Anda di halaman 1dari 30

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CELLULITIS


PEDIS DI RUANG 19 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

OLEH:
Nilam Ganung Permata Mahardita, S. Kep
NIM 182311101025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
November, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Cellulitis Pedis di Ruang 19 RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang telah disetujui dan
disahkan pada :

Hari, Tanggal : Jum’at, 09 November 2018

Tempat : Ruang 19

Malang, 09 November 2018

Mahasiswa

Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep.


NIM 182311101025

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang 19
Universitas Jember RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang

Ns. Muhamad Zulfatul A’la, M.Kep. Anugerah Bawanto A., S.Kep., Ners
NIP. 19880510 201504 1 002 NIP. 19691002 199703 1 004
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Review Anatomi Fisiologi
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu : epidermis (kulit ari), dermis (kulit
jangat atau korium) dan lapisan subkutan/hipodermis
1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan
lapisan teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-
600 μm untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm
untuk kulit tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain
sel-sel epitel, epidermis juga tersusun atas lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses melanogenesis.
Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit
menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan
hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit (melanocyte
stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis
yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit
dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap warnanya.. Melanin
diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dengan demikian akan melindungi
seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang
berbahaya.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum tulang,
yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan merepresentasikan
antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel Langerhans berperan
penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans
terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans mengenali partikel asing atau
mikroorganisme yang masuk ke kulit dan membangkitkan suatu serangan
imun. Sel Langerhans mungkin bertanggungjawab mengenal dan
menyingkirkan sel-sel kulit displastik dan neoplastik. Sel Langerhans secara
fisik berhubungan dengan saraf-sarah simpatis , yang mengisyaratkan adanya
hubungan antara sistem saraf dan kemampuan kulit melawan infeksi atau
mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi fungsi sel Langerhans
dengan meningkatkan rangsang simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel
Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah kanker.
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling dalam
sebagai berikut:
1) Stratum Korneum /lapisan tanduk, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng, tanpa
inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini merupakan
lapisan terluar dimana eleidin berubah menjadi keratin yang tersusun tidak
teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya lebih sedikit sel-sel saling
melekat erat.
2) Stratum Lucidum tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan tipis
yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat. Stratum lucidum
terdiri dari protein eleidin. Selnya pipih, bedanya dengan stratum
granulosum adalah sel-sel sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir
sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat
pada telapak tangan dan telapak kaki
3) Stratum Granulosum/ lapisan keratohialin, terdiri atas 2-4 lapis sel poligonal
gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin. Pada membran sel
terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi perekat antar sel, yang
bekerja sebagai penyaring selektif terhadap masuknya materi asing, serta
menyediakan efek pelindung pada kulit.
4) Stratum Spinosum/ stratum malphigi / pickle cell layer, tersusun dari
beberapa lapis sel di atas stratum basale. Sel pada lapisan ini berbentuk
polihedris dengan inti bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop tampak
mempunyai tonjolan sehingga tampak seperti duri yang disebut spina dan
terlihat saling berhubungan dan di dalamnya terdapat fibril sebagai
intercellular bridge.Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen; filamen
ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel
dan melawan efek abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak
terdapat di daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
5) Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis (berbatasan dengan dermis), tersusun dari selapis sel-sel pigmen
basal , berbentuk silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat melanin. Pada
lapisan basal ini terdapat sel-sel mitosis.

