Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH

OLEH:

BERLIAN LUMBAN TOBING

185140060

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

JAKARTA

2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN
Hari ke..Tanggal..

1. Kasus (masalah utama)


Gangguan konsep diri: harga diri rendah
2. Proses terjadinya masalah
a. Defenisi
Harga diri rendah kronis adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri
dan kemampuan diri (Keliat, 2011).Harga diri rendah merupakan evaluasi
diiri negatif yang berkepanjangan /perasaan tentang diri atau kemampuan
diri (Herdman,2012)

b. Rentang respon

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga Diri Kerancuan Depersonalisasi


Diri Diri Rendah Identitas
Positif Kronis

(sumber: Stuart, 2013)

c. Faktor predisposisi

Menurut Stuart Gail (2007), faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah
kronis adalah :
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan idealdiri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran
Dimasyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang

2
sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif dibandimg wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai
lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
Misal: seorang istri yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau
seorang suami yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan menimbulkan
masalah. Konflik peran dan peran tidak sesuai muncul dari faktor
biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang
berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai sejumlah peran.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan
struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Kontrol orang tua yang berat pada anak remaja akan menimbilkan
perasaan benci pada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain
yang berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan
diakui oleh kelompoknya.
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja
hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih
dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya

d. Faktor presipitasi
Menurut Stuart Gail (2007), faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah
kronis adalah masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi
atas stresor dapat mempengaruhi komponen. Stresor yang dapat
mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan
operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,

3
proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan
stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan
dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola
asuh yang tidak tepat misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan
sodara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi dan
kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stresor pencetus dapat berasal dari
sumber internal atau eksternal:
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
peristiwa yang mengancam kehidupan.
2) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

e. Tanda dan gejala

Menurut Keliat (2009), tanda dan gejala pada klien dengan harga diri
rendah kronis adalah :
1) Mengkritik diri sendiri
2) Perasaan tidak mampu
3) Pandangan hidup yang psimistis
4) Tidak menerima pujian
5) Penurunan produktifitas
6) Penolakan terhadap kemampuan diri
7) Kurang memperhatikan perawatan diri
8) Berpakaian tidak rapih
9) Tidak berani menatap lawan bicara
10) Selera makan berkurang
11) Lebih banyak menunduk

4
3. Dasar penetapan masalah
a. Pohon masalah

effect gangguan sensorik persepsi: halusinasi

core problem
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronis

causa gangguan konsep diri: Harga diri rendah situasional

b. Masalah keperawatan
 perubahan sensorik persepsi: halusinasi
 Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronis
 gangguan konsep diri: Harga diri rendah situasional

c. Data yang perlu dikaji

Data fokus Masalah

Data Subjektif : gangguan sensorik persepsi:

 klien mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan. halusinasi

Data Objektif :
 klien tampak bicara atau tertawa sendri

 marah-marah tanpa sebab

mendekatkan telinga kearah tertentu dan menutup telinga.

Data Subjektif: Gangguan konsep diri: Harga


diri rendah kronis
 Klien merasa malu
 Klien mengatakan dirinya tidak mampu
Data Objektif:
 Mengkritik diri sendiri

5
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup yang pesimis
 Penolakan terhadap kemampuan diri
 Lebih banyak menunduk

Data objektif: gangguan konsep diri: Harga


 Klien tampak banyak diam diri rendah situasional
 Klien tampak lesu
 Kontak mata kurang
 Banyak diam
 Nafsu makan berkurang
 Menarik diri dari hubungan sosial
Data subjektif
 Klien mengatakan malas beraktivitas
 Klien mengatakan tidak suka membicarakan penyakitnya
 Klien mengatakan malas ngobrol tentang masalah pribadinya
 Klien mengatakan susah tidur
 Klien mengatakan tidak berdaya dan tidak berguna
 Klien mengatakan gagal sebagai seorang ibu

4. Diagnosis keperawatan

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah kronis

6
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Moyet, I.J. 29, Nursing Diagnosis (Application to Clinical Practice, 13th ed.)
Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins.

Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Herdman, T.H & Shigemi, K. 2016. NANDA Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017 (Edisi 10). Diterjema hkan oleh Keliat., B.A dkk. Jakarta
EGC

Jardi, R., Cachia A., Thomas, P & Pins, D. 2013. The Neuroscience of Hallucinations.
New York: Springer.

Keliat, B.A, dkk.2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa (Edisi 2). Jakarrta: EGC.

Myers, Tamara, dkk (editor). 2017. Mosby’s Dictionary of medicine, Nursing & Healt
Professional (10th Edition) . Missouri Elsevier.

Potter, P.A. dan Perry, A.G. 2009. Fundamental Keperawatan (Edisi 7). Jakarta: Salemba
Medika.

