Pengangguran.
5) Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan
struktur keluarga dalam sosial kultural.

3
4. Faktor Presipitasi
Menurut Yusuf, dkk (2015), semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1) Internal
a) Kelemahan.
b) Rasa percaya menurun.
c) Takut sakit.
d) Hilang kontrol.
2) Eksternal
a) Penganiayaan fisik.
b) Kehilangan orang yang dicintai.
c) Kritik.
5. Tanda dan Gejala
Menurut Keliat (2011), tanda dan gejala pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan adalah :
1) Muka merah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8) Mengancam secara verbal atau fisik
9) Melempar atau memukul benda/orang lain
10) Merusak barang atau benda
11) Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah/mengontrol perilaku
kekerasan

6. Pohon Masalah
Effect Perilaku kekerasan

Core problem Resiko Perilaku kekerasan

causa
Harga diri rendah kronik

4
7. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Resiko perilaku kekerasan
b. Perilaku kekerasan
c. Harga diri rendah kronik

8. Data yang perlu dikaji

Data Yang Perlu Dikaji Masalah Keperawatan


Data Subjektif: Harga Diri Rendah Kronik
 Klien merasa malu
 Klien mengatakan dirinya tidak mampu
Data Objektif:
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Lebih banyak menunduk
 Bicara lambat dengan nada suara lemah
Data Subjektif: Resiko Perilaku Kekerasan
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin berkelahi
 Klien menyalahkan dan menuntut.
 Klien meremehkan
Data Objektif:
 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang klien mengatup
 Wajah memerah dan tegang
 Postur tubuh klien kaku

9. Diagnosa keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan

5
10. Intervensi
Terlampir

6
SUMBER PUSTAKA

Keliat, Budi A. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Editor


penyelaras: monica ester. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi A et All. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas :
CMHN (Basic Course). editor penyelaras: Monica Ester, Devi
Yulianti. Jakarta: EGC.
Yosep, Iyus. (2009). Keperawatan Jiwa. Editor: Aep Gunarsa. Jakarta: Refika
Aditama.
Yusuf, dkk. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.

7
STRATEGI PELAKSANAAN

PRILAKU KEKERASAN

A. PROSES KEPERAWATAN
Kondisi Klien
DS:
 Klien mengancam
 Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
 Klien mengatakan dendam dan jengkel
 Klien mengatakan ingin bekelahi.

DO:
 Klien tampak mondar-mandir berbicara sambil mengepalkan tangan
 Pandangan mata tajam
 Wajah merah
 Sesekali tampak memukul-mukul dinding.

B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku Kekerasan
C. Tujuan Khusus

a. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


b. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
d. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
e. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya.
f. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

8
D. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dalam membina hubungan saling
percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan anda.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
pada saat marah yaitu secara verbal.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik.
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik.
h. Latih pasien untuk mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal
i. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spritual
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat
k. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.

Tehnik Komunikasi : Sp 1
1. Fase Orientasi :
a. Salam therapeutik
“Selamat pagi, kenalkan nama saya zr.Berlian biasa dipanggil berlian.
Saya mahasisawa dari Universitas Respati Indonesia (URINDO), saya
dinas sore di ruangan ini pkl 14.00-20.00 WIB. “Nama bpk/ibu nya siapa,
senang dipanggil apa?
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bpk/ibu saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
c. Kontrak
 Topik

9
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan marah
yang bpk/ibu alami?”
 Tempat
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang
bpk/ibu?”bagaimana kalau di ruang tamu?”.
 Waktu
“bagaimana kalau 20 menit?”
2. Fase kerja
“Apa yang menyebabkan bpk/ibu marah? Apakah sebelumnya bpk/ibu pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O...iya,
jadi penyebab marah ...”“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti ...
pulang kerumah dan istri belum menyediakan makanan (mis. Ini penyebab
marah pasien), apa yang ... rasakan?”(tunggu respon pasien)“Apakah ...
merasakan kesal kemudian dada ... berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat dan tangan mengempal?”“Lalu apa yang bpk/ibu lakukan?
O...iya, jadi ... memukul istri dan memecahkan piring, apakah dengan cara ini
makanan terhidang? Atau tidak. Apa kerugian cara yang bpk/ibu lakukan ?
betul istri jadi takut , piring-piring pecah. Menurut ... adakah cara lain yang
lebih baik? Maukah ... belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik
tanpa menimbulkan kerugian?”“Ada beberapa cara untuk mengontrol
kemarahan, ,,, salah satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan
fisik disalurkan rasa marah.” “Bagaimana kita belajar satu cara
dulu?”“Begini .... kalau tanda-tanda marah tadi .. sudah dirasakan maka ...
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan tiup
berlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba
lagi, tarik nafas dari hidung, bagus... tahan dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali. Bagus sekali, ... sudah dapat melakukannya.
Bagaimana perasaannya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini... lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul ... sudah terbiasa melakukannya.”

10
3. Fase terminasi
a. Evaluasi /validasi
“Bagaimana perasaan bpk/ibu setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan ...?”saya melihat ibu sudah dapat melakukannya dengan baik .
“Iya jadi penyebab bpk/ibu. marah (sebutkan) dan yang bpk/ibu rasakan
(sebutkan) dan yang bpk/ibu lakukan (sebutkan) serta akibatnya
(sebutkan)”
b. Rencana tindak lanjut
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bpk/ibu
yang lalu. Jangan lupa latihan napas dalam ya ... Sekarang kita buat
jadwal latihannya ya ..., berapa kali sehari ... mau latihan napas dalam?
Jam berapa saja ...? “Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi
penyebab marah bpk/ibu yang lalu. Jangan lupa latihan napas dalam ya ...
Sekarang kita buat jadwal latihannya ya ..., berapa kali sehari ... mau
latihan napas dalam? Jam berapa saja ...?
c. Kontrak yang akan datang
 Topik
“Bagaimana kalau besok kita latihan lagi cara yang kedua untuk
mengendalikan marah?”
 Tempat
Tempatnya mau tetep disini apa diruang tamu?
 Waktu
Maunya jam berapa?” jam 16.30 ya...sampai ketemu besok sore ya
bpk/ibu.

11
12

Anda mungkin juga menyukai