2. Dermis
Lapisan yang mempunyai ketebalan 4kali lipat dari lapisan epidermis
(kira-kira 0.25-2.55mm ketebalannya) tersusun dari jaringan penghubung dan
penyokong lapisan epidermis dan mengikatkannya pada lapisan dalam
hipodermis. Lapisan ini terbagi atas :
a. Lapisan papilari,
Merupakan lapisan tipis dan terdiri dari jaringan penghubung yang longgar
menghubungkan lapisan epidermis kelapisan subcutis, banyak terdapat sel mast
dan sel makrofag yang diperlukan untuk menghancurkan mikroorganisme yang
menembus lapisan dermis. Di lapisan ini juga terdapat sejumlah kecil elastin
dan kolagen. Lapisan ini berbentuk gelombang yang terjulur kelapisan
epidermis untuk memudahkan kiriman nutrisi kelapisan epidermis yang tidak
mempunyai pembuluh darah.
b. Lapisan Retikular,
Merupakan lapisan tebal dan terdiri dari jaringan penghubung padat dengan
susunan yang tidak merata, disebut lapisan retikular karena banyak terdapat
serat elastin dan kolagen yang sangat tebal dan saling berangkai satu sama lain
menyerupai jaring-jaring. Dengan adanya serat elastin dan kolagen akan
membuat kulit menjadi kuat, utuh kenyal dan meregang dengan baik.
Komponen dari lapisan ini berisi banyak struktur khusus yang melaksanakan
fungsi kulit. Terdiri dari :
1) Kelenjar sebaceous/sebasea (kelenjar lemak)
Menghasilkan sebum, zat semacam lilin, asam lemak atau trigliserida
bertujuan untuk melumasi permukaan kulit dikeluarkan melalui folikel
rambut yang mengandung banyak lipid. pada orang yang jenis kulit
berminyak maka sel kelenjar sebaseanya lebih aktif memproduksi minyak,
dan bila lapisan kulitnya tertutup oleh kotoran,debu atau kosmetik
menyebabkan sumbatan kelenjar sehingga terjadi pembengkakan. pada
gambar dibawah terlihat kelenjar sebasea yang berwarna kuning dan
disebelah kanannya terdapat kelenjar keringat)
2) Eccrine sweat glands atau kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat
keluar dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari. Seorang
yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat tambahan,
dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain
mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis kelenjar
keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
a) Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan
pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekret yang
kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada
sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitel yang ada
di sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat
apokrin. Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke
folikel rambut lalu ke permukaan luar.
b) Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan
dan kaki. Sekretnya mengandung  air, elektrolit, nutrien organik, dan
sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 – 6.8. Fungsi dari
kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan,
mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing
dengan cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan
dermicidin, sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotik.
3) Pembuluh darah
Dilapisan dermis sangat kaya dengan pembuluh darah yang memberi
nutrisi penting untuk kulit, baik vitamin, oksigen maupun zat-zat penting
lainnya untuk metabolisme sel kulit, selain itu pembuluh darah juga bertugas
mengatur suhu tubuh melalui mekanisme proses pelebaran atau dilatasi
pembuluh darah.
Aliran darah untuk kulit berasal dari subkutan tepat di bawah dermis.
Arteri membentuk anyaman yang disebut retecutaneum yaitu anyaman
pembuluh darah di jaringan subkutan, tepat di bawah dermis. Cabang-cabang
berjalan ke superficial dan ke dalam. Fungsi vaskularisasi yang ke dalam ini
adalah untuk memelihara jaringan lemak dan folikel rambut.Cabang yang
menembus stratum reticulare, memberi cabang ke folikel rambut, kelenjar
keringat dan kelenjar sebasea. Pada keadaan temperatur udara lebih rendah dari
tubuh maka kapiler venulae di stratum papilare dan subpapilare menyempit
sehingga temperatur tubuh tidak banyak yang hilang. Bila udara panas kelenjar
keringat aktif memproduksi keringat kapiler dan venulae dilatasi penguapan
keringat.
4) Serat elastin dan kolagen
Semua bagian pada kulit harus diikat menjadi satu, dan pekerjaan ini
dilakukan oleh sejenis protein yang ulet yang dinamakan kolagen. Kolagen
merupakan komponen jaringan ikat yang utama dan dapat ditemukan pada
berbagai jenis jaringan serta bagian tubuh yang harus diikat menjadi satu.
Protein ini dihasilkan oleh sel-sel dalam jaringan ikat yang dinamakan
fibroblast. Kolagen diproduksi dalam bentuk serabut yang menyusun dirinya
dengan berbagai cara untuk memenuhi berbagai fungsi yang spesifik. Pada
kulit serabut kolagen tersusun dengan pola rata yang saling menyilang.
Kolagen bekerja bersama serabut protein lainnya yang dinamakan elastin
yang memberikan elastisitas pada kulit. Kedua tipe serabut ini secara bersama-
sama menentukan derajat kelenturan dan tonus pada kulit. Perbedaan serat
Elastin dan kolagen, adalah serat elastin yang membuat kulit menjadi elastin
dan lentur sementara kolagen yang memperkuat jaring-jaring serat tersebut.
Serat elastin dan kolagen itu sendiri akan berkurang produksinya karena
penuaan sehingga kulit mengalami kehilangan kekencangan dan elastisitas
kulit.
5) Syaraf nyeri dan reseptor sentuh
Kulit juga seperti organ lain terdapat cabang-cabang saraf spinal dan
permukaan yang terdiri dari saraf-saraf motorik dan saraf sensorik. Ujung saraf
motorik berguna untuk menggerakkan sel-sel otot yang terdapat pada kulit,
sedangkan saraf sensorik berguna untuk menerima rangsangan yang terdapat
dari luar atau kulit. Pada kulit ujung-ujung, saraf sensorik ini membentuk
bermacam-macam kegiatan untuk menerima rangsangan.
3. Subkutan
Jaringan Subkutan atau hipodermis merupakan lapisan kulit yang paling
dalam. Lapisan ini terutama berupa jaringan adiposa yang memberikan bantalan
antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Banyak
mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan syaraf juga terdapat gulungan
kelenjar keringat dan dasar dari folikel rambut. Jaringan ini memungkinkan
mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh. Lemak atau
gajih akan bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang, dan secara
parsial menyebabkan perbedaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan. Makan
yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit. Jaringan
subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan faktor penting dalam
pengaturan suhu tubuh. Tidak seperti epidermis dan dermis, batas dermis dengan
lapisan ini tidak jelas.
Pada bagian yang banyak bergerak jaringan hipodermis kurang, pada
bagian yan melapisi otot atau tulang mengandung anyaman serabut yang kuat.
Pada area tertentu yng berfungsi sebagai bantalan (payudara dan tumit) terdapat
lapisan sel-sel lemak yang tipis. Distribusi lemak pada lapisan ini banyak berperan
dalam pembentukan bentuk tubuh terutama pada wanita.