Riyadi, S danPurwanto, T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sadock, B.J & Sadock, V.A.2010. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis (Edisi
2). Jakarta: EGC

Schultz, J.M & Videbeck, S.I. 2009. Lippincott’s Manual of Psychiatric Nursing care
Plan (8th Edition). Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.

Keliat, Budi A. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Editor


Penyelaras: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi A Et All. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas:CMHN (Basic Course). Editor Penyelaras: Monica Ester,
Devi Yulianti. Jakarta: EGC.
Stuart Gail (2007). Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, GW & Sunden, SJ. 2006. Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC.

7
Yosep, Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa. Editor: Aep Gunarsa. Jakarta: Refika

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERWATAN

Pertemuan ke....Tanggal...

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :

 Mengeluh hidup tidak bermakna


 Tidak memiliki kelebihan apapun
 Merasa jelek
 Perasaan tidak mampu
 Pandangan hidup pesimis

DO :

 Kontak mata kurang


 Tidak berinisiatif berinteraksi dengan orang lain
 Tidak berani menatap lawan bicara
 Lebih banyak menundukkan kepala saat berinteraksi

2. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronik

3. Tujuan khusus
a) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) klien dapat memilih kemampuan yang dapat digunakan
c) klien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
d) Klien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai dengan kemampuan
e) klien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal

4. Tindakan keperawatan :

8
a) identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki klien
b) bantu klien agar mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c) bantu klien agar dapat memilih dan menetapkan kegiatan sesuai dengan
kemampuan
d) latih kegiatan klien yang sudah dipilih sesuai kemampuan
e) bantu klien agar dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan

B. Proses pelayanan tindakan


1. Fase Orientasi :
a. Salam therapeutik
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya zrBerlian biasa dipanggil berlian.
Saya Perawat dari Universitas Respati Indonesia (URINDO), saya dinas
sore di ruangan ini dari jam 15.00 – 20.00 WIB. “Nama bpk/ibu nya siapa,
senang dipanggil apa?

b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana persaan ibu/bapak saat ini?’
c. Kontrak
a. Topik
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah bpk/ibu lakukan?” Setelah itu kita akan nilai
kegiatan mana yang masih dapat bpk/ibu lakukan. Kemudian kita akan
pilih satu kegiatan untuk kita latih.”
b. Waktu
“berapa lama ibu mau berbincang-bincang?”
c. Tempat
“bagaimana kalau disini saja...apakah ibu bersedia?”
2. Fase Kerja :
“Apa saja kemampuan yang bpk/ibu miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa kegiatan rumah tangga yang biasa bpk/ibu lakukan?
Bagaimana dengan merapikan kamar? Menyapu? Mencuci piring, ....dst.
Wah, bagus sekali ada .... kemampuan dan kegiatan yang bpk/ibu miliki”

9
“bpk/ibu dari ...... kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan? Coba kita lihat, yang pertama dapatkah?, yang kedua....
sampai seterusnya (mis. Ada 4 yang masih dapat dilakukan). Bagus sekali
ada ..... kegiatan yang masih dapat dilakukan.”
“Sekarang coba bapak/ibu pilih satu kegiatan yang masih dapat
dikerjakan.” Ooo yang no dua, merapikan tempat tidur? Kalau begitu
bagaimana kalau sekarang kita latihan merapikan tempat tidur bpk/ibu.
Mari kita lihat tempat tidur bpk/ibu. Coba lihat sudah rapikah tempat
tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapikan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus! Sekarang kita angkat sepreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus! Sekarang sebelah kiri, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal rapikan, dan letakkan
disebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimutnya, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus!”
“bpk/ibu sudah dapat merapikan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan dan bedakan dengan sebelum dirapikan? Bagus”
“Coba bpk/ibu lakukan dan jangan lupa memberi tanda di jadwal harian
dengan huruf M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, tulis B
(bantuan) jika masih dibantu. tulis T (tergantung) apabila masih tergantung
dengan petugas, tulis I (diingatkan) jika masih diingatkan .

3. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan bpk/ibu setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapikan tempat tidur?saya melihat bpk/ibu dapat melakukannya dengan
baik Yah, ternyata bpk/ibu banyak memiliki kemampuan yang dapat
dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapikan tempat tidur yang
sudah bpk/ibu peraktekkan dengan baik sekali.”
b. Rencana tindak lanjut
“Sekarang mari kita masukkan pada jadwal harian. bpk/ibu mau berapa
hari sekali merapikan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi, pukul

10
berapa? Lalu sehabis istirahat, pukul 16.00 wib.”jngan lupa ya dilakukan
sesuai jadwal kegiatan harian yang telah kita buat tadi.

c. Kontrak yang akan datang


 Topik
Bagaimana kalau besok kita latihan lagi kemampuan yang ke dua,
masih ingat tidak kegiatanya selain merapikan tempat tidur...oh
menyapu,,,bagus sekali ya.
 Waktu
Besok kita akan latihan menyapu jam 17.00 ya
 Tempat
Bagaimana kalau dipentry?

11

Anda mungkin juga menyukai