Gambar 1. Anatomi Sistem Integumen

2. Definisi
Selulitis berasal dari kata ”cellule” yaitu susunan tingkat sel, dan kata
“itis” yaitu peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata pada suatu
tingkatan sel. Pengertian lain dari selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa
infiltrat yang difus di daerah subkutan dengan tanda – tanda radang akut. Selulitis
merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi yang umumnya
dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau Streptococcus
(Muttaqin, 2011). Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang
jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000).
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan
jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang
robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan
ini biasanya terjadi pada ekstremitas bawah (Tucker, 2008). Istilah selulitis
digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan
jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi pada
semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama
pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah
tersebut kurang sempurna.
Jadi selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam yang
disebabkan oleh bakteri Stapilokokus aureus, Strepkokus grup A dan
Streptokokus piogenes. Dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis
b. Mengenai pembuluh limfe permukaan
c. Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas

Gambar 2. Selulitis Pedis pada kaki sinistra


Sedangkan selulitis pedis adalah bakteri kulit dan infeksi jaringan lunak (dermis)
dan jaringan subkutan akut yang menyebabkan inflamasi sel yang terjadi pada
bagian kaki yang biasanya disertai dengan penyakit lainnya seperti diabetes
(Kimberly, 2012; Cranendonk, et al, 2017). Selulitis terjadi ketika lapisan kulit
terluar, sistem kekebalan tubuh dan / atau sistem peredaran darah terganggu.
Diabetes, obesitas dan usia lanjut berhubungan dengan defek pada semua area ini
dan sebagai hasilnya merupakan faktor predisposisi utama untuk selulitis
(Cranendonk, et al, 2017).

3. Epidemiologi
Penyakit kulit dalam dewasa ini masih menjadi salah satu permasalahan
kesehatan di Indonesia. Menurut Depkes RI (2006) penyakit kulit dan penyakit
subkutan menurut rangking dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia menduduki
peringkat kedua setelah penyakit infeksi saluran pernapasan akut dengan jumlah
501.280 kasus atau 3.16% (Bahar, 2009 dalam Tuti Astriyanti et al, 2010). Infeksi
bakteri jamur, virus, dan karena dasar alergi menjadi dominasi terbesar dalam
penyebab penyakit kulit di Indonesia, sedangkan faktor degeneratif menjadi
penyebab penyakit kulit di Negara Barat. Selain faktor yang disebutkan diatas
lifestyle, lingkungan yang tidak bersih, personal hygine juga menjadi penyebab
timbulnya penyakit kulit (Siregar, 2015).
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Menurut
jurnal Celulitis–Epidemiological and Clinical Characteristic (2012) menganalisis
bahwa di Clinical Center Universitas Sarajevo dalam 3 tahun terakhir periode 1
Januari 2009 hingga 1 Maret 2012 ada 123 pasien, 35 pasien dengan tipe
erisepelas superfisial dan 88 pasien dengan selulitis. Persentasi laki-laki lebih
sering yaitu 56,09%, dengan usia rata-rata 50,22 tahun. Prevelensi lokasi selulitis
yaitu tungkai (71,56%), lengan (12,19&), kepala/leher (13,08%), tubuh (3,25%).
Selulitis disebabkan oleh berbagai organisme. Sebagian besar kasus disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus aureus. Tinjauan studi
laboratorium prospektif dan retrospektif menemukan bahwa S aureus
menyumbang 51% dari semua aspirasi dan biopsi positif untuk selulitis, dan
Streptococcus menyumbang 27% (Phoenix et al, 2012).

4. Etiologi
Selulitis berasal dari bakteri Streptococcus sp. Mikroorganisme lainnya
negatif anaerob seperti Prevotella, Porphyromona dan Fusobacterium odontogenik
pada umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik
bakteri aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang sinergis. Infeksi Primer
Selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis dan
perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah,
ekstraksi gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan
menggunakan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur
compound maksila/mandibula, laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder
dari oral malignancy. Penyebab dari Selulitis menurut Isselbacher adalah bakteri
streptokokus grup A, streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.
Penyebab Selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikusgrup A sedangkan penyebab Selulitis
pada anak adalah Haemophilus influenzatipe b (Hib), Streptokokus beta
hemolitikusgrup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta
hemolitikusgroup B adalah penyebab yang jarang pada Selulitis. Selulitis pada
orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes
dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus
biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan
gram negatif aerob maupun anaerob. bakteri mencapai dermis melalui jalur
eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier
kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah. onset
timbulnya penyakit ini pada semua usia (Gillespie, 2009).
Terdapat beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan
selulitis, antara lain :
a) Usia. Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami
infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.
b) Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency). Dengan sistem immune yang
melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada
penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat
pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
c) Diabetes mellitus. Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga
mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes
mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat
luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
d) Cacar dan ruam saraf. Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang
dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.
e) Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema). Pembengkakan
jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri
penginfeksi.
f) Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki Infeksi jamur kaki juga dapat
membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
g) Penggunaan steroid kronik. Contohnya penggunaan kortikosteroid.
h) Gigitan & sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia.
i) Penyalahgunaan obat dan alkohol. Mengurangi sistem immun sehingga
mempermudah bakteri penginfeksi berkembang.
j) Malnutrisi. Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran,
mempermudah timbulnya penyakit ini
5. Patofisiologi
Kerusakan integritas kulit hampir selalu mendahului infeksi, karena
organisme invasif menyerang area yang terganggu, kejadian ini membuat sel
pertahanan kewalahan, seiring perkembangan Selulitis, organisme menyerang
jaringan disekitar lokasi luka awal (Kimberly, 2012).
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan, penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan pada orang
kencing manis yang pengobatannya tidak adekuat. Gambaran klinis eritema lokal
pada kulit dan system vena dan limfatik pada kedua ektrimitas atas dan
bawah.Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang karakteristik hangat, nyeri
tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh
streptokokus grup A, sterptokokus lain atau staphilokokus aureus, kecuali jika
luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit
ditentukan, untuk absses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus
atau bahan yang diaspirasi diperlukan. meskipun etiologi abses ini biasanya
adalah stapilokokus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob
dan anaerob yang lebih kompleks. bau busuk dan pewarnaan gram pus
menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. lesi ini dangkal dan berindurasi
dan dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin
merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis, dan infeksi derajat
rendah.

6. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua
bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak.
Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau
ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul
bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif
dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu
rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi
tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau
tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula,
pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya
ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala
prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan
cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais
rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah.
Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati,
gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di
tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada
orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat
seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di
lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut
(jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis
bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis
rekurens.
Adanya invasi bakteri dan melakukan infeksi ke lapisan dermis atau
subkutis biasanya terjadi setelah adanya suatu luka atau gigitan di kulit. Kondisi
invasi kemudian berlanjut dengan lesi kemerahan yang membengkak di kulit serta
terasa hangat serta nyeri bila dipegang. Pada pemeriksaan fisik pada fase awal
bisa didapatkan adanya kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah
yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak serta tampak
seperti kulit jeruk yang mengelupas. Dengan berlanjutnya penyakit, status lokalis
didapatkan adanya lesi kulit berupa eritema lokal yang nyeri dengan tepat menjadi
semakin merah, meluas namun batasnya tidak jelas (difus) dan tepi meninggi.
Terkadang bagian tengah menjadi nodulan dan bagian atasnya terdapat vesikula
yang pecah dan mengeluarkan pus (nanah) serta jaringan nekrotik. Oleh karena
itu, infeksi menyebar ke daerah yang lebih luas, maka kelenjar getah bening di
dekatnya dapat membengkak dan teraba lunak. Kelenjar bening di paha membesar
karena infeksi di tungkai. Kelenjar getah bening membesar karena infeksi di
lengan. Penderita dapat mengalami demam, menggigil, peningkatan denyut
jantung, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Abses yang timbul akibat selulitis
meskipun jarang terjadi k#mplikasi serius berupa penyebaran infeksi di basah
kulit yang menyebabkan kematian jaringan dan penyebaran infeksi melalui aliran
darah (bakterimia) ke bagian tubuh lainnya. Jika selulitis kembali menyerang ke
sisi yang sama maka pembuluh getah bening di dekatnya dapat mengalami
kerusakan dan menyebabkan pembengkakan jaringan yang bersifat menetap.
(Muttaqin, 2011).
7. Klasifikasi
Selulitis dapat digolongkan menjadi:
a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,
yang tidak jelas batasnya.Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya
sangat lunak dan spongius.Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau
spasia yang terlibat.
b. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya.Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan
mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi.
c. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwig’s Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid,
3) Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
6) Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi
pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan
perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
7) Selulitis Difus yang Sering Dijumpai
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina
Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai
spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang
sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut.
Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut
Pseudophlegmon.

8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari selulitis pedis adalah:
a. Sepsis
Kondisi medis serius dimana terjadi peradangan seluruh tubuh akibat infeksi.
b. Trombosis Vena Profunda
Peradangan pada dinding vena serta tertariknya trombosit dan leokosit pada
dinding yang mengalami radang.
c. Perburukan Selulitis
d. Abses lokal
Pengumpulan nanah akibat infeksi bakteri.
e. Tromboflebitis
Kondisi dimana terbentuknya bekuan dalam vena sekunder akibat inflamasi
atau trauma dinding vena karena obstruksi vena sebagian.
f. Limfangitis
Merupakan infeksi pembuluh limfa.
g. Amputasi
Suatu keadaan ketiadaan sebagian atau seluruh anggota gerak, prosedur
pemotongan.

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan
selulitis yaitu:
a. Laboratorium
1) CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit
dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bakteri.
2) BUN level
3) Creatinin level
4) Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
5) Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada
daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau
terdapat bula
6) Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum
memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak
tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea,
takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.
b. Gambaran Radiologi
1) Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap
(seperti kriteria yang telah disebutkan).
2) CT (Computed Tomography) Baik Plain-film Radiography maupun CT
keduanya dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan subjucent
osteomyelitis.
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis
infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing
fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada
subkutaneus.
c. Diagnosis Banding
Diagnosis banding Selulitis adalah Erisipelas, Flegmon, Dermatitis
Kontak, Mikosis Profunda dan Pioderma Kronik.
1) Erisipelas
Merupakan suatu infeksi akut yang biasanya disebabkan oleh bakteri
Streptokokkus. Gejala utamanya adalah eritema berwarna merah cerah dan
berbatas tegas, dan disertai gejala konstitusi, namun lokalisasinya lebih
superfisial dibandingkan selulitis.
2) Flegmon
Merupakan selulitis yang telah mengalami supurasi, dan diberikan terapi
yang sama dengan selulitis dan ditambahkan dengan insisi.
3) Dermatitis Kontak
Dermatitis Kontak merupakan peradangan pada kulit yang disebabkan oleh
bahan / substansi asing yang menempel pada kulit Dermatitis ini
memberikan gambaran klinis berupa lesi yang berbatas tidak tegas dan
bersifat kronik yang ditandai dengan adanya skuama dan likenifikasi.
4) Mikosis Profunda
Biasanya kronik dan tidak menimbulkan gejala konstitusi.
5) Pioderma Kronik
Infeksi bakteri bersifat kronik dan memberikan gambaran lesi yang
berwarna kehitaman.

10. Penatalaksanaan
Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor kebersihan diri dan
lingkungan harus diperhatikan. Beberapa obat dapat digunakan sebagai
pengobatan selulitis:
a. Penisilin G prokain dan semisintetiknya
1) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin
merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota
besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak
dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan
semakin sering terjadi syok anafilaktik.
2) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
3) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah
makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
4) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis
flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis.
b. Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik
karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin
untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan
klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat,
dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan
obat penisilin resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan
berupa colitis pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar
tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi
antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian
per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.
c. Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan
dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering
memberi rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
d. Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-
obatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang
berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500
m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
e. Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan
selulitis. Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara
sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya
ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk
kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat dikatakan sering
menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol tidak
begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat tersebut
digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan
permangas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang
dilarutkan 10 x. yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil
mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena
mengotori sprei dan mengiritasi kulit.
Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing
fasciitis) serta memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan
adalah operasi pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi
antibiotik secara infuse, pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah
yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus
diamputasi.
B. Clinical Pathway

Meningkatnya Usia Immunodeficiency Diabetes Mellitus Cacar, ruam kulit Pembengkakan kronis

Sirkulasi darah Peningkatan kadar Luka Terbuka Lymphedema


Infeksi jamur kulit
menurun gula darah
Kulit terluka
Membuka celah kulit
Abrasi kulit Sirkulasi darah pada
ekstremitas menurun

Risiko terluka

POE bakteri patogen Risiko infeksi

Infeksi Streptococus grup A, Staphilococcus aureus

Defisiensi Kurangnya paparan Selulitis Interitas jaringan tidak Kerusakan Interitas


pengetahuan informasi utuh jaringan
Mekanisme radang

Kalor Dolor Rubor Tumor Fungsiolesa

Proses fagositosis Akselerasi/ Hipertermi Hiperplasia jaringan Intoleransi jaringan/


Deakselerasi saraf ikat organ distal
Hipertermi jaringan sekitar luka Eritema lokal
Odem jaringan ikat Hambatan Mobilitas
Fisik
Nyeri akut Gangguan Citra Tubuh
Penekanan jaringan Nyeri Akut
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi abdomen ataupun tanda-tanda infeksi
pada bagian drainase (jika ada).
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya kanker kaput pankreas bagaimana mekanisme
terjadinya, kronologi hingga dibawa ke rumah sakit dan keluhan yang
dirasakan apa saja.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan selulitis yaitu penyakit yang
diturunkan secara genetic diabetes melitus atau penyakit sistem imunitas
lainnya.
f) Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Dapat ditemukan berat badan berlebih atau status gizi yang
memerlukan diet tertentu yang disebabkan adanya penyakit penyerta
pada selulitis.
2) Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti
konstipasi.. Hal ini akibat minimnya mobilitas fisik pada pasien
dengan selulitis sehingga turut mempengaruhi haluaran eliminasinya
atau jika terdapat penyakit penyerta lain misal diabetes mellitus,
pasien dapat mengalami poliuria terlebih pada malam hari.
3) Pola Istirahat/ Aktivitas
Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pada pola istirahat & jam
kebiasaan tidur pada malam hari, pekerjaan mempengaruhi tidur,
misal nyeri, ansietas, berkeringat malam, serta Keterbatasan
partisipasi dalam melakukan kegiatan, pekerjaan dengan pemajanan
karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.      
4) Personal Hygiene
Pasien umumnya membutuhkan bantuan dari orang lain, aktivitas ini
sering dilakukan pasien ditempat tidur.
5) Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas karena perubahan pada
body image, jika terjadi ikterik pada kulit serta terkadang mengalami
kulit kering dan bersisik karena gangguan balance cairan.
6) Riwayat Spiritual
Berkaitan dengan riwayat spiritual pasien kanker tidak mengalami
gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap
agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan serta
harapan pasien terhadap penyakitnya.
7) Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah malu dengan kondisi kakinya utamanya karena
penuh dengan pus dan bau.
g) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, yang paling sering adalah gejala klinis selulitis
berupa eritema dengan batas yang tidak tegas dan cepat meluas, nyeri, edema
atau bengkak yang teraba hangat dan kencang (jarang namun bisa terjadi
fluktuasi). Pada beberapa kasus selulitis dapat terjadi pembentukan bula
ataupun nekrosis pada jaringan epidermis, menyebabkan erosi superfisial pada
epidermis dan tampak sloughing. Gejala sistemik seperti demam, menggigil
dan malaise bervariasi. Hanya sekitar 66% ditemukan port d’entre infeksi
(Lipworth et al, 2012).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (00132)
Definisi: Pengalaman, sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan
sebagai kerusakan (Internasional Assosiation for the Study of Pain); awitan
yang tiba-tiba atatau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan
berakhirnya dengan dapat diantisipasi atau diprediksi, dan dengan durasi
kurang dari 3 bulan .
Batasan karakteristik:
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan pada parameter fisiologis
3) Diaforesis
4) Perilaku distraksi
5) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkannya
6) Perilaku ekspresif
7) Ekspresi wajah nyeri
8) Sikap tubuh melindungi
9) Putus asa
10)Fokus menyempit
11)Sikap melindungi area nyeri
12)Perilaku proktektif
13)Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas
14)Dilatasi pupil
15)Fokus pada diri sendiri
16)Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
17)Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri
Faktor yang berhubungan:
1) Agens cedera biologis
2) Agens cedera kimiawi
3) Agens cedera fisik
Kondisi terkait:
1) Gangguan muskuluskeletal
2) Gangguan neuromuscular
3) Agens farmaseutika

b. Kerusakan Integritas Kulit (00046)


Definisi:Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis
Batasan karakteristik:
1) Nyeri akut
2) Gangguan integritas kulit
3) Perdarahan
4) Benda asing menusuk permukaan kulit
5) Hematoma
6) Area panas lokal
7) Kemerahan
Faktor yang berhubungan:
1) External:
a) Agens cidera kimiawi
b) Ekskresi
c) Kelembapan
d) Hipertermia
e) Hipotermia
f) Lembap
g) Area panas lokal
h) Sekresi
2) Internal :
a) Gangguan volume cairan
b) Nutrisi tidak adekuat
c) Faktor psikogenik
Populasi beresiko
Usia eksterm
Kondisi terkait:
1) Gangguan metabolisme
2) Gangguan pigmentasi
3) Gangguan sensasi
4) Gangguan turgor kulit
5) Pungsi arteri
6) Perubahan hormonal
7) Imunodefisiensi
8) Gangguan sirkulasi
9) Agens farmaseutika
10) Terapi radiasi
11) Trauma vaskuler

c. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang
dapat menggangu kesehatan
Faktor risiko:
1) Gangguan peristalis
2) gangguan integritas kulit
3) vaksinasi tidak adekuat
4) kurang pengetahuan untuk menghindari pemajan patogen
5) mal nutrisi atau obesitas
6) merokok
7) stasis cairan tubuh
Populasi berisiko: terpajan pada wabah
Kondisi terkait:
1) Perubahan pH sekresi
2) penyakit kronis
3) Penurunan kerja siliaris
4) penurunan hemoglobin
5) imunosepresi
6) prosedur invasive
7) leukopenia
8) supresi respons inflamasi
d. Hipertermia
Definisi: Suhu inti tubuh di atas kisaran normal diurnal karena kegagalan
termoregulasi.
Batasan Karakteristik :
a) postur abnormal g) letargi
b) apnea h) kejang
c) koma i) kulit terasa hangat
d) kulit kemerahan l) stupor
e) hipotensi m) takikardia, vasodilatasi
f) gelisah n) takipnea
Faktor yang berhubungan :
a) dehidrasi
b) pakaian yang tidak sesuai
c) aktivitas berlebihan
Kondisi terkait :
a) penurunan perspirasi d) sepsis
b) penyakit e) trauma
c) peningkatan laju metabolisme f) agen farmaseutika
3. Intervensi Keperawatan
No. Masalah Tujuan & Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri akut (00132) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 NIC: Manajemen Nyeri (1400)
x 24 jam pasien menunjukkan hasil: a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016) beratnya nyeri dan faktor pencetus;
Tujuan b. Observasi adanya petunjuk nonverbalmengalami
No. Indikator Awal
1 2 3 4 ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak dapat
1. Nyeri terkontrol 3 berkomunikasi secara edektif
2. Tingkat nyeri 3
Mengambil tindakkan untuk
c. Gunakan strategi komunikasi terapuetik untuk mengetahui
3. 3 pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap
: mengurangi nyeri
Mengambil tindakkan untuk nyeri
4. 1
: memberi kenyamanan d. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
Pendekatan preventif e. Ajarkan prinsip-prinsip menejemen nyeri
5. 3
menejemen nyeri f. Kolaborasi pemberian analgesik guna pengurangi nyeri
Manejemen nyeri sesuai
6. 2
budaya budaya
Keterangan: NIC: Terapi relaksasi (6040)
1. Keluhan ekstrime 1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis
2. Keluhan berat relaksasi yang tersedia
3. Keluhan sedang 2. Pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi,
4. Keluhan ringan kemampuan berpartisipasi, pilihan, pengalaman masa lalu dan
5. Tidak ada keluhan kontraindikasi sebelum memilih strategi tertentu
3. Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan
- Nyeri terkontrol (301601) pakaian longgar dan mata tertutup
- Tingkat nyeri berkurang (301602) 4. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengurangi 5. Dorong klien untuk mengulangi [praktik teknis relaksasi,
nyeri menggunakan terapi farmakologis dan jikamemungkinkan
non farmakologis (301604) 6. Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap terapi relaksasi
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengatur
posisi yang nyaman (301605)
- Pendekatan preventif menejemen nyeri : dapat
mengetahui tentang nyeri dan cara
mengatasinya menggunakan terapi
farmakologis maupun non farmakologis
(301610)
- Menejemen nyeri sesuai budaya budaya : dapat
melakukan terapi relaksasi untuk mengurangi
nyeri (301609)
2. Kerusakan NOC: NIC: Pressure Management
integritas kulit Status Kerusakan integritas kulit (00046) a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
(00046) b. Hindari kerutan pada tempat tidur
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 a. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
x 24 jam pasien menunjukkan hasil: b. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
Tujuan c. Monitor kulit akan adanya kemerahan
No. Indikator Awal
1 2 3 4 d. Oleskan lotionatau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan
Suhu, elastisitas hidrasi dan e. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
1. 3
sensasi
2. Perfusi jaringan 3
f. Monitor status nutrisi pasien
3. Keutuhan kulit 3 g. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
4. Eritema kulit sekitar 1
5. Luka berbau busuk 3
6. Granulasi 2
7. Pembentukan jaringan parut 4
8. Penyusutan luka 3
Keterangan:
1. Gangguan eksterm
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada gangguan

Status penyembuhan luka primer


Tujuan
No. Indikator Awal
1 2 3 4
1. Penyatuan kulit 3
2. Penyatuan ujung luka 3
3. Pembentukan jaringan parut 3
Keterangan:
1. Tidak ada
2. Sedikit
3. Sedang
4. Banyak
5. Sangat banyak

- Menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau


perawatan luka yang optimal)
- Drainase purulen atau bau luka minimal
- Tidak ada lepuh atau maserasi pada kulit
- Nekrosis,selumur,lubang perluasan luka ke
jaringan dibawah kulit,atau pembentukan
saluran sinus berkurang atau tidak ada
- Eritema kulit dan eritema disekitar luka
minimal
3. Resiko infeksi NOC: NIC
(00004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 Kontrol infeksi (6540)
x 24 jam pasien menunjukkan hasil: 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai setiap pasien
2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai SOP rumah sakit
3. Batasi jumlah pengunjung
No. Indikator Awal Tujuan 4. Ajarkan cara mencuci tangan
1 2 3 4 5 Perlindungan infeksi (6550)
1. Tekanan darah sistolik 2 √ 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi
2. Tekanan darah diastolic 2 √
3. Stabilitas hemodinamik 2 √
6. Berikan perawatan kulit yang tepat
4. Suhu tubuh 2 √ Manajemen nutrisi (1100)
5. Laju nadi radialis 2 √ 7. Tentukan status gizi pasien
6. Irama nadi radialis 2 √ 8. Identifikasi adanya alergi
7. Laju pernafasan 3 √ Identifikasi resiko (6610)
8. Kedalaman inspirasi 2 √ 9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu
9. Keluaran urin 2 √
10. Identifikasi strategi koping yang digunakan
10. Bisin usus

1
11. Kesadaran 2 √
Keterangan:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan
4. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 NIC: Perawatan demam (3740)
(00007) x 24 jam pasien menunjukkan hasil: a. Pantau suhu dna tanda-tanda vital lainnya
b. Monitor warna kulit dan suhu
Termoregulasi (0800) c. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan kehilangan
No. Indikator Awal
Tujuan yang dirasakan
1 2 3 4 5 d. Beri obat atau cairan IV (Misal antipiretik)
1. Berkeringat saat panas 3 √ e. Dorong konsumsi cairan
2. Menggigil saat dingin 3 √
3. Denyut nadi radial 3 √
4. Tingkat pernapasan 3 √ NIC: Pengaturan suhu (3900)
5. Peningkatan suhu kulit 2 √ a. Monitor suhu setidaknya setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
6. Hipertermia 2 √ b. Monitor suhu dan warna kulit
7. Perubahan warna kulit 2 √
8. Dehidrasi 3 √
c. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
Keterangan: d. Sesuaikan suhu lingkungan
1. Keluhan Berat e. Berikan pengobatan antipiretik
2. Keluhan cukup berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

- Tidak berkeringat saat panas (080010)


- Tidak ada menggigil saat dingin (080011)
- Denyut nadi radial dalam batas normal 60-
100x/menit (080012)
- Tingkat pernapasan dalam batas normal (16-
24x/menit) (080013)
- Tidak ada peningkatan suhu kulit (080001)
- Tidak ada hipertermia (Suhu dalam batas
normal 35,8 0C-37 0C) (080019)
- Tidak ada perubahan warna kulit kemerahan
(080007)
- Tidak terjadi dehidrasi (080014)
DAFTAR PUSTAKA

Andi, Wiwik. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Ganggun Sistem
Hematologi. Jakarta: Selemba Medika.
Irma, Arisanty. 2014. Manajemen Perawatan Luka. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing
Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13. Jakarta: EGC.
Cranendonk, D.R., A.P.M. Lavrijsen, J.M. Prins, W.J. Wiersinga. 2017. Cellulitis:
Current Insights into Pathophysiology and Clinical Management. The
Netherlands Journal of Medicine. 75(9): 366-378.
Graham, Brown Robin., Bourkey Johnny., Cunliffe et al. 2011. Dermatologi
Dasar Untuk Praktek Klinik. Dialih bahasakan oleh Brahm U. Jakarta:
EGC.
Gillespie S., Kaathleen B. 2009. At a Glance Mikrobiologi medis dan infeksi.
Jakarta: Erlangga.
Herdman, T.H. dan S. Kamitsuru. (Ed). 2018. NANDA Internasional Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020, Ed. 11. Terjemahan
oleh Budi Anna Keliat et al. Jakarta: EGC.
Kimberly, Bilotta. 2012. Kapita Selekta Penyakit. Jakarta: EGC.
Lipworth AD, Saavedra AP, Weinberg AN and Johnson RA. 2012. Non-
Necrotizing Infection of the Dermis and Subcutaneous Fat: Cellulitis and
Erysipelas. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine ED. 8th. USA:
McGraw-Hill..
Moorhead., Johnson., Maas., & Swanson. 2013. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Fifth Edition. USA: Mosby.
Muttaqin, A. 2013. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan.
Sistem Integumen. Jakarta : Salemba Medika.
Nurafif, A. H. dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bersarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi MediAction. Yogyakarta.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth.Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.
Meliha, Hadzovic-Cengic., Alma Sejtarija-Memisevic., Nada Koluder-Cimic.,
Enra Lukovac., Snjezana Mehanic., Amir Hadzic., Selma Hasimbegovic-
Ibrahimovic. 2012. Cellulitis-Epidemological and Clinical Characteristic
Med Arh. 65: 51-53.

Anda mungkin juga menyukai